Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan

kesehatan bagi masyarakat umum. Semakin pesatnya pertumbuhan rumah

sakit saat ini membuat persaingan diantara rumah sakit semakin ketat pula.

Rumah sakit perlu melakukan peningkatan kualitas pelayanan (service

quality) yang mereka berikan kepada para pasien untuk memenangkan

persaingan tersebut. Dalam mencapai keunggulan pelayanan rumah sakit,

salah satu aspek penting yang harus diperhatikan adalah aspek sumber daya

manusia karena aspek ini yang berhubungan langsung dengan pengguna

jasanya.

Keberadaan sumber daya manusia menjadi hal yang tidak dapat

dipisahkan dari perusahaan dan memiliki peran yang sangat penting untuk

keberlangsungan eksistensi perusahaan tersebut. Sumber daya manusia yang

berkualitas dapat membuat perusahaan melaksanakan fungsi-fungsi

organisasi secara optimal sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan

tersebut. Kualitas SDM suatu rumah sakit salah satunya bisa diukur dari

kinerja perawatnya. Perawat memiliki peran yang sangat vital di rumah sakit

karena perawat secara intensif berinteraksi dengan pasien selama 24 jam

melayani pasien dibandingkan dengan tenaga medis maupun karyawan lain.

Keberhasilan pelayanan rumah sakit yang diterima oleh pasien ditentukan


2

dari kinerja perawatnya. Untuk itu, kinerja perawat perlu mendapatkan

perhatian yang serius dari pihak manajemen rumah sakit.

Menurut Hasibuan (2005) kinerja diartikan sebagai hasil kerja yang telah

dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Jika

kinerja karyawan mengalami penurunan maka hal tersebut juga akan

berpengaruh juga pada kinerja perusahaan tersebut.

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Cepu merupakan rumah sakit swasta

yang ada di kecamatan Cepu kabupaten Blora Jawa Tengah. Rumah sakit ini

selalu berusaha memberikan pelayanan kesehatan yang optimal untuk para

pasiennya dimana hal ini merupakan gambaran dari kinerja perawat yang

baik. Dalam penelitian ini, dilatarbelakangi oleh adanya fenomena penurunan

kinerja perawat ruang rumah sakit PKU Muhammadiyah Cepu. Hal tersebut

dapat ditunjukkan melalui tabel 1.1 mengenai persentase kinerja perawat

ruang RS PKU Muhammadiyah Cepu pada kurun waktu tahun 2014 – 2016

sebagai berikut :
3

Tabel 1.1

Persentase kinerja perawat ruang RS PKU Muhammadiyah Cepu

tahun 2014 – 2016

Tahun Persentase Keterangan

(%)

2014 90,00 Baik

2015 88,62 Baik

2016 86,00 Baik

Sumber : Bagian Kepegawaian RS PKU Muhammadiyah Cepu

Dari hasil penilaian kinerja perawat yang dilakukan oleh bagian

kepegawaian RS PKU Muhammadiyah Cepu diketahui bahwa kinerja perawat

sudah dikategorikan baik namun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini yakni

dari tahun 2014 sampai 2016 berturut- turut persentase kinerja perawat mengalami

penurunan.

Dari hasil wawancara dengan bapak Sampar bagian kepegawaian RS PKU

Muhammadiyah Cepu diketahui bahwa salah satu hal yang menjadi masalah

perawat dan mempengaruhi kinerja perawat adalah tingkat kedisiplinan perawat

itu sendiri. Beliau mengatakan bahwa kedisplinan perawat dirasa masih kurang

dan masih banyak perawat yang melanggar peraturan terutama masalah

keterlambatan. Disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati

semua peraturan yang ada dalam perusahaan dan juga norma-norma sosial yang

berlaku (Hasibuan,2011). Disiplin kerja sangat penting untuk ditegakkan karena

akan berdampak pada kinerja karyawan yang secara tidak langsung juga
4

mempengaruhi kualitas kinerja perusahaan itu sendiri. Dengan disiplin kerja yang

baik, maka karyawan dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan oleh perusahaan sehingga target terpenuhi dan kinerja karyawan juga

meningkat pula.

Tingkat kedisplinan perawat ruang RS PKU Muhammadiyah Cepu masih

tergolong rendah. Dari sebanyak 101 perawat yang dimiliki oleh RS PKU

Muhammadiyah Cepu sekitar 30% perawat yang melakukan pelanggaran

kedisiplinan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data sebagai berikut :

Tabel 1.2

Rekapan Data Keterlambatan, Pulang Cepat, Absen , Dan Lupa Absensi


Perawat RS PKU Muhammadiyah Cepu
Bulan November 2016 – Maret 2017

Bulan Terlam Terlambat Pulang Pulang Absen Absen Lupa Lupa


bat (%) Cepat Cepat (%) Abse Absensi
(%) nsi (%)

NOV 16 32 32,32 9 9,09 1 1,01 19 19,2


DES 16 34 34,34 15 15,15 2 2,02 23 23,23
JAN 17 37 37,4 16 16,16 - - 17 17,2
FEB 17 29 29,3 10 10,10 2 2,02 13 13,13
MAR 17 35 35,35 13 13,13 1 1,01 21 21,21

Sumber : Data sekunder yang diolah,2017

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa masih banyak perawat ruang yang

kurang memperhatikan aspek-aspek kedisiplinan. Perawat masih sering datang

terlambat baik itu yang shift pagi, siang, maupun yang shift malam. Dalam satu

bulan, rata-rata perawat yang terlambat berjumlah 30 orang. Selain itu perawat

juga sering pulang lebih cepat dari jam kerja yang telah ditetapkan ketika akan
5

pergantian shift. Perawat juga ada yang absen tanpa keterangan yang jelas bahkan

mereka juga ada yang lupa untuk melakukan absensi setelah selesai melakukan

pekerjaan. Hal tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi kinerja perawat dan

berdampak pada pelayanan yang mereka berikan kepada pasien. Rumah sakit ini

belum menerapkan atau memberikan sanksi (Punishment) yang tegas bagi

karyawan yang melanggar kedisiplinan, sehingga karyawan bisa secara bebas

datang terlambat.

Dalam konteks kedisiplinan, peran pemimpin sangat penting karena

pemimpin harus memberikan contoh yang baik terkait disiplin kerja yang dapat di

jadikan contoh oleh para bawahannya. Ketika pemimpinnya menaati peraturan

maka secara tidak langsung hal tersebut akan di tiru oleh bawahannya sehingga

kedisiplinan bisa ditegakkan dengan baik di perusahaan tersebut.

Selain masih rendahnya tingkat kedisiplinan perawat, permasalahan lain

yang dialami oleh perawat ruang RS PKU Muhammadiyah Cepu adalah stres

kerja. Berdasarkan kuesioner prasurvei yang telah disebarkan kepada 20 orang

perawat RS PKU Muhammadiyah Cepu diketahui bahwa salah satu faktor yang

diindikasikan menjadi penyebab penurunan kinerja tersebut adalah faktor stres

kerja. Rekapan hasil kuesioner prasurvei dijelaskan pada tabel 1.3 dibawah ini.
6

Tabel 1.3

Hasil Prasurvei

No. Variabel (faktor penyebab) Jumlah jawaban


1. Kompensasi 4
2. Lingkungan kerja 3
3. Kepuasan kerja 7
4. Komitmen organisasi 2
5. Stres kerja 14
6. Keamanan kerja 5
7. Gaya kepemimpinan 5
8. Beban kerja 5
9. Motivasi kerja 12
10. Budaya Organisasi 3
TOTAL 60
Sumber : Kuesioner prasurvei, 2017

Stres merupakan suatu keadaan atau kondisi ketegangan yang mempengaruhi

emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres kerja dapat diartikan sebagai

persepsi responden terhadap berbagai kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan

maupun kondisi pribadi karyawan (Hani Handoko, 2001:148). Perawat rawan

mengalami stres kerja karena beban kerja yang mereka emban cukup banyak dan

hal tersebut pasti sangat melelahkan. Terlebih lagi setiap hari mereka dihadapkan

pada pekerjaan monoton yakni merawat dan berinteraksi dengan pasien yang

tentunya membuat perawat merasa bosan dan jenuh dengan pekerjaannya. Hal lain

yang dapat memicu stres kerja perawat yakni kurang jelasnya sistem promosi

yang ada di rumah sakit tersebut. Ketidakjelasan dalam sistem promosi tersebut

membuat para perawat kurang termotivasi dalam bekerja sehingga membuat

mereka merasa stres karena pekerjaan mereka kurang dihargai oleh atasan

sehingga membuat kinerja perawat menjadi kurang maksimal.


7

Penelitian mengenai pengaruh kedisiplinan dan stres kerja terhadap kinerja

perawat menunjukkan hasil yang beragam. Dalam penelitian Yoga Arsyenda

(2013) menunjukkan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Galih

Rakasiwi (2014) yang menunjukkan hasil bahwa disiplin kerja berpengaruh

negatif signifikan terhadap kinerja pegawai. Dalam penelitiannya Shahu dan Gole

(2008, dalam Nicko Permana 2006) menunjukan bahwa stres kerja berpengaruh

negatif (-0,377) dan kepuasan kerja berpengaruh positif (0,259) terhadap kinerja.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Yenhui Ouyang (2009, dalam

Luthfan 2011) menunjukan bahwa stress kerja berpengaruh positif dan signifikan

(0,104, p < 0,05) terhadap kinerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan diatas, dapat diketahui

bahwa masalah yang dihadapi oleh RS PKU Muhammadiyah Cepu adalah

menurunnya kinerja perawat ruang, terbukti dengan menurunnya persentase

pencapaian kinerja perawat ruang selama tiga tahun terakhir. Kinerja perawat

yang kurang optimal tersebut diindikasikan terjadi karena masih rendahnya

tingkat kedisplinan kerja perawat dan adanya stres kerja pada perawat ruang.

Selain itu juga adanya research gap dari penelitian yang dilakukan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya mengenai pengaruh disiplin kerja dan stres kerja

terhadap kinerja karyawan.


8

Dari permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini

adalah

1. Bagaimana pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja perawat ruang RS PKU

Muhammadiyah Cepu ?

2. Bagaimana pengaruh stres kerja terhadap kinerja perawat ruang RS PKU

Muhammadiyah Cepu?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja perawat ruang

RS PKU Muhammadiyah Cepu

2. Untuk menganalisis pengaruh stes kerja terhadap kinerja perawat ruang RS

PKU Muhammadiyah Cepu.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi RS PKU Muhammadiyah Cepu

Dapat dijadikan bahan kajian oleh RS PKU Muhammadiyah Cepu dalam

pengambilan keputusan dalam upaya melakukan langkah-langkah yang

diperlukan untuk meningkatkan kinerja perawat.

2. Bagi Akademisi
9

Dapat dijadikan landasan atau sumber referensi bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian tentang obyek yang sama atau yang berhubungan di masa

mendatang.

3. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam

melakukan penelitian terhadap suatu masalah.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi lima bagian dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang munculnya judul penelitian,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TELAAH PUSTAKA

Bab ini mengenai teori-teori yang menyangkut penelitian sehingga dapat

dijadikan sebagai acuan dalam landasan teori, tinjauan penelitian terdahulu,

kerangka pemikiran teoritis serta hipotesis yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis variabel yang digunakan dalam penelitian, definisi

operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode

pengumpulan data dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN


10

Bab ini menjabarkan tentang gambaran umum perusahaan, hasil analisis data

dan pembahasan penelitian yang dilakukan.

BAB V: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang dapat dirangkum dari bab-bab

sebelumnya.
11

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

2.1.1. Kinerja Karyawan

2.1.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Hani Handoko (2001) kinerja merupakan suatu tindakan yang

dilakukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

Menurut Hasibuan (2001) kinerja sebagai prestasi kerja, yang merupakan suatu

hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009) kinerja adalah hasil kerja baik

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

hasil yang diperoleh atau dicapai oleh karyawan setelah melakukan usaha atau

kerja keras untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang telah

diberikan kepadanya.

Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang

diberikan pada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas

pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek

keperawatan. Tenaga perawat merupakan tenaga yang paling banyak dan paling
12

lama kontak dengan pasien, maka kinerja perawat harus selalu ditingkatkan dalam

pemberian asuhan keperawatan.

2.1.1.2 Karakteristik Kinerja Karyawan

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2004) karakteristik orang yang

mempunyai kinerja tinggi sebagai berikut :

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2. Berani mengambil resiko yang dihadapi.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi

tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan

kerja yang dilakukannya.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

2.1.1.3 Faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa kinerja

karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Faktor Kemampuan Secara Psikologis

Merupakan kemampuan karyawan yang terdiri dari kemampuan potensi (IQ)

dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu karyawan perlu

dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.

b. Faktor Motivasi
13

Merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan terarah untuk mencapai

tujuan kerja, faktor motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) seorang karyawan

dalam menghadapi situasi (Situation) kerja.

2.1.1.4 Indikator Kinerja Karyawan (Perawat)

Indikator kinerja perawat yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

penerapan penilaian kinerja di RS PKU Muhammadiyah Cepu dan sudah menjadi

KPI (Key Performance Indicator) penilaian kinerja perawat ruang dimana

persepsi perawat tentang tingkat pencapaian dalam melakukan asuhan

keperawatan, meliputi :

1. Loyalitas

2. Prestasi Kerja

3. Disiplin Kerja

4. Tanggung jawab

5. Perbuatan tidak tercela

6. Kerjasama

2.1.2 Disiplin Kerja

2.1.2.1 Pengertian Disiplin Kerja

Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan karena

berhubungan positif dengan kinerja karyawan. Semakin baik disiplin kerja

karyawan maka semakin tinggi pula prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa

disiplin kerja yang baik, perusahaan akan sulit dalam mewujudkan hasil yang

optimal.
14

Menurut Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa kedisiplinan adalah

kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin kerja merupakan suatu alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka

bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati peraturan perusahaan

serta norma – norma sosial yang berlaku yakni disiplin kerja (Rivai,2004).

Disiplin kerja merupakan sikap, tingkah laku, maupun perbuatan yang

sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis dan jika karyawan

melanggar peraturan tersebut maka akan ada sanksi atau hukuman yang

diterimanya. Karyawan dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang

bersangkutan konsekuen, konsisten, taat, dan bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap tugas yang mereka kerjakan (Rivai,2004).

2.1.2.2 Bentuk – bentuk Disiplin Kerja

Menurut Rivai (2004) terdapat empat (4) perspektif daftar yang menyangkut

disiplin kerja, yaitu :

1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline)

Disiplin retributif adalah berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

Ketika karyawan membuat suatu kesalahan maka karyawan tersebut

mendapatkan sanksi atau hukuman atas perbuatannya.

2. Displin Korektif (Corrective Discipline)

Disiplin korektif adalah berusaha membantu karyawan mengoreksi

perilakunya yang tidak tepat sehingga karyawan tidak mendapatkan


15

hukuman. Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perusahaan harus

diperlakukan sebagai masalah-masalah yang dikoreksi daripada sebagai

pelanggaran-pelanggaran yang mesti dihukum.

3. Perspektif Hak-Hak Individu (Individuals Rights Perspective)

Perspektif hak-hak individu adalah berusaha melindungi hak-hak dasar

individu selama tindakan-tindakan disipliner. Disiplin hanya tepat jika

terdapat alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman. Hak-hak karyawan

lebih diutamakan daripada tindakan disiplin.

4. Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective)

Perspektif utilitarian adalah berfokus kepada penggunaan disiplin hanya

pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-

dampak negatifnya.

2.1.2.3 Indikator Disiplin Kerja

Rivai (2004) menjelaskan bahwa disiplin kerja memiliki beberapa indikator,

diantaranya :

1. Kehadiran

Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan,

dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa

untuk terlambat dalam bekerja.

2. Ketaatan pada peraturan kerja

Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur

kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh

perusahaan.
16

3. Ketaatan pada standar kerja

Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap

tugas yang diamanahkan kepadanya.

4. Tingkat kewaspadaan tinggi

Karyawan yang memiliki kewaspadaan yang tinggi akan selalu berhati –

hati, penuh perhitungan, dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu

menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.

5. Bekerja etis

Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan ke

pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini

merupakan salah satu bentuk tindakan indispliner, sehingga bekerja etis

sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.

2.1.3 Stres Kerja

2.1.3.1 Pengertian Stres Kerja

Menurut Handoko (2001) stres adalah suatu keadaan yang mempengaruhi

emosi proses berfikir dan kondisi seseorang. Pernyataan tersebut menyatakan

bahwa stres adalah kondisi tegang dari emosi dan proses berfikir dalam mengatasi

hambatan dalam lingkungannya. Stres dapat pula diartikan sebagai bentuk reaksi

emosional dan fisikal yang muncul dalam menanggapi tuntutan dari dalam

maupun dari luar organisasi.

Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008) stres kerja adalah

perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres


17

kerja tampak dari symptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang,

suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas,

tegang, gugup, tekanan darah, meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diartikan bahwa stres kerja adalah

suatu keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang serta dapat

menganggu pekerjaan seseorang. Stres harus dapat dikelola dengan baik sehingga

jangan sampai menggangu pekerjaan seseorang.

2.1.3.2 Faktor Penyebab Timbulnya Stres

Menurut Robbins (2006) ada beberapa penyebab stres dalam pekerjaan,

yaitu:

1. Faktor Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur organisasi,

ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan para

karyawan dalam organisasi tersebut.

a. Ketidakpastian Ekonomi

Ketidakpastian harga barang yang cenderung untuk terus naik sedangkan

kenaikan gaji karyawan tidak terlalu signifikan dengan kenaikan harga

barang dan bahkan gaji karyawan cenderung tetap hal inilah yang akan

membuat karyawan menjadi stres karena kebutuhan pokoknya tidak

tercukupi.

b. Ketidakpastian Politis
18

Batasan birokrasi menjadi salah satu sumber stres yang berhubungan

dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tertekan atau stres apabila

karyawan merasa ada ancaman terhadap perubahan politik.

c. Ketidakpastian Teknologis

Inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang

karyawan usang dalam waktu yang sangat pendek oleh karena itu

ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan

stres, komputer, robotika, otomatisasi dan ragamragam lain dari inovasi

teknologis merupakan ancaman bagi banyak organisasi yang menyebabkan

stres.

2. Faktor Organisasi

Faktor organisasi yang dapat menimbulkan stres diantaranya tekanan

untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu

kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan. Faktor-faktor

tersebut dikategorikan di sekitar tuntutan tugas, tuntutan peran dan

tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan

tingkat hidup organisasi.

a. Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan

seorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja,

dan tata letak kerja fisile Lini perakitan dapat memberi tekanan pada

orang bila kesepakatan dirasakan berlebihan. Makin banyak


19

kesalingtergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang yang

lain, makin potensial stres.

b. Tuntutan Peran

Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada

seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan

dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan

hampir tidak bisa dirujukkan atau dipuaskan.

c. Tuntutan Antar Pribadi

Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan

lain kurangnya dukungan sosial, rekan-rekan, dan hubungan pribadi

yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, teristimewa

diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.

d. Struktur Organisasi

Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi (pembedaan)

dalam organisasi, tingkat aturan dan pengaturan serta dimana

keputusan diambil, aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi

dalam keputusan mengenai seorang karyawan, bila kebijakan yang

dibuat oleh struktur organisasi tidak memperhatikan perbedaan dalam

organisasi maka akan dapat menimbulkan stres bagi karyawan karena

kebijakan yang sepihak.

e. Kepemimpinan Organisasi

Gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi beberapa pejabat

eksekutif keputusan menciptakan suatu budaya yang' dicirikan oleh


20

ketegangan, rasa takut dan kecemasan karyawan membangun tekanan

yang tidak realistis untuk berprestasi dalam jangka pendek,

memaksakan pengawasan yang berlebihan ketatnya dan secara rutin

memecat karyawan yang tidak dapat mengikutinya.

f. Tahap Hidup Organisasi

Organisasi berjalan melalui suatu siklus, didirikan, tumbuh dan

menjadi dewasa dan akhirnya merosot. Suatu, tahap kehidupan

organisasi yaitu dimana dia ada dalam daur empat tahap ini,

menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan.

Tahap pendirian dan kemerosotan terutama penuh dengan stres yang

pertama didirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidakpastian,

pemberhentian dan suatu perangkat ketidakpastian yang berbeda stres

cenderung paling kecil dalam tahap dewasa dimana ketidakpastian

berada pada titik terendah.

3. Faktor Individual

Faktor individual disini bisa mencakup faktor-faktor dalam kehidupan

pribadi karyawan diantaranya isu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan

karakteristik kepribadian yang intern.

a. Masalah Keluarga

Keluarga secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap

hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang berharga.

Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin


21

pada anak-anak merupakan contoh dari masalah hubungan yang

menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

b. Masalah Ekonomi

Masalah ekonomi diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan.

Sumber daya keraguan karyawan merupakan suatu perangkat kesulitan

pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan

mengganggu perhatian karyawan terhadap kerja.

c. Kepribadian

Suatu faktor individual penting yang mempengaruhi stres adalah

kodrat kecenderungan dasar dari seseorang, artinya gejala stres yang

diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya mungkin berasal dalam

kepribadian orang itu.

2.1.3.3 Akibat-akibat Stres

Menurut Robbins (2006) akibat stres umumnya digolongkan menjadi tiga

yaitu :

1. Gejala Fisik

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme,

meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan

tekanan darah, menimbulkan sakit kepala serta menyebabkan

serangan jantung.

2. Gejala Psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan

pekerjaan, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah,


22

kebosanan dan suka menunda-nunda pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan

yang memberikan keragaman, arti penting, otonomi, umpan balik,

dan identitas tingkatan rendah pada penanggung pekerjaan akan

menciptakan stres dan mengurangi kepuasan serta keterlibatan dalam

pekerjaan itu.

3. Gejala Perilaku

Stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam

produktivitas, turn over karyawan tinggi, tingkat absensi yang tinggi

dan kecelakaan kerja.

2.1.3.4 Indikator Stres Kerja

Menurut Robbins (2006) indikator yang dipakai dlam mengukur stres kerja

antara lain sebagai berikut :

1) Beban Pekerjaan Yang Berlebihan

2) Ketidakjelasan Peran

3) Tuntutan Antar Pribadi Yang Saling Bertentangan

4) Kurangnya Kerjasama Dalam Struktur Organisasi

5) Standar Kerja Atasan Yang Sulit Dipenuhi

6) Ketidakjelasan Promosi

2.2 Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan disiplin kerja

dan stres kerja yang berpengaruh terhadap kinerja perawat atau karyawan.
23

1. Penelitian yang dilakukan oleh Warraich Usman Ali dkk pada tahun 2014

dalam jurnal penelitiannya “Impact of Stress on Job Performance: An

Empirical study of the Employees of Private Sector Universities of

Karachi, Pakistan” menemukan pengaruh negatif stres terhadap kinerja

133 karyawan dimana beban kerja , konflik peran dan ketidakcukupan gaji

merupakan penyebab utama terjadinya stres kerja karyawan di universitas

yang mana hal ini dapat mengurangi kinerja mereka.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurhendar dan Sri Sukemi (2007:1-18)

dalam jurnal penelitiannya “Pengaruh Stres Kerja dan Semangat Kerja

terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi CV. Aneka Ilmu Semarang”

menemukan pengaruh negatif stres kerja terhadap kinerja karyawan 68

karyawan. Dalam jurnal ini ditemukan tenaga kerja bagian produksi

mengalami stres kerja dalam memenuhi kinerjanya yang ditandai dengan

persepsi responden sehubungan dengan penyebab stres kerja yang ada

diperusahaan diantarnya beban kerja, tekanan waktu, gaya kepemimpinan

serta gejala stress yang dirasakan oleh responden seperti bosan dengan

pekerjaan dan keletihan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrin Arshadi dan Hojat Damiri dalam

jurnal penelitiannya “The Relationship of Job Stress with Turnover

Intention and Job Performance: Moderating Role of OBSE” menemukan

pengaruh negatif stres kerja terhadap kinerja karyawan. Data dikumpulkan

dari 286 karyawan dari Iranian National Drilling Company (INDC) yang

dipilih secara acak dengan analisis regresi.


24

4. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar Prabu Mangkunegara dan Abdul

waris dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Effect of

Training,Competence,and Discipline on employee performance in

company (Case Study in PT Asuransi Bangun Askrida) menunjukkan

bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja dengan R2 =

0,62 dengan jumlah sample sebesar 130 karyawan dengan metode survei

dan menggunakan alat analisis regresi linier berganda.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Rusman dalam jurnal penelitiannya

yang berjudul “Peran Kepemimpinan Dan Kebijakan Disiplin Dalam

Mempengaruhi Kinerja Perawat Di Rspad Gatot Soebroto Ditkesad

Jakarta” menunjukkan hasil bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap

kinerja karyawan dengan nilai p value = 0,049 R = 0,775. Sampel dalam

penelitian ini berjumlah 70 orang perawat dengan menggunakan alat

analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi berganda.

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Disiplin kerja merupakan suatu hal penting yang diperhatikan oleh

perusahaan karena dengan adanya kedisiplin semua akan dapat berjalan

sesuai dengan apa yang direncanakan dan juga tujuan perusahaan akan

dapat dengan mudah tercapai. Setiap perusahaan berusaha untuk

menegakkan kedisiplinan agar karyawan dapat bekerja sesuai dengan

peraturan dan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga


25

kinerja karyawan dapat dimaksimalkan. Semakin tinggi atau semakin

baiknya kedisiplinan karyawan dalam perusahaan maka akan semakin

tinggi pula hasil kerja yang dapat dicapai oleh karyawan. Pernyataan

tersebut didukung oleh penelitian resa almustofa (2014) dimana disiplin

kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Disiplin Kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.3.2 Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Stres kerja menunjukkan pada kondisi seseorang yang timbul dari

dalam maupun luar pekerjaan, ketika berinteraksi dengan individu lain. Jika

interaksi antar individu baik akan menghasilkan kinerja yang tinggi dan

stres kerja yang rendah. Stres kerja timbul ketika terjadi perubahan pada diri

individu karena tekanan-tekanan baik bersifat fisik maupun psikologis.

Veithzal Rivai (2004:15) mengatakan bahwa stres kerja merupakan kondisi

ketergantungan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan

psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang

karyawan.

Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan

salah (disfunctional) atau merusak prestasi kerja (T. Hani Handoko, 2008).

Tingkatan stres yang wajar justru dapat mendorong seseorang untuk

berprestasi. Namun apabila tingkat stres seseorang sudah besar maka hal

tersebut dapat mengganggu pelaksanaan kerja karyawan dan juga


26

berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan. Karyawan kehilangan

kemampuan untuk mengendalikan stres tersebut sehingga karyawan tidak

mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi

tidak teratur. Seseorang dapat kehilangan pekerjaannya atau diberhentikan

dari pekerjaannya karena sakit dan tidak kuat bekerja lagi akibat dari stres

yang sudah parah tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurhendar (2007) menunjukkan

bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja. Hasil ini sama

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rodziah Kurnia Dewi (2014)

yaitu stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja. Dari uraian tersebut

maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

H2 : Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja perawat.

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

DISIPLIN KERJA
H1

X1 KINERJA PERAWAT

Y
STRES KERJA
H2

X2
27

Sumber : Dikembangkan untuk penelitian ini,2017

2.5 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2010) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan

dalam bentuk pertanyaan.

Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu yang diuraikan

diatas, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai

berikut :

H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Disiplin Kerja terhadap

Kinerja Karyawan.

H2 : Terdapat pengaruh negatif antara stres kerja terhadap Kinerja

Karyawan.
28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian

Sugiyono (2004) menyatakan bahwa variabel penelitian merupakan suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari serta ditarik

kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan dua variabel yakni variabel bebas (X)

dan variabel terikat (Y) :

1. Variabel Bebas (independent) merupakan variabel yang memberi

pengaruh terhadap variabel terikat baik pengaruh positif maupun negatif

(Ferdinan,2006). Variabel ini tidak dapat dipengaruhi oleh variabel lain

karena sifatnya bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

atau variabel independen terdiri dari disiplin kerja dan stres kerja.

2. Variabel Terikat (dependent) merupakan variabel akibat yang

dipengaruhi variabel bebas, Suharsimi Arikunto (2006:119). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau variabel dependen

adalah kinerja perawat.

3.1.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini kemudian

jabarkan menjadi indikator empiris yang meliputi:


29

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No
Nama Notasi Definisi Indikator
Variabel

1 Disiplin X1 Disiplin kerja adalah 1. Kehadiran

Kerja sebagai suatu sikap, 2. Ketaatan pada

tingkah laku dan peraturan kerja

perbuatan yang sesuai 3. Ketaatan pada

dengan peraturan dari standar kerja

perusahaan yang tertulis 4. Tingkat

maupun tidak . kewaspadaan tinggi

Hasibuan (Rivai , 2004)

(2003)

2 Stres X2 Stres merupakan suatu 1. beban pekerjaan,

Kerja keadaan atau kondisi 2. tuntutan antar

ketegangan yang pribadi yang saling

mempengaruhi emosi, bertentangan,

proses berpikir dan 3. kurangnya

kondisi seseorang. kerjasama dalam

Hani Handoko struktur organisasi,

(2001:148). 4. standar kerja

atasan yang sulit

dipenuhi
30

5. ketidakjelasan

promosi

(Robbins,2006)

3 Kinerja Y Kinerja perawat 1. Loyalitas

Perawat menggambarkan hasil 2. Prestasi kerja

kerja dari aktifitas kerja 3. Tanggung jawab

perawat dalam 4. Ketaatan

pelaksanaan asuhan 5. Kejujuran

keperawatan dengan 6. Kerjasama

metode keperawatan di (KPI RS PKU

rumah sakit. Muhammadiyah

Cepu, 2016)

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan elemen yang berbentuk peristiwa, hal

atau orang yang bergabung dimana hal tersebut memiliki karakteristik

atau ciri yang sama sehingga menjadi perhatian bagi seorang peneliti

(Ferdinand,2006). Jadi, populasi merupakan keseluruhan dari subjek

yang akan diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat

RS PKU Muhammadiyah Cepu yang berjumlah 99 orang.


31

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Suharsimi Arikunto,2006). Jadi dari besarnya populasi yang ada dipilih

beberapa atau sebagian yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan

metode sampel total (total sampling) atau metode sensus. Sehingga

sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi yang

berjumlah 99 responden.

3.3. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, data ini yang pertama kali diamati dan dicatat. Data primer

dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan kuesioner (Ferdinand,

2006). Dalam penelitian ini data primer berupa hasil kuesioner dari

responden dan wawancara tentang pengaruh disiplin kerja dan stres kerja

terhadap kinerja perawat.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, data

ini mengacu pada informasi yang telah dikumpulkan dari sumber yang

sudah ada diluar responden (Sekaran,2011). Dalam penelitian ini

pengumpulan data sekunder diperoleh dari Bagian Kepegawaian RS PKU


32

Muhammadiyah Cepu yang meliputi profil RS PKU Muhammadiyah Cepu

, data kinerja perawat, dan data absensi perawat.

3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan bertatap muka

dengan narasumber atau responden yang terpilih melalui sesi tanya jawab.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada bagian kepegawaian dan

keperawatan RS PKU Muhammadiyah Cepu untuk mendapatkan data

penunjang penelitian.

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara responden diberikan sejumlah pertanyaan ataupun pernyataan

tertulis kemudian responden menjawabnya (Sugiyono, 2010). Dengan

diberikan angket pertanyaan tersebut diharapkan responden dapat

menjawab seobjektif mungkin menurut pendapat dan persepsi sendiri tanpa

adanya pengaruh dari pihak manapun. tipe pertanyaan angket tertutup dan

angket terbuka digunakan dalam penelitian ini . Angket tertutup merupakan

pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan

responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap

pertanyaan yang telah tersedia. Sedangkan angket terbuka merupakan

pertanyaan yang mengharapkan jawaban berbentuk uraian bebas dari

responden terhadap fenomena tertentu.


33

3.5 Metode Analisis Data

Suatu data dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian, maka perlu

dilakukan pengolahan dan analisis data terlebih dahulu untuk selanjutnya data

tersebut dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan sesuai rumusan masalah.

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

1. Analisis Kualitatif

a. Editing, adalah penelitian kembali data yang telah dikumpulkan

dengan menilai apakah data yang telah dikumpulkan tersebut cukup

baik atau relevan untuk diproses atau dioleh lebih lanjut (Tika, 2006).

b. Coding, adalah usaha pengkalsifikasian jawaban dari para responden

menurut macamnya. Coding data harus dilakukan secara konsisten

karena hal tersebut sangat menentukan reliabilitas. Tidak tercapainya

konsistensi dalam coding dapat berakibat terjadinya klasifikasi

jawaban yang lebih kompleks sehingga akan menimbulkan kesukaran

dalam mengklasifikasikan jawaban atau mengkategorikan jawaban

(Tika, 2006).

Dalam melakukan coding, harus dibuat skala pengukuran. Skala

pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk

mengkuantitatifkan data pengukuran dari suatu variabel. Skala

pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Skala Likert menurut Sugiyono (2010) merupakan skala yang

mengukur kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang terhadap

serangkaian pernyataan berkaitan dengan keyakinan atau perilaku


34

mengenai suatu obyek tertentu. Tingkatan skala Likert yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skala 1 - 5. Bobot nilai untuk

skala Likert ditentukan mulai dari 1 untuk pernyataan negatif dan 5

untuk positif, seperti :

Sangat tidak setuju =1

Tidak setuju =2

Netral =3

Setuju =4

Sangat setuju =5

c. Tabulasi, adalah proses penyusunan dan analisis data dalam bentuk

tabel, akan mempermudah kita dalam melakukan analisis. Pembuatan

suatu tabel sangat tergantung pada tujuan penelitian dan hipotesis

yang kita buat (Tika, 2006).

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif merupakan analisis yang menggunakan angka-

angka dan perhitungan dengan metode statistik. Sebelum dilakukan

analisis data menggunakan SPSS 21, maka data tersebut harus

diklasifikasikan dalam kategori tertentu dengan menggunakan tabel-

tabel tertentu. Menganalisis data merupakan penginterprestasian data-

data yang telah dikumpulkan dari lapangan dan telah diolah sehingga

menghasilkan informasi tertentu. Dalam penelitian ini alat analisis data

yang digunakan adalah dengan melakukan uji kualitas data yaitu

melakukan uji validitas dan reliabilitas.


35

3.5.1 Uji Validitas

Menurut Ghozali (2006) uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau

valid tidaknya suatu kuisioner, suatu kuisioner dinyatakan valid jika pertanyaan

pada kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner

tersebut. Uji validitas menunjukan sejauh mana alat pengukur yang digunakan

untuk mengukur apa yang diukur . Adapun caranya adalah dengan

menghubungkan atau mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada

masingmasing item pertanyaan dengan skor total individu.

Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (untuk setiap

butir pertanyaan dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlations),

dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = N - k, dalam hal ini N adalah

jumlah sampel, dan k adalah jumlah variabel independen penelitian. Jika r hitung

> r tabel, dan bernilai positif, maka butir atau pertanyaan (indikator) tersebut

dinyatakan valid (Ghozali, 2011).

3.5.2 Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali (2006) uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu

kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner

dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Pengujian butir pernyataan yang akan diuji reliabilitasnya, dalam penelitian

ini digunakan alat bantu program IBM SPSS 20.Aplikasi tersebut memberikan

fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (α).
36

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach

Alpha (α) > 0,60.

3.6 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan pengujian asumsi-asumsi statistik yang harus

dipenuhi pada analisis regresi linear berganda. Uji asumsi klasik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji

heteroskedastisitas.

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali

(2006), untuk dapat mengetahui ada tidaknya normalitas dalam model regresi

yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi

komulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis

lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis

diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan

data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2006). Pada

prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada

sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.

Dasar pengambilan keputusan antara lain (Ghozali, 2006):

1. Jika data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal atau grafik menunjukkan pola distribusi normal, maka

model regresi memenuhi asumsi normalitas.


37

2. Jika data (titik) menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti

arah garis diagonal atau grafik tidak menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

3.6.2 Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2006).

Menurut Ghozali (2006) cara mengetahui ada tidaknya Multikolinieritas

dalam model regresi adalah sebagai berikut :

a. Besarnya variabel Inflation Factor/VIF pedoman suatu model regresi

yang bebas Multikolineritas yaitu nilai VIF < 10.

b. Besarnya Tolerance pedoman suatu model regresi yang bebas

Multikolineritas yaitu nilai Tolerance > 0,1.

3.6.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model

regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas

(Ghozali, 2005).
38

Pengujian heteroskedastisitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi

variabel (ZPRED) dengan residual (SRESID). Dasar-dasar analisisnya :

1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur lebih gelombang menyebar kemudian menyempit maka

grafik mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik–titik yang menyebar di atas dan

di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.7 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh disiplin kerja dan

stres kerja terhadap kinerja perawat. Selain itu juga analisis regresi digunakan

untuk menguji kebenaran hipotesis yang disajikan dalam penelitian ini, yang

modelnya sebagai berikut:

Y = a+βıXı + β2X2 + e

Keterangan :

Y = Kinerja Perawat

X1 = Disiplin Kerja

X2 = Stres Kerja

A = Nilai intercept/constant

β1, β2, β3 = Koefisien regresi variabel bebas

e = standard error ( tingkat kesalahan )


39

3.8 Koefisien Determinasi 𝐑𝟐

Koefisien determinasi (𝐑𝟐 ) dilakukan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel dependen yaitu

kinerja perawat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1).

Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).

Untuk mengetahui besarnya variabel bebas dalam mempengaruhi variabel

terikat dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi ditunjukkan oleh nilai

adjusted r square (𝑅 2 ). Nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu

variable independen ditambahkan ke dalam model.

3.9 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian signifikansi simultan ini dilakukan untuk mengetahui apakah

semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Cara yang digunakan

untuk menguji hipotesis ini adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan

F tabel dengan ketentuan sebagai berikut (Ghozali, 2006).

1. Bila nilai F > 4 (dengan derajat kepercayaan 0,05), maka H0 ditolak

dan H1 diterima. Dengan kata lain hipotesis alternatif diterima, yang

artinya semua variabel independen signifikan berpengaruh terhadap

variabel dependen.
40

2. Membandingkan nilai F hasil dengan F hitung dengan dasar

pengambilan keputusan sebagai berikut:

a. Apabila F tabel > F hitung, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Berarti tidak ada pengaruh antar variabel independen terhadap

variabel dependen.

b. Apabila F tabel < F hitung, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Berarti ada pengaruh antar variabel independen terhadap variabel

dependen.

3.10 Uji Hipotesis (Uji t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan

membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai berikut

(Ghozali, 2006) :

Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Apabila t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak

Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : H0 : β = 0, artinya

apakah suatu variabel independent bukan merupakan penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependent. Ha : β > 0, artinya variabel tersebut merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependent.


41
42

DAFTAR PUSTAKA

Tika, P. (2006). Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi

Aksara. Jakarta

Veithzal Rivai. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.

Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo. Jakarta

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfa beta.

Stephen P. Robbins, (2006). Perilaku Organisasi . Alih Bahasa : Benyamin Molan.

Edisi Kesepuluh. Penerbit PT. Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta.

Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd Basri, (2005). Performance Appraisal.

Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Robbins Stephen P, 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima,

Erlangga, Jakarta.

Malayu Hasibuan. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke Tujuh,

edisi revisi, PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Luthans, F. (1998). Organizational Behavior. Singapore: McGraw Hill

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 15 No. 2 Oktober 2014|


43

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.idb Iga Mawarni Marpaung,Djamhur amid,dan

Mohammad Iqbal Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan (Studi Pada Karyawan Rumah Sakit Reksa Waluya Mojokerto)

Anda mungkin juga menyukai