Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI REFERAT

“F.20.3 SKIZOFRENIA TAK TERINCI”

Pembimbing:
dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

Disusun Oleh:
M. Ramzy Ghifari G4A016036
Mala Sabinta Riani G4A016040
Yunizar Dwi CN G4A016128

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD BANYUMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI REFERAT

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Di bagian SMF


Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD Margono Soekarjo

Disusun Oleh:
M. Ramzy Ghifari G4A016036
Mala Sabinta Riani G4A016040
Yunizar Dwi CN G4A016128

Disetujui dan disahkan:


Tanggal Maret 2018

Pembimbing,

dr. Tri Rini BS, Sp.KJ


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang merupakan


permasalahan kesehatan di seluruh dunia. Para pakar kesehatan jiwa
menyatakan bahwa semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat,
semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu
penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau
perilaku yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-
hari. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas
proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang
aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata
atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan
kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering.
Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka.
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan
antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. SH
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 30 Desember 1980
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Alamat : Kedungringin RT 27/RW 05, Kec. Suruh,
Semarang
Tanggal Periksa : 21 Maret 2018
No RM : 00065530

B. Anamnesis
Jenis anamnesis : Alloanamnesis dan autoanamnesis
Waktu : Rabu, 21 Maret 2018
Tempat : Bangsal Bima RSUD Banyumas
Identitas nara sumber (alloanamnesis)
Nama : Ny. M
Usia : 58 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Hubungan dengan pasien : Ibu

1. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Keluhan utama
Sering marah-marah

b. Keluhan tambahan
1) Tidak bisa tidur
2) Kadang mendengar bisikan
3) Banyak pikiran
4) Mudah lelah
5) Tatapan mata kosong
6) Bicara sendiri
7) Sering melamun
c. Kronologis
Autoanamnesis
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD
Banyumas pada tanggal 19 Maret 2018 karena pasien selama ±5
minggu SMRS sering marah-marah dan emosinya tidak stabil. Pasien
mengatakan bahwa Ia kesal dengan lingkungannya yang sering
merendahkan para ulama dan disalah-salahkan. Pasien seringkali
ingin marah, namun Ia tidak berani karena takut orang-orang di
sekitarnya akan mencelanya. Ia sering melampiaskan kemarahannya
dengan cara menulis status di social media seperti facebook. Pasien
sering merasa di dalam hatinya banyak yang berbicara dan menyuruh
pasien agak berani membela para ulama. Terkadang, Ia juga merasa
bahwa pikirannya kosong karena dibawa pergi oleh ulama-ulama
untuk berdakwah. Pasien juga mengaku sedang banyak pikiran
tentang pekerjaannya di pabrik Bogor. Pasien sudah bekerja selama
18 tahun di pabrik tersebut. Pasien mengatakan bahwa Ia lebih sering
mendapat banyak kerjaan dibandingkan teman-temannya sesama
buruh pabrik sehingga pasien merasa kewalahan dan mudah lelah. Ia
telah mencoba complain namun tidak dihiraukan oleh atasannya.
Pasien kadang merasa takut kalau kerjanya terlalu banyak, Ia tidak
bisa maksimal dalam bekerja dan nantinya hasil kerjanya tidak
maksimal dan mengecewakan. Pasien tinggal di Bogor tanpa ditemani
oleh istrinya karena harus bekerja juga di Semarang. Pasien mengaku
terkadang juga ia merasa kewalahan karena selain bekerja, ia juga
harus mengurus dirinya sendiri seperti memasak dan mencuci baju.
Suatu hari, saat pasien sedang bekerja di pabrik, ada teman
pasien yang bertengkar. Saat itu, pasien berusaha melerai perkelahian
antara 2 orang temannya, namun tidak berhasil. Sejak saat itu, pasien
merasa bahwa Ia tidak berguna. Pasien merasa banyak pikiran, kadang
pasien mendengar bisikan yang mengatakan bahwa pasien sudah
diperlakukan tidak adil di tempat kerjanya karena selalu diberi banyak
kerjaan dan hal tersebut juga sering terbawa sampai ke mimpi. Pasien
menjadi tidak nyaman, sulit tidur setiap malamnya, sehingga pasien
menjadi tidak bergairah dan akhirnya memutuskan untuk pulang ke
Banyumas.
Alloanamnesis
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD
Banyumas pada tanggal 19 Maret 2018 pasien selama ±5 minggu
SMRS sering marah-marah dan emosinya tidak stabil. Pasien sering
berbicara sendiri, seolah sedang berdakwah tentang agamanya. Ibu
pasien juga mengatakan bahwa anaknya kadang melamun dengan
tatapan mata kosong. Pasien bercerita pada ibunya kalau Ia sedang
lelah bekerja karena kerjaannya yang banyak sehingga Ia memutuskan
untuk pulang dulu ke Banyumas. Saat ditanya apakah ada masalah
dengan teman kerja, pasien tidak mengaku kalau sedang ada masalah.
Pasien juga sempat bercerita kalau Ia kesal dengan masyarakat yang
kadang bersikap tidak adil pada para ulama. Pasien sering marah-
marah dan berceramah tentang agama pada orang-orang di sekitarnya.
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak pernah memiliki
masalah pertikaian dengan orang lain. Sejak kecil, pasien memang
sudah pendiam dan pemalu. Pasien juga lebih senang memendam
masalah yang Ia miliki dibandingkan bila harus menceritakan
masalahnya pada orang lain termasuk ibunya. Pasien seorang yang
taat dalam beribadah, bahkan hingga saat ini pun pasien masih rajin
beribadah dan sering mengingatkan orang-orang di sekitarnya untuk
beribadah.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat psikiatri
Pasien baru pertama kali dirawat di bangsal jiwa RS. Dahulu
pasien tidak memiliki riwayat dengan keluhan yang sama
b. Riwayat medis umum
1) Faktor organik
Pasien tidak memiliki kelainan organik
2) Faktor Psikososial
Pasien bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Hubungan
pasien dengan tetangga dan keluarga cukup baik.
3) Penggunaan obat-obatan dan alkohol
Pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang
maupun minum-minuman beralkohol
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa

4. Silsilah Keluarga

Keterangan:

: Pasien penderita gangguan jiwa

5. Hal-hal yang mendahului penyakit


a. Faktor organik
Tidak ditemuakan adanya kelainan organik
b. Faktor predisposisi
1) Sosial ekonomi menengah kebawah
c. Faktor pencetus
1) Merasa lingkungannya jahat pada para ulama
2) Diperlakukan tidak adil di tempat kerja
3) Kelelahan dalam bekerja dan beraktivittas sehari-hari

6. Riwayat Pribadi
a. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Pasien dilahirkan di Semarang dari seorang ibu yang sehat, usia
kehamilan cukup bulan, dan ibu pasien tidak pernah mengalami
kelainan apapun selama masa kehamilan. Pasien lahir di rumah
dibantu oleh dukun dan saat lahir langsung menangis. Tidak riwayat
biru atau kekuningan. Pasien lahir dengan berat badan cukup. Pasien
merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.
b. Riwayat perkembangan awal
1) Kesehatan umum : tidak ada kelainan
2) Kesehatan masa kanak-kanak : tidak ada kelainan
3) Umur waktu
a. Tengkurap : tidak didapatkan informasi
b. Duduk : tidak didapatkan informasi
c. Berjalan : tidak didapatkan informasi
d. Bicara belum lengkap : tidak didapatkan informasi
e. Bicara lengkap : tidak didapatkan informasi
4) Gejala gangguan pada masa kanak-kanak : tidak ada

c. Latar belakang perkembangan mental


Sejak lahir pasien dirawat oleh keluarganya sendiri. Pasien
mendapatkan perhatian cukup dari keluarganya.
d. Riwayat perkembangan seksual
Pasien tidak mengalami gangguan perkembangan seksual.
e. Perkembangan jiwa
Pasien merupakan pribadi yang pendiam dan pemalu, bersosialisasi
dengan baik di masyarakat. Hubungan pasien dengan tetangga dan
keluarga cukup baik.
f. Riwayat pendidikan
1) Umur masuk sekolah : 6 tahun
2) Umur berhenti sekolah : 18 tahun
3) Pendidikan terakhir : SMA
4) Kemampuan khusus :-
5) Kecerdasan : cukup sesuai usia
6) Kegemaran :-
g. Riwayat pekerjaan
Pasien sudah bekerja di pabrik selama 18 tahun
h. Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, perempuan dan
laki-laki.
i. Kegiatan moral spiritual
Pasien beragama Islam. Pasien rajin beribadah.
j. Hubungan sosial
1) Dalam keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan ayah, ibu, serta
adik, istri dan kedua anaknya.
2) Dengan teman
Pasien cukup memiliki banyak teman di lingkungan rumah
maupun di pabrik.
3) Sikap keluarga terhadap penderita
Keluarga sangat peduli terhadap kondisi pasien.

k. Kebiasaan
Sehari-hari pasien bekerja di pabrik di Bogor. Pasien tinggal
sendirian sehingga harus mengerjakan kegiatan mengurus diri
sendiri setelah pulang kerja seperti memasak dan mencuci.
l. Kesan
Alloanamnesa dan autoanamnesa dapat dipercaya
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik


Kesadaran : kompos mentis
Tanda Vital :
1. Tekanan darah : 120/80 mmHg
2. Nadi : 86 x/min, isi/tekanan cukup
3. Respirasi : 20 x/min, reguler
4. Suhu : 36,5ᵒ C
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 160 cm
Kepala : mesocephal
Mata : CA -/-, SI -/-, Mata Cekung -/-
isokor, 3mm/3mm, reflek pupil +/+ normal
Hidung : discharge (-), tidak ada deviasi septum
Mulut : tidak sianosis, tidak ada discharge
Telinga : tidak ada kelainan bentuk dan ukuran, tidak ada discharge
Leher : tidak ada deviasi trakea
Cor
1. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, terapa di SIC V LMCS
3. Perkusi : batas kiri atas SIC II LPSS, batas kiri bawah SIC V LMCS,
batas kanan atas SIC II LPSD, batas kanan bawah SIC IV
LPSD
4. Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur -, gallop -

Pulmo
1. Inspeksi : jejas (-), simetris kanan-kiri
2. Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri
3. Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, tidak ada suara tambahan

Abdomen
1. Inspeksi : datar
2. Auskultasi : bising usus normal
3. Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
4. Palpasi : tidak ada nyeri nyeri tekan, tidak ada defans muskular, tidak
teraba massa, tidak teraba pembesaran hepar dan lien.

D. Pemeriksaan Psikiatri
Kesan umum : laki-laki, tampak sakit jiwa, perawatan diri baik
Kesadaran : compos mentis
Orientasi : O/W/T/S baik
Sikap : kooperatif
Tingkah laku : normoaktif
Proses pikir :
1. Bentuk pikir : non-realistik
2. Isi pikir : waham cemburu, waham curiga, waham bizzare (Thought of
Echo, Thought of Withdrawal)
3. Progresi pikir : remming, blocking
Roman muka : hipomimik
Mood : irritable
Afek : terbatas
Persepsi : halusinasi auditorik (+)
Perhatian : Mudah ditarik mudah dicantum
Hubungan jiwa : sukar
Insight : derajat 4

E. Sindrom-sindrom
1. Sindrom Psikotik
- Halusinasi auditorik (+)
- Waham curiga
- Waham cemburu
2. Sindrom skizofren
- Thought of Eco, thought of withdrawal
- Halusinasi auditorik (+)
- Gejala negative (+)

F. Diagnosis banding
1. Skizofrenia Tak Terinci (F.20.3)
2. Psikotik akut (F.23)

G. Diagnosis multi aksial


Axis I : Skizofren Tak Terinci (F.20.3)
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV : Masalah psikososial dan berkaitan dengan pekerjaan
Axis V : GAF 50-41 : gejala berat (serious), disabilitas berat

H. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
a) Haloperidol tablet 5 mg
b) Chlorpromazine tablet 100 mg
c) Trifluoperazine HCl tablet 5 mg
d) Alprazolam tablet 0,5 mg
2. Terapi Non Farmakologis
a) Rawat inap di rumah sakit
b) Terapi psikososial
- Memberikan dorongan, dukungan dan semangat untuk sembuh dari
penyakit
- Memberi pengertian kepada pasien bahwa semua manusia pasti
mempunyai masalah yang harus dihadapi
- Mendengarkan keluhan pasien dan memberi kesempatan untuk
pasien mengutarakan perasaannya
c) Psikoterapi edukatif
- Terhadap pasien
Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai
penyakitnya, kondisinya, faktor pencetus, serta rencana pengobatan
selanjutnya.
- Terhadap keluarga
Memberikan informasi dan edukasi mengenai penyakit pasien,
gejala, faktor penyebab dan pencetus, komplikasi, pengobatan, dan
prognosis. Meminta keluarga pasien untuk selalu mendukung proses
pengobatan, mengontrol minum obat (sesuai petunjuk dokter, tidak
menghentikan minum obat tanpa seizin dokter), mendampingi pasien
dan menjaga kondisi stabil pasien.

I. Prognosis
1. Premorbid
Indikator Pasien Prognosis
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada Baik
Pola Asuh Keluarga Baik Baik
Kepribadian Premorbid Tidak ada Baik
Stressor Psikososial Ada Buruk
Sosial ekonomi Menengah ke bawah Buruk
Riwayat penyakit yang sama Tidak ada Baik

2. Morbid
Indikator Pasien Prognosis
Onset usia Dewasa Baik
Jenis penyakit Psikotik Buruk
Perjalanan penyakit Akut Baik
Kelainan organik Tidak Ada Baik
Respon terapi Baik Baik

Kesimpulan prognosis : dubia ad bonan

J. Kesimpulan
1. Pasien Tn. SH, berusia 37 tahun, sudah menikah, bekerja di luar kota dan
tinggal sendirian. Beban kerja banyak dan aktivitas harian dilakukan sendiri.
2. Sindrom Psikotik
- Halusinasi auditorik (+)
- Waham curiga
- Waham cemburu
Sindrom skizofren
- Thought of Echo, thought of withdrawal
- Halusinasi auditorik (+)
- Gejala negative (+)
3. Diagnosis
Axis I : Skizofrenia Tak Terinci (F.20.3)
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV : Masalah psikososial dan berkaitan dengan pekerjaan
Axis V : GAF 50-41 : gejala berat (serious), disabilitas berat
4. Terapi yang diberikan berupa terapi farmakologis dan non farmakologis
5. Prognosis dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom


dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit
(tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas
variasinya. Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir,
perasaan, dan perbuatan.

B. Epidemiologi

C. Etiologi
Menurut Kaplan, Saddock, 2009 adalah sebagai berikut :
1. Sosiokultural
Perubahan kebudayaan yang cepat dan modernisasi pada Negara
berkembang menyebabkan seorang individu mengalami kehilangan status
dan berada dibawah tekanan dan kondisi inilah yang menyebabkan seorang
individu tersebut cenderung mengalami reaksi psikosis.
2. Stressor
Sosial dan budaya yang beragam dapat menyebabkan stress, seperti
contohnya dari seluruh wanita pada Negara berkembang yang pergi atau
kembali ke desa orang tuanya sangatlah berpengaruh, berbeda dengan
seorang pria, dimana masalah yang berkaitan dengan pekerjaanlah yang
merupakan stressor utama.
3. Genetik
Tidak terdapat penelitian berbasis genetic dan keluarga pada
gangguan psikosis akut dan sementara milik ICD – 10 atau gangguan
psikotik singkat yang telah dilakukan. Penelitian di India, terdapat resiko
yang lebih tinggi gangguan perasaan dalam silsilah pertama keluarga pada
gangguan psikotik akut dubandingkan gangguan skizofrenia
4. Gangguan organik
Penelitian di India penyakit infeksius mempunyai efek langsung pada
psikosis seperti demam yang mendahului gangguan psikotik, demam akan
sembuh sebelum muncul gejala psikotik, pada negara eropa juga menyatakan
adanya angka kejadian demam yang mendahului munculnya gejala psikosis,
dimana keadaan ini mungkin bisa menjadi penjelasan mengenai angka
kejadian penyakit infeksius yang tinggi di Negara yang berkembang.
C. Faktor Risiko
Faktor resiko menurut DSM V adalah sebagai berikut :
a. Kondisi gangguan kepribadian
Gangguan psikotik singkat yang pernah memiliki gangguan kepribadian
mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis ke arah
perkembangan gejala psikotik karena secara psikodinamika terdapat
mekanisme menghadapi (coping mechanism) yang tidak adekuat dan
kemungkinan adanya tujuan sekunder pada pasien dengan gejala psikotik
b. Sifat yang dimiliki seseorang
Sifat gangguan persepsi dan sikap negative seperti curiga

D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan Proses Pikir: Asosiasi longgar, intrusi berlebihan,
terhambat, klang asosiasi, ekolalia, alogia, neologisme.
2. Gangguan Isi Pikir: Waham, adalah suatu kepercayaan yang salah
yang menetap yang tidak sesuai dengan fakta dan tidak bisa dikoreksi.
Jenis-jenis waham antara lain:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan
d. Waham penyiaran pikiran
e. Waham penyisipan pikiran
f. Waham aneh
3. Gangguan Persepsi; Halusinasi, ilusi, depersonalisasi, dan derealisasi.
4. Gangguan Emosi; ada tiga afek dasar yang sering diperlihatkan oleh
penderita skizofrenia (tetapi tidak patognomonik):
a. Afek tumpul atau datar
b. Afek tak serasi
c. Afek labil
5. Gangguan Perilaku; Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat
terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh dan menyeringai, perilaku
ritual, sangat ketolol-tololan, dan agresif serta perilaku seksual yang
tak pantas.
6. Gangguan Motivasi; aktivitas yang disadari seringkali menurun atau
hilang pada orang dengan skizofrenia. Misalnya, kehilangan kehendak
dan tidak ada aktivitas.
7. Gangguan Neurokognitif; terdapat gangguan atensi, menurunnya
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, gangguan memori
(misalnya, memori kerja, spasial dan verbal) serta fungsi eksekutif.

E. Pedoman diagnostik
Berikut adalah pedoman diagnostik skizofrenia secara umum (PPDGJ,
1993):
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
(a) “thought echo”, “thought insertion or withdrawal”, dan “thought
broadcasting”;
(b) “delusion of control”, “delusion of influence”, “delusion of
passivity”, “delusion perception”;
(c) Halusinasi auditorik;
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya
mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan
kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
(a) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai
baik oleh wahaam yang mengambang/ melayang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hariselama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus;
(b) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan
(intepolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atauneologisme;
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea,
negativism, mutisme, dan stupor;
(d) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat masa bodo (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikaan diri
dari pergaulan social dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Paranoid (PPDGJ III, 1993):


1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Sebagai tambahan:
(a) Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol;
(1) Suara-suara halusinasi yang mengancm pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laugh).
(2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
(3) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
(b) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relative tifak nyata/ tidak menonjol.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Hebefrenik (PPDGJ III, 1993):


1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis
4. Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggungjawab dan tak dapat diramalkan
serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri,
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan
- Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh
cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap
tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang
- proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu serta inkoheren
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Perilaku penderita memperliharkan ciri yang
khas yaitu perilaku tanpa tujuan.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Katatonik (PPDGJ III, 1993):


1. Memenuhi kriteria umum skizofren
2. Satu atau lebih gejala dibawah ini mendominasi gambaran klinisnya :
- Stupor (ditandai dengan penurunan respon terhadap lingkungan
dan aktivitas) atau mutisme
- Gaduh gelisah ((Aktivitas motorik yang tidak bertujuan, tidak
dipengaruhi stimulus eksternal).
- Negativisme (penolakan terhadap semua perintah tanpa motivasi)
- Rigiditas (mempertahankan postur tubuh kaku dalam melawan
segala usaha untuk menggerakkan).
- Flexibilitas cerea (sikap lemah gemulai seperti lilin)
- Gejala lain, seperti automatisasi perintah dan perseverasi.
3. Pada pasien yang tidak komunikastif dengan manifestasi gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia sementara harus ditunda sampai
terbukti muncul gejala lain sehingga diagnosis lain dapat ditegakkan.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tak Terinci (PPDGJ III, 1993):


1. Memenuhi kriteria umum skizofren
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
katatonik, residual, depresi pasca atau hebefrenik
3. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia residual atau
depresi pasca

Pedoman Diagnostik Depresi Pasca-Skizofrenia (PPDGJ III, 1993):


1. Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau
a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu; memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam
kurun waktu minimal 2 minggu
2. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode Depresif. Bila skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Residual (PPDGJ III, 1993):


1. Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
a. Gejala "negatif" dari skizofenia yang menunjukkan perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap
pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang, dan telah timbul sindrom
"negatif" dari skizofrenia
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Simpleks (PPDGJ III, 1993):


1. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari :
a. gejala "negatif" yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik
b. disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu , tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial
2. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.

F. Penatalaksanaan
1. Fase Akut
a. Farmakoterapi
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya
atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak,
mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya
misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah. Langkah Pertama:
berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan. Langkah
Kedua: keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau
isolasi hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya
sendiri dan orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil.
Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-
4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi
oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan
kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu
dipertimbangkan.
1) Obat Injeksi
a) Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat
diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari.
b) Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal
29,25mg/hari), intramuskulus.
c) Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat
diulang setiap setengah jam, dosis maksimum
20mg/hari.
d) Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis
maksimum 30mg/hari.
2) Obat Oral
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh
pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika
misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek
samping, kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara
pemberiannya.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah
diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran
dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1-3
minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan
gejala.
b. Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang
berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa
kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau
mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,
memberikan dukungan atau harapan, menyediakan
lingkunganyang nyaman, toleran perlu dilakukan.
c. Terapi lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada Skizofrenia
katatonik dan Skizofrenia refrakter.
2. Fase Rumatan
a. Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh
dosis minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan.
Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua
tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali
kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan
seumur hidup.
b. Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali
pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik,
misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial
dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini
pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan
mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu
mencegah kekambuhan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 2013 . DSM-V. Edisi 5.


Skizofrenia. Washington DC: American Psychiatry Association,. Hal 94 – 95.
99.

Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya,
2009: 259-281.

Saddock, Benjamin J. Virginia A Sadock. Pedro Ruiz. 2009. Other Psychotic


Disorders dalam Kaplan and Sadock”s Comprehensive Textbook Of Psychiatry.
Edisi 9. Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia. Hal . 1608 – 1610.

Anda mungkin juga menyukai