Anda di halaman 1dari 14

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Pohon gayam (Inocarfus fagifer Forst.) merupakan tanaman lokal yang

tersebar luas di wilayah Indonesia sehingga tanaman ini juga disebut sebagai

tumbuhan Nusantara. Setyowati et al. (2010) mengatakan bahwa belum dilaporkan

data jumlah pohon ataupun produksi secara nasional. Di Indonesia sebaran pohon

gayam meliputi wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Kalimantan, Manado, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Makassar, Maluku,

Seram, Halmahera Utara, Flores dan Ternate (Pauku, 2006).

Salah satu wilayah sebaran pohon gayam di Pulau Jawa adalah Daerah

Istimewa Yogyakarta. Setyowati et al. (2010) melaporkan sebaran pohon gayam di

kabupaten Bantul dan Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta populasinya

mencapai 200-300 pohon per wilayah pedukuhan. Tanaman ini hidup dari daerah

dataran rendah hingga ketinggian 500 m di atas permukaan laut dan mampu tumbuh

di tanah miskin hara. Pohon gayam memiliki perakaran yang padat dan dalam,

sehingga jika terjadi perubahan iklim tidak berpengaruh pada produksinya (Heyne,

1987). Pohon dewasa berumur 10-15 tahun pada setiap tahunnya menghasilkan

sekitar 50-150 kg buah yang biasa disebut gayam (Setyowati et al., 2010;

Badrunasar, 2013). Karakteristik gayam adalah tipe buah yang keras, berbentuk

bulat agak pipih dengan panjang 4,6-13,7 cm, lebar 3,4-12 cm dan tebal 4 cm, berat

50-110 g, kulit lembut dan biji ditutup oleh serat buah (2-3 mm). Gayam yang masih

1
muda biasanya berwarna hijau dan ketika matang akan berubah warna menjadi

coklat kekuningan. (Heyne, 1987; Pauku, 2006).

Gayam digolongkan sebagai sumber pangan. Bagian biji gayam dapat

dimanfaatkan menjadi pangan olahan (Heyne, 1987; Epriliati, 2002; Pauku, 2006).

Keterbatasan pemanfaatan gayam antara lain memiliki kulit biji yang keras dan

membutuhkan waktu lama dalam pengolahan. Secara tradisional gayam diolah

dengan perebusan, pembenaman dalam abu panas dan pembuatan keripik (Heyne,

1987). Gayam dinilai prospektif dikembangkan secara komersial (Bourke, 1996).

Penjualan olahan gayam berupa gayam rebus dan keripik gayam dilakukan pada

pasar tradisional. Ada peluang pengembangan produk olahan gayam berupa tepung

dan pati gayam untuk kebutuhan industri (Kurniawati, 1998; Epriliati, 2002).

Ditinjau dari aspek kandungan gizi, gayam memiliki kandungan karbohidrat

yang tinggi yaitu berkisar antara 76,74-85,22% (Kurniawati, 1998; Epriliati, 2002).

Ardhi (2007) melaporkan kandungan pati pada gayam sebesar 76,32%, sedangkan

Sintarti dan Hardiman (1981) dalam Murdiati (1983) melaporkan kandungan pati

pada gayam sebesar 41,6-60%. Hal ini mengindikasikan bahwa gayam berpotensi

dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan pati yang baik. Pengolahan gayam

menjadi tepung dapat meningkatkan nilai ekonomis dan variasi jenis produk olahan.

Tepung gayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan produk pangan

antara lain bahan pembuatan biskuit, cookies, crackers, cake, dan chiffon cake

(Kurniawati, 1998; Jariyah et al., 2013; Ningsih dan Pangesthi, 2013). Gayam juga

dapat dimanfaatkan sebagai pangan tinggi amilosa. Epriliati (2002) melaporkan

2
bahwa pati gayam mengandung amilosa sebesar 52,70% terhadap pati total.

Kandungan tersebut setara dengan amilosa pada pati jagung dan lebih tinggi dari

amilosa pati garut (Faridah et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa apabila gayam

dimanfaatkan menjadi tepung akan menghasilkan pangan tinggi amilosa. Pangan

tinggi amilosa berpotensi sebagai bahan sumber pati resisten (resistant starch/RS).

Kendala preparasi tepung gayam antara lain rentan terjadinya oksidasi saat

gayam dikupas atau biji diiris sehingga mengalami pencoklatan (browning) karena

meningkatnya aktivitas enzim polifenolase (Epriliati, 2002; Pauku, 2006). Epriliati

(2002) melaporkan irisan biji gayam awalnya berwarna kuning muda dan

mengalami peencoklatan setelah dipapaparkan di udara terbuka selama 30 menit.

Hal ini menyebabkan tepung kurang menarik. Salah satu upaya mengurangi

aktivitas enzim polifenolase adalah dengan perlakuan pre-gelatinisasi.

Pre-gelatinisasi merupakan proses thermal (pemanasan) untuk perlakuan

pendahuluan menggunakan pemanasan dengan media air yang menyebabkan

terjadinya gelatinisasi (Zeuthen et al., 1984). Salah satu tujuan pre-gelatinisasi

adalah menghasilkan tepung yang mempunyai warna lebih putih. Pre-gelatinisasi

menjadi salah satu teknik preparasi tepung secara fisik yang dilakukan dengan cara

merebus bahan sehingga tergelatinisasi, kemudian dikeringkan dan digiling untuk

dijadikan tepung. Suhu perebusan pada pre-gelatinisasi dilakukan di atas suhu

optimum aktivitas enzim polifenolase yakni di atas suhu 73-78oC sehingga pre-

gelatinisasi mengurangi aktivitas enzim polifenolase (Zeuthen et al., 1984).

Padmaja et al. (1996) menyatakan tepung dengan pre-gelatinisasi dapat memiliki

3
warna yang lebih putih. Pre-gelatinisasi pada preparasi tepung gayam dilakukan

dalam kondisi gayam belum dikupas kulitnya. Hal ini akan menghentikan aktivitas

enzim polifenolase sehingga tepung memiliki warna lebih putih. Pre-gelatinisasi

pada preparasi pembuatan tepung dengan berbagai bahan dan tujuan pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Khasanah, 2009; Rosida dan

Yulistiani, 2011; de la Rosa-Millan et al., 2014; Abiodun dan Akinoso, 2014).

Tepung gayam dengan perlakuan pre-gelatinisasi memiliki kadar pati resisten

yang tinggi sehingga menyebabkan indeks glikemik (IG) lebih rendah. Pre-

gelatinisasi yang dilanjutkan pengeringan mengakibatkan pati teretrogradasi

(Shamai et al., 2003). Pati teretrogradasi sangat resisten terhadap amilolisis yang

mengindikasikan meningkatnya kadar pati resisten (Sajilata et al., 2006). Semakin

tinggi kadar pati resisten menyebabkan respon glukosa semakin rendah. Pangan

yang memberikan respon glukosa rendah memiliki indeks glikemik yang rendah

pula. Indeks glikemik yang rendah dapat menekan kenaikan glukosa darah. Hasil

penelitian Marsono et al. (2003) menunjukkan pemberian pakan kacang merah (IG

sebesar 26) selama empat minggu menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes

sebesar 69%. Informasi indeks glikemik tepung gayam sampai saat ini juga belum

pernah ada sehingga penting dilakukan penelitian indeks glikemik tepung gayam.

Pemanfaatan tepung gayam untuk menghasilkan bahan yang tinggi pati

resisten dapat dilakukan dengan proses modifikasi. Salah satu alternatif modifikasi

tersebut adalah perlakuan fisik dengan siklus autoclaving-cooling (Lehmann et al.,

2002). Proses ini mengakibatkan pati teretrogradasi sehingga menghasilkan kadar

4
pati resisten yang tinggi (Aparicio-Saguilan et al., 2005). Jumlah siklus

autoclaving-cooling berpengaruh terhadap kadar pati resisten yang dihasilkan.

Pangan tinggi pati resisten mempunyai berbagai sifat gizi antara lain

menurunkan kadar glukosa darah (hipoglikemik) dan memperbaiki profil lipid

darah. Pangan jenis ini sangat diperlukan karena prevalensi penyakit diabetes

mellitus dan dislipidemia yang semakin meningkat. Prevalensi penyakit diabetes

mellitus tahun 2010 sebesar 6,4% (285 juta) dan diperkirakan tahun 2030 sebesar

7,7% (439 juta). Sebagian besar (69%) penyakit tersebut terjadi di negara

berkembang (Shaw et al., 2010). Kemenkes RI (2013) mencatat prevalensi diabetes

mellitus di Indonesia tahun 2007 sebesar 1,1% meningkat menjadi 2,1% pada tahun

2013. Diabetes mellitus jika berlanjut mengakibatkan gangguan metabolisme

lemak yang berakibat dislipidemia (Shaw et al., 2010). Untuk mengatasi masalah

ini perlu dilakukan upaya penanganan dan pencegahan. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan antara lain dari aspek gizi dengan konsumsi pangan yang mempunyai

potensi hipoglikemik dan memperbaiki profil lipid darah.

Potensi hipoglikemik dari pati resisten disebabkan karena sifat fisikokima

dari pati resisten itu sendiri dan fermentasi pati resisten yang menghasilkan asam

lemak rantai pendek (short chain fatty acids/SCFA) melalui beberapa mekanisme.

Pertama, pati resisten memiliki bioavailabilitas glukosa yang rendah karena

merupakan pati tidak tercerna atau hanya sebagian tercerna dalam usus halus

sehingga memiliki respon glikemik yang rendah. Kondisi ini dapat menahan

kenaikan glukosa dan insulin darah setelah makan (The British Nutrition

5
Foundation, 1990; Marsono, 2016). Kedua, asupan pati resisten meningkatkan

viskositas chymus yang memperlambat absorpsi dan mempercepat waktu transit di

usus sehingga dapat mengurangi pencernaan makanan (Manthey et al., 1999;

Marsono, 2016). Sifat yang kental menyebabkan peningkatan ketebalan lapisan

antara makanan dan permukaan brush-border di usus halus mengakibatkan glukosa

sulit diabsorpsi (Caballero et al., 2016). Ketiga, SCFA hasil fermentasi pati resisten

memperbaiki sensitivitas insulin sehingga meningkatkan uptake glukosa dari darah

ke dalam otot dan berakibat penurunan kadar glukosa darah. Asetat dan propionat

menghambat lipolisis jaringan adiposa dan menurunkan konsentrasi asam lemak

bebas dalam darah sehingga meningkatkan sensitivitas insulin (Gao et al., 2009;

Canfora et al., 2015). Butirat menaikkan ekspresi glukosa transporter GLUT4

dalam jaringan adiposa yang mengakibatkan peningkatan sensitivitas insulin dan

menurunkan kadar glukosa darah (Raso et al., 2013; Canfora et al., 2015).

Sifat fisiologis pati resisten mirip seperti serat pangan termasuk sifat

memperbaiki profil lipid darah yang mengalami dislipidemia (Bjorck dan Asp,

1994; Sajilata et al., 2006). Dislipidemia merupakan suatu kondisi adanya kadar

kolesterol yang sangat tinggi di dalam tubuh yang mencerminkan kadar LDL yang

tinggi dan HDL yang rendah (Adiwijono dan Asdie, 1993;.Stevens et al., 2009).

Mekanisme serat pangan dalam menurunkan kolesterol seperti disampaikan

Marsono (2004) yaitu: pertama, serat pangan dapat meningkatkan ekskresi

empedu; kedua, serat pangan menghambat absorpsi kolesterol; ketiga, serat pangan

menurunkan availabilitas kolesterol karena kemampuannya untuk mengikat

6
senyawa organik; keempat, asam lemak rantai pendek yang dihasilkan dalam

fermentasi serat pangan mencegah sintesis kolesterol, dan kelima, serat pangan

menurunkan densitas energi makanan sehingga mengurangi sintesis kolesterol.

Dalam rangka pengembangan pangan lokal, maka gayam perlu dikaji

potensinya sebagai pangan lokal kaya amilosa dan pati resisten dikaitkan dengan

sifat gizinya. Ada potensi dari gayam yang mempunyai berbagai manfaat terkait

sifat bahan tersebut. Potensi ini perlu digali khususnya yang berkaitan dengan sifat

fungsional dan gizinya. Sifat gizi yang akan dikaji meliputi efek dalam menurunkan

kadar glukosa darah dan memperbaiki profil lipid darah. Pangan jenis ini sangat

diperlukan oleh masyarakat Indonesia, terlebih semakin meningkatnya prevalensi

penyakit diabetes mellitus dan hiperkolesterol.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka permasalahan pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Berapakah waktu pre-gelatinisasi pada preparasi tepung yang menghasilkan

tepung gayam dengan warna paling putih dan kadar pati resisten paling tinggi?

b. Berapakah indeks glikemik tepung ayam yang dipreparasi dengan waktu pre-

gelatinisasi berbeda?

c. Bagaimanakah pengaruh perbedaan jumlah siklus autoclaving-cooling pada

modifikasi tepung gayam terhadap sifat fungsional tepung gayam termodifikasi?

d. Bagaimanakah sifat gizi secara in vitro (kapasitas penghambatan absorpsi

glukosa dan kapasitas pengikatan asam empedu) tepung gayam termodifikasi?

7
e. Bagaimanakah sifat gizi secara in vivo (menurunkan kadar glukosa dan

memperbaiki profil lipid darah) tepung gayam termodifikasi?

f. Bagaimanakah mekanisme efek menurunkan kadar glukosa dan memperbaiki

profil lipid darah dari tepung gayam termodifikasi dapat terjadi?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini mengevaluasi sifat gizi dalam menurunkan kadar

glukosa dan memperbaiki profil lipid darah dari tepung gayam yang dimodifikasi

dengan siklus autoclaving-cooling.

Tujuan umum tersebut akan dicapai melalui beberapa tujuan khusus yaitu:

a. Mengidentifikasi sifat fisik dan kimia tepung gayam yang dipreparasi dengan

perlakuan pendahuluan pre-gelatinisasi.

b. Menentukan indeks glikemik tepung gayam yang dipreparasi dengan perlakuan

pendahuluan pre-gelatinisasi.

c. Mengidentifikasi sifat fungsional tepung gayam termodifikasi dengan siklus

autoclaving-cooling.

d. Mengevaluasi sifat gizi secara in vitro (kapasitas penghambatan absorpsi

glukosa dan kapasitas pengikatan asam empedu) tepung gayam termodifikasi.

e. Mengevaluasi sifat gizi dalam menurunkan kadar glukosa dan memperbaiki

profil lipid darah dari tepung gayam termodifikasi pada tikus diabetes secara in

vivo.

f. Mengevaluasi mekanisme efek dalam menurunkan kadar glukosa dan

memperbaiki profil lipid darah dari tepung gayam termodifikasi.


8
1.4. Kebaruan Penelitian

a. Informasi tentang perlakuan pre-gelatinisasi pada preparasi tepung dalam

memperbaiki warna dan meningkatkan kadar pati resisten tepung gayam.

b. Informasi tentang indeks glikemik tepung gayam yang dipreparasi dengan

perlakuan pre-gelatinisasi.

c. Informasi tentang modifikasi siklus autoclaving-cooling tepung gayam terhadap

sifat fungsional tepung gayam yang dihasilkan.

d. Informasi tentang sifat gizi dalam menurunkan kadar glukosa dan memperbaiki

profil lipid darah dari tepung gayam termodifikasi dengan siklus autoclaving-

cooling.

Pada beberapa penelitian sebelumnya tentang pemanfaatan gayam hanya

fokus pada pemanfaatan gayam sebagai sumber karbohidrat, pembuatan tepung

gayam, perbanyakan tanaman gayam serta isolasi dan karakterisasi sifat fisik, kimia

dan fungsional pati gayam. Pada Tabel 1.1 disajikan perbedaan antara beberapa

penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan.

Tabel 1.1. Perbedaan antara beberapa penelitian sebelumnya


dengan penelitian yang dilakukan

No Nama penulis Judul penelitian Persamaan Perbedaan


1. Murdiati Pemanfaatan Menggunakan ba- Tidak melakukan
(1983) buah tanaman han utama gayam perlakuan pre-gela-
keras (gayam) dan melakukan tinisasi pada prepa-
sebagai sumber pembuatan tepung rasi tepung gayam,
karbohidrat gayam. penentuan indeks
glikemik, modifi-
kasi tepung, serta uji
sifat gizi secara in
vitro dan in vivo.

9
No Nama Judul penelitian Persamaan Perbedaan
penulis
2. Kurniawati Pemanfaatan Menggunakan ba- Tidak melakukan
(1998) tepung gayam han utama gayam perlakuan pre-gela-
untuk pembu- dan melakukan tinisasi pada prepa-
atan biskuit da- pembuatan tepung rasi tepung gayam,
lam rangka gayam. penentuan indeks
glikemik, modifi-
penganekaraga
kasi tepung, serta uji
man pangan. sifat gizi secara in
vitro dan in vivo.

3. Epriliati Isolasi dan ka- Menggunakan ba- Tidak melakukan


(2002) rakterisasi fisik, han utama gayam perlakuan pre-gela-
kimia dan fung- dan melakukan tinisasi pada prepa-
sional pati ga- karakterisasi rasi tepung gayam,
yam. fungsional. penentuan indeks
glikemik, modifi-
kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

4. Setyowati et Fisiologi pro- Bahan kajian yang Tidak melakukan


al. (2010) pagasi dan diteliti adalah perlakuan pre-gela-
pengembangan gayam. tinisasi pada prepa-
gayam sebagai rasi tepung gayam,
alternatif penentuan indeks
pangan. glikemik, modifi-
kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

5. Ningsih dan Pengaruh pro- Menggunakan ba- Tidak melakukan


Pangesthi porsi tepung han utama gayam perlakuan pre-gela-
(2013) terigu dan dan melakukan tinisasi pada prepa-
tepung gayam pengolahan tepung rasi tepung gayam,
terhadap tingkat gayam. penentuan indeks
kesukaan glikemik, modifi-
chiffon cake. kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

10
No Nama Judul penelitian Persamaan Perbedaan
penulis
6. Jariyah et al. Kajian nutrisi Menggunakan ba- Tidak melakukan
(2013) crackers tepung han utama gayam perlakuan pre-gela-
gayam dan melakukan tinisasi pada prepa-
pengolahan tepung rasi tepung gayam,
gayam. penentuan indeks
glikemik, modifi-
kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

7. Anggraeni Karakterristik Menggunakan ba- Tidak melakukan


(2015) Roti Tawar han utama gayam perlakuan pre-gela-
dengan dan melakukan tinisasi pada prepa-
Substitusi pengolahan tepung rasi tepung gayam,
Tepung Gayam gayam. penentuan indeks
(Inocarpus glikemik, modifi-
edulis Forts). kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

8. Hidayati Pembuatan mal- Menggunakan Tidak melakukan


(2014) todekstrin dari bahan utama perlakuan pre-gela-
pati gayam dan gayam (Inocarfus tinisasi pada prepa-
aplikasinya un- fagifer Forst.). rasi tepung gayam,
tuk mikroenkap- penentuan indeks
sulasi asap cair. glikemik, modifi-
kasi tepung, serta
uji sifat gizi secara
in vitro dan in vivo.

9. Lubijarsih Pengaruh Menggunakan Tidak melakukan


(2001) berbagai proses gayam sebagai perlakuan pre-gela-
pengolahan campuran bahan, tinisasi pada prepa-
terhadap kadar melakukan rasi tepung gayam,
pati resisten evaluasi kadar pati terdapat bahan
(resistant stach) resisten dan indeks campuran dengan
dan nilai indeks glikemik, serta uwi serta tidak
glikemik uwi pengaruh pengo- melakukan modi-
(Dioscorea lahan terhadap fikasi tepung dan
alata LINN). indeks glikemik. uji sifat gizinya
secara in vitro dan
in vivo.

11
No Nama Judul penelitian Persamaan Perbedaan
penulis
10. Allen et al. Glycemic index Melakukan Bahan pada peneli-
(2012) of sweet potato penentuan indeks tian tersebut meng-
as affected by glikemik, serta gunakan ubi jalar
cooking methods mengkaji pengaruh serta tidak melaku-
pengolahan terha- kan modifikasi te-
dap nilai indeks pung dan uji sifat
glikemik. gizinya secara in
vitro dan in vivo.

11. Itam et al. Effect of Melakukan penen- Bahan pada peneli-


(2012) processing tuan indeks glike- tian tersebut meng-
method on the mik,serta mengka- gunakan beberapa
glycemic index of ji pengaruh pengo- jenis umbi dan
some lahan terhadap menggunakan dua
carbohydrate kelompok subyek
nilai indeks glike-
staples (Manihot yang sehat dan
esculanta, mik. diabetes, serta tidak
Ipomoea batata melakukan modi-
and Dioscorea fikasi tepung dan uji
rotundata) in both sifat gizinya secara in
normal and vitro dan in vivo.
diabetic subjects
12. Rakhmawati et Nilai indeks Melakukan Bahan pada peneli-
al. (2011) glikemik penentuan indeks tian tersebut meng-
berbagai produk glikemik, serta gunakan sukun
olahan sukun mengkaji pengaruh serta tidak
(Artocarpus pengolahan terha- melakukan mo-
altilis) dap nilai indeks difikasi tepung dan
glikemik. uji sifat gizinya
secara in vitro dan
in vivo.

13. Adha (2012) Indeks glikemik Melakukan Bahan pada peneli-


dan beban penentuan indeks tian tersebut meng-
glikemik sukun glikemik, serta gunakan sukun dan
dengan berbagai mengkaji pengaruh melakukan penen-
macam pengolahan terha- tuan beban glikemik,
serta tidak melakukan
pengolahan. dap nilai indeks modifikasi tepung
glikemik. dan uji sifat gizinya
secara in vitro dan in
vivo.

12
No Nama Judul penelitian Persamaan Perbedaan
penulis
14. Nurhayati et al. Komposisi kimia Melakukan mo- Bahan pada peneli-
(2014) dan krista-linitas difikasi tepung tian tersebut meng-
tepung pisang dengan metode gunakan tepung
termodi-fikasi fisik (autoclaving- pisang dan tidak
secara fermentasi cooling) sebanyak melakukan
spontan dan siklus
1-2 siklus dan penentuan indek
pemanasan
bertekanan- melakukan glikemik, serta uji
pendinginan karakterisasi pati sifat gizi secara in
resisten. vitro dan in vivo.
15. Chou et al. Effects of Melakukan mo- Bahan pada peneli-
(2014) different difikasi tepung tian tersebut meng-
cooking methods dengan metode gunakan tepung
and particle size fisik (autoclaving- beras dan tidak
on resistant cooling) sebanyak melakukan
starch content 1 siklus dan penentuan indek
and degree of melakukan glikemik, serta uji
gelatinization of karakterisasi pati sifat gizi secara in
a high amylose resisten. vitro dan in vivo.
rice cultivar in
Taiwan
16. Yuliwardi et al. Pengaruh dua Melakukan mo- Bahan pada peneli-
(2014) siklus difikasi tepung tian tersebut meng-
autoclaving- dengan metode gunakan tepung
cooling terhadap fisik (autoclaving- beras dan tidak
kadar pati cooling) sebanyak melakukan
resisten tepung 2 siklus dan penentuan indek
beras dan bihun melakukan glikemik, serta uji
yang karakterisasi pati sifat gizi secara in
dihasilkannya resisten. vitro dan in vivo.

17. Ha et al. Effect of Melakukan mo- Bahan pada peneli-


(2012) retrograded rice difikasi tepung tian tersebut meng-
on weight dengan metode fisik gunakan tepung
control, gut (auto-claving- beras dan tidak
function, and cooling) sebanyak 3 melakukan
siklus dan
lipid penentuan indek
melakukan
concentrations karakterisasi pati glikemik, serta uji
in rats resisten dan uji in sifat gizi secara in
vivo (efek hipoko- vitro.
lesterolemik).

13
1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang teknologi preparasi tepung

gayam dengan pre-gelatinisasi yang menghasilkan tepung gayam lebih putih,

kadar pati resisten lebih tinggi dan indeks glikemik lebih rendah.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam memilih pangan alternatif

untuk mengurangi resiko terkena penyakit diabetes mellitus dan dislipidemia.

3. Masukan bagi industri pengolahan pangan dalam mengembangkan produk

komersial tepung gayam modifikasi tinggi pati resisten yang bermanfaat untuk

menurunkan kadar glukosa dan kolesterol darah sehingga mengurangi resiko

terkena penyakit diabetes mellitus dan dislipidemia.

4. Masukan bagi penentu kebijakan dalam upaya mengembangkan pangan lokal

yang berpotensi mempunyai efek kesehatan, dengan demikian diharapkan dapat

mendorong peningkatan konsumsi pangan lokal.

14

Anda mungkin juga menyukai