Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini
disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang
terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel
Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966)
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada
bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta
komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada
hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang
dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.
Di Indonesia banyaknya bayi yang meninggal di karenakan terserang
asfiksia neonatorum sebesar 33%, ini di karenakan ketidak mampuan anak untuk
bernafas secara baik, Keadaan ini juga di pengaruhi oleh posisi anak atau bayi
yang tidak baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum.
(WHO,2010).
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang
berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal
oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir
karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir,
kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong

1
persalinan. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi
pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat
dalam penanganan bayi baru lahir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asfiksia Neonatorum ?
2. Apa saja Klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum ?
3. Bagaimana Cara Menilai Tingkatan Apgar Skor ?
4. Apa Penyebab dari Asfiksia Neonatorum ?
5. Apa saja Tanda dan Gejala dari Asfiksia Neonatorum?
6. Apa Dampak Asfiksia Neonatorum pada Jangka Pendek ?
7. Apa Dampak Asfiksia Neonatorum pada Jangka Panjang ?
8. Bagaimana Patofisiologis dari Asfiksia Neonatorum ?
9. Bagaimana Penatalaksanaan dari Asfiksia Neonatorum ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Asfiksia Neonatorum .
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum .
3. Untuk Mengetahui Cara Menilai Tingkatan Apgar Skor .
4. Untuk Mengetahui Penyebab dari Asfiksia Neonatorum .
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala dari Asfiksia Neonatorum .
6. Untuk Mengetahui Dampak Asfiksia Neonatorum pada Jangka
Pendek .
7. Untuk Mengetahui Dampak Asfiksia Neonatorum pada Jangka
Panjang .
8. Untuk Mengetahui Patofisiologis dari Asfiksia Neonatorum .
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Asfiksia Neonatorum .

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
keadaan PaO2 di dalam darah (hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan
asidosis (Utomo, 2006).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kamarrullah,
2005).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat
menurunkan O2 (oksigen) dan mungkin meningkatkan CO2 (karbondioksida) yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Purwadianto, 2000).
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur (Waspodo dkk (ed), 2007).

B. Klasifikasi Asfiksia Neonatus


Klasifikasi Asfiksia Neonatus dapat dibagi dalam :
1. Menurut Kamarullah (2005) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi :
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi tentang lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,

3
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada
asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama
asfiksia berat (Kamarullah,2005).

C. Cara Menilai Tingkatan Apgar Score


Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan
a. Menghitung frekuensi jantung
b. Melihat usaha bernafas
c. Menilai tonus otot
d. Menilai reflek rangsangan
e. Memperlihatkan warna kulit
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tabel Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Detak jantung Tak ada <100 x/mnt >100 x/mnt

Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat

Tonus otot Lunglai Ekstremitas lemah Gerakan aktif

Reflek saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin


nafas dibersihkan

Biru/pucat Tubuh kemerahan Merah seluruh tubuh


Warna
Ekstremitas Biru
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)
b. Asfiksia Pallida (putih)

4
Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida
Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida
Warna kulit Kebiru-biruan Pucat

Tonus otot Masih baik Sudah kurang

Reaksi rangsangan Positif Negatif

Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur

Prognosis Lebih baik jelek


Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung
pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam
keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita
cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

D. Etiologi
Menurut Kamarullah (2005) penyebab asfiksia adalah Hipoksia janin yang
menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas
transport O2 dari ibu ke janin sehungga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dan dalam menghilangkan CO2.gangguan ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak
karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi yang buruk,
penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor-faktor
yang timbul dalam persalinan yang besifat mendadak yaitu faktor janin berupa
gangguan aliran darah dalam tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan
anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan
bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-
paru dan lain-lain. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his misalnya
hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi,
dan eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

5
Menurut Oxorn (2003), penyebab asfiksia adalah sebagai berikut :
a. Pada saat kehamilan
1. Sebab-sebab maternal
a) Anemia
b) Perdarahan dan syok
c) Penyakit kardiorespiratorik
d) Toxemia gravidarum
e) Umur ibu lebih dari 40 tahun
f) Grandemultipara
2. Sebab-sebab pada placenta
a) Penyakit pada placenta
b) Perdarahan (placenta previa)
3. Sebab-sebab pada funiculus umbilicalis
a) Prolapsus
b) Membelit dan simpul
c) Kompresi
4. Sebab-sebab fetal
a) Anomali kongenital
b) Prematuritas
c) Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
d) Kehamilan lama
b. Persalinan dan kehamilan
1. Anoreksia akibat kontraksi uterus yang terlampau kuat dan
berlangsung terlampau lama.
2. Narkosis akibat pemberian analgesik dan anestesi yang berlebihan.
3. Hipotensi maternal akibat anastesi spinal.
4. Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi darah, lendir.
5. Partus lama
6. Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forcep) sehingga
menyebabkan perdarahan cerebral atau kerusakan pada sistem saraf
pusat.

6
Menurut Waspodo dkk (ed) (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya
asfiksia (gawat janin) adalah :
a. Faktor ibu
1. Pre eklampsia dan eklampsia
2. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan
5. Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC (Tuberculosis), HIV
(HumanImmunology Virus)
6. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor tali pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat
c. Faktor bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (konginetal)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Menurut Towel (1996), Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan


Pada bayi yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu
1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia
ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetik atau anastesi dalam
2. Gangguan aliran darah uterus
3. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya penga,liran O2ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering
ditemukan pada kasus-kasus.

7
a) Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni /
uterus akibat penyakit atau obat
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) Hipertensi pada penyakit eklamsia.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan
lain-lain
c. Fator Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir
d. Faktor Neonatus
1. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan
janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra
Cranial
3. Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia
saluran pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro,
1999).

E. Tanda Dan Gejala


Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Menurut Waspodo,dkk (2007), tanda dan gejala asfiksia adalah:
1. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat
(kurang dari 30 kali per menit)
2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah

8
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100
kali per menit).

F. Dampak Asfiksia Neonatorum dalam Jangka Pendek


Jika bayi mengalami gangguan pernapasan, suplai oksigen ke jaringan dan
organ tubuh akan terganggu. Akibatnya, terjadi penumpukan karbon diokssida,
tetapi kekurangan oksigen sehingga darah akan menjadi asam. Padahal,
normalnya keasaman atau pH darah adalah sekitar 7,35-7,45.
Organ yang paling sering mengalami gangguan adalah otak dengan gejala
utama kejang. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan pembengkakan otak.
Jika proses ini berlanjut, maka akan terjadi penyusutan volume (atropi) otak.
Aakhirnya, ukuran otak menjadi lebih kecil daripada ukuran normal. Kondisi ini
disebut mikrosefali. Selain itu, otak juga dapat membubur (periventrikuler
lekomalacia), terutama jika asfiksia terjadi pada bayi prematur dengan kelainan
jantung.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang
tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan

9
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian tidak dimulai segera.

G. Dampak Asfiksia Neonatorum dalam Jangka Panjang


a. Gangguan fungsi multi organ pada asfiksia berat
Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan
iskemia akut telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi
disfungsi berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi
berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi
dan kecepatan penanganan. Frekuensi disfungsi berbagai organ vital
tersebut yaitu otak, kardiovaskular, paru, ginjal, saluran cerna dan darah.
b. Dampak sistem susunan saraf pusat
Kelainan neuropatologis yang paling sering ditemukan pada bayi yang
mengalami asfiksia, di samping perdarahan periventrikular-
intraventrikular yang terutama terjadi pada bayi kurang bulan. Kelainan
neurologis yang dapat ditimbulkan adalah gangguan intelegensia, kejang,
gangguan perkembangan psikomotor dan kelainan motorik yang termasuk
di dalam palsi serebral. Gejala klinis biasanya terjadi 12 jam setelah
asfiksia berat yaitu stupor sampai koma, pernafasan periodic, tidak ada
refleks komplek seperti Moro dan hisap, kejang tonik-klonik atau
multifokal antara 12–24 jam dapat terjadi apnu yang menggambarkan
disfungsi batang otak. 24 sampai 72 jam kemudian terjadi perburukan,
berupa koma, apnu lama dan mati batang otak terjadi 24-72 jam
kemudian.3
c. Dampak sistem kardiovaskular
Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial
transien. Secara klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti,
takipnu, takikardia, pembesaran hati dan irama derap. Ekokardiografi
memperlihatkan struktur jantung yang normal tetapi kontraksi ventrikel
kiri berkurang terutama di dinding posterior. Selain itu ditemukan
hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium,
dan renjatan.

10
d. Dampak terhadap ginjal
Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi
ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses
redistribusi aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal
antara lain nekrosis tubulus dan perdarahan medula. Gagal ginjal diduga
terjadi karena ginjal sangat sensitif terhadap hipoksia. Hipoksia yang
terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan mengakibatkan iskemia
ginjal yang awalnya bersifat sementara namun bila hipoksia berlanjut akan
menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat menetap. Bayi
dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis tubular akut.
e. Dampak terhadap saluran cerna
Bayi asfiksia mempunyai risiko terjadinya iskemia saluran Cerna. Hal
ini disebabkan pada bayi asfiksia terjadi redistribusi aliran darah ke organ-
organ vital. Perfusi otak dan jantung dipertahankan dengan mengorbankan
ginjal dan usus.
f. Dampak terhadap hati
Hati dapat mengalami kerusakan yang berat (shock liver), sehingga
fungsinya dapat terganggu. Kadar transaminase serum, faktor pembekuan,
albumin dan bilirubin harus dipantau. Kadar amoniak serum harus diukur.
Diberikan faktor-faktor pembekuan jika diperlukan. Kadar gula darah
dipertahankan pada 75-100 mg/dl. Obat-obat yang didetoksifikasi di hati
juga harus dimonitor kadarnya secara ketat. Kegagalan fungsi hati
merupakan pertanda prognosis yang buruk.
g. Dampak terhadap sistem darah
Seringkali ditemukan KID akibat rusaknya pembuluh darah,
kegagalan hati membuat faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal
memproduksi trombosit.
h. Dampak terhadap paru
Dampak asfiksia terhadap paru adalah hipertensi pulmonal persisten,
mekanisme terjadinya adalah vasokonstriksi paru akibat hipoksia dan
asidosis, pembentukan otot arteriol paru pada masa pranatal, pelepasan zat
aktif seperti leukotrin dan pembentukan mikrotrombus.

11
H. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini
dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar
lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat
dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu
(Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi
akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak
dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan
pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa
glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan
hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan
menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem
tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler
yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak

12
yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.

I. Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
1. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar
lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam
2. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak
kaki menekan tanda achiles.
3. Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
1. Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah
diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H
20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung
dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100
x/menit.
2. Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama
30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog
breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz
1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan
hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur
20x/menit
3. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat
menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut.
Dari etiologinya,asfiksia neonatorum bisa berasal dari banyak
factor,diantaranya:
1. Faktor ibu: hipoksia ibu,gangguan aliran darah uterus
2. Faktor plasenta: gangguan mendadak pada plasenta
3. Faktor fetus: kompresi umbilicus
4. Faktor neonates: depresi pusat pernapasan bayi baru lahir
Sedangkan berdasarkn klasifikasinya,asfiksia neonatorum dibagi:
1. Vigorous Baby
2. Mild Moderate asphyksia / asphyksia sedang
3. Asphyksia berat
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul.
B. Saran
Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia
neonatorum,diharapkan pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum dan dapat melakukan pencegahan serta memahami tindakan
pengobatan yang dapat dilakukan pada bayi dengan asfiksia neonatorum

14
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirahardjo, Jakarta. 2007.

Setiawan S.Kp Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran. Cetakan I. 1998.
EGC.

Dr. Rusepno Hassan Dkk. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika
Jakarta 1985.

Buku Acuan Panduan Asuhan Persalinan Normal&Inisiasi Menyusui Dini. Edisi


3 (Refisi) Jakarta : Jaringan Pelatihan Klinik, 2007.

Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka.

Sarwono, P. 1992. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Mochtar, R. 1998. Obstetric Fisiologis. Jakarta : EGC

Mochtar, R. 1998. Obstetric Patologi. Jakarta : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai