LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SERVIKS
A. PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana
sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini
biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita
yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita
penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya
kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita
kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat
pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.
Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan
penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005.
Ilmu Kandungan, Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena
jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila
tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu
persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi
infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel
yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan
seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun,
persentasenya sangat kecil).
Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia,
melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus
HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan
atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia,
kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah.
Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan
rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak
80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di
seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut.
(Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI)
Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini
dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk
mencegah kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya
upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -
tahun berikutnya.
1. DEFINISI
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar
junction (SCJ).
(Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar junction
(SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2. Jakarta : EGC)
Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak
antara rahim (uterus) dengan liang senggama. (http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-
ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi. html)
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks merupakan
kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis serviksalis dan porsio). Serviks adalah bagian
ujung depan rahim yang menjulur ke vagina. (http://infokesehatan2009.html)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada
sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks
yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif
cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam
keadaan stadium lanjut. (sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/)
Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita terdiagnosa
kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena
kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.
Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena
kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya
dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker
serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian
akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan
pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi
dini pun masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
3. KLASIFIKASI
STADIUM KRITERIA
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra
seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh
eksofitik maupun endofitik.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara
lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker
serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-
karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel
epitel pada serviks.
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
(sumber : Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2 dan Ilmu
Kandungan, Hanifa Wiknjosastro)
5. MANIFESTASI KLINIK
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan
yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
6. PATOFISIOLOGI (WOC)
Terlampir
7. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk
Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar
Urine bercampur darah (hematuria)
Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis)
Raut wajah pucat
Kelemahan pada pasien
Keringat dingin
Posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah abdomen
Palpasi
Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
Tinggi fundus uteri
Keaktifan gerakan janin
Kelainan letak / posisi janin
Nyeri tekan abdominal
Perubahan denyut nadi
Perubahan tekanan darah
Peningkatan suhu tubuh
Auskultasi
Pengukuran DJJ
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi
tersebut.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan
kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat
dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan
sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing
73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi
kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan
positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi
dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas
95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu
11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya
gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
pemeriksaan sitologi tidak ada.
9. KRITERIA DIAGNOSIS
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan
batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN
III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas
pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti
dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.
Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%
sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada
stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi
ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya
dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi
diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks
dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah
stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi
dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada
pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-
sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau
radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe
paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung
dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi
anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau
batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan
cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal
lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan
bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.
Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya
mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang diminum,
dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam
kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi
kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.
(Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997).
Cara pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada
stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat
kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide.
Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan
hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan
menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki
kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang
berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,
selama, dan sesudah pengobatan.
Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi
berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus
minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
Sariawan
Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi
dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu
setelah kemoterapi.
Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki.
Serta kelemahan pada otot kaki.
Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang
paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan
jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan
perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan
leukosit.
Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit
rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin).
Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan
lemah, mudah lelah, tampak pucat.
Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A.
Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama
seminggu sesudahnya.
Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar
penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di
daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan
menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi
harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang
bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa
menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
11. KOMPLIKASI
Pendarahan
Kematian janin
Infertil
Obstruksi ureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Pembentukan fistula
Anemia
Infeksi sistemik
Trombositopenia
12. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena
sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di
beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan
kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang
mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak
mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-
wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50%
kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka
penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
13. PROGNOSIS
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena
lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks,
antara lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker
serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi
akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.
3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula
terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari
peningkatan tekanan otot abdominal
Asupan nutrisi pada Ibu hamil dengan kanker serviks harus lebih banyak jika dibandingkan
dengan sebelum kehamilan. Dapat terjadi mual dan muntah pada awal kehamilan. Kaji jenis
makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu sesuai dengan umur
kehamilan karena Ibu dengan kanker serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan.
Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
5. Pola kognitif – perseptual
Pada Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada pada panca indra
meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap.
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks
adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.
Kaji apakah penyakit serta kehamilan pasien mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan
skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu
orang lain dan alat, 4= tergantung total).
Ibu hamil wajar jika mengalami perasaan sedikit lemas akibat dari asupan nutrisi yang berkurang
akibat dari harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Namun pada ibu hamil yang disertai
dengan kanker serviks ibu akan merasa sangat lemah terutama pada bagian ekstremitas bawah
dan tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas kanker serviks
sehingga harus beristirahat total.
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita
penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu
dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah
berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
a. Analisis data
1. Data subyektif :
Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang
kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah
Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisi janin yang dikandungnya
2. Data obyektif
Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
Nilai profil biofisik janin normal tidak sesuai dengan usia kehamilan
Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
Terjadi hematuria
Berat badan pasien tidak stabil (tidak sesuai dengan BB pasien dalam kondisi kehamilan)
3. RENCANA TINDAKAN
Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan )
5. Ekspresi wajah pasien tidak pucat
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi tanda vital, kaji pengisian Identifikasi ketidakadekuatan derajat
kapiler dan warna dasar kuku perfusi jaringan dan membantu
dalam menentukan intervensi
NO INTERVENSI RASIONALISASI
2 Awasi dan pantau DJJ dan Terjadinya hipoksia pada ibu dapat
keaktifan gerakan janin mengakibatkan kelainan SSP janin.
Krisis berulang dapat
meningkatkan prevalensi ibu dan
janin pada peningkatan mortalitas
dan laju morbiditas. Pengkajian
yang cermat dan konsisten pada
janin dapat mengidentifikasi
perubahan status janin secara dini
sehingga dapat segera menentukan
intervensi yang tepat untuk
dilakukan.
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda Deteksi dini terhadap reaksi
infeksi seperti takikardi dan penurunan infeksi yang bisa berdampak
keaktifan gerakan janin pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.
NO INTERVENSI RASIONALISASI
4 Observasi adanya bau yang tidak enak Identifikasi tanda - tanda infeksi
pada urine (bau abnormal) pada jaringan traktus urinarius
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
NO INTERVENSI RASIONALISASI
3 Kaji harapan peran dari anggota Setiap orang dapat melihat situasi
keluarga dan dorong mereka untuk dengan cara mereka sendiri,
mendiskusikan hal ini identifikasi yang jelas tentang
harapan dari anggota keluarga
dapat meningkatkan pemahaman
untuk dasar intervensi selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta
: EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)