Proposal Pimus (2) 1 Revisi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Judul
Judul proposal PKM - KTI adalah Implementasi Lampu Kuning pada
Setiap Sekolah untuk Mencegah Terjadinya Depresi pada Korban Dating
Violence
1.2 Latar Belakang Masalah
Depresi adalah salah satu gangguan kesehatan mental memengaruhi pola
pikir, perasaan, suasana hati (mood) dan cara menghadapi aktivitas sehari-hari.
Depresi adalah suasana hati yang kacau selama berminggu-minggu. Menurut
catatan WHO, 350 juta orang diseluruh dunia mengalami depresi dan lebih dari
800 ribu orang meninggal bunuh diri akibat depresi (dalam Aladokter).
Terdapat tiga penyebab depresi, yaitu genetika, kimia otak, stres. Pertama
genetika adalah orang dengan riwayat keluarga depresi lebih cenderung depresi
dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga depresi. Kedua,
kimia otak adalah orang dengan depresi memiliki kimia otak yang berbeda dari
yang tidak depresi. Ketiga, stres adalah kehilangan orang yang dicintai,
hubungan yang bermasalah, atau situasi yang dapat membuat stres, dapat
memicu terjadinya depresi.
Kekerasan dalam berpacaran menimbulkan dampak baik fisik maupun
psikis. Dampak fisik bisa berupa memar, patah tulang, dan sebagainya.
Sedangkan luka psikis bisa berupa sakit hati, harga diri yang terluka, terhina,
dan sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu, korban kekerasan dalam
berpacaran akan menganggap perlakuan yang diterima sebagai sesuatu hal
yang wajar, padahal hal tersebut bisa menghambat perkembangan remaja
dalam mempelajari sebuah hubungan yang sehat. Dampak-dampak yang bisa
ditimbulkan antara lain : depresi, menyalahkan diri sendiri, ketakutan merasa
dibayangi oleh terror, rasa malu, merasa sedih, bingung, mencoba bunuh diri,
cemas, tidak mempercayai diri sendiri dan orang lain, merasa bersalah.

Pada zaman sekarang, banyak kasus – kasus kekerasan yang terjadi pada
remaja. Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah kekerasan dalam suatu
hubungan pacaran yang akan menyebabkan depresi. Penyebab kekerasan dalam
pacaran (dating violence) ialah pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang
menyenangkan, media massa, kepribadian, dan peran jenis kelamin.
Pertama, pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan.
Untuk menjadi sebuah kepribadian yang baik pada seseorang, pola asuh dan
lingkungan keluarga yang mempengaruhi sangat besar. Misalnya saja sikap
kejam orang tua, sikap disiplin yang berlebihan pada anak akan menjadi sebuah
2

peran (role model) yang akan di anut anak pada masa dewasanya dan akan
memicu perilaku kekerasan dalam pacaran.
Kedua, media masaa. Pada zaman ini media massa sangat mempengaruhi
perilaku para remaja karena sebagian besar remaja akan menghabiskan
waktunya untuk melihat media massa seperti TV, film, dll. Tayangan kekerasan
pada media massa ini dapat memunculkan perilaku agresif terhadap pasangan.
Ketiga, peran jenis kelamin. Korban kekerasan dalam pacaran banyak di
terima oleh perempuan karena terkait dengan sosio budaya yang mana peran
gender yang membedakan laki – laki dan perempuan. Laki – laki di tuntut lebih
maskulin, maacho sedangkan perempuan di tuntut lebih feminim dan lemah
lembut.
Korban kekerasan pada pacaran yang diperlakukan dengan kasar, maka
kesehatan mental mereka (depresi, kecemasan, dan somatik) juga terganggu.
Beberapa kasus kekerasan dalam pacaran lebih sering disembunyikan
terkadang tanpa sengaja terungkap. Hanya 33% dari korban yang mengakui
bahwa terdapat kekerasan dalam hubungan pacaran mereka. Dampak bagi para
korban adalah dapat berupa luka psikologis, fisik hingga kematian. Dampak
psikologis yang ditunjukkan korban adalah gejala-gejala depresi, antara lain
menjadi rendah diri, merasa sedih, bingung, malu, cemas, rasa bersalah, tidak
percaya diri, tidak percaya orang lain, kehilangan nafsu makan, hingga
keinginan dan usaha untuk bunuh diri.
Data sekunder angka kekerasan dalam pacaran yang berasal dari kalangan
SMA kelas X di Surabaya menyebabkan depresi. Dari data tersebut tingkat
kekerasan dalam pacaran dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa proporsi distribusi kategori kekerasan dalam pacaran
terbesar pada responden laki-laki dan perempuan adalah kategori ringan yakni
19 orang (67,9%) pada responden laki-laki dan 27 orang (65,9%) pada
responden perempuan. Pada kategori kekerasan dalam pacaran sedang juga
masih didominasi responden perempuan yakni dialami oleh 8 orang (28,6%)
pada responden laki-laki dan 12 orang (29,3%) pada responden perempuan.
Sedangkan untuk distribusi kekerasan dalam pacaran terkecil pada responden
laki-laki dan perempuan adalah sama pada kategori berat yakni 1 orang (3,6%)
pada laki-laki dan 2 orang (4,9%) pada responden perempuan. Sedangkan dari
distribusi tingkat gejala depresi dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa proporsi distribusi kategori depresi terbesar pada
responden lakilaki dan perempuan adalah kategori depresi normal atau tidak
mengalami sindrom depresi yakni 13 orang (46,4%) pada responden lakilaki
dan 18 orang (43,91%) pada responden perempuan. Secara total, seluruh
responden laki-laki yang mengalami gejala depresi dibanding responden
perempuan yang mengalami gejala depresi adalah 1:1,5. Dari seluruh data
3

diatas dapat disimpulkan bahwa perempuan mengalami gejala depresi lebih


besar dibandingkan pria saat mengalami kekerasan dalam pacaran.
Dampak yang ditimbulkan jika tidak ditangani adalah remaja mungkin
akan mengalami luka psikologis, fisik hingga kematian. Karena pada dasarnya
banyak korban kekerasan dalam pacaran yang tidak melaporkan kekerasan
dalam pacaran yang dialaminya dan beberapa masih bertahan menjalin
hubungannya dengan pasangan dengan berbagai alasan. Hal ini menyebabkan
anak menjadi depresi yang berat. Karena pada dasarnya korban biasanya sangat
sulit untuk menceritakan dan terlebih tidak menyadari sebagai korban tindakan
kekerasan karena terlalu sayang, maka bila hal ini terus berlanjut dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan tubuh dan juga kesehatan mental
seseorang. Mungkin hanya sedikit dari beberapa korban yang mengadukan
kasusnya ke pihak Komnas anak ataupun pada beberapa LSM yang peduli
terhadap perilaku remaja.
Implementasi lampu kuning pada setiap sekolah adalah solusi yang tepat
untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam berpacaran yang akan
menyebabkan depresi pada korban yang mengalami kekerasan dalam
berpacaran. Lampu kuning ini adalah sosialisasi setiap enam bulan sekali atau
pada saat pengambilan rapot yang mewajibkan orang tua untu hadir dan
mengambil rapot anak mereka. Pihak sekolah memfasilitasi sosialisai dari
pihak – pihak kepolisian, kesehatan, LSM, dll. Dengan diadakan lampu kuning
ini di harapkan setiap orang tua akan lebih mengawasi anaknya karena sangat
banyak sekali masalah – masalah dalam remaja terutama masalah percintaan.
Sosialisasi ini juga mengajarkan orang tua untuk bagaimana cara menangani
anak mereka yang mengalami depresi. Jika masalah kekerasan dalam
berpacaran terus menerus berjalan langkah selanjutnya adalah dengan
melaporkan pihak yang melakukan kekerasan dalam berpacaran ke pihak
hukum atau polisi. Pihak polisi dianggap sebagai pihak mengayomi manusia.
Perlindungan hukum sendiri adalah memberikan pengayoman kepada hak
asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan
kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan
berbagai ancaman dari pihak manapun. Dengan melakukan sosialisasi ini
diharapkan orang tua mengetahui dan lebih care terhadap anak sehingga orang
akan merasa takut untuk melakukan kekerasan dalam pacaran dan pada
akhirnya angka depresi akibat kekerasan dalam pacaran semakin menurun.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam proposal kali ini :
1. Bagaimana dampak remaja jika mengalami kekerasan dalam pacaran?
4

2. Bagaimana cara mengatasi depresi akibat kekerasan dalam pacaran?


3. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya dating violence?
4. Dampak apa saja yang muncul bagi penderita depresi akibat dating
violence?
5. Bagaimana perilaku penderita depresi akibat dating violence?
6. Bagaimana tingkat stres atau depresi pada korban dating violence?
7. Bagaimana penerapan lampu kuning untuk mencegah depresi pada korban
dating violence?

1.4 Tujuan
Tujuan dari proposal PKM ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan dampak apa saja jika remaja mengalami kekerasan dalam
berpcaran
2. Memberikan dampak apa saja jika remaja mengalami kekerasaan dalam
pacaran
3. Memberikan solusi cara mengatasi depresi akibat kekerasan dalam pacaran
4. Memberikan pengertian terhadap remaja yang mengalami kekerasan dalam
pacaran mengenai cara menanggulanginya dengan implementasi lampu kuning
pada setiap sekolah untuk mencegah terjadinya depresi pada korban dating
violence
1.5 Luaran yang di Harapkan
Luaran yang diharapkan setelah penulisan karya ilmiah ini adalah tidak
adanya kekerasan dalam pacaran sehingga pihak - pihak yang merasa di
perlakukan tidak wajar atau kekerasan di hubungan mereka sebaiknya
melaporkan diri pada pihak hukum dan orang tua lebih memperhatikan anak
mereka dan juga memahami anak ketika mengalami dating violence.

Luaran yang di harapkan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :
1. Memahami dating violence
2. Memberi pemahaman pada orang tua untuk memperhatikan anak mereka
3. Berani melaporkan kepada pihak - pihak hukum saat memperoleh dating
violence
4. Membantu korban dating violence mendapat kebebasan dan rasa aman
dalam segala bentuk kekerasan.
5. Diharapkan para kedua pasangan tidak melakukan dating violence karena
mengetahui resiko yang akan diterima setelah melakukan kekerasan pada
pasangannya.
6. Mencegah angka kedepresian seseorang yang mendapatkan dating violence
1.6 Kegunaan
Adanya implementasi lampu kuning pada setiap sekolah untuk mencegah
terjadinya depresi pada korban dating violence untuk mencegah depresi akibat
dating violence pada remajag dan juga untuk melindungi korban dari dating
5

violence sehingga korban mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk
kekerasan karena kekerasan itu sendiri merupakan pelanggaran hak asasi
manusia dan juga mencegah terjadinya depresi pada korban kekerasan dalam
pacaran.
6

BAB 2
GAGASAN UMUM
2.1 Gagasan
2.1.1 Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
Kekerasan dalam pacaran beberapa dekade terakhir, telah menjadi
persoalan kesehatan di masyarakat. Banyak bukti menyatakan bahwa dating
violence di antara pelajar lebih meluas dari pada sebelumnya, dan memiliki
konsekuensi terhadap perkembangan remaja. Meskipun secara terbatas
dikonsepkan sebagai kekuatan fisik, dating violence sekarang lebih luas
dikenal sebagai sebuah abuse di mana mulai dari kekerasan emosional dan
verbal sampai pada perkosaan dan pembunuhan (Meadows,2004). Remaja
memiliki risiko yang lebih besar untuk terlibat dalam kekerasan dalam
hubungan pacaran dibandingkan dengan orang dewasa (Straus, 2004).
Menurut Luthra, R. & Gidycz, C.A (2006), sedikit penelitian yang meneliti
mengenai pengaruh acceptance of dating violence pada korban kekerasan
dan masalah kesehatan mental. Selain itu terdapat hubungan negatif antara
tingkat penerimaan kekerasan dan tingkat kesehatan mental berupa depresi
ringan ataupun stress pada korban.
Korban kekerasan pada pacaran dan diperlakukan dengan kasar, maka
kesehatan mental mereka (depresi, kecemasan, dan somatik) juga
terganggu. Beberapa kasus kekerasan dalam pacaran lebih sering
disembunyikan terkadang tanpa sengaja terungkap. Hanya 33% dari korban
yang mengakui bahwa terdapat kekerasan dalam hubungan pacaran mereka.
Dampak bagi para korban adalah dapat berupa luka psikologis, fisik hingga
kematian. Dampak psikologis yang ditunjukkan korban adalah gejala-gejala
depresi, antara lain menjadi rendah diri, merasa sedih, bingung, malu,
cemas, rasa bersalah, tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, kehilangan
nafsu makan, hingga keinginan dan usaha untuk bunuh diri.
2.1.2 Solusi yang Pernah Ditawarkan
Pencegahan kekerasan dalam pacaran dimulai dari kesadaran bahwa
cinta tidak harus menyakiti, saling membina hubungan yang sehat sejak
awal pacaran dan mengutarakan harapan kedepanya. Selanjutnya,
memahami bahwa kita berhak atas badan kita dan tidak boleh ada yang
menyakiti tak terkecuali pasangan. Berani berkata tidak jika pasangan
memaksakan beberbagai bentuk tindak kekerasan disertai argumen yang
bisa diterima oleh pasangan. Jangan memaksakan diri sendiri untuk
menyenangkan pasangan apabila hal tersebut tidak kita kehendaki. Jika
semua hal tersebut sudah dilakukan dan tetap saja terjadi bentuk-bentuk
yang semakin mengkhawatirkan maka jangan takut untuk melaporkan pada
7

polisi atau bisa juga ke LSM yang menangani masalah tersebut. Sebab
kekerasan dalam pacaran telah di atur dalam UU perkawinan dan
dampaknya telah diatur dalam KUHP.

2.1.3 Seberapa Jauh Kondisi Kekinian Pencetus Dapat Diperbaiki

Dengan menerapkan lampu kuning pada setiap sekolah untuk


mencegah dating violence. Lampu kuning disini adalah sosialisasi wajib
yang di lakukan setiap enam bulan sekali atau setiap pengambilan rapot.
Kita tegaskan lagi pengambilan rapot tersebut hanya boleh di ambil oleh
orang tua murid itu sendiri karena akan terdapat seminarseminar dari
berbagai sumber untuk mengetahui persoalan masalah pada remaja.
Memberikan pengertian pada remaja atas permasalahan pada remaja
terutama dating violence yang sangat berbahaya karena bisa membuat
korban dating violence ini depresi ataupun bahkan bunuh diri. Dan juga
mengajarkan orang tua untuk care terhadap anak dan juga mempunyai
solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan solusi lampu kuning ini
anak akan merasa nyaman untuk menceritakan permasalahannya dan akan
menurunkan tingkat depresi pada remaja terutama dengan kejadian dating
violence.
Kekerasan dalam pacaran beberapa dekade terakhir, telah menjadi
persoalan kesehatan di masyarakat. Banyak bukti menyatakan bahwa dating
violence di antara pelajar lebih meluas dari pada sebelumnya, dan memiliki
konsekuensi terhadap perkembangan remaja. Dampak yang ditimbulkan
jika tidak ditangani adalah remaja mungkin akan mengalami luka
psikologis, fisik hingga kematian. Pada dasarnya banyak korban kekerasan
dalam pacaran yang tidak melaporkan kekerasan dalam pacaran yang
dialaminya dan beberapa masih bertahan menjalin hubungannya dengan
pasangan dengan berbagai alasan. Hal ini menyebabkan anak menjadi
kepikiran dan menyebabkan depresi yang berat. Karena pada dasarnya
korban biasanya sangat sulit untuk menceritakan dan terlebih tidak
menyadari sebagai korban tindakan kekerasan karena terlalu sayang maka
bila hal ini terus berlanjut dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan
tubuh dan juga kesehatan mental seseorang. Mungkin hanya sedikit dari
beberapa korban yang mengadukan kasusnya ke pihak Komnas anak
ataupun pada beberapa LSM yang peduli terhadap perilaku remaja.
Hal seperti itu dapat kita lakukan dengan menerapkan lampu kuning
pada setiap sekolah untuk mencegah dating violence. Lampu kuning disini
adalah sosialisasi wajib yang di lakukan setiap enam bulan sekali atau setiap
pengambilan rapot. Kita tegaskan lagi pengambilan rapot tersebut hanya
boleh di ambil oleh orang tua murid itu sendiri karena akan terdapat
8

seminarseminar dari berbagai sumber untuk mengetahui persoalan masalah


pada remaja. Memberikan pengertian pada remaja atas permasalahan pada
remaja terutama dating violence yang sangat berbahaya karena bisa
membuat korban dating violence ini depresi ataupun bahkan bunuh diri. Dan
juga mengajarkan orang tua untuk care terhadap anak dan juga mempunyai
solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
Perlindungan hukum untuk masalah dating violence ini juga di berikan
pada orang tua. Pengertian Perlindungan hukum sendiri adalah memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain
perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan
oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara
pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun. Dengan membuat orang tua lebih care terhadap anaknya, anak
akan merasa nyaman untuk menceritakan permasalahannya dan akan
menurunkan tingkat depresi pada remaja terutama dengan kejadian dating
violence.
2.1.4 Pihak-Pihak yang Dipertimbangkan
Target dalam permasalahan ini adalah orang tua yang tidak terlalu
memperhatikan anak. Memberikan pengertian pada orang tua jika
permasalahan dating violence ini akan terjadi dan menyebabkan
kedepresian pada anak mereka sehingga dapat menyebabkan kematian
akibat depresi.
Solusi yang ditawarkan dalam proposal ini untuk mengatasi penderita
depresi melalui implementasi lampu kuning. Sehubung dengan solusi yang
kami tawarkan sebelumnya, terdapat beberapa pihak yang terkait guna
membantu untuk merealisasikan yakni pihak keluarga terutama orang tua,
instansi-instansi pendidikan seperti sekola, dengan cara melakukan
penyuluhan, pihak konselor , organisasi Penmas (Pendidikan
Masyarakat), dan LSM.
2.1.5 Langkah-Langkah Strategis
1. Melakukan penyuluhan yang dilakukan wajib setiap enam bulan
sekali atau pada saat pengambilan raport.
2. Pengambilan rapot tersebut hanya boleh di ambil oleh orang tua
murid itu sendiri karena akan terdapat seminarseminar dari berbagai
sumber untuk mengetahui persoalan masalah pada remaja
3. Penyuluhan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang sudah memiliki
pengalaman. Contohnya LSM, pihak kepolisian, pihak kesehatan,
dl.
9

4. Mengajarkan orang tua juga diajarkan untuk care terhadap anak dan
juga mempunyai solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
5. Memberi pengetahuan tentang kejadian- kejadian yang di alami oleh
remaja
6. Memberi rasa kepercayaan diri pada remaja untuk berani
memnbicarakan masalahnya kepada orang tua atau keluarga.
10

BAB 3

KESIMPULAN
Depresi adalah salah satu gangguan kesehatan mental memengaruhi pola
pikir, perasaan, suasana hati (mood) dan cara menghadapi aktivitas sehari-hari.
Depresi adalah suasana hati yang kacau selama berminggu-minggu.
Terjadinya depresi untuk keadaan waktu yang lama akan menganggu keadaan
fisik dan keadaan psikis. Gangguan depresi bisa terjadi berbagai kalangan umur
dan gender. Pada gangguan depresi terjadi pada remaja hingga dewasa awal.
Seseorang yang mengalami kekerasan dalam pacaran secara terus-menerus
akan mengalami depresi yang berkepanjangan. Diperlukan peran orang tua.
Pihak LSM, kepolisian, kesehatan untuk mensosialisasikan pada setiap sekolah
minimal enam bulan sekali atau setiap pengambilan raport untuk mencegah
terjadinya kekerasan dalam berpacaran.

Anda mungkin juga menyukai