Askep AIDS
Askep AIDS
PENDAHULUAN
Virus AIDS ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak
ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain juga
bisa ditemukan (seperti misalnya cairan ASI) tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui
hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada
pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang tercemar. Infeksi HIV
sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (14-49 tahun)
terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada
bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang
dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang
terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI.
Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan
dapat dikurangi menjadi hanya 8%. Pada awalnya dimulai dengan penularan pada
kelompok homoseksual (gay). Karena diantara kelompok homoseksual juga ada yang
biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual yang sering berganti-ganti
pasangan. Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan
pelanggannya. Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada istri dari pelanggan
pelacur. Pada tahap keempat, mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu
yang mengidap HIV.(SRIPO. Kamis, 27 desember 2005)
Kasus pertama ditemukan di San Fransisco pada seorang gay tahun 1981. Menurut
UNAIDS (Badan PBB untuk penanggulangan AIDS) s/d akhir 1995, jumlah orang yang
terinfeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) di dunia telah mencapai 28 juta
dimana 2,4 juta diantaranya adalah kasus bayi dan anak. Setiap hari terjadi infeksi baru
sebanyak 8500 orang, sekitar 1000 diantaranya bayi dan anak. Sejumlah 5,8 juta orang
1
telah meninggal akibat AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), 1,3 juta
diantaranya adalah bayi dan anak. AIDS telah menjadi penyebab kematian utama di
Amerika Serikat, Afrika Sub-Sahara dan Thailand. Di Zambia, epidemi AIDS telah
menurunkan usia harapan hidup dari 66 tahun menjadi 33 tahun, di Zimbabwe akan
menurun dari 70 tahun menjadi 40 tahun dan di Uganda akan turun dari 59 tahun
menjadi 31 tahun pada tahun 2010. Pada saat seseorang terkena infeksi virus AIDS
maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS.
Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus
tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri
sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum
masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya
terdapat HIV. Pada tahap HIV + ini maka keadaan fisik ybs tidak mempunyai kelainan
khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi
penularan, maka dalam kondisi ini ybs sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain
jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah. Sejak masuknya virus
dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan
dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan
hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti
misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dsb. Penderita akan meninggal dalam
waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut. Di negara industri, seorang dewasa
yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun, sedangkan di
negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS,
survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di
negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat
dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan
kwalitas pelayanan yang lebih baik. Pola infeksi secara global, sekitar 90% kasus
HIV/AIDS ada di negara berkembang.(SUMEKS. 14 mei 2006)
2
35.000, Timur Tengah : yang terjangkit HIV sebanyak 200.000, Karibia : yang terjangkit
HIV sebanyak 270.000, Amerika Latin :yang terjangkit HIV sebanyak 1,3 juta, Eropa
Timur-Asia Tengah : yang terjangkit HIV sebanyak 30.000, Australia : yang terjangkit
HIV sebanyak 13.000, Eropa Barat : yang terjangkit HIV sebanyak 470.000, Amerika
Utara : yang terjangkit HIV sebanyak 780.000.
Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta
orang dan pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan
Tenggara.
Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di
Amerika Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus
baru/tahun. Pola serupa juga terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru.
Penurunan infeksi HIV juga menjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini
dan pengobatan yang adekuat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania,
daerah yang pelayanan PMSnya berjalan baik mempunyai insiden HIV yang 40% lebih
rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika memperlihatkan bahwa pengobatan PMS
juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity.
Sampai dengan bulan September 1996, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 449
orang, dengan kelompok umur terbanyak pada usia 20-29 tahun (47%) dan kelompok
wanita sebanyak 27%. Kelompok usia produktif (15-49 tahun) mencapai 87%. Dilihat
dari lokasi, kasus terbanyak ditemukan di DKI Jakarta, Irian Jaya dan Riau.
3
Jumlah kasus yang tercatat di atas adalah menurut adalah menurut catatan resmi yang
jauh lebih rendah dari kenyataan sesungguhnya akibat keterbatasan dari sistem
surveilance perangkat kesehatan kita.
1.2. Tujuan
1.2.2. Untuk mengetahui siapa saja yang rentan terkena HIV/ AIDS.
4
1.3. Manfaat Penulisan
BAB II
5
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993). AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul
Hidayat, 2006). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224). AIDS adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency Virus) ditandai dengan
sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992 : 2). AIDS
adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241). AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imune yang berat dan merupakan
manifestasi stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh,
1998). AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-
satunya teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang
terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem
kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik
dan kanker.
2.2. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen
viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh
darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap
limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV
merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai
kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-
sel yang ditumpanginya.
6
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang
telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi
vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan
amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana
transmisi HIV yang menimbulkan AIDS.
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut
juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada
anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi. Bayi yang
mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)
2.3. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk
dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus
tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami
destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons
imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain
terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus
HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+
(Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka
lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah
RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi
selama proses normal pembelahan.
7
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya
sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat
daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain,
bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit
HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain.
Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS
diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel.
Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat
mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan
sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated
cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel
kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah dan
oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha
maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan
masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal
(kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut :
Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih
negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri
saat menelan dan faringgitis.
Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada
sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
8
Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten
selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi
terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya
involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi,
pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah
inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor
serebrospinal.
Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan
dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah
yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan
AIDS (slim disease)
Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa (PCP),
cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated desease), dan
isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella,
tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan
fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum).
Kanker sekunder
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana sistem
imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga HIV menguasai
tubuh.
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun.
Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang
dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh:
sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan
pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya
bercak kemerahan pada kulit.
Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat
muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah
bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha.
Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul
rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering,
diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas,
kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya
kerusakan sistem kekebalan tubuh.
Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita
AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan
otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru
(TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal
tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
10
Berat badan lahir rendah
Gagal tumbuh
limfadenopati umum
Hepatosplenomegali
Sinusitis
Parotitis
Sariawan orofarings
Trombositopenia
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
2.5. Komplikasi
Tuberkulosis (TB)
Diare kronik
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat
pemeriksaan serologis.
Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah
sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal
dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA positif.
Status imun
12
Tes fungsi sel CD4
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi
yang akan dilakukan.
Blood Culture
Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau
spesifik antara lain :
Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
13
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan
menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV :
Limfopenia
Anemia, trombositopenia
Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus
influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur
HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi
HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir
dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti
laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan
“seroreverter”
2.7. Penatalaksanaan
14
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan
pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status
kekebalan, status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala
ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun
didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Keterangan :
Limfadenopati
Hepatomegali
15
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media.
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
Hepatitis
Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan.
Leiosarkoma
Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan.
Ensefalopati HIV
Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan
saat berusia > 1 bulan.
Sarkoma Kaposi
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk infeksi
HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit
sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin
digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP).
Pemberian imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk
mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin
poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan
“inhibiton reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis
virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
18
Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah, organ
atau cairan semen.
Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku yang
beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual guna
mencegah terjadinya penularan.
Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan tubuh
dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup.
Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.
2.8. Pencegahan
Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang
mempunyai banyak partner
19
Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat
suntik.
Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun
postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan jangan
melahirkan.
PATOFLOW
HIV
Menginfeksi limfosit
Imun Menurun
Dipsneu
Pola nafas
tidak efektif
BAB III
21
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia,
nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran,
delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak
putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus,
candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah,
colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
22
2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
23
9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
3.3. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Kriterias hasil :
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
24
Intervensi :
NOC : pertumbuhan
Kriteria hasil:
Skala penilaian:
2 = Penyimpangan ringan
3 = Penyimpangan sedang
4 = Penyimpangan berat
5 = Extrim
3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diare)
Kriteria hasil :
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
26
NIC : fluid management
Intervensi :
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
27
5 = Tidak kompromi
Intervensi :
Intervensi :
2 = Jarang menunjukan
28
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
Intervensi :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NOC : Thermoregulation
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
30
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menunjukan
Intervensi :
Kriteria hasil :
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
31
5 = Selalu
Kriteria hasil :
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
32
1. Gunakan pendekatan yang menangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3. Pahami persepsi pasien terhadap stress
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan
5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan
Kriteria hasil :
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menujukan
Intervensi :
33
a. Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik
b. Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien
c. Berikan timbal balik atas koping keluarga
d. Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga
e. Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi
11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Kriteria hasil :
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
34
3.4. EVALUASI
1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
35
b. Irama nafas normal 3
c. Ekspansi dada simetris 3
d. Tidak ada dispneu 3
e. Tidak ada traktil fremitus 3
f. Auskultasi bunyi nafas normal 3
36
8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
37
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.
http://www.4shared.com/office/WfGmrroq/ASKEP_AIDS.html
38
Tanya Jawab Hasil Presentasi Kelompok III
1. Apakah orang yang terkena hiv melakukan ciuman biasa menular hiv?
(pertanyaan Ebiem)
(pertanyaan Resti)
4. Apakah ada pencegahan pada ibu hamil yang terkena HIV, agar anaknya tidak ikut
terkena HIV/AIDS?
(pertanyaan Deka)
5. Bagaimana pada tusuk gigi yang digunakan penderita HIV, sengaja di tarokkan
kembali oleh penderita HIV di warung. Apakah dapat menular pada orang lain yang
menggunakan tusuk gigi yang sama?
Jawab:
1. Kalau ciuman biasa dan apabila tidak ada selaput yang terluka/luka misal gusi/ bibir
tidak menular dan apabila sebaliknya ada selaput yang terluka/luka misal gusi/bibir
maka akan menular HIV.
39
2. Kita sebagai perawat harus melakukan pendekatan kepada pasien HIV, agar terjalin
kepercayaan antara perawat dan pasien, jadi pasien bias mengungkapkan perasaan
yang dirasakannya, baik tekanan batin akibat dirinya tidak menerima keadaan yang
terjadi, belum lagi di jauhi orang-orang di sekitarnya seperti keluarga,,, dan kita sebagai
perawat harus meyakinkan dan memberikan perhatian bahwa dia tidak sendiri masih
banyak orang-orang yang sayang dan peduli terhadap dirinya,,, supaya pasien tidak
semakin terpuruk, sebagai perawat ajak pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada
yang maha kuasa agar hati dan pikirannya lebih tenang.
(dijawab Geri Lanier, di tambahkan Yeni Silvia Rahmah, dan ditambahkan dari
Selli Oktavia)
3. Sebelum 6 bulan -10 tahun, ada gejala pada pasien yang terkena HIV/AIDS, Gejala
yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom
mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan
pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya
bercak kemerahan pada kulit.
(dijawab Agnes)
4. Ibu hamil yang terkena HIV/AIDS otomatis akan menular pada bayinya melalui
plasenta karena bayi mendapat makanan dari plasenta, sedangkan HIV/AIDS
menyerang pada leukosit yaitu trombosit CD4+
5. jika tusuk gigi yang digunakan orang yang terjangkit HIV/AIDS itu masih dalam
kondisi basah maka orang ke-dua yang menggunakan tusuk gigi itu otomatis akan
tertular HIV, dengan syarat ketika menggunakan tusuk gigi itu terjadi perdahan pada
gusi. Dan apabila tusuk gigi yang digunakan orang yang terkena HIV itu telah
mongering maka tetap bias tertular tetapi sangat sedikit kemungkinan orang ke-dua
yang menggunakan tusuk gigi akan tertular.
40
41