PENDAHULUAN
Emulsi merupakan suatu sistem sediaan heterogen yang terdiri atas dua
cairan yang tidak menyatu (dideskripsikan sebagai minyak dan air), dimana salah
satu fase terdispersinya (globul) sebagai tetesan seragam di dalam fase lainnya.
Emulsi dapat berbentuk emulsi air dalam minyak (A/M) atau emulsi minyakdalam
air (M/A) (Effionora, 2012). Tipe emulsi yang berbeda dapat menghasilkan
pelepasan zat yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam kontrol kualitas suatu emulsi,
determinasi tipe emulsi merupakan hal mendasar yang perlu dilakukan. Untuk
menstabilkan atau menyatukan emulsi tersebut perlu ditambahkan emulgator.
Emulgator tersebut mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis
yang diadsorpsi pada permukaan dari fase terdispersi. Lapisan tersebut mencegah
terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali globul atau fase terdispersi,
sehingga kestabilan emulsi terjaga.
Beberapa sifat fisik emulsi yang umumnya dipengaruhi oleh tipe emulsi
tersebut adalah viskositas, pemisahan fase, dan ukuran droplet. Tipe emulsi
menentukan ukuran droplet fase terdispersi. Droplet yang terdispersi pada emulsi
ganda mengandung droplet-droplet berukuran lebih kecil yang berbeda fase,
sehingga ukuran droplet emulsi ganda akan lebih besar daripada emulsi
sederhana. Tipe emulsi juga dapat mempengaruhi pelepasan zat dari sediaan.
Emulsi A/M, zat tersebut hanya perlu melewati satu lapisan minyak saja untuk
lepas dari emulsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil (droplet/globul) dengan diameter
biasanya lebih dari 0,1 µm atau 0,1-50 µm (De Man, 1997). Jika minyak yang
merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini
disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang
merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase
pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak.
Suatu sistem emulsi pada dasarnya tidak stabil, karena masing-masing
partikel mempunyai kecendrungan untuk bergabung dengan partikel sesama
lainnya. Molekul fase A (air) ditarik ke dalam fase A dan ditolak oleh fase B
(minyak), membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi
tersebut pecah. Kekuatan dan kekompakan lapisan antarmuka adalah sifat yang
penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi (Lachman, et al, 1994).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan
berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase,
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Didalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan ketiga
untuk menstabilkan emulsi. Bahan pengemulsi tersebut berguna untuk
menurunkan tegangan antar muka antara fase air dan fase minyak serta mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah, dengan membentuk lapisan yang
protektif di sekeliling globul. Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari
cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak
dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian
didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi
fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal
terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah
padat, misalnya krim asam stearat atau krim pembersih adalah setengah padat
dengan fase internal hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak,
biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat.
Kondisi lingkungan seperti adanya cahaya, udara, kontaminasi
mikroorganisme, dapat memberikan efek yang mengubah stabilitas emulsi. Oleh
karena itu dilakukan formulasi yang sesuai guna mengurangi kerusakan stabilitas
tersebut dengan cara penambahan bahan-bahan tambahan lain. Bahan tambahan
yang diperlukan dalam formulasi emulsi, diantaranya : bahan pengawet,
antioksidan dan penutup rasa. Penambahan bahan pengawet bertujua untuk
mencegah kontaminasi mikroba. Suatu pengawet harus efektif terhadap
kontaminasi dari mikroorganisme patogen dan cukup dapat melindungi emulsi
selama digunakan pasien. Pengawet harus mempunyai toksisitas rendah, stabil
terhadap pemanasan dan selama penyimpanan.
Untuk penambahan antioksidan dapat mencegah oksidasi dari fase minyak
yang terdapat dalam suatu sediaan emulsi. Karena banyak senyawa organik
mudah mengalami autooksidasi bila di paparkan ke udara dan lemak yang
teremulsi terutama peka terhadap rangsangan. Contoh antioksidan yang bisa
digunakan di antaranya : asam galat, propil galat, asam askorbat, askorbit
palmitat, sulfit dan tokoferol. Sedangkan penutup rasa ditujukan untuk
mengurangi rasa tidak enak dan secara ideal dilakukan dengan cara mengurangi
rasa pahit. Cara penutupan rasa pahit pada sediaan oral secara umum dapat
dilakukan dengan menggunakan pemanis dan flavour. Contoh pemanis yang biasa
digunakan diantaranya : sukrosa, fruktosa, dekstrosa, maltitol, manitol, sorbitol
dan xylitol.
2.2 Pembuatan Emulsi
2.2.1 Zat pengemulsi
Tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi adalah pemilihan zat
pengemulsi. Zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu. Salah satunya ia
harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnyadan tidak boleh
mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik. Ia harus stabil dan tidak
boleh terurai dalam preparat. Zat pengemulsi harus tidak toksik pada penggunaan
yang dimaksud dan jumlahnya yang dimakan oleh pasien. Juga ia harus berbau,
rasa dan warna lemah. Barangkali yang paling penting adalah kemampuan dari zat
pengemulsi tersebut untuk membentuk emulsi dan menjaga stabilitas dari emulsi
tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut. Diantara zat pengemulsi dan
zat penstabil untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut :
Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : akasia
(gom), tragakan, agar, kondrus, dan pektin. Bahan-bahan ini membentuk
koloida hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya
menghasilkan emulsi m/a.
Zat-zat protein seperti: gelatin, kuning telur dan kasein. Zat-zat ini
menghasilkan emulsi m/a.
Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti : stearil alkohol, setil alkohol,
dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini digunakan terutama sebagai zat
pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang
digunakan sebagai obat luar.
Zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik. Zat-zat
ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik, dengan bagian lipofilik dari
molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. Dalam
zat anionik, bagian lipofilik ini bermuatan negatif, tapi dalam zat kationik
bagian lipofilik ini bermuatan positif. Zat pengemulsi nonionik
menunjukkan tidak adanya kecenderungan untuk mengion. Tergantung
sifatnya masing-masing, beberapa dari grup ini membentuk tipe emulsi
m/a dan lainnya membentuk a/m. Zat pengemulsi anionik termasuk
berbagai jenis sabun bervalensi satu, bervalensi banyak, dan sabun organik
seperti trietanolamin oleat dan sulfonat seperti natrium laurilsulfat.
Benzalkonium klorida terkenal terutama karena sifat bakterisidanya, bisa
digunakan sebagai suatu zat pengemulsi kationik. Zat-zat tipe nonionik
termasuk ester-ester sorbitan dan turunan polietilen, beberapa dapat dilihat
pada tabel.
Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk bentonit,
magnesium hidroksida. Ini umumnya membentuk emulsi m/a bila bahan
yang tidak larut ditambahkan ke fase air jika ada sejumlah volume fase air
lebih besar dari pada fase minyaknya. Tetapi jika serbuk padat yang halus
ini ditambahkan kedalam minyak dan volume fase minyak lebih besar,
suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m.
Tabel l. Contoh harga HLB
Zat HLB
Gom 8,0
Gelatin 9,8
Polioksietilen monostearat (Myrj 45) 11,1
Tragakan 13,2
Pengemulsi (m/a) 8 – 18
Pelarut 15 – 20
Detergen 13 – 15
Tragakan 1% Emulgator
Na benzoat 0,1 % Pengawet
Manitol 25 % Pemanis
1) Data Preformulasi
a. Minyak biji jinten
Nama resmi : Nigella sativa L.seed
Nama lain : Minyak jinten
Pemerian : Tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas, tidak
tengik.
Kelarutan : Larutdalam 2 bagianetanol (95%) P padasuhu
60°C, sangatmudahlarutdalamkloroform P dandalameter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk.
b. Tragakan
Pemerian : Serbuk, warna putih coklat.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, alkohol dan pelarut
organik.
Kegunaan : Agenpensuspensi.
Konsentrasi : 1 - 10%
BJ : 2,14
Stabilitas : Umumnya cukup stabil apabila ditempatkan
dalam keadaan kering, stabil pada pembahan pH, mengabsorpsi
beberapa substansi organis dan kompatibel pelarut-pelarut organik.
OT : Bersifat inert, hanya memiliki sedikit
inkompabilitas, tetapi umumnya tidak stabil pada larutan asam di
bawah pH 3,5 dengan beberapa larutan pekat, dapat mengabsorpsi
beberapa obat.
c. Natrium Benzoat
BM : 144,11.
Rumus molekul : C7H5NaO2.
Pemerian : Granulatauserbukhablur, putih,
tidakberbauataupraktistidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan : Mudahlarutdalam air,
agaksukarlarutdalametanoldanlebih. Mudahlarutdalametanol 90%.
Kegunaan : Antioksidan, zatpengawet.
OTT : Tidak bercampur dengan 4 campuran yaitu
gelatin, garam-garam ferri, garam-garam kalsium, dan logam-
logam berat termasuk perak, dan raksa. Aktivitas pengawet
mungkin berkurang melalui interaksi dengan kaolin atau surfaktan
non-ionik.
Konsentrasi : 0,02-0,5%.
Stabilitas :Larutan yang mengandung air dapat
disterilkan dengan autoklaf atau penyaringan
d. Manitol
Pemerian : Serbukkristalinputih; ataugranul yang
mudahmengalir; tidakberbau; rasa manis
Kelarutan : 1 bagianlarutdalam 5.5 bagian air padasuhu
20 oC, dandalam 83 bagianetanol 95%; larutdalambasa;
praktistidaklarutdalameter.
Stabilitas : Stabildalambentukkeringmaupunlarutan.
Harusdisimpandalamwadahtertutupbaikpadatempatsejukdankering.
Inkompatibilitas : Menurunkanbioavailabilitassimetidin
1.6 Evaluasi Mutu Emulsi
Stabilitas dan ketahanan emulsi dapat diuji melalui beberapa tahapan
evaluasi. Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan emulsi antara lain pemeriksaan
organoleptik, penentuan tipe emulsi, ukuran globul, viskositas sediaan, dan uji
stabilitas dengan metode frezze-thaw. Evaluasi penampilan/organoleptik emulsi
dilakukan dengan mengamati terjadinya pemisahan fasa atau pecahnya emulsi,
bau tengik dan perubahan warna. Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu:
1. Uji kelarutan zat warna
Uji kelarutan zat warna dilakukan dengan menggunakan zat warna larut air
seperti metilen biru atau biru brillian CFC yang diteteskan pada permukaan
emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang
berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di
fase internal, maka tipe emulsi adalah A/M.
2. Uji pengenceran
Uji pengenceran dilakukan dengan cara mengencerkan emulsi dengan air.
Jika emulsi tercampur baik dengan air, maka tipe emulsi adalah M/A. Sebaliknya
jika air yang ditambahkan membentuk globul pada emulsi maka tipe emulsi
adalah A/M. Stabilitas emulsi dapat dilihat dengan uji stabilitas pada kondisi
freeze and thaw. Emulsi harus tetap stabil tanpa adanya pemisahan pada suhu
45°C atau 50°C selama 60 hingga 90 hari, pada suhu 37°C selama 5 hingga 6
bulan, dan pada suhu kamar selama 12 hingga 18 bulan. Evaluasi ini dapat juga
dilakukan dengan mnyimpan sediaan pada dua suhu yang berbeda yaitu 4°C dan
40°C selama 6-8 siklus. Satu siklus terdiri dari penyimpanan selama 48 jam pada
suhu 4°C dan 48 jam 40°C.
BAB III
KESIMPULAN
1. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
2. Tipeemulsiadaduayakniemulsiminyakdalam air jikminyak yang merupakan
fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawadanemulsi air
dalamminyakjika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan
minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa.
3. Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan emulsi antara lain pemeriksaan
organoleptik, penentuan tipe emulsi, ukuran globul, viskositas sediaan, dan
uji stabilitas dengan metode frezze-thaw.
DAFTAR PUSTAKA