Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Rumah Sakit banyak terjadi pemandangan yang sering kita lihat


seperti pengangkatan pasien yang darurat atau kiritis, karena itu
pengangkatan penderita membutuhkan cara-cara tersendiri. Setiap hari
banyak penderita diangkat dan dipindahkan dan banyak pula petugas
paramedik/penolong yang cedera karena salah mengangkat.

Keadaan dan cuaca yang menyertai penderita beraneka ragam dan


tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan memindahkan
penderita saat mengangkat dan memindahkan penderita.

Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit.


Serangkaian tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam
ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit.

Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit, pasti akan


mengalamai proses pemindahan dari ruang perawatan ke ruang lain seperti
untuk keperluan medical check up, ruang operasi, dll. Hal ini akan
mengakibatkan resiko low back point baik bagi pasien maupun bagi
perawat. Bila pasien akan melakukan operasi biasanya akan dipindahkan
ke ruang transit sebelum masuk ke ruang operasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian transportasi pada pasien ?


2. Apa saja yang penilaian lokasi pada korban ?
3. Apa saja prinsip transportasi pasien ?
4. Bagaimana standar pelayanan medic pasien ?
5. Apa saja tujuan penggunaan transportasi ?

1
6. Apa saja macam-macam transportasi ?
7. Apa saja transportasi pasien ?
8. Bagaimana langkah-langkah untuk mencegah cedera saat
memindahkan pasien ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian transportasi pada pasien


2. Mengetahui penilaian lokasi pada korban
3. Memahami prinsip transportasi pasien
4. Mengetahui standar pelayanan medic pasien
5. Memahami tujuan penggunaan transportasi
6. Mengetahui macam-macam transportasi
7. Mengetahui transportasi pasien
8. Memahami langkah-langkah untuk mencegah cedera saat
memindahkan pasien

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transportasi Pasien


Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan
yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke
sarana kesehatan yang memadai.
Menurut Muhammad (2004), transportasi merupakan kegiatan
pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang fasilitas
perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. Biasanya dilakukan bagi
pasien/ korban cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter.
Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke rumah sakit
sampai sekarang masih dilakukan dengan bermacam-macam kendaraan,
hanya sebagian kecil saja dilakukan dengan ambulan. Dan ambulannya
bukan ambulan yang memenuhi syarat tetapi ambulan biasa.

B. Penilaian lokasi dan korban


Langkah – langkah penilaian pada penderita
1. Penilaian Keadaan
Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang
dihadapi dalam suatu upaya pertolongan. Sebagai penolong kita
harus memastikan apa yang sebenarnya kita hadapai, apakah ada
bahaya susulan atau hal yang dapat membahayakan seorang
penolong. Ingatlah selalu bahwa seorang atau lebih sudah menjadi
korban, jangan ditambah lagi dengan penolong yang menjadi
korban. Keselamatan penolong adalah nomor satu.
Keamanan lokasi, Pelaku pertolongan pertama saat mencapai lokasi
kejadian, haruslah tanggap dan dengan serta merta melakukan
penilaian keadaan dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan
seperti dibawah.
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya

3
2. Penilaian Dini
Penolong harus mampu segera mampu untuk mengenali dan
mengatasi keadaan yang mengancam nyawa korban. Langkah-
langkah penilaian dini :

a. Kesan umum
Seiring mendekati penderita, penolong harus mementukan
apakah situasi penderita tergolongkasus trauma atau kasus
medis.
1) Kasus Trauma – Mempunyai tanda – tanda yang jelas
terlihat atau teraba.
2) Kasus Medis – Tanpa tanda – tanda yang terlihat atau
teraba
b. Periksa Respon
Cara sederhana untuk mendapatkan gambaran gangguan yang
berkaitan dengan otak penderita. Terdapat 4 tingkat Respons
penderita
A = Awas, Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan
lingkungannya.
S = Suara, Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil
atau mendengar suara.
N = Nyeri, Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri
yang diberikan oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada
tulang dada.
T = Tidak respon, Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang
apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak membuka mata,
tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi
pada rangsang nyeri.

c. Memastikan jalan napas terbuka dengan baik (Airway).


Jalan napas merupakan pintu gerbang masuknya oksigen ke
dalam tubuh manusia. Apapaun usaha yang dilakukan, namun
bila jalan napas tertutup semuanya akan gagal.

4
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis
mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Tiga metode pemeriksaan fisik:
1. Penglihatan (Inspection)
2. Perabaan (Palpation)
3. Pendengaran (Auscultation)
Jangan banyak membuang waktu untuk melakukan pemeriksaan
secara rinci. Lakukan secara cepat tetapi pastikan tidak ada yang
terlewat. Pemeriksaan fisik memastikan bahwa tidak ada yang
terlewat. Beberapa hal yang dapat dicari pada saat memeriksa
korban :
P erubahan bentuk (Deformities) bandingkan sisi sakit dengan
yang sehat
L uka Terbuka (Open Ijuries) biasanya terlihat adanya darah
N yeri (Tenderness) daerah yang cedera lunak bila ditekan
B engkak (Swelling) daerah yang cedera mengalami
pembengkakan

4. Riwayat Penderita
Selain melakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan
wawancara untuk mendapatkan data tambahan. Wawancara sangat
penting jika menemukan korban dengan penyakit. Mengingat
wawancara yang dilakukan dapat berkembang sangat luas, untuk
membantu digunakan akronim : KOMPAK
K = Keluhan Utama (gejala dan tanda) sesuatu yang sangat
dikeluhkan penderita
O = Obat-obatan yang diminum. Pengobatan yang sedang dijalani
penderita atau obat yang baru saja diminum atau obat yang
seharusnya diminum namun ternyata belum diminum.
M = Makanan/minuman terakhir. Peristiwa ini mungkin menjadi
dasar terjadinya kehilangan respon pada penderita. Selain itu data
ini juga penting untuk diketahui bila ternyata penderita harus
menjalani pembedahan kemudian di rumah sakit.
P = Penyakit yang diderita. Riwayat penyakit yang diderita atau
pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan keadaan yang
dialami penderita pada saat ini, misalnya keluhan sesak napas
dengan riwayat gangguan jantung 3 tahun yang lalu.
A = Alergi yang dialami. Perlu dicari apakah penyebab kelainan
pada pasien ini mungkin merupakan suatu bentuk alergi, biasanya
penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya.

5
K = Kejadian. Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan
atau sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit yang diderita
saat ini.
Wawancara ini dapat dilakukan sambil memeriksa korban, tidak
perlu menunggu sampai pemeriksaan selesai dilakukan.

5. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut


Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan tindakan, selanjutnya
lakukan pemeriksaan berkala, sesuai dengan berat ringannya kasus
yang kita hadapi. Pada kasus yang dianggap berat, pemeriksaan
berkala dilakukan setiap 5 menit, sedangkan pada kasus yang
ringan dapat dilakukan setiap 15 menit sekali. Beberapa hal yang
dapat dilakukan pada pemeriksaan berkala adalah :
a. Keadaan respon
b. Nilai kembali jalan napas dan perbaiki bila perlu
c. Nilai kembali pernapasan, frekuensi dan kualitasnya
d. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan
secara rinci bila waktu memang tersedia.
e. Nilai kembali keadaan kulit : suhu, kelembaban dan
kondisinya Periksa kembali dari ujung kepala sampai
ujung kaki, mungkin ada bagian yang terlewat atau
membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
f. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang
belum diperiksa atau sengaja dilewati karena melakukan
pemeriksaan terarah.
g. Nilai kembali penatalaksanaan penderita, apakah sudah
baik atau masih perlu ada tindakan lainnya. Periksa
kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih
cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat di atasi, ada
bagian yang belum terawat.
h. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga
rasa aman dan nyaman.

6. Serah terima dan pelaporan


Biasakanlah untuk membuat laporan secara tertulis. Laporan ini
berguna sebagai catatan anda, PMI dan bukti medis.
Hal-hal yang sebaiknya dilaporkan adalah :
a. Umur dan jenis kelamin penderita

6
b. Keluhan Utama
c. Tingkat respon
d. Keadaan jalan napas
e. Pernapasan
f. Sirkulasi
g. Pemeriksaan Fisik yang penting
h. KOMPAK yang penting
i. Penatalaksanaan
j. Perkembangan lainnya yang dianggap penting
Bila ada formulirnya sertakan form laporan ini kepada petugas
yang mengambil alih korban dari tangan anda.

C. Prinsip Transportasi
Untuk mengangkat penderita gawat darurat dengan cepat dan aman ke RS
atau sarana kesehatan yang memadai, tercepat & terdekat.
Prinsip Mengangkat:
a. Jangan menambah cidera kepada korban.
b. Hindari pemindahan korban jika tidak stabil.
c. Jangan membahayakan diri penolong.
d. Jelaskan apa yang akan anda lakukan kepada korban.
e. Jangan pernah lakukan sendiri.
f. Satu komando/aba-aba.

Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:


a. Pengangkatan korban,
Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok;
gunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul), dan beban serapat
mungkin dengan tubuh korban.
b. Sikap mengangkat.
Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari
cedera.

7
c. Posisi siap angkat dan jalan.
Biasanya posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi
dari kaki

D. Standar Kandaraan pelayanan medic


Landasan Hukum, Kepmenkes No. 0152/YanMed/RSKS/1987,
tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Kepmenkes No
143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan
Medik. Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada
kendaraan ambulans AGDT, khususnya untuk keseragaman dan
peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik. Yang diatur
dalam Kepmenkes adalah jenis kendaraan :
1. Ambulans transportasi.
2. Ambulans gawat darurat.
3. Ambulans rumah sakit lapangan.
4. Ambulans pelayanan medik bergerak.
5. Kereta jenazah.
6. Ambulans udara.

E. Tujuan Penggunaan
Tujuan Penggunaan : Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah
Sakit Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari
lokasi kejadian ke tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit Sebagai
kendaraan transport rujukan.
Persyaratan : Teknis Kendaraan Kendaraan roda empat atau lebih dengan
suspensi lunak
Warna kendaraan : kuning muda Tanda pengenal kendaraan, di depan -
gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri tertulis.

8
Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas. Ruang penderita tidak
dipisahkan dari ruang pengemudi Tempat duduk petugas di ruang
penderita dapat diatur/ dilipat Dilengkapi sabuk pengaman bagi
pengemudi dan pasien Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua
tandu. Tandu dapat dilipat. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas
dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan Gantungan infus terletak
sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita.

F. Macam-Macam Transportasi
Transportasi dalam hal ini dapat berupa kendaraan:
1. Laut : perahu
2. Udara : pesawat terbang, helicopter.
3. Darat : ambulance, pick up, truck, gerobak, dan lain-lain.
Yang terpenting disini adalah :
a. Penderita dapat terlentang
b. Cukup luas untuk paling sedikit 2 penderita dan petugas dapat
bergerak leluasa
c. Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan
d. Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah
sakit
e. Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulan lain.

G. Transportasi Pasien
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi
gawat darurat dan kritis .
a. Transportasi Gawat Darurat
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board
bila diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke

9
rumah sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer,
Resusitasi jika perlu.
b. Transportasi Pasien Kritis
Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu
atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan
monitoring dan terapi.
Prosedur Transport Pasien :
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang
sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas
usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu
jalan nafas (airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa
pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke rumah sakit.
3. Posisikan dan amankan pasien.
4. Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan
dengan kuat ke usungan.
5. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat
keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke
ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat
menahan pasien dengan aman.
6. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika
kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung,
letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras
sebelum ambulans dijalankan.
7. Melonggarkan pakaian yang ketat.
8. Periksa perbannya.
9. Periksa bidainya.
10. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
11. Naikkan barang-barang pribadi.
12. Tenangkan pasien.

H. Langkah –Langkah Untuk Mencegah Cedera Saat Memindahkan


Pasien
Apabila cara melakukannya salah,cedera atau keadaan korban
dapat bertambah parah, bahkan penolong dapat mengalami cedera. Untuk
mencegah hal-hal di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Pikirkan kesulitan memindahkan sebelum mencobanya

10
b. Jangan coba angkat dan turunkan korban jika tidak dapat
mengendalikannya
c. Selalu mulai dari posisi seimbang dan tetap jaga keseimbangan
d. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
e. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan
tubuh penolong
f. Lakukan gerakan secara menyeluruh, serentak dan upayakan agar
bagian tubuhsaling menopang
g. Bila dapat kurangi jarak atau tinggi yang harus dilalui korban8.
Perbaiki posisi dan angkat secara bertahap
h. Punggung tegak waktu mengangkat korban atau menjaga kelurusan
tulangbelakang. Pada pemindahan korban, perlu diperhatikan
beberapa pertanyaan berikut : kapankorban harus dipindahkan,
apakah penilaian dan pemeriksaan korban harus selesaisebelum
pemindahan, dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
menjaga tulangbelakang, yang semua itu tergantung dari keadaan.
Tidak perlu memindahkan korban yang tidak ada bahaya luar yang
mengancam sebelum korban ditangan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan
yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke
sarana kesehatan yang memadai.Transportasi pasien dapat dibedakan
menjadi dua, transport pasien untuk gawat darurat dan kritis.

B. Saran
Transport pasien sangat penting bagi prioritas keselamatan pasien
menuju rumah sakit atau sarana yang lebih memadai. Oleh karena itu
transport pasien berperan penting dalam mengutamakan keselamatan
pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Perry & Potter . 2006 . Fundamental Keperawatan Volume II . Indonesia :


Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suparmi Yulia, dkk . 2008 . Panduan Praktik Keperawatan . Indonesia :
PT Citra Aji Parama
Perry, Petterson, Potter . 2005 . Keterampilan Prosedur Dasar . Indonesia
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
John A. Boswick, Ir., MD . Perawatan Gawat Darurat . Indonesia :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

13

Anda mungkin juga menyukai