Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIOLOGI ORAL

DENTAL KALKULUS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3


Pembimbing : drg. Yani Corvianindya Rahayu, M. KG

Dyta Larasati W. (171610101032)


Firda Malika (171610101034)
Helmi Primanda (171610101036)
Disya Dwi Maulidiyah (171610101040)
Dina Nuur Rosyiidan (171610101041)
Syadira Putri J. (171610101044)
Fitricia Lely M. (171610101045)
Mariza Anindita (171610101049)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb.

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan petunjuk serta melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga
makalah biologi oral “Dental Kalkulus” ini dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian makalah
ini tentunya tidak dapat kami selesaikan sendiri, kami banyak memperoleh bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan syukur dan menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga makalah
biologi oral “Dental Kalkulus” ini dapat selesai.
2. drg. Yani Corvianindya Rahayu, M. KG yang telah membimbing jalannya
diskusi penyelesaian makalah biologi oral “Dental Kalkulus” ini dan memberi
masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
3. Teman-teman yang setia menemani dan membantu dalam proses penyelesaian
makalah biologi oral “Dental Kalkulus”.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
membantu sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah biologi oral “Dental
Kalkulus” ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta untuk menambah pengetahuan dan
wawasan.

Wassalamualaikum Wr Wb.

Jember, 29 Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………........…………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan Penulisan ….………………………………………………………….. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kalkulus Gigi ……………………………………………………... 3
2.2 Klasifikasi Kalkulus Gigi .…………………………………………………….. 3
2.2.1 Kalkulus Supragingiva ………………………………………………….. 3
2.2.2 Kalkulus Subgingiva ………………………………………………….... 4
2.3 Komposisi Kalkulus Gigi ..……………………………………………………. 4
2.4 Etiologi Kalkulus Gigi ……………………………………………………….. 5
2.4.1 Faktor Lokal …………………………………………………………….. 5
2.4.2 Faktor Sistemik ………………………………………………………….. 6
2.5 Mekanisme Pembentukan Kalkulus Gigi ….………………………………….. 6
2.6 Tindakan Pencegahan dan Penanganan Kalkulus Gigi ……………………….. 7
2.6.1 Tindakan Pencegahan Kalkulus Gigi …………………………………… 7
2.6.2 Tindakan Penanganan Kalkulus Gigi …………………………………… 8
BAB III. DISKUSI
3.1 Hubungan Kalkulus Gigi dengan Arterosklerosis …………………………… 10
3.1.1 Jalur Langsung ………………………………………………………….. 10
3.1.2 Jalur Tidak Langsung …………………………………………………… 10
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………...………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Perawatan gigi dan mulut secara keseluruhan
diawali dari kebersihan gigi dan mulut pada setiap individu (Barmo dkk, 2013). Provinsi
Jawa Timur termasuk salah satu dari tiga provinsi yang mengalami peningkatan masalah gigi
dan mulut tertinggi di Indonesia, yakni meningkat sebesar 8,3% dari 20,3% pada tahun 2007
menjadi 28,6% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu tindakan untuk membersihkan gigi dan
gusi untuk mencegah penyakit gigi dan mulut (Anitasari dkk, 2005). Salah satu indikator
kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan dari rongga mulut. Hal tersebut dapat
dilihat dari ada tidak nya deposit- deposit organik seperti sisa makanan, kalkulus, dan plak
gigi yang menempel pada gigi (Otten, 2012). Karang gigi adalah kumpulan plak gigi dan
sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan dalam waktu lama sehingga mengalami
pengerasan. Penumpukan bakteri pada permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit
periodontal. Bakteri tersebut mampu bersintesis yang menghasilkan suatu produk yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan epitel dan jaringan ikat serta sel-sel didalamnya. Akibat
karang gigi yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan peradangan pada gusi yang biasa
disebut dengan gingivitis (inflamasi gingiva). Jika peradangan sudah mengenai jaringan
periodontal gigi maka gigi akan goyah dan gigi bisa terlepas sendiri. Oleh karena itu,
kalkulus gigi harus di deteksi lebih dini sehingga tidak berakibat fatal (Carranza, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kalkulus gigi?


2. Bagaimana klasifikasi kalkulus gigi?
3. Apa saja komposisi kalkulus gigi?
4. Apa saja etiologi kalkulus gigi?
5. Bagaimana mekanisme pembentukan kalkulus gigi?
6. Bagaimana tindakan pencegahan dan penanganan kalkulus gigi?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian kalkulus gigi.


2. Untuk mengetahui klasifikasi kalkulus gigi.
3. Untuk mengetahui komposisi kalkulus gigi.
4. Untuk mengetahui etiologi kalkulus gigi.
5. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan kalkulus gigi.
6. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan penanganan kalkulus gigi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kalkulus Gigi

Kalkulus mempunyai kontribusi sebagai faktor etiologi penyakit periodontal.


Kalkulus gigi adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli maupun
gigi tiruan. Kalkulus tidak mengandung mikroorganisme hidup seperti plak gigi. Walaupun
demikian, permukaannya yang berpori memungkinkan terakumulasinya plak. Biasanya
kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi (Hatta, 2011).

2.2 Klasifikasi kalkulus Gigi

Berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta jarak dari tepi gingival, kalkulus
terbagi menjadi dua, yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.

2.2.1 Kalkulus Supragingiva

Menurut definisinya, kalkulus ini dapat ditemukan di sebelah koronal dari tepi
gingival sehingga dapat terlihat mata. Kalkulus supragingiva ini biasanya berwarna putih
atau putih kekuningan, konsistesni keras seperti tanah liat namun mudah dilepaskan dari
permukaan gigi. Kalkulus supragingiva biasanya cepat terbentuk lagi setelah dilakukan
pembersihan. Sebagian besar bakterinya aerob, yaitu bakteri yang menggunakan oksigen
untuk kehidupannya (Andriani, 2008).
Kalkulus supragingiva dapat ditemukan di permukaan lingual gigi anterior rahang
bawah dan permukaan bukal molar rahang atas karena permukaan gigi ini mempunyai
self-cleansing yang rendah. Kalkulus supragingiva juga dikenal sebagai kalkulus saliva
karena pembentukannya dibantu oleh saliva (Sheng, 2015).

Kalkulus Supragingiva Kalkulus Supragingiva


(Sheng, 2015) (Hatta, 2011)

3
2.2.2 Kalkulus subgingiva
Kalkulus subgingiva terletak lebih ke apical dari tepi gingival, meluas ke arah
dasar sulkus gingival atau ke dasar poket periodontal dan bila poket semakin dalam akibat
penyakit periodontal, maka kalkulus akan terbentuk pada permukaan akar yang terekspos.
Kalkulus subgingiva terletak di bawah puncak marginal gingival sehingga tidak akan
terlihat pada pemeriksaan klinis. Konsistensi kalkulus subgingiva lebih keras dan lebih
padat serta lebih melekat erat ke permukaan gigi dibandingkan dengan kalkulus
supragingiva (Andriani, 2008).
Kalkulus subgingiva biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan. Sebagian
besar bakterinya anaerob, yaitu bakteri yang hidup di lingkungan yang tidak mengandung
oksigen. Kalkulus subgingiva dibentuk oleh mineralisasi plak subgingiva, eksudat
inflamasi, dan cairan gingival sebagai sumber mineral utama pembentukan. Kalkulus
subgingiva juga terbentuk dari cairan sulkular sehingga kalkulus ini disebut dengan
kalkulus serumal (Sheng, 2015).

Kalkulus Subgingiva Kalkulus Subgingiva


(Sheng, 2015) (Hatta, 2011)

2.3 Komposisi Kalkulus Gigi

Komposisi kalkulus bervariasi tergantung lama deposit, posisinya di dalam mulut, dan
bahkan lokasi geografis individu juga dapat mempengaruhi komposisi yang terdapat pada
kalkulus. Komponen organik kalkulus terdiri dari kalsium fosfat 75,9%, kalsium karbonat
3,1%, magnesium, sulfat dan logam lain. Komponen organik pada kalkulus juga terdiri dari
campuran kompleks polisakarida protein, deskuamasi sel epitel, lekosit dan berbagai jenis
mikroorganisme. Sedangkan komponen anorganik dari kalkulus terdiri dari kalsium 39%,
fosfor 1,9%, magnesium 0,8%, sodium, zink, stonsium, bromine, coopper, mangan, tungsten,
besi, dan florin (Restikasari, 2006).
Perbedaan bentuk dan distribusi dari kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva
menunjukkan bahwa komposisi dan cara deposisinya berbeda. Kalkulus subgingiva

4
sumbernya adalah non saliva hal ini diketahui karena tidak ditemukan protein saliva di
dalamnya. Kalkulus supragingiva mengandung komponen anorganik (70-90%) dan organik.
Terdapat sedikit kemiripan pada komposisinya, yang membedakan adalah kandungan sodium
dan Kalsium atau fosfat kalkulus subgingiva lebih tinggi disbanding kalkulus supragingiva,
kandungan natrium meningkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman poket periodontal
(Sheng, 2015).
2.4 Etiologi Kalkulus Gigi
2.4.1 Faktor Lokal
1. Plak
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat
erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut.
Penumpukan plak bakteri yang secara terus menerus dapatmenyebabkan terjadinya
karang gigi (Irlina, 2012).
2. Sisa makanan
Sebagian besar sisa-sisa makanan dicairkan secara cepat oleh enzim dari
bakteri dan dibersihkan dari rongga mulut oleh aliran saliva dan aksi mekanik oleh
lidah, pipi, dan bibir. Laju pembersihan rongga mulut bergantung dari tipe makanan
dan dari individu itu sendiri (Carranza, 2006).
3. Pernafasan Mulut
Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal
ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak
dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan
membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada
beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup
bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada
permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri
bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan
terbentuknya kalkulus (Irlina, 2012).
4. Materia Alba
Materia Alba adalah deposit lunak, berwarna kekuningan atau keputihan dapat
ditemukan pada rongga mulutyang kurang terjaga kebersihannya. Material alba terdiri
dari massa mikroorganisme, sel-sel epitel yang terdeskuamasi, sisa makanan, leukosit,
dan deposit saliva. Strukturnya amorfus dan berbeda dari plak, material alba dapat
dengan mudah dibersihkan dengan semprotan air (Manson, 2004).
5
5. Sifat fisik makanan
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat
lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan,
menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai
sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi. Makanan yang
mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket
bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa
tetapi dikulum di dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan
cair, penumpukan makanan ini juga akan memudahkan terbentuknya karang gigi
(Irlina, 2012).
2.4.2 Faktor Sistemik
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus juga bisa menyebabkan deposisi
kalkulus menjadi lebih cepat karena tingginya level glukosa pada saliva. Seseorang yang
menderita diabetes mellitus memiliki viskositas (kekentalan) saliva, sehingga aliran saliva
berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan
akhirnya memudahkan terbentuknya kalkulus (Ruspawan, 2012).

2.5 Mekanisme Pembentukan Kalkulus Gigi


Pembentukan kalkulus terjadi dalam tiga tahap, yaitu pembentukan pelikel, maturasi
plak, dan mineralisasi plak menjadi kalkulus. Empat tahapan pembentukan pelikel yaitu :

1. Permukaan gigi atau gingiva dilengkapi cairan saliva.


2. Glikoprotein (bermuatan positif dan negatif) diserap ke permukaan krista-kristal
hidrosiapatit saliva.
3. Glikoprotein kehilangan daya larutnya.
4. Glikoprotein dirubah oleh aksi dari enzim-enzim bakteri.

Pelikel ini seperti membran film tipis, tidak terbentuk dengan ketebalan sekitar 1-2
mikron yang terbentuk pada gigi dan permukaan intra oral yang padat. Pelikel terutama
terdiri dari glikoprotein yang diserap secara selektif ke permukaan kirstal-kristal hidrosiapatit
dari saliva. Pelikel sangat mudah terlepas hanya dengan menyikat gigi tetapi mulai terbentuk
kembali dalam hitungan menit. Bakteri tidak dibutuhkan selama pembentukan pelikel, tetapi
bakteri melekat dan membentuk koloni dalam waktu yang singkat setelah pelikel terbentuk
(Sheng, 2015).

6
Pembentukan kalkulus selalu didahului oleh pembentukan plak. Awalnya terbentuk
pelikel pada permukaan gigi atau sementum akar yang tidak teratur dan ketika pelikel ini
terkalsifikasi, kristal kalsifikasi menciptakan ikatan yang kuat ke permukaan. Akumulasi plak
akan menjadi matriks organik untuk mineralisasi deposit selanjutnya. Kristal kecil muncul di
dalam matriks intermikrobial antara bakteri. Pada awalnya, pada matriks akan terjadi
kalsifikasi dan kemudian plak yang terjadi termineralisasi. Pembentukan kalkulus
supragingiva dapat terjadi dalam waktu 12 hari, dimana 80% dari bahan anorganik dapat
terlibat. Namun, pengembangan dan pematangan komposisi kristal dapat berlangsung dalam
jangka waktu yang lama (Sheng, 2015).

Mineralisasi membutuhkan nukleasi benih kristal sebelum pertumbuhan kristal. Ion


untuk kalkulus supragingiva berasal dari saliva. Plak membentuk lingkungan untuk nukleasi
heterogen kristal kalsium dan fosfat, yang terjadi bahkan dengan saliva yang supersaturasi
sehingga plak tersebut berperan di dalam pembentukan kalkulus. Ion lain dapat dimasukkan
ke dalam struktur tergantung pada kondisinya. Fosfolipid asam dan proteolipid tertentu dalam
membran sel memiliki peran dalam mineralisasi mikroba. Cairan sulkus gingiva
menghasilkan kalsium, fosfat, dan protein untuk pembentukan kalkulus subgingiva (Sheng,
2015).

Waktu yang diperlukan untuk pembentukan kalkulus dari tahap plak lunak menjadi
termineralisasi sekitar 10 sampai 20 hari, dengan waktu rata-rata 12 hari, sedangkan waktu
yang diperlukan untuk mencapai jumlah maksimum pembentukan kalkulus adalah 10 minggu
hingga 6 bulan (Andriani, 2008).

Waktu yang diperlukan untuk mengawali kalsifikasi dan jumlah dari akumulasi
kalkulus berbeda-beda pada setiap orang tergantung kecenderungan individu dalam
membentuk kalkulus, derajat kekasaran permukaan gigi, dan kebiasaan tiap orang dalam
menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Berdasarkan perbedaan tersebut, tiap orang mungkin
diklasifikasikan sebagai heavy, moderate, atau slight calculus, atau bahkan non-calculuc
formers (Andriani, 2008).

2.6 Tindakan Pencegahan dan Penanganan Kalkulus Gigi

2.6.1 Tindakan Pencegahan Kalkulus Gigi


1. Mengatur Pola Makanan

7
Tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengontrol
pembentukan plak dan kalkulus adalah dengan membatasi makanan yang banyak
mengandung karbohidrat terutama sukrosa. Berdasarkan bukti-bukti bahwa
karbohidrat merupakan bahan utama dalam pembentukan matriks plak, selain sebagai
sumber energi untuk bakteri dalam membentuk plak. Makanan yang lunak dan mudah
menempel pada gigi sebaiknya sedapat mungkin dihindari (Oktaviani, 2015).

2. Tindakan Secara Kimiawi

Obat kumur banyak digunakan sebagai tambahan untuk memberikan agen


aktif ke gigi dan jaringan periodontium. Saat ini perhatian beralih kepada penggunaan
senyawa antimikroba dari bahan alami untuk melawan efek yang merugikan,
meningkatkan potensi terhadap antiplak dan anti gingivitis, dan untuk mengurangi
meningkatnya resistensi mikroba sebagai antiseptik dan antibiotik konvensional
(Nasution, 2017).

3. Tindakan Secara Mekanis

Alat Fisioterapi Oral adalah alat yang digunakan untuk membantu


membersihkan gigi dan mulut dari sisa-sisa makanan dan debris yang melekat pada
permukaan gigi. Sikat gigi merupakan salah satu alat fisioterapi oral yang digunakan
secara luas untuk membersihkan gigi dan mulut. Kontrol plak dan kalkulus dengan
menyikat gigi sangat penting untuk kebersihan rongga mulut, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah:

1. Pemilihan sikat gigi yang baik serta penggunaannya.


2. Cara menyikat gigi yang baik.
3. Frekuensi dan lamanya penyikatan.
4. Penggunaan pasta fluor.
5. Pemakaian bahan disklosing.
6. Menjaga kebersihan rongga mulut harus dimulai pada pagi hari, baik sebelum
maupun setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur (Sriono, 2005).
2.6.2 Tindakan Penanganan Kalkulus Gigi

Penanganan non-operasi dilakukan dengan menghilangkan plak atau kalkulus


pada gigi dan disebut dental scaling. Komposisi dari kalkulus pada gigi adalah mineral
organik dan anorganik. Brushite, dicalcium phosphate dehydrate, octacalcium phosphate,

8
hydroxyapatite dan whitlockite adalah komponen yang membentuk kalkulus. Kalkulus
selalu dilapisi oleh lapisan tipis dari mikroorganisme. Kerusakan gigi akan diikuti dengan
terjadinya penyerapan protein dari saliva. Bakteri gram negatif akan ikut terserap
mendominasi terbentuknya lapisan biofilm plak. Plak menyerap kalsium dan fosfat dari
saliva untuk membentuk supragingival kalkulus dan cairan crevicular akan membentuk
subgingival kalkulus (Jin dan Yip, 2002).

Scaling dapat dilakukan secara manual maupun otomatis dengan menggunakan


ultrasonic scaling. Penggunaan ultrasonic memberikan efesiensi yang lebih baik
dibandingkan dengan manual scaler, sehingga lebih umum untuk digunakan. Ultrasonic
scaler menggunakan getaran frekuensi tinggi untuk menghancurkan karang gigi dan
metode ini tidak menyebabkan kerusakan email gigi. Dental scaling dapat dilakukan
manual menggunakan forceps atau dengan peralatan ultrasonic scaler (Bellows, 2010).

9
BAB III
DISKUSI

3.1 Hubungan Kalkulus Gigi dengan Arterosklerosis

Kalkulus yang tidak ditangani dapat menyebabkan penyakit periodontal. Pada dekade
terakhir ini banyak bukti yang menunjukkan terdapat hubungan antara penyakit periodontal
dengan aterosklerosis. Patogenesis penyakit jaringan periodontal diduga disebabkan oleh
akumulasi plak gigi dan kalkulus yang mengakibatkan infeksi pada mukosa dan peradangan.
Penyakit jaringan periodontal lebih sering ditemukan pada perokok, obesitas, dan diabetes
dan diperkirakan kurang lebih 75% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat dengan
kira-kira 20%-30% merupakan kondisi parah (Haynes, 2003).

Beberapa hipotesis mengenai hubungan penyakit periodontitis dan penyakit jantung


koroner:

3.1.1 Jalur Langsung

Mikroorganisme yang hidup di rongga mulut dan produk yang dilepaskan dapat
menyebar secara sistemik melalui sistem sirkulasi. Suatu penelitian pada endaterektomi
karotis didapatkan adanya bakteri patogen periodontal pada plak arterial. Pada
penyebaran secara sistemik, bakteri rongga mulut mempunyai pengaruh langsung yaitu
sebagai mediator terjadinya penyakit vaskuler, misalnya hiperkoagulasi, perkembangan
aterosklerotik atau keduanya (Nugroho, 2011).

3.1.2 Jalur tidak langsung

Pada penderita penyakit jaringan periodontal didapatkan adanya peningkatan


penanda inflamasi sistemik, misalnya C-reactive protein dan dilaporkan bahwa pemberian
terapi terhadap penyakit jaringan periodontal dapat menurunkan inflamasi sistemik.
Bakteri patogen pada jaringan periodontal ternyata dapat terdeteksi pada plak karotis dan
berperan terhadap aterogenesis, yaitu dengan cara merusak endotelium dan menstimulasi
proses inflamasi pada arteri-arteri besar. Bakteri jaringan periodontal juga dapat
menstimulasi terjadinya trombogenesis dengan cara menginduksi agregasi platelet dan
meningkatkan faktor-faktor penjendalan (Nugroho, 2011).

10
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kalkulus gigi adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli
maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami
mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta jarak dari tei gingival, kalkulus terbagi
menjadi dua, yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva. Komposisi kalkulus terdiri dari 80%
masa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi,
leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium, dalam bentuk hidroksiapatite,
brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat,
magnesium, fosfat, dan florida. Terdapat dua faktor penyebab kalkulus gigi, yaitu faktor lokal
dan sistemik. Mekanisme pembentukan kalkulus terjadi dalam tiga tahap, yaitu pembentukan
pelikel, maturasi plak, dan mineralisasi plak menjadi kalkulus. Kalkulus gigi juga dapat
dicegah dan ditangani dengan berbagai tindakan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Twelvia Caroline. 2008. Status Keradangan Gingiva pada Perempuan


Paskamenopause. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Anitasari, S., Rahayu, N.E. 2005. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat
Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kota Madya
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.). 38 (2): 88.
Barmo, S., Balqis dan Nurhayani. 2013. Hubungan Faktor Perilaku terhadap
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas Antang Perumnas Kota
Makassar. UNHAS J. Pub Health, 10(1): 11-12.

Bellows J. 2010. Feline Dentistry: Oral Assessment, Treatment, and Preventative


Care. Iowa (US): J Wiley. hlm 181, 196.
Carranza, F.A. 2006. Carranza's Clinical Periodontology, 10th ed. Mosby Elsevier,
St.

Eley, B.M., and Manson, J.D. 2004. Periodontics, 5th ed. Elsevier, Philadelphia, p.22-
23.
Hatta, Muhammad. 2011. Penyakit Periodontak dan Hubungannya dengan
Arterosklerosis. Fakultas kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.
Haynes.W.G and Stanford,C. 2003. Periodontal Disease and atherosclerosis:From
Dental to Arterial Plaque. Atherioscler.Thromb.Vasc.Biol;23:1309-1311.
Irlina,Lulu. 2012. Hubungan Periodontitis dengan Penderita Stroke di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Jin Y, Yip H. 2002. Supragingival kalkulus: formation and control. CROBM. 13(5):
426 – 441.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Nasution, Nopriansyah. 2017. Kalkulus dan Proses Pembentukannya. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R., Carranza, F. A. 2008. Carranza’s
Clinical Periodontology 10th ed. Philadelphia: W. B Saunders Company. p. 170-172, 174-
177.
Nugroho, Prasetyo. 2011. Penyakit Periodontal sebagai Penyebab Penyakit Jantung
Koroner di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Oktaviani, Vika. 2015. Perbedaan Indeks Higiene Oral dan pH Plak Kelompok
Pemakai dan Bukan Pemakai Pesawat Ortodonti Cekat. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Otten, M., Busscher, H., dan Abbas, F. 2012. Plaque-left-behind after brushing: intra-
oral reservoir for antibacterial toothpaste ingredients. Clin Oral Invest, 16:1435-42.

12
Restikasari, Tworika. 2016. Pengaruh Konsentrasi Larutan biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L) terhadap Kekerasan Kalkulus. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Ruspawan, Dewa Made. 2012. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa terhadap
Tingkat Kecemasan pada Lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar. Denpasar. Jurnal
Skala Husada ISSN X Volume 9 Nomor 1.
Sheng, Low Yong. 2015. Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap Pembentukan
Kalkulus pada Pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Sriono, Niken Widyanti. 2005. Pencegahan Kalkulus Gigi. Pengantar Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan.

13

Anda mungkin juga menyukai