Anda di halaman 1dari 7

SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012

Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es


(Hail )

Akhmad Fadholi
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia

Intisari: Hujan es (hail ) merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrim yang akhir-akhir ini sering terjadi di beberapa
wilayah di Indonesia. Bentuk dari presipitasi yang berupa tetes-tetes air yang disertai butiran-butiran es kecil membuat
masyarakat membuat daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam. Sesuai dengan peraturan Kepala BMKG tentang
Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim, setiap
kejadian cuaca ekstrim harus dilakukan analisa baik sementara maupun lengkap. Dalam penulisan ini, penulis mencoba
memberikan beberapa teknik analisa untuk menganalisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Teknik yang digunakan adalah
teknik analisa kondisi cuaca permukaan, teknik analisa data radiosonde, dan teknik analisa citra radar. Ketiga teknik
analisa tersebut dinilai sanagat responsif untuk analisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Analisa kondisi cuaca permukaan
merupakan langkah awal yang dilakukan dalam rangka menyelidiki gejala-gejala pendukung terjadinya hujan es. Analisa
data upper air dari radiosonde berperan sebagai pemberi informasi tentang profil udara atas sehingga didapatkan nilai-
nilai indeks indicator cuaca signifikan. Sedangkan analisa data citra radar merupakan langkah untuk mengetahui kondisi
liputan uap air yang berpotensi menjadi awan dalam area tertentu.
Kata kunci: teknik analisa, cuaca ekstrem, hujan es

E-mail: akhmad.fadholi@bmkg.go.id

Received : 10 Juli 2012; Accepted : 10 Agustus 2012

1 PENDAHULUAN jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (Cumulonim-


bus) yang dekat dengan permukaan tanah atau dapat
enulisan makalah ini didasari pada fenomena
P kondisi cuaca ekstrem yaitu hujan es yang akhir-
akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Badan
juga berasal dari multi sel awan dengan luasan area
horizontal sekitar 3-5 km yang tumbuh vertikal ke atas
dengan ketinggian mencapai 30.000 feet atau lebih.
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seba- Kejadian hail sangat singkat, yaitu kurang dari satu
gai lembaga nasional dengan salah satu tupoksinya jam [6] . Dari penjelasan singkat mengenai awal ter-
melakukan pengamatan, prakiraan dan analisa kon- jadinya hujan es tersebut diindikasikan bahwa dalam
disi cuaca mempunyai tanggungjawab dalam mema- menganalisa kejadian hujan es memerlukan penyebab
parkan kondisi cuaca yang terjadi. Apabila terjadi ke- terjadinya pertumbuhan awan Cumulonimbus.
jadian cuaca yang tidak lazim dan menyebabkan keru-
gian atau yang dikenal sebagai cuaca ekstrem, maka Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk memaparkan
BMKG bertugas memaparkan hasil analisanya. Na- tiga teknik untuk menganalisa kejadian cuaca ekstrem
mun, untuk memaparkan analisa kejadian cuaca eks- hujan es yaitu teknik analisa kondisi cuaca permukaan,
trem diperlukan analisa yang tepat dan efisien se- teknik analisa data upper air radiosonde, dan data
hingga membutuhkan teknik analisa yang efektif. citra radar.
Fenomena cuaca ekstrem hujan es (hail) sebenarnya Dalam pembuatan analisa kejadian ekstrim teru-
bukan fenomena cuaca yang baru terjadi atau fe- tama kejadian hujan es, memiliki beberapa tahapan
nomena cuaca yang aneh, karena sebenarnya bisa dan bahan-bahan sebagai data dukung. Jangka waktu
terjadi di Indonesia hanya kejadiannya mempunyai yang telah ditentukan dalam pelaporan analisa keja-
frekuensi yang jarang. Fenomena ini sifatnya lokal, dian cuaca ekstrim menghasilkan konsekuensi petu-
tidak merata, terjadi sangat mendadak, dan sulit gas pembuat analisa harus bekerja secara efektif dan
diperkirakan. Oleh karena itu, dalam menganalisa ke- efisien. Oleh karena itu, diperlukan teknik analisa
jadian cuaca ekstrem seperti ini perlu adanya metode yang baik sehingga mampu memaparkan bahan dan
atau semacam teknik mencari penyebab terjadinya hal data dukung sebagai satu kesatuan yang saling terkait
tersebut. dan secara mudah dapat diinterpretasikan sebagai
Awal terjadinya hujan es (hail) karena tumbuhnya pemicu atau penyebab terjadinya kondisi cuaca eks-


c 2012 SIMETRI 1216-74
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

trem. Cumulonimbus yang condong.

2 TINJAUAN TEORI 2.2 Labilitas Udara


Perubahan cuaca dari cerah tanpa awan menjadi be-
2.1 Pengertian Hujan Es rawan atau hujan terjadi bila terdapat gangguan.
Hujan es merupakan salah satu bentuk dari presipitasi Udara yang stabil bila mendapat gangguan akan kem-
yang berupa bola-bola, potongan, maupun serpihan- bali kekondisi semula, artinya tidak ada perubahan
serpihan es dan memiliki diameter antara 5-50 mm. yang signifikan. Sebaliknya bila kondisi udara tidak
Namun dalam pertumbuhan ekstrem, diameter hail stabil (labil), adanya gangguan akan mengakibatkan
bisa lebih besar lagi. Hail dapat jatuh secara tepisah perubahan yang cukup berarti. Udara yang labil
atau terkumpul menjadi gumpalan-gumpalan yang memungkinkan terbentuknya awan, khususnya awan
tidak memiliki bentuk yang teratur [3] . Batuan es yang yang mempunyai ukuran vertikal yang mencolok yang
jatuh pada saat hujan es disebut hailstone. biasanya menimbulkan cuaca buruk [4] .
Jika dalam awan Cumulonimbus terdapat kristal- Pada dasarnya stabilitas udara dapat dideteksi dari
kristal es dan butiran air super jenuh (super cold wa- perubahan suhu (∂T ) terhadap ketinggian (∂Z) yang
ter ) secara bersamaan, maka butiran air super jenuh disebut Lapse Rate (g) yang dirumuskan sebagai:
cenderung menguap dan langsung mengendap pada ∂T
kristal-kristal es. Hal ini berkaitan dengan proses γ=− (1)
∂Z
Bergeron-Findeisen yang terjadi dalam awan Cumu-
lonimbus [2] . Akibatnya pertumbuhan Kristal es jauh Jika parsel udara bergerak keatas dan suhu parsel
lebih cepat daripada pertumbuhan tetes air. Pertum- udara lebih panas daripada suhu lingkungan se-
buhan partikel es juga dapat terjadi melalui proses hingga arahnya bergerak terus keatas dengan ke-
pembekuan tetes. Dalam proses ini terdapat pertam- cepatan bertambah, keadaan ini disebut Labil. Jika
bahan massa es yang disebabkan oleh proses tumbukan parsel udara bergerak keatas tetapi Karena suhu
dengan tetes kelewat dingin yang kemudian membeku parsel udara lebih dingin dibandingkan suhu lingku-
dengan partikel es sehingga mempercepat proses per- ngan sehingga parsel udara bergerak turun kembali
tambahan massa partikel es tersebut [5] . ke posisi semula, maka atmosfer dalam keadaan Sta-
Selain itu, proses pertumbuhan partikel es dalam bil. Jika parsel bergerak keatas lalu berhenti.Maka at-
awan Cumulonimbus masih dapat terjadi dengan cara mosfer Netral,kondisi ini terjadi bila suhu parsel udara
tumbukan dan penggabungan antara satu partikel es sama dengan suhu lingkungannya.
dengan partikel es lainnya. Proses ini dapat ter- Dalam penjelasan stabilitas vertikal atmosfer ada
jadi jika terdapat perbedaan kecepatan jatuh partikel- tiga macam penurunan suhu terhadap ketinggian yaitu
partikel es. Namun dalam proses ini, kemungkinan lapse rate udara sekitar (g), lapse rate udara kering
pelekatan (adhesion) antar partikel es ditentukan oleh (gd ) dan lapse rate udara basah (gs ). Lapse rate udara
jenis dan besarnya suhu partikel es tersebut. Biasanya kering selalu lebih besar dari udara jenuh. Parsel
pelekatan permukaan es akan sangat kuat jika terjadi udara yang bergerak naik mengikuti gd ataupun gs
pada suhu kurang dari −5◦ C. [4]
.
Kejadian hujan es yang disertai dengan jatuh- Jika udara di atmosfer bergerak ke atas maka pro-
nya kristal es relatif lebih sering terjadi di wilayah sesnya adiabatik, yaitu suatu proses dimana tekanan,
ekstra-tropis karena memiliki lapisan beku (freezing temperatur dan volume udara dapat berubah-ubah
level ) yang relatif lebih rendah dibandingkan wilayah tanpa adanya penambahan atau pengurangan panas
tropis. Pada umumnya ukuran hydrometeor yang kedalam udara tersebut.
jatuh meninggalkan freezing level memiliki ukuran Udara yang bergerak vertikal akan mengalami pe-
yang hampi sama baik di wilayah tropis maupun eks- rubahan suhu terhadap ketinggian atau lapse rate,
tratropis. Dengan demikian wilayah Indonesia yang parsel udara dianggap kering (belum tercapai konden-
memiliki freezing level yang relatif lebih tinggi jarang sasi) maka penurunan suhu parsel berlangsung dengan
terjadi hujan es. Untuk freezing level yang cukup laju penurunan adiabat kering (gd ) yang bersifat kon-
tinggi, maka selama perjalanan jatuhnya, partikel es stan yaitu sebesar 0,0098◦ C/m [4] .
meleleh sedikit demi sedikit karena mengalami gesekan Jika udara bergerak terus ke atas, penurunan suhu
udara sehingga saat mencapai permukaan bumi, ba- parselnya juga berlangsung terus. Dengan turunnya
tuan es tersebut telah mencair menjadi air hujan. suhu parsel, kelembaban nisbinya akan bertambah, se-
Hail biasanya jatuh langsung dalam awan Cumu- hingga pada suatu saat uap air di dalam parsel men-
lonimbus tetapi dapat juga keluar oleh arus vertikal jadi jenuh dan setelah itu terjadi kondensasi, maka
yang kuat dan jatuh beberapa mil dari awan Cumu- laju penurunan suhu parsel berlangsung dengan laju
lonimbus di bawah anvil dari awan cirrus atau sel awan penurunan adiabat jenuh (gs ). Berbeda dengan laju

1216-75
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

penurunan adiabat kering, besarnya laju penurunan berdasarkan skala thermometer bola kering yang ter-
adiabat jenuh tergantung pada suhu atau ketinggian. pasang salam sangkar meteorologi dengan tinggi ±1.2
Hal ini disebabkan oleh karena massa udara yang meter. Suhu udara ini merupakan salah satu data
suhunya lebih tinggi dapat menampung uap air se- mentah untuk menentukan perkiraan maupun analisa
hingga pada saat kondensasi melepaskan banyak ba- cuaca.
hang laten, yang berarti pula pada suhu yang lebih Series data suhu permukaan yang panjang meru-
tinggi laju penurunan adiabat jenuh lebih kecil dari- pakan suatu deret angka yang jika diinput pada grafik
pada suhu yang lebih rendah. Meskipun demikian maka akan membentuk pola berulang. Dari pola-pola
untuk troposfer bagian bawah dan menengah nilai itulah sebenarnya baik observer maupun forecaster
gs sebesar 0,0049◦ C/m dapat dipakai untuk berbagai bisa memperkirakan atau menganalisa suatu kejadian
keperluan [4] . cuaca. Contoh yang mudah dipahami, suhu udara per-
mukaan pasti akan mengalami kenaikan ketika siang
2.3 Dasar Hukum Analisa Cuaca Ekstrim hari dan akan menurun secara perlahan dan terus
menerus sampai esok hari berikutnya (Gambar 1).
Ruang lingkup prosedur standar operasional pelak-
sanaan peringatan dini, pelaporan, dan desiminasi
informasi cuaca ekstrim, meliputi prediksi cuaca,
peringatan dini cuaca ekstrim, respon cepat, dan ana-
lisa. Analisa cuaca ekstrim terdiri dari analisa semen-
tara dan analisa lengkap. Analsis sementara harus di-
lakukan untuk mengidentifikasi perilaku gejala mete-
orology hasil pengolahan data pada saat kejadian dan
disampaikan selambat-lambatnya 6 jam setelah dike-
tahui adanya kejadian di lingkungan UPT atau di luar
lingkungan UPT sedangkan analisa lengkap harus di-
lakukan untuk mengidentifikasi perilaku gejala mete-
orology hasil pengolahan data pada saat kejadian dan
setelah kejadian dan disampaikan selambat-lambatnya Gambar 1: Contoh grafik suhu udara permukaan harian
24 jam setelah diketahui adanya kejadian (Peraturan
Kepala BKG, No:009 Tahun 2010). Dalam kondisi hari biasa tanpa fenomena cuaca
yang mengakibatkan presipitasi bisa dipastikan seperti
3 PEMBAHASAN itu.
Namun, ketika pada suatu hari grafik menunjukkan
Pembahasan dilakukan dengan menjelaskan tentang pola pergerakan yang berbeda maka bisa dipastikan
ketiga teknik yang telah disebutkan di atas serta sub- ada fenomena cuaca signifikan yang terjadi seperti
sub bagian masing-masing teknik. pada Gambar 2. Grafik suhu udara permukaan seperti
itu dapat dipastikan mempunyai fenomena cuaca yang
3.1 Analisa Kondisi Cuaca Permukaan signifikan antara lain hujan lebat disertai guntur atau
angin kencang yang berasal dari awan cumulonimbus.
Pada teknik analisa kondisi cuaca permukaan kita
mengenal beberapa unsur cuaca yang sangat famil-
iar baik di kalangan observer maupun forecaster an-
tara lain, suhu, angin, kelembaban, awan, endapan,
tekanan udara, dan sebagainya. Namun pada penje-
lasan teknik analisa kondisi cuaca permukaan kali ini,
penulis mengambil tiga unsur cuaca yang dijadikan
sebagai unsur teknik analisa, yaitu suhu udara per-
mukaan, kelembaban, dan tekanan udara.

Suhu Udara Permukaan (T )


Suhu adalah kondisi yang menentukan besaran dari
total perpindahan panas antara dua buah benda.
Dalam sebuah system, dapat dikatakan bahwa benda
Gambar 2: Contoh grafik suhu udara permukaan indikasi
yang kehilangan panasnya ke benda lain berarti kejadian hujan es
benda tersebut memiliki temperatur yang lebih tinggi.
Suhu udara permukaan merupakan data yang dicatat

1216-76
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Kelembaban Udara Relatif Permukaan (RH)


Kelembaban udara relatif atau relative humidity (U )
adalah perbandingan (dalam persen) untuk tekanan
uap yang teramati dengan tekanan uap jenuh/saturasi
(untuk kondisi air/cair) pada suhu dan tekanan udara
yang sama. Secara umum relative humidity (RH)
merupakan istilah yang dipakai untuk menggam-
barkan jumlah uap air yang ada di udara dan dinya-
takan dalam persen dari jumlah uap air maksimum
dalam kondisi jenuh. Data kelembaban udara realtif
yang selalu diamati dan dilaporkan pada sandi syn-
optik merupakan hasil perhitungan suhu termometer Gambar 4: Contoh grafik kelembaban udara indikasi hu-
bola kering dan basah. jan es
Seperti data suhu udara permukaan, series data
kelembaban udara relatif permukaan jika diinterpre-
tasikan melalui grafik, maka akan membentuk pola udara di atas suatu permukaan atau area kepada su-
pergerakan yang berulang. Kondisi grafik akan tinggi atu permukaan atau area tersebut. Tekanan yang
di waktu pagi hari dan akan turun sampai siang haru diberikan tersebut sebanding dengan massa udara
yang kemudian naik lagi sampai esok harinya. Seperti secara vertikal di atas permukaan tersebut sampai
contoh Gambar 3 yang merupakan grafik kelembaban pada batas lapisan atmosfer terluar, sehingga tekanan
udara permukaan. Grafik itu merupakan grafik data udara selalu berkurang dengan bertambahnya keting-
kelembaban udara permukaan pada tanggal 10 Juni gian. Data tekanan udara permukaan merupakan
2012 dimana pada hari itu tidak terjadi kejadian cuaca data tekanan udara yang dihasilkan oleh barometer air
bermakna. Namun berbeda dengan grafik kelembaban raksa atau digital (AWS, AWOS, AAWS, dll.). Data
udara permukaan dimana pada hari tersebut terjadi yang digunakan merupakan data tekanan udara per-
kejadian cuaca bermakna berupa hujan lebat disertai mukaan laut.
guntur dan butiran es. Series data tekanan udara antara hari yang terdapat
kejadian cuaca bermakna atau signifikan dengan yang
tidak terjadi cuaca bermakna akan berbeda pola perg-
erakannya jika diinterpretasikan dalam bentuk grafik.
Seperti contoh antara grafik tekanan udara pada tang-
gal 10 Juni 2012 dan 11 Juni 2012 (Gambar 5 dan 6).

Gambar 3: Contoh grafik kelembaban udara harian

Grafik kelembaban udara permukaan pada tanggal


11 Juni 2012 (Gambar 4) memberikan pola pergera-
kan data kelembaban yang tidak sama dimana pada
pagi hari kelembaban turun drastis dan bertahan sam-
pai sore, kemudian langsung naik drastis dan bertahan Gambar 5: Contoh grafik tekanan udara permukaan har-
ian
samapai esok harinya.
Contoh perbedaan grafik kelembaban udara relatif
permukaan bisa dijadikan teknik untuk menganalisa Pada grafik tanggal 10 Juni 2012 (Gambar 5) yang
kejadian cuaca signifikan atau bermakna. mana tidak terjadi kejadian cuaca bermakna, perge-
rakan tekanan udara adalah naik di sekitar jam 10
UTC dan turun sampai sekitar jam 09 UTC, naik lagi
Tekanan Udara Permukaan (P )
sampai sekitar jam 15 UTC dan turun samapi seki-
Tekanan udara pada suatu permukaan didefinisikan tar jam 21 UTC. Terlihat grafik membentuk pola 2
sebagai gaya atau berat yang diberikan oleh sekolom puncak dan 2 lembah. Namun puncak yang pertama

1216-77
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Tabel 1: Indeks LI

LI Kondisi Atmosfer
> 10 Atmosfer stabil, langit clear
>2 Cuaca Tidak Signifikan
0-2 Kemunfkinan shower atau TS
−2 - 0 Kemungkinan TS
(−4) - (−2) Kemungkinan Badai TS
< (−4) Kemungkinan badai TS bahkan Tornado

Analisa K-Index (KI)


Gambar 6: Contoh grafik tekanan udara permukaan in-
dikasi hujan es K Indeks (KI) merupakan indeks yang dapat digu-
nakan untuk mengidentifikasi proses konvektif dan
hujan deras. KI menghitung distribusi vertical
lebih tinggi dan lembah pertama lebih rendah. Sedan- dari kelembaban dan suhu. Untuk menentukan KI
gkan pada grafik tanggal 11 Juni (Gambar 6) yang tidak harus menggunakan diagram Skew-T. Perhitun-
mana terdapat fenomena cuaca signifikan berupa hu- gannnya cukup sederhana, dihitung dari suhu pada
jan lebat dengan guntur dan disertai butiran es, mem- lapisan 850, 700 dan 500 mb dan Dewpoint pada
berikan pola 2 puncak dan 2 lembah. Namun, pun- lapisan 850 dan 700 mb. Semakin tinggi kelemba-
cak pertama lebih rendah dan lembah pertama sangat ban dan semakin besar perbedaan suhu antara lapisan
rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa terjadi penu- 850 - 500 mb, maka semakin besar KI dan potensi
runan tekanan uadara yang sangat tajam dan dapat terjadinya konveksi [1] . Adapun formulanya sebagai
diindikasikan sebagai tanda-tanda akan adanya cuaca berikut
bermakna.
K = (T 850 − T 500) + (Td 850 − Tdd 700) (3)
3.2 Analisa Data Radiosonde
Analisis data radiosonde sangat penting untuk menge-
Tabel 2: Indeks KI
tahui karakteristik labilitas atmosfer pada skala lokal,
yang berguna untuk pembuatan prakiraan cuaca KI Konvektivitas
jangka pendek dengan jangkauan hingga 12 jam ke < 15 Tidak ada konvektivitas
depan. Selain itu pola sebaran terhadap ruang dan 15 - 25 Konvektivitas Kecil
waktu data analisis udara tas juga sangat berguna se-
26 - 39 Konvektivitas Sedang
bagai alat untuk memahami variabilitas pola dinamika
> 40 Konvektivitas Besar
atmosfer yang berskala, regional maupun global.
Analisa data radiosondo sangat bermanfaat baik
dalam pembuatan prakiraan atau analisa kondisi
cuaca signifikan atau bermakna. Adapun dari data- Analisa Total Total Index (TTI)
data tersebut bisa didapatkan nilai-nilai indeks labili-
Total Total Indeks (TT) merupakan indeks lain
tas udara antara lain Lifted Index, K-Index, Total To-
untuk menenrukan proses konveksi. TT dihitung
tal Index, Showalter Index, dan Convective Available
berdasarkan nilai Suhu dan Kelembaban pada lapisan
Potential Energy (CAPE).
850 mb dan suhu pada lapisan 500 mb. Semakin tinggi
kelembaban dan suhu pada lapisan 850 mb dan se-
Analisa Lifted Index (LI) makin rendah suhu pada lapisan 500 mb, maka kondisi
Lifted Indeks (LI) dihitung dari perbedaan antara atmosfer semakin tidak stabil dan semakin besar nilai
suhu observasi pada lapisan 500 mb dan suhu parsel TT [1] . Adapun formulanya sebagai berikut
udara yang diangkat dari lapisan dekat permukaan
sampai lapisan 500 mb. Makin tidak stabil suatu ling- T T = (T 850 − T 500) + (T d850 − T 500) (4)
kungan, maka nilai LI makin negative [1] . Formulanya
diberikan oleh kaitan berikut:
Analisa Showater Stability Index (SSI)
LI = T 500 − Tp 500; (2)
Showalter Indeks merupakan indeks yang sering digu-
dengan T = temperature lingkungan, Tp temperature nakan untuk menentuka proses konveksi. SSi hampir
parcel (terangkat dari permukaan sampai 500 mb) sama dengan LI, yang membedakan SSI menggunakan

1216-78
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Tabel 3: Indeks TT Tabel 5: Indeks CAPE

KI Konvektivitas CAPE STABILITAS


< 44 Konvektivitas Lemah 0 Stabil
44 - 50 Konvektif Kuat, Petir Lokal 0 - 1000 Ringan, Tidak Stabil
51 - 56 Indikasi Cuaca Petir Meluas 1000 - 2500 Sedang, Tidak Stabil
> 56 Petir Semakin Merata, Cuaca Buruk 2500 - 3500 Labil
> 3500 Sangat Labil

parsel udara yang terangkat adri lapisan 850 mb ke


lapisan 500 mb. Pada lapisan 500 mb suhu parsel Indonesia. Namun, dalam prakteknya analisa cotra
merupakan hasil pengurangan dari suhu lingkungan. radar mempunyai dasar yang hampir sama dengan
Semakin negativ nilai SSI mengindikasikan kondisi at- analisa citra satelit.
mosfer yang semakin tidak stabil [1] . Adapun formu- Data citra radar digunakan untuk memantau kon-
lanya sebagai berikut. disi sebaran awan hujan yang selanjutnya digunakan
LI = T 500 − T p500 (5) untuk menambah bahan pertimbangan pembuatan
prakiraan cuaca. Analis harus mempertimbangkan
dengan T = temperature lingkungan, Tp temperature citra satelit sebelum mengintepretasikan data citra
parcel (terangkat dari 850 mb sampai 500 mb) radar tersebut, sehingga memahami dinamika at-
mosfer untuk mempertimbangkan cuaca yang sudah,
Tabel 4: Indeks SSI sedang dan akan terjadi. Contoh-contoh produk im-
age radar MAX, PPI, dan RTR seperti ditunjukkan
SS Identifications
pada Gambar 7.
3-1 Shower, Thundershowers Dalam analisa citra radar, banyak yang bisa di-
1- (−2) Thundershowers lakukan analis karena memang banyak output yang
(−3) - (−6) Severe Thunderstorms dihasilkan citra radar yang diantaranya:
< (−6) Sever Thunderstorms, Tornadoes
• Pengukuran Presipitasi

• Pengukuran Angin
Convective Available Potential Energy
(CAPE) • Mendeteksi Turbulensi dan wind shear
CAPE adalah area dimana suhu parcel udara lebih • Severe storm nowcasting
panas dari pada lingkungannya. Area tersebut me-
nunjukkan jumlah energy yang tersedia untuk parcel • Mendeteksi Hail
udara bergerak naik ke atas. CAPE dinyatakan dalam
satuan Joules/Kilogram (J/Kg). Adapun formulanya • Menentukan Lokasi dari melting level
sebagai berikut:
  • Mendeteksi Mesocyclone and Microburst
T vparcel − T venv
Z
CAP E = zf zn g dz (6) • Wind soundings in stratiform precipitation
T venv
dengan Zn = Ketinggian lapisan LfcEL, Zf = Keting- • Analisa Struktur Hurricane
gian lapisan Lfc, T vparcel = Virtual temperature parsel
udara, T venv = Virtual temperature lingkungan, g = 4 PENUTUP
Gaya gravitasi bumi (9.8 m/s2 )
Pada Area dengan nilai positif yang lebih besar, 4.1 Kesimpulan
maka semakin besar pula nilai CAPE, ketidakstabi-
lan dan potensi konvektif yang lebih besar. Tabel 5 Berdasarkan penjelasan beberapa teknik analisa cuaca
menunjukan gambaran umum korelasi antara CAPE kejadian cuaca ekstrim berupa hujan es di atas, maka
dan stabilitas. penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Analisa kejadian cuaca ekstrim harus mengikut-


3.3 Analisa Data Citra Radar Cuaca
sertakan data unsur-unsur cuaca permukaan hasil
Analisa citra radar merupakan salah satu teknik yang pengmatan. Hali ini dilakukan untuk menun-
terbaru dalam meteorologi Indonesia. Hal ini, dikare- jukkan perbedaan nilai-nilai unsur cuaca sebelum,
nakan peralatan radar yang memang masih muda di saat, dan sesudah kejadian.

1216-79
Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

2. Data yang dihasilkan sari pengamatan radiosonde


merupakan data yang sangat bermanfaat untuk
mendapatkan nilai-nilai labilitas udara yang men-
dukung terjadinya cuaca ekstrim.

3. Hasil interpretasi citra radar cuaca akan menam-


pilkan citra-citra untuk mendeteksi terjadinya
cuaca ekstrim.

4.2 Saran

Untuk lebih mengembangkan penelitian ini, maka dis-


arankan beberapa hal berikut.

1. Perlu adanya data pembanding yang berasal dari


analisa citra satelit untuk mendukunganalisa ra-
diosonde dan analisa citra radar.
2. Perlu adanya data pembanding dari Automatic
Weather Station (AWS) untuk mendeteksi keja-
dian yang singkat yang tidak tercatat dalam data
observasi.

REFERENSI
[1] AWS/TR-79/006, 1979, The Used of The SKEW T, LOG
P Diagram in Analysis and Forecasting, Air Weather
Service
[2] Barry, R.G. and R.J. Chorley, 1998, Atmosphere, Weather
and Climate, London: Seventh Edition, Rooutledge Ltd.,
409 pp
[3] Byers, H.R., 1974, General Meteorology, New york:
McGraw-Hill Book Company Inc. London
[4] Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung
[5] Tjasyono, B.H.K., 2004, Klimatologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung
[6] Zakir, A., 2008, Modul Praktis Analisa dan Prakiraan
Cuaca, Pusat Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan
Gambar 7: Geofisika, Jakarta

1216-80

Anda mungkin juga menyukai