Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Ensefalopati Dengue” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam
penyelesaian makalah ini ada beberapa kesulitan yang penulis temukan. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu, pada
kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan anugrah-Nya kepada pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini dan semoga makalah ini dapat
berguna untuk memberikan kontribusi dalam mata kuliah Asuhan Keperawatan
Gadar III. Di samping itu penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi kesempurnaannya.

Denpasar, 30 Agustus 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................
i

DAFTAR ISI....................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................
3
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................
3

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Ensefalopati Dengue ............................................................


4
1. Definisi....................................................................................................................
4
2. Anatomi Fisiologi....................................................................................................
5
3. Penyebab.................................................................................................................
8
4. Tanda dan Gejala.....................................................................................................
8
5. Patofisiologi............................................................................................................
9
6. Manifestasi Klinis...................................................................................................
15
7. Komplikasi..............................................................................................................
15
8. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................
18
9. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................
18
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien Ensefalopati Dengue.....................
21

ii
1. Pengkajian...............................................................................................................
21
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................................
23
3. Intervensi.................................................................................................................
24
4. Implementasi...........................................................................................................
38
5. Evaluasi...................................................................................................................
38
C. Contoh Kasus Ensefalopati Dengue............................................................................
39

BAB III PENUTUP

A. Simpulan...................................................................................................................
58
B. Saran..........................................................................................................................
58

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus dengue dapat menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang mengandung virus dengue. Infeksi dengue memiliki
spektrum manifestasi penyakit yang sangat luas, dari mulai asimptomatik
hingga infeksi dengue yang berat yaitu dengue shock syndrome (DSS) yang
sering berujung kematian. Dengue fever (DF) merupakan spektrum infeksi
dengue ringan yang kebanyakan tidak menyebabkan kematian. Gejala DF
pada bayi sering sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya. Pada anak dan
dewasa gejala ini menjadi lebih jelas. Dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan spektrum infeksi yang lebih berat dari DF. Pada DHF sudah
terjadi kebocoran plasma yang dapat menyebabkan pasien jatuh kedalam
kondisi syok (DSS) hingga meninggal (WHO, 2000).
Infeksi virus dengue ini merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di Asia Tenggara. Dalam 50 tahun terakhir, insidennya telah
meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-
negara baru dan dalam dekade ini, dari perkotaan ke pedesaan. Diperkirakan
50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan 2,5 miliar orang hidup di
negara-negara endemik dengue. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari
populasi berisiko dengue di seluruh dunia tinggal di negara-negara anggota
WHO kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, yang menanggung hampir
75% dari beban penyakit global saat ini karena infeksi dengue. Epidemi
dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor-Leste yang berada di wilayah tropis
dan zona khatulistiwa di mana nyamuk Aedes aegypti, yang menjadi vektor
utama infeksi dengue, tersebar luas baik di daerah perkotaan dan pedesaan.
Seluruh serotipe virus dengue juga ditemukan di wilayah ini. Infeksi dengue
merupakan penyebab utama rawat inap dan kematian pada anak-anak. Di
Indonesia, dimana lebih dari 35% dari penduduk negara itu tinggal di daerah

1
perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 dengan lebih dari
25.000 kasus yang dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat fatalitas
kasus adalah sekitar 1% (WHO, 2009).
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi dengue adalah
ensefalopati. Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh syok berat akibat
syok yang berkepanjangan dengan perdarahan ataupun kelebihan cairan,
tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Selain itu, ensefalopati juga dapat
disebabkan karena sindrom Reye, penggunaan obat hepatotoksik, perdarahan
intrakranial, edema serebral, gagal hati, atau gagal ginjal atau keduanya
(Rampengan et al., 2011). Kerusakan hati akut yang terjadi pada infeksi
dengue dapat menyababkan ensefalopati. Ensefalopati lebih sering terjadi
pada kelompok dengan hepatitis berat (Parkash et al., 2010). Dengue yang
terkait ensefalopati ditemukan pada 0,5% dari 5.400 pasien yang dirawat
dengan DHF. Mortality rate pada anak dengan ensefalopati adalah 22% (Cam
et al., 2001). Kematian yang tinggi terjadi pada pasien demam berdarah
dengan hepatitis dan ensefalopati (Shah et al., 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok akan membahas
tentang asuhan keperawatan pada pedriatri yang mengalami ensepalopati
dengue.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit ensefalopati dengue?
2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ensefalopati
dengue ?
3. Bagaimanakah contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien ensefalopati
dengue ?

2
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit ensefalopati dengue
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien ensefalopati dengue
3. Mahasiswa mampu memahami contoh kasus asuhan keperawatan pada
pasien ensefalopati dengue

D. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulisan makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Umum
Dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang materi serta bahan
pembelajaran dalam perkuliahan
2. Manfaat Khusus
a. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam
memahami materi yang di sajikan. Selain itu pembaca makalah ini
diharapkan mampu menerima semua materi yang disampaikan.
b. Bagi penulis
Dapat memperluas kaidah-kaidah pengetahuan serta sumber ajar yang
berguna dalam proses pembelajaran khususnya pada materi Asuhan
Keperawatan Ensefalopati Dengue

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Enselofati Dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat yang
dihubungkan dengan infeksi dengue baik pada Demam Berdarah Dengue
(DBD) atau Demam Dengue (DD) akibat kebocaran plasma dan sebagai
komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Enselofati Dengue
merupakan salah satu klasifikasi infeksi virus dengue dengan gejala yang
disertai gangguan sistem organ, dalam hal ini adalah sistem saraf pusat.
Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus akut, ditularkan
oleh nyamuk spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe
di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Demam dengue
adalah merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh arbovirus dengan
karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash, leukopenia dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue dalah suatu demam berat bahkan
sering fatal yang disebabkan virus dengue dengan karakteristik yang
timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis yang
abnormal, dan pada beberapa kasus berat sindrom syok (DSS) akibat
kehilangan protein yang berhubungan dengan meningkatnya reaksi
imunologis.Dengue shock syndrome adalah demam berdarah dengue
yang disertai renjatan
Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan tentang
penderita DBD yang disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari
berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Demam
dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat
dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat
penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut
juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue,
dandengue shock sindrom (DDS) (Widoyono, 2008. Demam berdarah
Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus

4
(arthropadborn Virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides
(Aides albipices dan Aedes Aegypti).

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF
adalah system sirkulasi. System sirkulasi adalah sarana untuk
menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru
kesela-sela tubuh.Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolism dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit
yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah, dan darah.

a. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot
jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari
bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara
bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya
tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis.Disebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Letak jantung
didalam rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat
dibelakang kiri antara kosa V dan VI dua jari dibawah papilla

5
mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyut jantung yang disebut
iktus kordis.Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan
kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
1) Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung
yang membawa darah keseluru bagian dan alat tubuh.Pembuluh
darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel sinistra
disebut aorta.Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal
tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan. Arteri yang
paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonalis,
garis tengahnya kira-kira 1-3 cm. arteri ini mempunyai cabang-
cabang keseluruhan tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya
akan menjadi pembuluh darah rambut (kapiler). Arteri mendapat
darah dari darah yang mengalir didalamnya tetapi hanya untuk
tunika intima.Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah
dari pembuluh darah yang disebut vasa vasorum.
2) Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang
membawa darah dari bagian/alat-alat tubuh masuk ke dalam
jantung. Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh
darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-
katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang
gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi.Vena-
vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan vena
pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil
yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
3) Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah
yang sangat halus.Diameternya kira-kira 0,008 mm. Dindingnya
terdiri dari suatu lapisan endotel.Bagian tubuh yang tidak
terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang
rawan.Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya meliputi
sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya sangat tipis maka

6
plasma dan zat makanan mudah merembes ke cairan jaringan
antar sel.
4) Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian
cair disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Warna
merah pada darah keadaannya tidak tetap bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya.Darah yang
banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah
tua.Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas
dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme didalam tubuh.Pada tubuh yang sehat
atau orang dewasa terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat
badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut
pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur,
pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:
a) Sebagai alat pengangkut
b) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan
racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan
antibody/zat-zat antiracun.
c) Mengatur panas keseluruh tubuh.

Adapun proses pembentukan sel darah terdapat tiga tempat


yaitu: sumsung tulang, hepar, dan limpa
3. Penyebab
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral,
kelainan metabolik, dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai
komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga
terjadi pada DBD tanpa syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain
tidak/jarang menyertai penderita DBD
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam
berdarah adalah virus dengue. Virus ini tergolong dalam family/suku/grup
flaviviridae yang dikenal ada 4 serotipe, dengue 1, dengue 2, dengue 3,
dengue 4, yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup

7
terhadap serotype bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lainPenyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh
artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes albopictus (didaerah pedesaan).
(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-420C. Bila
kelembaban terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100
butir (Murwani, 2011).

4. Tanda dan Gejala


Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen,
dapat disertai kejang. Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue
yang dilaporkan, ternyata kadangkala para dokter sangat terpukau oleh
kelainan neurologis penderita sehingga apabila tidak waspada, diagnosis
DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga memberikan suatu keyakinan
bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita
yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contoh kasus
ensefalopati dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis
penderita DBD dan bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO
(1975) tidak selalu dijumpai
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi
perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.
a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan
1) Uji tourniquet positif
2) Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)
atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng, 2006).
Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006):
a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit

8
atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi
meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20mmHg)/ hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak
teraba dan tekanan darah tak terukur).

5. Patofisiologi
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan
ruam.Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada
anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri
otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada
pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia
ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan. Demam berdarah
dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen. Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan

9
complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di
Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia
yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak
teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma
yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi
jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi:
a. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular
b. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan
terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
c. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
d. Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegepty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan
mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi c3 danc5 akan
dilepas c3a dan c5a, 2 peptida berdaya untuk melepaskan histamin dan

10
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu.
e. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protrobin, faktor v, vii, ix, x dan
fibrinogen ) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada dhf.
f. Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik, renjatan terjadi secara akut
atau syok.
g. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya
plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

11
PATHWAY

Arbovirus ( melalui
PATOFISIOOGI Beredar dalam Infeksi virus Mengaktifkan sistem Membuat &
nyamuk aedes aegypti ) aliran darah dengue ( viremia) komplemen melepaskan zat C3a,
C5a
Agresi trombosit Permeabilitas membran Peningkatan reabsorbsi PGE Hipotalamus
meningkat Na dan H2O
Hipertermi
Merangsang & mengaktivasi
Kerusakan endotel pembuluh Resiko syok hipovolemik
Trombositopeni
darah faktor pembekuan
Renjatan hipovolemik dan
Resiko perdarahan Perdarahan DIC
hipotensi
Resiko perfusi jaringan Hipoksia jaringan Kebocoran plasma
Kekurangan volume tidak efektif
Resiko syok Asidosis metabolik Ke extravaskuler
cairan
(hipovolemik)
Paru-paru Hepar Abdomen
Ketidakefektifan Efusi pleura Hepatomegali Ascites
pola napas Mual, muntah
Nyeri Penekanan intraabdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

12
Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat di rangkum yaitu pola
penyakit virus dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik, demam
dengue dengan/tanpa perdarahan dan demam berdarah dengue
dengan/tanpa syok. Hal ini bertumpu pada interaksi penyebab, penjamu
dan lingkungan dan berbagai factor yang berperan, selanjutnya terjadi
beberapa kasus menunjukkan manifestasi klinis sebagai tampilan respon
imun primer dan sekunder berdasarkan temuan rasio IgM/IgG yang
diperoleh dari test serologi.

Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat


terjadi karena kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan ikat disekitarnya sehingga ditemukan manifestasi efusi pleura dan
asites. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori reaksi antigen antibodi yang
dapat mengeluarkan bahan anapilatoksin atau bahan serupa histamin yang
berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas dinding vaskuler dan
terjadi kebocoran plasma diperkuat dengan dianutnya hipotesa sekunder
heterologos anamnestik reaksi.
Kasus demam berdarah dengue dapat juga menunjukkan
manifestasi yang berat hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan
mungkin sebagai akibat keganasan virus dengue yang langsung berpotensi
terjadinya apoptosis. Virus dengue yang ganas berpotensi besar menyerang
sel retikuloendotelial sistem termasuk organ hati dan sel endotel akibatnya

13
hati meradang membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan
kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan
menunjukkan manifestasi ensefalopati.

6. Manifestasi Klinis

Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan


ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk salah satu komplikasi dari
demam berdarah dengue yang jarang terjadi.
Ensefalopati Dengue memberikan gejala klinis ensefalopati dan
infeksi dengue. Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa
trombositopenia, peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem
saraf pusat akan berefek pada depresi sensorik, letargi, somnolen, coma
kejang, paresis dan kaku kuduk.
Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dibagi
menjadi 3 tipe yaitu:
a. Gejala klasik dengan infeksi akut; Sakit kepala, pusing, delirium,
gelisah, dan depresi.
b. Ensepalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse,
somnolen, koma, kejang, kaku kuduk dan paresis.
c. Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, amnesia, demensia, manic
psychosis, Bell’s palsy, Reye’s syndrom, dan meningoencepalitis.
Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan,
ternyata kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis
penderita sehingga apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan
dibuat. Data itu juga memberikan suatu keyakinan bahwa DBD perlu
dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita yang secara klinis
didiagnosis sebagai ensefalitis virus.

7. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti

14
hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis,


maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10
mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi
jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan
asam amino rantai pendek.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan

15
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh
karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan
jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
c. Udema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi
bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah
sebagai berikut:
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kerusakan hati

8. Pemeriksaan Diagnostik
Langkah - langkah pemeriksaan diagnostic :
a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal:
pria 40-50%; wanita 35-47%
b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara

16
tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5
menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang
20 pada diameter 2,5 inchi.
c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan
memakai kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu
pasien masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan
ketiga diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini
disimpan pada suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-
jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk
penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.

9. Penatalaksanaan Medis

Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka


bila syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3 dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk
mengurangi alkalosis, dexametason 0,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk
mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna),
vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS
diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak
dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka
untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila
obat-obat tersebut sudah menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat
diganti dengan obat-obat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi
sekunder, seperti cefotaxime, cefritriaxsone, amfisilin+clavulanat,
amoxilline+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan
aminoglycoside. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak

17
diperlukan (misalnya: antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan transfusi tukar.
Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
Penanganan ensepalopati dengue terutama untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, cukup 3/4-4/5 dosis untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya edema otak selama fase
pemulihan dari syok.
b. Menggunakan cairan kristaloid Ringer Asetat untuk menghindari
metabolisme laktat oleh hepar, jika ada gangguan hepar.
c. Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi edema otak tetapi
merupakan kontraindikasi pada DSS dengan perdarahan masif.
Deksametason dapat diberikan 0,15 mg /kgBB IV setiap 6-8 jam.
d. Jika terdapat peningkatan hematokrit dan kebocoran plasma berat
dapat diberi cairan koloid.
e. Pemberian diuretik jika terdapat gejala overload.
f. Posisi pasien dengan kepala 30 derajat.
g. Intubasi dini untuk menghindari hiperkarbia dan melindungi saluran
napas.
h. Menurunkan produksi amonia melalui tindakan berikut:
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam untuk induksi diare
osmotik
2) Antibiotik lokal untuk flora usus tidak perlu jika telah diberi
antibiotik sistemik.
i. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dL. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6 mg/kg/jam.
j. Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit
(hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalemia, hipokalsemia, dan asidosis).
k. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun, dan 10 mg
untuk >5 tahun.
l. Dapat diberikan fenobarbital, fenitoin, dan diazepam intravena untuk
mengontrol kejang.
m. Transfusi darah yang dianjurkan adalah dengan packed red cells
(PRC). Transfusi trombosit, fresh frozen plasmadapat menyebabkan
Overloadcairan dan meningkatkan TIK.

18
n. Terapi empiris antibiotik dapat diberikan jika ada dugaan infeksi
bakteri.
o. 15.H2-blockersatau proton pump inhibitordapat diberikan untuk
mencegah perdarahan gastrointestinal.
p. Hindari pemberian obat yangdimetabolisme di hati.
q. Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jika mengalami
perburukan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg.
2) Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena
yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka
eksternal biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan
pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase
pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG

19
(gurita) dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas
inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus.
Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
4) Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk
menilai perfusi otak
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara
sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga,
atau orang yang mengetahui kejadiannya
2) Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah
dan mual, kejang-kejang.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
b) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
4) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti klien sebelumnya.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya
bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi
hipovolemia), Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada
syok septik).
b) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg
(lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap
hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
c) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba

20
d) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik,
respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
e) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
f) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam,
kritis)
g) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik,
kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
h) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok
hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
i) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2
menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru)
7) Pemeriksaan Penunjang
a) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit,
kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
b) Analisa gas darah
c) EKG

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
d. Hipertermia
e. Resiko pendarahan
f. Resiko syok

21
3. Intervensi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan ..x.. jam diharapkan pola Oxygen Therapy
nafas pasien teratur dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret
NOC : trakea
Respiratory status : Ventilation □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Respirasi dalam batas normal □ Siapkan peralatan oksigenasi
□ Monitor aliran oksigen
(dewasa: 16-20x/menit)
□ Monitor respirasi dan status O2
□ Irama pernafasan teratur
□ Pertahankan posisi pasien
□ Kedalaman pernafasan normal
□ Monitor volume aliran oksigen dan
□ Suara perkusi dada normal
jenis canul yang digunakan.
(sonor)
□ Monitor keefektifan terapi oksigen
□ Retraksi otot dada
□ Tidak terdapat orthopnea yang telah diberikan
□ Taktil fremitus normal antara □ Observasi adanya tanda tanda
dada kiri dan dada kanan hipoventilasi
□ Ekspansi dada simetris □ Monitor tingkat kecemasan pasien
□ Tidak terdapat akumulasi sputum yang kemungkinan diberikan terapi O2
□ Tidak terdapat penggunaan otot
bantu napas

22
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Analgesic Administration
selama ...x….. jam diharapkan nyeri □ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
berkurang dengan kriteria hasil : derajat nyeri sebelum pemberian obat
NOC: □ Cek riwayat alergi terhadap obat
Pain Level □ Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi
□ Melaporkan gejala nyeri berkurang dari analgesik lebih dari satu jika diperlukan
□ Melaporkan lama nyeri berkurang □ Tentukan analgesik yang diberikan (narkotik,
□ Tidak tampak ekspresi wajah non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe
kesakitan dan keparahan nyeri
□ Tidak gelisah
□ Tentukan rute pemberian analgesik dan dosis
□ Respirasi dalam batas normal
untuk mendapat hasil yang maksimal
(dewasa: 16-20 kali/menit)
□ Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui
injeksi jika diperlukan
□ Evaluasi efektivitas pemberian analgesik
setelah dilakukan injeksi. Selain itu observasi
efek samping pemberian analgesik seperti
depresi pernapasan, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi.
□ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

23
3. Kekurangan volume cairan/ Risiko Setelah diberikan asuhan keperawatan Fluid Management
kekurangan volume cairan selama …..x…. jam diharapkan masalah □ Monitor hasil laboratorium yang sesuai
kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan retensi cairan (peningkatan BUN,
dengan kriteria hasil : penurunan hematokrit, peningkatan
NOC: osmolaritas urin)
Fluid Balance □ Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah
□ Tekanan darah dalam batas dan nadi)
normal □ Monitor hemodinamik status (MAP)
□ MAP dalam batas normal □ Kolaborasikan terapi cairan lewat infus
□ Denyut nadi dalam batas normal
□ Tidak terjadi penurunan Fluid Monitoring
□ Monitor input dan output cairan
kesadaran
□ Kadar hematocrit dalam batas
normal
□ Kadar serum elektrolit (BUN dan
osmolaritas urin) dalam batas
normal)
□ Turgor kulit elastis
□ Intake dan output cairan 24 jam
seimbang

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
4. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. NIC :
jam diharapkan mampu mempertahankan Temperature Regulation
suhu tubuh dalam rentang normal dengan □ Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam , sesuai

24
kriteria : kebutuhan
NOC : □ Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu,
Thermoregulation sesuai kebutuhan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal □ Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi,
(36,50C – 37,50C) sesuai kebutuhan
□ Monitor suhu dan warna kulit
□ Denyut nadi dalam rentang normal
□ Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala
□ Respirasi dalam batas normal (16 –
dari hipertermia
20x/menit) □ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
□ Tidak menggigil □ Instruksikan pasien bagaimana mencegah
□ Tidak dehidrasi keluarnya panas dan serangan panas
□ Tidak mengeluh sakit kepala □ Diskusikan pentingnya termoregulasi dan
□ Warna kulit normal kemungkinan efek negatif dari demam yang
Vital Sign berlebihan, sesuai kebuthan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal □ Informasikan pasien mengenai indikasi
(36,50C – 37,50C) adanya kelelahan akibat panas dan
□ Denyut jantung normal (60-100 penanganan emergensi yang tepat, sesuai
x/menit) kebutuhan
□ Irama jantung normal □ Gunakan matras pendingin, selimut yang
□ Tingkat pernapasan dalam rentang mensirkulasikan air, mandi air hangat,
normal (16-20 x/menit) kantong es atau bantalan jel, dan kateterisasi
□ Irama napas vesikuler pendingin intravaskuler untuk menurunkan
□ Tekanan darah sistolik dalam rentang
suhu tubuh, sesuai kebutuhan
normal (90-120 mmHg) □ Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan
□ Tekanan darah diastolik dalam
pasien
rentang normal (70-90 mmHg) □ Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah
□ Kedalaman inspirasi dalam rentang
atau mengontrol menggigil
normal □ Berikan pengobatan antipiretik, sesuai
Hidration

25
□ Turgor kulit elastis kebutuhan
□ Membran mukosa lembab
□ Intake cairan adekuat Fever Treatment
□ Output urin □ Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
□ Tidak merasa haus □ Monitor warna kulit dan suhu
□ Warna urin tidak keruh □ Monitor asupan dan keluaran, sadari
□ Tekanan darah dalam rentang normal perubahan kehilangan cairan yang tak
□ Denyut nadi dalam rentang normal dirasakan
dan adekuat □ Beri obat atau cairan IV (misalnya, antipiretik,
□ Tidak ada peningkatan hematokrit
agen antibakteri, dan agen anti menggigil )
□ Tidak ada penurunan berat badan’ □ Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
□ Otot rileks
□ Tidak mengalami diare ringan, tergantung pada fase demam (yaitu :
□ Suhu tubuh dalam rentang normal memberikan selimut hangat untuk fase
dingin ; menyediakan pakaian atau linen
tempat tidur ringan untuk demam dan fase
bergejolak /flush)
□ Dorong konsumsi cairan
□ Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
aktivitas-aktivitas jika diperlukan
□ Berikan oksigen yang sesuai
□ Tingkatkan sirkulasi udara
□ Pantau komplikasi-komplikasi yang
berhubungan dengan demam serta tanda dan
gejala kondisi penyebab demam (misalnya,
kejang, penurunan tingkat
kesadaran,ketidakseimbangan asam basa, dan
perubahan abnormalitas sel)
□ Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau

26
pada orang karena hanya menunjukkan
demam ringan atau tidak demam sama sekali
selama proses infeksi
□ Pastikan langkah keamanan pada pasien yang
gelisah
□ Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang
kering

Vital Sign Monitoring


□ Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernapasan dengan tepat
□ Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertermia
□ Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
□ Monitor sianosis sentral dan perifer
□ Monitor akan adanya kuku berbentuk clubbing
□ Monitor terkait dengan adanya tiga tanda
Cushing Reflex (misalnya : tekanan nadi lebar,
bradikardia, dan peningkatan tekanan darah
sistolik)
□ Identifikasi kemungkinan perubahan tanda-
tanda vital

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan catat output
pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya : membran
mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan
tekanan darah ortostatik)

27
□ Monitor hasil laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan (misalnya : peningkatan
berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
hematokrit, dan peningkatan kada osmolalitas
urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda
dan gejala kelebihan volume cairan memburuk

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No
Keperawatan (NOC) (NIC)
5. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC
selama ..x.. jam diharapkan perdarahan Bleeding Precautions
tidak terjadi dengan kriteria : □ Monitor dengan ketat resiko terjadinya perdarahan
NOC : pada pasien
□ Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan
Blood Loss Severity
setelah pasien kehilangan darah sesuai indikasi
□ Tidak terjadi kehilangan darah yang
□ Monitor tanda dan gejala perdarahan menetap (contoh :
terlihat
cek semua sekresi darah yang terlihat jelas maupun
□ Tidak terjadi hematuria
□ Tidak ada darah yang terlihat yang tersembunyi/ for frank or accult blood)
□ Monitor komponen koagulasi darah (termasuk
keluar dari anus
□ Tidak terjadi hemoptysis Protrombin time (PT), Partial Thromboplastin Time
□ Tidak terjadi hematemesis (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin/ split products, dan

28
□ Tidak terjadi distensi abdomen trombosit hitung dengan cara yang tepat
□ Tidak terjadi perdarahan vagina □ Monitor tanda-tanda vital ortostatik, termasuk tekanan
□ Tidak terjadi perdarahan paska darah
pembedahan □ Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi
□ Tidak terjadi penurunan tekanan perdarahan aktif
darah sistol (< 90 mmHg) □ Berikan produk-produk penggantian darah (misalnya,
□ Tidak terjadi penurunan tekanan trombosit dan Plasma Beku Segar (FFP)) denga cara
darah diastolic (< 70 mmHg) yang tepat
□ Tidak terjadi peningkatan denyut □ Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
nadi apical (> 100x/menit) perdarahan
□ Suhu tubuh dalam batas normal □ Hindarkan pemberian injeksi (IV, IM atau Subkutan)
(36,5˚C – 37,5˚C) dengan cara yang tepat
□ Kulit dan membrane mukosa tidak □ Instruksikan pasien-pasien yang masih bisa berjalan
pucat untuk selalu menggunakan sepatu
□ Pasien tidak cemas □ Gunakan sikat gigi yang berbulu lembut untuk
□ Tidak terjadi penurunan kognisi perawatan rongga mulut
□ Tidak terjadi penurunan □ Gunakan alat cukur elektrik daripada menggunakan
hemoglobin (Hgb) silet
□ Tidak terjadi penurunan hematokrit □ Beritahu pasien untuk pencegahan tindakan-tindakan
(Hct) invasive, jika tidak dapat dihindari, monitor dengan
ketat tanda-tanda perdarahan
□ Lakukan prosedur invasive bersamaan dengan
pemberian transfuse trombosit (TC) atau plasma segar
beku (FFP), jika dibutuhkan
□ Hindari mengangkat benda berat
□ Berikan obat-obatan (misalnya, antasida) jika
diperlukan
□ Instruksikan pasien untuk menghindari konsumsi
aspirin atau obat-obatan antikoagulan

29
□ Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan
yang kaya vitamin K
□ Cegah konstipasi (misalnya, memotivasi untuk
meningkatkan asupan cairan dan mengonsumsi
pelunak feses) jika diperlukan
□ Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan mengambil tindakan yang
tepat jika terjadi perdarahan (misalnya, lapor kepada
perawat )
Bleeding Reduction
□ Identifikasi penyebab perdarahan
□ Monitor pasien akan perdarahan secara ketat
□ Beri penekanan langsung atau penekanan pada balutan,
jika sesuai
□ Beri kompres es pada daerah yang terkena dengan
tepat
□ Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
□ Monitor ukuran dan karakter hematoma, jika ada
□ Perhatikan kadar hemoglobin/ hematokrit sebelum dan
sesudah kehilangan darah
□ Monitor kecenderungan dalam tekanan darah serta
parameter hemodinamik, jika tersedia (misalnya,
tekanan vena sentral dan kapiler paru/ artery wedge
pressure)
□ Monitor status cairan, termasuk asupan (intake) dan
haluaran (output)
□ Monitor tinjauan koagulasi, termasuk waktu
prothrombin (Prothrombin Time / PT), waktu
thromboplastin parsial (Partial Thrombioplastin Time /

30
PTT), fibrinogen, degradasi Fibrin/ produk split, dan
jumlah trombosit dengan tepat
□ Monitor penentu dari jaringan pelepasan oksigen
(misalnya, PaO2, SaO2, dan kadar hemoglobin dan
cardiac output), jika tersedia
□ Monitor fungsi neurologis
□ Periksa perdarahan dari selaput lendir, memar setelah
trauma minimal, mengalir dari tempat tusukan, dan
adanya peteki
□ Monitor tanda dan gejala perdarahan peristen (yaitu :
periksa semua sekresi darah yang tampak ataupun yang
tersembunyi / okultisme)
□ Atur ketersediaan produk-produk darah untuk
transfuse, jika perlu
□ Pertahankan kepatenan akses IV
□ Beri produk-produk darah (misalnya, trombosit dan
plasma beku segar), dengan tepat
□ Lakukan hematest semua kotoran dan amati darah pada
emesis, dhak, tinja, urin, drainase NG, dan drainase
luka, dengan tepat
□ Lakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam
menangani produk darah atau sekresi yang berdarah
□ Evaluasi respon psikologis pasien terhadap perdarahan
dan persepsinya pada peristiwa (perdarahan)
□ Instruksikan pasien dan keluarga akan tanda-tanda
perdarahan dan tindakan yang tepat (yaitu,
memberitahu perawat), bila perdarahan lebih lanjut
terjadi

31
□ Instruksikan pasien akan pembatasan aktivitas
□ Instruksikan pasien dan keluarga mengenai tingkat
keparahan kehilangan darah dan tindakan-tindakan
yang tepat untuk dilakukan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
6. Risiko syok Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC:
…..x…. jam diharapkan tidak terjadi syok Shock Prevention
dengan kriteria hasil : □ Monitor tanda-tanda vital (nadi, tekanan
NOC: darah, RR)
Shock Severity: Anaphylactic □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
□ Tidak terjadi penurunan sistolik secara perfusi
drastis □ Perbaiki jalan napas pasien jika
□ Tidak terjadi penurunan diastolik secara diperlukan
drastis □ Monitor tanda-tanda kegagalan
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate pernapasan (PaO2 rendah, PaCO2
secara drastis tinggi)
□ Tidak ada aritmia □ Kolaborasi pemberian O2 atau ventilasi
□ Tidak ada suara napas tambahan mekais jika diperlukan
(wheezing dan stridor) □ Kolaborasi pemberian cairan infus
□ Tidak ada dispneu □ Lakukan pemeriksaan EKG pada pasien
□ Edema berkurang/hilang Anaphylaxis Management
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran □ Kolaborasi pemberian epinephrine yang
NOC: diencerkan 1:1000 disesuaikan dengan

32
Shock Severity: Cardiogenic usia pasien
□ MAP dalam batas normal (60-100) □ Monitor tnda-tanda syok seperti
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik kesulitan bernapas, aritmia, kejang, dan
secara drastis hipotensi
□ Tidak terjadi penurunan tekanan □ Kolaborasi pemberian spasmolitik, anti
diastolik secara drastis histamin atau kortikosteroid jika ada
□ CRT < 3 detik reaksi alergi (urtikaria, angioedema, atau
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate bronkospasme)
secara drastis
□ Nadi teraba kuat Cardiac care
□ Nyeri dada berkurang □ Monitor status kardiovaskuler
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis □ Monitor pernapasan untuk tanda gejala
□ Tidak ada sianosis dari gagal jantung
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas □ Evaluasi kejadian nyeri dada sebelum
normal masuk rumah sakit
□ Lakukan pengkajian komperhensif pada
sirkulasi perifer
NOC: □ Monitor hasil laboratorium (mis.
Shock Severity: Hypopholemic elektrolit)
□ MAP dalam batas normal (60-100) Bleeding reduction
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik □ Identifikasi penyebab perdarahan
secara drastis □ Monitor jumlah perdarahan
□ Tidak terjadi penurunan tekanan □ Monitor kadar hematokrit
diastolik secara drastis □ Kolaborasi pemberian transfusi darah
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate
secara drastis
□ CRT < 3 detik

33
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis
□ Tidak ada sianosis
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas
normal
□ Hematocrit dalam batas normal
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
NOC:
Shock Severity: Neurogenic
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan tekanan
diastolik secara drastis
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada perubahan RR secara drastis
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas
normal
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
□ Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
NOC:
Shock Severity: Septic
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan tekanan
diastolik secara drastis
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis

34
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
□ Tidak terjadi perubahan suhu tubuh
secara drastic

35
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Enselofati Dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat yang
dihubungkan dengan infeksi dengue baik pada Demam Berdarah Dengue
(DBD) atau Demam Dengue (DD) akibat kebocaran plasma dan sebagai
komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Enselofati Dengue merupakan

36
salah satu klasifikasi infeksi virus dengue dengan gejala yang disertai
gangguan sistem organ, dalam hal ini adalah sistem saraf pusat.
Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh syok berat akibat syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan ataupun kelebihan cairan, tetapi dapat
juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti
hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Selain itu, ensefalopati juga dapat disebabkan karena
sindrom Reye, penggunaan obat hepatotoksik, perdarahan intrakranial, edema
serebral, gagal hati, atau gagal ginjal atau keduanya

B. SARAN
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang
tepat dan benar sehingga klien dengan ensefalopati dengue bisa segera
ditangani dan diberikan perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan
bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan untuk
membantu kilen dengan ensefalopati dengue.

37
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.


M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba
Medika. Jakarta.
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media
Aesculopius
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak.Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003.Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-
2006, Philadelphia USA
Rohim, Abdul. 2004. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suriadi., Yulianti, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV Agung Seto
Wahidayat, Iskandar. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info Media

Anda mungkin juga menyukai