Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kedudukan perempuan dalam Islam memiliki banyak keistimewaan dan lebih unggul
daripada laki-laki.
Sebelum datangnya Islam sudah terdapat banyak peradaban besar seperti Yunani, Romawi,
India, dan Cina. Dalam peradaban tersebut, juga berkembang pula berbagai agama-agama
seperti Yahudi, Nasrani, Budha, Zoroaster, dan sebagainya. Dalam perkembangan masyarakat
Yunani yang terkenal yaitu pemikiran-pemikiran tentang filsafat. Sedangkan perempuan tidak
terlalu dipentingkan. Di kalangan para elit, para perempuan ditempatkan (di sekap) dalam
istana. Di kalangan bawah, perempuan banyak diperjual belikan. Sedangkan bagi yang sudah
berumah tangga kedudukan perempuan berada di bawah kekuasaan suaminya. Adapun
peradaban Romawi perempuan sepenuhnya berada dibawah kekuasaan ayahnya. Setelah
menikah kekuasaan perempuan tersebut pindah ke tangan suaminya. Kekuasaan tersebut
meliputi kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Keadaan ini
berlangsung sampai abad ke-6 Masehi.
Sementara itu, peradaban Hindhu dan Cina juga tidak lebih baik dari peradaban Yunani
dan Romawi. Hak hidup seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian
suaminya, sehingga istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar.
Kebudayaan ini terus berlangsung sampai abad ke-17 Masehi. Sedangkan dalam ajaran
Yahudi, martabat seorang perempuan sama dengan pembantu. Dalam hal ini ayah berhak
menjual anak perempuannya kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Dalam ajaran
mereka, perempuan di anggap sebagai sumber laknat, karena perempuanlah yang
menyebabkan Adam terusir dari surga. Ketika seorang perempuan mengalami haid, mereka
tidak boleh memegang bejana apapun karena khawatir tersebarnya najis. Bahkan sebagian dari
mereka di asingkan hingga selesai haidnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Islam tentang perempuan?
2. Bagaimana sejarah dan ragam feminisme?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap feminisme?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui konsep Islam tentang perempuan
2. Untuk mengetahui sejarah dan ragam feminisme
3. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap feminisme
BAB

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Islam tentang Perempuan


2.1.1 Pemuliaan Islam Tentang Perempuan
Islam datang untuk membebaskan perempuan dari perlakuan yang tidak manusiawi dari
berbagai kebudayaan manusia jaman Jahiliyah dulu. Islam memandang perempuan sebagai
makhluk mulia dan terhormat, yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam Islam, haram
hukumnya menganiaya dan memperbudak perempuan (al-Barik, 2003: 11).
a. Kesamaan Kedudukan Perempuan dan Laki-laki
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah
persamaan antarmanusia. Perbedaan yang meninggikan atau merendahkan seorang
manusia adalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah SWT. (Q.S.al-
Hujurat: 13). Persamaan antara perempuan dan laki-laki antara lain adalah kedua-
duanya merupakan manusia beserta segala potensinya, selain itu manusia baik laki-laki
maupun perempuan juga memiliki potensi sebagai kholifah Allah dengan tugas
memakmurkan dan menjaga bumi.
Kesamaan lain antara laki-laki dan perempuan adalah dalam hal taklif
(melaksanakan hukuman) dan balasannya kelak di akhirat. Qur’an surah al-Mukmin
ayat 40 menyebutkan bahwa siapa saja laki-laki maupun perempuan yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh, maka akan mendapat balasan surga. Seruan Allah kepada
keduanya sama, misalnya kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, berdakwah, tolong
menolong, berbuat kebaikan, mencegah kemungkaran, berakhlak mulia, larangan zina,
mecuri, dan sebagainya. Hal ini dapat kita temukan di dalam ayat Al-qur’an salah
satunya yaitu dalam surah al-Baqarah ayat 110.
Ajaran Islam melarang untuk menyakiti dan mengganggu orang beriman, baik laki-
laki maupun perempuan dan mengancam pelanggarnya dengan siksa yang pedih. Hal
ini dikemukakan dalam Qur’an surah al-Buruj ayat 10.
Dalam beberapa aspek, Islam bahkan memuliakan perempuan melebihi laki-laki.
Dalam sebuah hadits, Rasululloh berkata kepada seorang sahabat bernama Jahimah as-
Salami yang meminta izin untuk berperang, “Apakah kamu masih memiliki ibu?”
Jahimah menjawab “Ya”. Rasululoh lalu bersabda “Dampingilah ibumu, karena surga
ada di bawah kedua kakinya.” (HR. Al-Hakim dan an-Nasai). Maksud dari hadits ini
adalah perintah untuk berbakti kepada ibu yang akan menyebabkan seorang masuk
surga (Ibnu Allan, 2004:1,205).
b. Perbedaan Perempuan dengan Laki-laki
Menurut K.H. Ali Yafie, letak perbedaan ini sebagian besar menyangkut dua hal
yaitu perbedaan biologis dan perbedaan fungsional dalam kehidupan sosial. Akibat dari
perbedaan-perbedaan fisik, biologis, dan psikologis di atas, maka muncul perbedaan
fungsional. Dalam kaitannya dengan proses reproduksi, fungsi perempuan dan laki-laki
berbeda, tidak mungkin sama. Laki-laki adalah pemberi bibit, sedangkan perempuan
berfungsi menampung dan mengembangkan bibit tersebut dalam rahimnya sehingga
mengandung dan melahirkan. Dengan adanya perbedaan fungsional ini, muncul
kewajiban yang berbeda pula, baik berkenaan dengan fungsi, kedudukan maupun posisi
masing-masing dalam masyarakat (Munir, 1999:67-68).
Dalam hal aurat, Islam mewajibkan perempuan menutup seluruh tubuhnya kecuali
wajah dan telapak tangannya, sementara aurat laki-laki hanya pusar sampai lutut. Islam
juga menetapkan pembagian warisan bagi laki-laki dan perempuan dua berbanding
satu, begitu pula dalam masalah kesaksian (Muslihati, 2004:120). Perbedaan lainnya
adalah bahwa khatib dan (atau) imam dalam shalat Jum’at adalah laki-laki bukan
perempuan, bahkan keikutsertaan perempuan dalam sholat Jum’at dipandang sunnah.
Terdapat hukum yang khas untuk perempuan, seperti: hukum tentang haid, masa
‘iddah, kehamilan, penyusuan, dan sebagainya.
Dalam kehidupan berkeluarga, karena laki-laki menafkahkan hartanya untuk istri
dan keluarga, serta kelebihan-kelebihan lain yang Allah berikan kepada laki-laki, maka
Islam memilih laki-laki (suami) sebagai pemimpin keluarga. Kelebihan lain yang
dimaksud disini adalah laki-laki berada di bawah pertimbangan akal yang rasional dan
pragmatis, sedang perempuan berjalan dalam bimbingan perasaan. Sebagai pemimpin
keluarga, salah satu tugas utama suami adalah mencari nafkah, sedangkan perempuan
(istri) bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga dan mendidik anak (Q.S. al-
Baqarah: 233).
Dalam konteks kepemimpinan keluarga, Islam memandang istri bukan hanya mitra
suami, melainkan juga sahabatnya. Artinya keduanya bukan hanya harus bekerja sama
dan tolong menolong dalam urusan rumah tangga, tetapi juga saling mencurahkan cinta
dan kasih sayang. Dengan tugas suami dan istri yang berbeda adalah untuk saling
melengkapi satu sama lain (Q.S. al-Baqarah: 187). Fakhrudin al-Razi juga
menambahkan bahwa istri juga mempunyai hak terhadap suaminya kala mereka sedang
berdiskusi untuk mencari yang terbaik. Dalam sebuah hadits, Rasululloh SAW
menyuruh para suami agar memperlakukan istri dengan sebaik-baiknya.
c. Hak-hak Perempuan
Islam juga memberikan sejumlah hak kepada perempuan. Secara umum, (Q.S an-
Nisa’: 32) menunjuk kepada hak-hak perempuan. Quraish Shihab menyebutkan
beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut Islam, yakni: hak politik,
hak bekerja/profesi, dan hak belajar. Sedangkan M.Utsman al-Husyt menambahkan
hak sipil, hak berpendapat, dan hak pengajuan cerai. Terkait dengan hak profesi, dapat
dikemukakan bahwa perempuan mempunyai hak untuk bekerja selama pekerjaan itu
atau perempuan itu membutuhkannya, namun apabila ia sudah menikah maka harus
mendapat izin suami dan dapat melaksanakan urusan rumah tangga (Shihab,2005:361).

2.1.2 Menyikapi Ayat dan Hadits Misoginis

Tidak dapat di pungkiri bahwa di kalangan masyarakat Muslim beredar sejumlah hadits
dan tafsir al-Qur’an yang dipandang merendahkan dan meremehkan perempuan. Tafsir dan
hadits-hadits tersebut oleh para feminis dinamai tafsir dan hadits misogini. Menyikapi
masalah tersebut, diperlukan kajian komprehensif dan tidak memihak agar dapat diperoleh
pemahaman yang benar terkait dengan hadits-hadits dan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, serta
tidak terjebak pada tekstualisme yang kaku, atau sebaliknya liberalisme yang lepas kontrol.
Terkait tafsir tersebut ayat-ayat al-Qur’an dibutuhkan telaah atas berbagai metode tafsir dan
konteks (sebab) munculnya hadits-hadits tersebut.

Berkenaan dengan tafsir terhadap surat an-Nisa’ ayat 34 misalnya, Shihab (2005:354)
berpendapat bahwa kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam ayat tersebut lebih tepat
dimaknai sebagai kepemimpinan dalam urusan keluarga. Sementara itu, surat al-Ahzab ayat
33 oleh Shihab ditafsirkan sebagai bentuk penekanan kepada perempuan yang sudah
berkeluarga agar menitikberatkan perhatian mereka pada pembinaan rumah tangganya.

Sedangkan hadis “Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada
perempuan”, kadang disampaikan tanpa menyebutkan konteks (sebab) munculnya, yakni
ketika itu Rasululloh SAW mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat Puteri Kirsa
sebagai penguasa mereka. Beliau bersabda sebagaimana hadits diatas. Jadi, hadits tersebut
ditujukan kepada masyarakat dan dalam semua urusan (Sulaeman, 2004).

2.2 Sejarah dan Ragam Feminisme


Menurut bahasa, kata feminisme berasal dari bahasa latin, femina yang berarti perempuan.
Dalam kamus bahasa Inggris, Webster’s Dictonary, kata feminism diartikan sebagai sebuah
doktrin atau gerakan yang menganjurkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di
bidang sosial, politik, dan ekonomi (Marios, 1991:490). Menurut Kamla Bhasin dan Nighat
Said Khan, dua orang feminis dari Asia Selatan, feminisme adalah “suatu kesadaran akan
penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam
keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan
tersebut” (Kamla dan Nighat, 1995:5).
2.2.1 Sejarah Singkat Feminisme
Gerakan feminisme muncul di Barat, dan tidak dapat dipungkiri merupakan respon dan
reaksi terhadap situasi dan kondisi kehidupan masyarakat disana. Di Barat, sejak zaman dahulu
sampai awal abad modern, perempuan disamakan dengan budak dan anak-anak, dianggap
lemah fisik maupun akalnya. Kata feminisme diperkenalkan pertama kali oleh aktivis sosialis
utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Sebagai sebuah gerakan sosial dengan tujuan yang
jelas, feminisme mulai timbul pada abad ke-18 di Eropa, tepatnya di Perancis. Gerakan ini di
dorong oleh gerakan pencerahan (Aufklarung) yang menekankan pentingnya peran rasio dalam
mencapai kebenaran. Dalam revolusi Perancis (1789-1793), para pemimpin revolusi
menegaskan hak-hak warga negara terhadap raja. Sayangnya revolusi yang diiringi dengan
semboyan liberty (kebebasan), equality (persamaan), dan fraternity (persaudaraan) ini tidak
merubah keadaan perempuan. Akibatnya, sejumlah kelompok perempuan menuntut persamaan
dengan pria di berbagai bidang. Gerakan ini mulai berkembang sejak Perancis berubah menjadi
republik (Ihromi, 1995:31-32).
Dari latar belakang tersebut, di Eropa berkembang gerakan untuk “menaikkan derajat kaum
perempuan”, tetapi gaungnya kurang keras. Baru setelah terjadi revolusi sosial dan politik di
Amerika Serikat, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Hal lain yang
mendorong timbulnya feminisme, menurut Murtadha Mutahahari adalah kepentingan
kapitalisme. Seperti di katakan Will Durant, emansipasi perempuan adalah dampak dari
revolusi industri. Para pemilik pabrik lebih menyukai tenaga kerja perempuan daripada laki-
laki, sebab lebih murah dan tidak banyak protes (Mutahahhari, 2004:x).
2.2.2 Ragam Feminisme
Meskipun para feminis memiliki kesadaran yang sama tentang ketidakadilan jender
terhadap perempuan, namun mereka berbeda pendapat dalam menganalisis sebab-sebab
terjadinya ketidakadilan jenderitu, dan juga tentang bentuk dan target yang dicapai oleh
perjuangan mereka. Perbedaan tersebut, sejauh ini melahirkan empat aliran besar yaitu
feminisme liberal, marxis, radikal, dan sosialis, serta sejumlah aliran feminisme lain seperti
feminisme psikoanalisis dan gender, eksistensialis, anarkis, postmodern, multikultural dan
global, teologis, feminisme kegemukan, dan ekofeminisme.
 Feminisme liberal adalah aliran feminisme yang menuntut agar perempuan
diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki karena perempuan mempunyai
kemampuan yang sama dengan laki-laki, dan bahwa perempuan harus diberikan
kebebasan untuk menentukan nasibya.
 Feminisme marxis merupakan aliran yang berpendapat bahwa sumber
ketertindasan perempuan adalah sistem produksi dalam keluarga, dimana laki-laki
bekerja dan menghasilkan uang, sedang perempuan hanya bekerja di sektor rumah
tangga yang tidak menghasilkan uang.
 Feminisme radikal adalah aliran feminisme yang berpandangan bahwa penindasan
terhadap perempuan terjadi akibat fisik perempuan yang lemah di hadapan laki-
laki, dimana perempuan harus mengalami haid, menopause, hamil, sakit saat haid
dan melahirkan, menyusui, mengasuh anak, dan sebagainya. Semua itu membuat
perempuan tergantung pada laki-laki.
2.3 Pandangan Islam terhadap Feminisme
Ide-ide feminisme tampaknya cukup menarik minat umat Islam yang mempunyai semangat
dan idealisme yang tinggi untuk mengubah kenyataan yang ada menjadi lebih baik. Sejarah
munculnya feminisme memperlihatkan bahwa feminisme lahir dalam konteks sosio-historis
khas negara-negara Barat yang sekular dan materialistik, terutama ketika perempuan saat itu
tertindas oleh sistem masyarakat kapitalis yang mengeksploitasi perempuan. Dalam pandangan
Islam, ide dasar dan utama yang diperjuangkan oleh feminisme berupa kesetaraan dan
kedudukan serta hak antara perempuan dengan laki-laki adalah sesuatu yang tidak benar dan
menyalahi kodrat kemanusiaan. Memang benar Islam memandang perempuan dan laki-laki
memiliki kedudukan yang setara dalam sejumlah aspek, terutama aspek kemanusiaan. Namun
hal ini tidak membuat Islam memberikan hak-hak yang identik kepada perempuan dan laki-
laki dalam semua hal.
Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kondisi fisik, biologis, dan
psikologis yang berbeda serta memiliki fungsi yang berbeda pula pada diri mereka masing-
masing. Oleh karena itu, sangat bijaksana saat Allah SWT membedakan hak dan kewajiban
mereka. Misalnya, hak istri adalah kewajiban suami, begitu pula sebaliknya. Perkembangan
ilmu pengetahuan sekarang, terutama ilmu kedokteran dan fisiologi bahkan mencatat
perbedaan keduanya dengan sangat nyata. Pertama dari bentuk tubuhnya yang tidak sama.
Selain itu, perbedaan fisik dan biologis ini menimbulkan watak yang berbeda pula, sehingga
timbullah watak keperempuanan yang cenderung perasa, sensitif dan watak kelaki-lakian yang
cenderung rasional serta sistematis.
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, masih sering terjadi kekerasan dan
pelecehan terhadap perempuan, begitu juga pelacuran, perdagangan perempuan, dan
sebagainya. Persoalan-persoalan sosial ini memang nyata dan perlu segera diselesaikan.
Namun, sebuah kesalahan besar jika kemudian para feminis membenci laki-laki, bahkan
mempersoalkan peran perempuan dalam urusan rumah tangga sebagai bentuk penindasan
terhadap perempuan. Allah Maha Tahu, memberikan tugas yang berbeda pada suami dan istri
karena adanya maakud-maksud tertentu. Selain itu, Islam tidak memandang peran seseorang
sebagai penentu kualitas kehidupan seseorang. Tolok ukur kemudian adalah ketakwaan yang
diukur secara kualitatif, yaitu sebaik apa bukan sebanyak apa seseorang bertakwa kepada Allah
SWT. Terkait dengan peran ini, Allah SWT mengingatkan dan menyadarkan laki-laki serta
perempuan dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 32:
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai