Anda di halaman 1dari 59

TUGAS KELOMPOK HIPERBARIK

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA SUDDEN DEAFNESS

Oleh :

1. Dhira Ayu Pangestika (151.0009)


2. Fernanda Wike Widyaswara (151.0018)
3. Ika Yulia Hadinata (151.0021)
4. Octafiansyah Alwan (151.0040)
5. Zulfa Ruly Lutfiana (151.0060)
6. Novinda Andi Ani (151.0061p)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan karunia dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kasus seminar kelompok yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Hiperbarik Oksigen dengan Diagnosa Medis Sudden Deafness” dapat selesai
sesuai waktu yang telah ditentukan.
Makalah kasus asuhan keperawatan ini disusun dengan memanfaatkan
berbagai literatur serta mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak, tim penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan
dan pemanfaatan literatur, sehingga makalah kasus seminar kelompok ini dibuat
dengan sangat sederhana baik dari segi sistematika maupun isinya jauh dari
sempurna.
Semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis ini mendapatkan
balasan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap laporan studi kasus
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 29 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii


Daftar isi ................................................................................................................ v
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 5
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pendengaran ............................................................... 5
2.1.1 Anatomi Alat Pendengaran .......................................................................... 5
2.1.2 Fisiologis Pendengaran ................................................................................ 8
2.2 Tuli Mendadak ................................................................................................ 9
2.2.1 Definisi ......................................................................................................... 9
2.2.2 Etiologi ......................................................................................................... 9
2.2.3 Patogenesis .................................................................................................. 9
2.2.4 Gejala Klinis .............................................................................................. 10
2.2.5 Klasifikasi Derajat Gangguan Penengaran ............................................... 11
2.2.6 Diagnosa .................................................................................................... 11
2.2.7 Pengobatan ................................................................................................. 11
2.2.8 Evaluasi Fungsi Penengaran ...................................................................... 11
2.3 Terapi Oksigen Hiperbarik............................................................................ 12
2.3.1 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik ........................................................... 12
2.3.2 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ........................................................... 12
2.3.3 Kontraindkasi terapi oksigen hiperbarik .................................................... 14
2.3.4 Komplikasi ................................................................................................. 15
2.3.5 Klasifikasi ruang terapi oksigen hiperbarik ............................................... 15
2.3.6 Cara kerja terapi oksigen hiperbarik .......................................................... 16
2.3.7 Efek terapi oksigen hiperbarik pada tuli mendadak ................................... 17
2.4 Web Of Caution ............................................................................................ 19
2.5 Asuhan Keperawatan Oksigen Hiperbarik .................................................... 21
Bab 3 Tinjauan Kasus ...................................................................................... 34
Bab 4 Penutup .................................................................................................. 54
Daftar Pustaka .................................................................................................. 56
Lampiran ........................................................................................................... 72

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuli mendadak (sudden deafness) adalah gejala menakutkan yang terjadi
secara tiba-tiba (Bashiruddin, 2007) dan disarankan langsung melakukan
pengobatan (Stachler , 2012). Walaupun beberapa kepustakaan menyatakan
bahwa tuli mendadak dapat pulih spontan (Arslan, 2011). Tuli mendadak
(sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba, bersifat sensorineural
dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Beberapa ahli mendefinisikan
tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih
paling sedikit pada tiga frekuensi berturut-turut yang berlangsung dalam waktu
kurang dari 3 hari. Biasanya tuli mendadak bersifat unilateral dan kurang dari
2% bersifat bilateral (Topuz, 2010). Kehilangan pendengaran sensorineural
secara tiba-tiba mempengaruhi 5 sampai 20 per 100.000 penduduk dengan sekitar
4000 kasus baru per tahun di Amerika Serikat (Stachler RJ et al., 2012).
Berdasarkan hasil “WHO Multi Center Study” pada tahun 1998, Indonesia
termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup
tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%)dan
India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% dapat
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Hasil Survei Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994-1996 yang dilaksanakan di tujuh
provinsi di Indonesia menunjukan prevalensi dari tuli mendadak sebanyak 0,2%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Angka kejadian tuli
mendadak diperkirakan 5-20 orang per 100 000 penduduk, dengan 400 kasus
baru setiap tahunnya di Amerika serikat. Terdapat 127 kasus tuli mendadak di
poli audiologi THT-KL RSUD Dr.Soetomo periode tahun 2005 sampai dengan
2009. Tuli mendadak mendapat terapi HBO sebesar 179 kasus pada periode tahun
2005 sampai dengan 2009 di Lakesla Dinas Kesehatan Angkatan Laut Surabaya.
Kehilangan pendengaran pada tuli mendadak selalu dihubungkan dengan
kerusakan koklea namun hanya 20 % kasus penyebab utamanya diketahui sedang
80% kasus lainya penyebab utamanya tidak diketahui. Terdapat empat teori

1
utama yang menyebabkan terjadinya tuli mendadak yaitu kelainan vaskular,
virus, ruptur tingkap bundar dan gangguan autoimun. Ruptur tingkap bundar,
membran intrakoklea merupakan membran tipis yang memisahkan telinga dalam
dan telinga tengah serta memisahkan ruangan endolimfe dan perilimfe koklea.
Robeknya membran intrakoklea secara mendadak telah diyakini sebagai
penyebab tuli mendadak. Hal ini diduga karena perubahan tekanan intra labirin
yang mendadak akibat aktivitas fisik, manuver valsava, meniup hidung dan
sebagainya. Gangguan autoimun, inflamasi koklea juga dapat diakibatkan oleh
autoimun sekunder seperti sindrom Cogan, Lupus, dan lain lain. Walaupun masih
menjadi perdebatan mengenai hal ini namun diyakini gangguan autoimun
mengakibatkan berkurangnya penghantaran oksigen ke organ Corti
(Hmshyperbaric, 2013).
Terapi hiperbarik merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan
untuk penanganan kasus tuli mendadak. Hal ini diperkuat pada konferensi
European Consensus on Hyperbaric Medicine yang ke tujuh di Lille tahun 2004,
meskipun demikian masih dibutuhkan adanya penelitian lebih lanjut.Terapi
hiperbarik oksigen pertama kali digunakan untuk menangani tuli mendadak pada
akhir tahun 1960 oleh pekerja Perancis dan Jerman. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa kehilangan pendengaran pada tuli mendadak karena adanya
hipoksia pada koklea dan terapi hiperbarik oksigen dapat mengembalikan
kekurangan oksigen tersebut. Beberapa penelitian tentang kasus tuli mendadak
yang mendapat terapi HBO membuktikan adanya peningkatan oksigenasi
perilimfe, namun masih harus pembuktian lebih lanjut dengan penelitian lain,
begitupula inhalasi karbogen (95% oksigen + 5% karbondioksida), vasoaktif
(pentoksifilin, dekstran, ginkobiloba,) memperlihatkan hasil yang baik pada
penanganan tuli mendadak. Terapi hiperbarik oksigen adalah memberikan
oksigen murni 100 % dengan tekanan lebih dari 1 ATA dalam ruang udara
bertekanan tinggi (RUBT) (Hmshyperbaric, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien dengan
Sudden Deafness.

2
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan hiperbarik
oksigen pada pasien Tn. S dengan diagnosa medis Sudden Deafness di LAKESLA
Drs. Med. R. RIJADI S. Phys Surabaya.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Melakukan pengakajian pada pasien Tn. S dengan diagnosa medis Sudden
Deafness di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S. Phys Surabaya.
2. Menegakkan rencana asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan
diagnosa medis Sudden Deafness di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S.
Phys Surabaya.
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan
diagnosa medis Sudden Deafness di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S.
Phys Surabaya.
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien Tn. S dengan diagnosa
medis Sudden Deafness di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S. Phys
Surabaya.
5. Melakukan evaluasi pada pasien Tn. S dengan diagnosa Sudden Deafness
di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S. Phys Surabaya.

1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Studi kasus ini diharapakan dapat menjelaskan dan memberikan
pemahaman serta pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada
pasien Sudden Deafness di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S. Phys Surabaya.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Responden
Bagi responden (pasien dengan Sudden Deafness) diharapakan makalah ini
dapat memberikan informasi untuk memberikan asuhan keperawatan hiperbarik
oksigen pada kasus dengan Sudden Deafness.

3
2. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan makalah ini memberikan masukan bagi profesi keperawatan
dalam mengembangkan perencanaan keperawatam yang akan dilakukan tentang
asuhan keperawatan hiperbarik oksigen dengan kasus Sudden Deafness.
3. Bagi Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit
Diharapakan studi kasus ini memberikan informasi bagi pelayanan di
Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan hiperbarik oksigen
dengan pasien Sudden Deafness.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pendengaran


2.1.1 Anatomi Alat Pendengaran
Telinga terdiri dari tiga bagian:
1. Telinga luar,
2. Telinga tengah,
3. Teliga dalam, telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu aparat
vestibular untuk keseimbangan dan koklea untuk pendengaran.
Telinga luar dan tengah menghantarkan suara ke koklea, yang
memisahkan suara sesuai frekuensi sebelum suara ditransduksi oleh sel rambut
menjadi kode neural dalam serat saraf pendengaran. Pada telinga luar terdapat
konka yang paling penting secara akustik (Moller, 2006).
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pina, meatus auditorius eksterna
yang menghantarkan getaran suara menuju membran timpani. Liang
telinga berukuran 2,5 sentimeter, sepertiga luarnya adalah tulang rawan
sementara dua pertiga dalamnya berupa tulang. Aurikel berbentuk tidak
teratur serta terdiri atas tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali cuping
telinga yang terutama terdiri dari lemak (Pearce, 2009).
2. Telinga tengah
Telinga tengah merupakan rongga timpani yang berisi udara. Di
dalam tulang tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu tiga tulang
kecil yang tersusun seperti rantai bersambung dari membran timpani
menuju rongga telinga dalam. Tulang sebelah luar adalah maleus,
berbentuk seperti martil. Tulang yang berada di tengah disebut inkus atau
landasan. Tulang stapes atau sanggurdi dikaitkan pada inkus dengan ujung
yang lebih kecil dan dasarnya terkait pada membran fenestra vestibuli.
Tulang-tulang pendengaran ini berfungsi mengalirkan getaran suara dari
gendang telinga menuju rongga telinga dalam.

5
Prosesus mastoideus adalah bagian tulang temporalis yang terletak di
belakang telinga, sementara ruang udara yang berada pada bagian atasnya
adaah antrum mastoideus yang berhubungan dengan rongga telinga tengah
(Pearce, 2009).
Membran timpani memiliki bentuk agak oval dan pada ujung liang
telinga berupa selaput tipis. Gendang telinga berbentuk kerucut dan agak
cekung bila dilihat dari liang telinga. Bagian utama dari gendang telinga
disebut pars tensa dan bagian kecilnya disebut pars flasida yang lebih tipis
dan terletak diatas manubrium maleus. Gendang telinga ditutupi oleh
selapis sel epidermis yang berlanjut dari kulit liang telinga. Tuba
eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan daerah
nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang atau protimpanum
yang terletak dekat rngga telinga tengah dan bagian tulang rawan yang
membentuk celah tertutup saat berakhir di nasofaring (Moller, 2006).
3. Telinga dalam
Rongga telinga dalam berada dalam bagian os petrosum tulang
temporalis. Rongga telinga dalam terdiri atas berbagai rongga yang
menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporais. Rongga-rongga itu
disebut labirin tulang dan dilapisi membran sehingga membentuk labirin
membranosa (Pearce, 2009).
Telinga dalam labirin terdiri dari koklea dan vestibular. Koklea atau
rumah siput berupa dua setengah lingkaran dan vestibular terdiri dari tiga
buah kanalis semisirkularis. Koklea memiliki 3 saluran yang berisi cairan,
yaitu skala vestibuli, skala timpani dan skala media. Skala media yang
berlokasi di tengah koklea, dipisahkan dari skala vestibuli oleh membran
Reissner dan dari skala timpani oleh membran basilar. Pada membran
basilar ini terdapat organ corti yang mengandung sel rambut (Moller,
2006).
Organ corti terdiri dari beberapa sel penunjang, satu sel indera bagian
dalam dan tiga sel indera bagian luar. Sel-sel indera ini berhubungan
dengan membran tektoria. Karena getaran pada stapes terjadi gelombang-
gelombang yang berjalan ke perpilimfa dan endolimfa. Akibatnya, sel

6
rambut dalam duktus koklearis akan bergerak terhadap membran tektoria.
Pergeseran ini akan merangsang sel-sel rambut luar.
Secara berirama sel-sel rambut luar akan berkontraksi sehingga
pergeseran antara membran tektoria dan membran basal akan diperkuat
dan selektivitas frekuensi diperbesar. Akibatnya, timbul depolarisasi pada
sinaps sel-sel rambut bagian dalam. Membran basal bekerja menerima
nada tinggi pada permulaan dan nada rendah pada dibagian akhir atau
helikotrema (Moller, 2006).
Sistem cairan koklea dibagi dengan organ vestibular dan terdiri dari
duasistem, yaitu sistem perilimfatik, dimana komposisi cairan ionik menyerupai
carian serebrospinal dan endolimfatik yang sistem cairan menyerupai cairan
intraseluler. Dalam koklea ruang endolimfatik dipisahkan dari ruang perilimfatik
oleh membran Reissner dan membran basilar. Komposisi cairan ionik perilimfatik
berfungsi untuk sel-sel rambut. Ruang cairan perilimfatik dari telinga bagian
dalam berkomunikasi dengan cairan serebrospinal dalam rongga tengkorak
melalui saluran cair koklea yang menghubungkan ruang perilimfatik dengan
ruang cairan kranial. Saluran tersebut memiliki diameter 0,05-0,5 mm. Ruang
endolimfatik berkomunikasi dengan kantung endolimfatik melalui saluran
endolimfatik. Kantung endolimfatik merupakan ruang antara dua lapisan dura
meter. Kantung tersebut berada di dekat dinding tengkorak yaitu acousticus porus.
Ketidakseimbangan tekanan pada ruang tersebut dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan gangguan keseimbangan (Moller, 2006).
Peredaran darah di telinga luar dialiri oleh cabang aurikulotemporal arteri
temporalis superfisial di bagian anterior dan di bagian posterior disuplai oleh
cabang aurikuloposterior arteri karotis eksterna. Kavum timpani disuplai oleh
berbagai cabang arteri karotis eksterna (arteri meningea media, arteri faringeal
asceden, arteri maksilaris dan arteri stilomastoid). Peredaran darah di telinga
dalam disuplai oleh arteri labirin yang berasal dari arteri anterior inferior
cerebellar atau arteri basilaris. Arteri labirin merupakan akhir dari arteri yang
sedikit atau tanpa suplai darah ke koklea ( Moller, 2006).

7
2.1.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditankgapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea (Bashiruddin J, 2007). Getaran-getaran tersebut selanjutnya diteruskan
menuju inkus, stapes dan maleus. Gerakan yang timbul pada setiap tulang akan
memperbesar getaran yang kemudian disalurkan melalui fenestra vestibular
menuju perilimfa (Pearce, 2009). Getaran diteruskan melalui membran Reissner
yang mendorong endolmifa sehingga menimbulkan gerak relatif antara membrane
basilaris dan membran tektoria (Bashiruddin J, 2007).
Organ corti menumpang pada membran basilaris sel-sel rambut bergerak
naik turun sewaktu membran basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel
reseptor terbenam di dalam membran tektorial yang kaku dan stasioner, rambut
rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrane
basilaris menggeser posisinya terhadap membran tektorial. Perubahan bentuk
mekanis rambut yang maju-mundur menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis pada sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
pergantian pada frekuensi yang sama dengan rangsangan suara semula (Lauralee
S, 2001).
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membran basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian)
saluran di sel reseptor yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara di terjemakan
menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.
(Lauralee S, 2001).

8
2.2 Tuli Mendadak
2.2.1 Definisi
Tuli mendadak atau sudden deafness adalah tuli yang terjadi secara tiba-
tiba. Jenis keluannya adalah sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung
diketahui. Biasanya terjadi pada satu telinga (Bashiruddin J,dkk, 2007). uli
mendadak merupakan tuli secara tiba- tiba bersifat sensorineural (terjadi
kerusakan sel-sel sensorik dan / atau serat saraf di telinga bagian dalam) dengan
penyebab yang belum diketahui dan penurunan pendengaran 30 db atau lebih,
terjadi paling sedikit tiga frekuensi audimetri yang berlangsung kurang dari tiga
hari (Hmshyperbaric, 2013).
2.2.2 Etiologi
Menurut Rauch, penyebab pasti tuli mendadak hanya ditemukan pada 10-
15% kasus, sebagian besar kasus tetap tidak tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik) (Rauch, 2008). Tuli mendadak juga dapat disebabkan oleh berbagai hal
antara lain iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras,
perubahan tekanan atmosfer, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere dan
neuromakustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi adalah iskemia
koklea dan infeksi virus (Bashiruddin J dkk, 2007).
2.2.3 Patogenesis
Ada 4 teori postulasi terjadinya tuli mendadak yaitu infeksi viral labirin,
gangguan vaskular labirin, ruptur membran intrakoklear dan penyakit telinga
dalam yang berhubungan dengan autoimun. Namun setiap jalur teori ini belum
tentu terjadi pada setiap kasus tuli mendadak atau sudden deafness.
1. Infeksi virus labirin
Prevalensi menunjukkan 7-13% pasien yang menderita tuli mendadak
sebelumnya menderita infeksi virus (mumps, herpes). Terkadang dapat
dtemukannya histopatologi pada telinga bagian dalam yang menunjukkan
adanya infeksi oleh virus. Gambaran histoatologi ditemukan adanya
kerusakan di koklea berupa hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokongnya,
atrofi membrane tectorial, atrofi dtria vascularis, dan hilangnya neuron
(Marthur, 2015).

9
2. Gangguan vaskular labirin
Koklea diperdarahi oleh areri auditnya interna, dimana pembuluh darah ini
merupakan arteri ujung atau end-artery, sehingga bila terjadi gangguan pada
pembuluh darah inikoklea sangat mudah mengalami kerusakan. Gangguan
vaskular labirin bisa disebabkan oleh adnaya trombus, emboli dan
vasospasme yang dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke koklea
sehingga perfusi dan oksigenasi jaringan terganggu (iskemia koklea) yang
menyebabkan perubahan tekanan oksigen perilimfe (Marthur, 2015)
3. Ruptur membran intrakokler
Membran ini memisahkan telinga tengah dan telinga dalam. Pada koklea
membran ini juga memisahkan ruang perilimfe dna endolimfe. Ruptur dari
salah satu atau kedua membran ini dapat menyebabkan tuli mendadak.
Kebocoran cairan perilimfe ke telinga tengah melalui tingkap lonjong dapat
menyebabkan terjadinya tuli mendada, ruptur membran intrakoklear
menyebabkan bercampurnya cairan perilimfe dan endolimfe sehingga
terjadi perubahan potensial endokoklea (Marthur, 2015).
4. Penyakit telinga dalam yang berhubungan dengan autoimun
Pada sebha studi terhadap 51 pasien yang mengalami tuli mendadak,
ditemukan adanya keterlibatan penyakit autoimun dan tuli mendadak
(Marthur, 2015).
2.2.4 Gejala klinis
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau menahun
secara tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau berulang dalam
serangan, tetapi biasanya menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak
berat dan berlangsung lama. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai
dengan tinitus dan vertigo.
Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga,
dapat disertai tinitus dan vertigo. Kemungkinan ada gejala dan tanda penyakit
virus seperti, parotis, varisela, variola atau pada anamnesis baru smebuh dari
penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak terdapat kelainan telinga
(Bashiruddin J, 2007).

10
2.2.5 Kalsifikasi Derajat gangguan pendengaran
Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard
Organization (ISO) dan American Standard Association (ASA).
Derajat gangguan ISO ASA
pendengaran
Pendengaran normal 10-25 dB 10-15 dB
Ringan 26-40 dB 16-29 dB
Sedang 41-55 dB 30-44 dB
Sedang berat 56-70 dB 45-59 dB
Berat 71-90 dB 60-79 dB
Sangat berat >90 dB >80 dB
Tabel 2.1 Klasifikasi derajar gangguan pendengaran
2.2.6 Diagnosa
Menurut Guidline American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery, langkah pertama diagnosus tuli mendadak adalah membedakan tuli
sensorineural dan tuli konduktif melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes penala,
pemeriksaan audiometri dan pemeriksaan penunjang lainnya. Ketulian atau
hearing loss diklasifikasikan menjadi tuli konduktif, tuli sensorineural, atau
campuran. Tuli konduktif disebabkan oleh abnormalitas telinga luar, membran
timpani, rongga udara telinga tengah atau tulang pendengaran, struktur yang
menghantarkan gelombang suara ke koklea. Sementara ini, tuli sensorineural
disebabkan oleh adanya abnormalitas koklea, saraf auditorik, dan struktur lain
yang mengolah impuls ke korteks auditorik di otak (Stachler R.J et al, 2012).
2.2.7 Pengobatan
1. Vasodilantasia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian complamin
injeksi disertai dengan pemberian tablet vasodilator oral tiap hari.
2. Prednison (kortikosteroid) 4x10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari
3. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
4. Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/hari
5. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
6. Obat anti virus sesuai dengan virus penyebab (Bashiruddin J, 2007)
2.2.8 Evaluasi fungsi pendengaran
1. Sangat baik, apabila perbaikkan lebih dari 30 dB pada 5 frekuensi

11
2. Sembuh, apabila peraikan ambang pendengaran kurang dari 30 dB pad
frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan dibawah 25 dB pada
frekuensi 4000 Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10-30 dB pada 5 frekuensi
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan kurang dari 10 dB pada 5
frekuensi.

2.3 Terapi oksigen hiperbarik


2.3.1 Definisi terapi oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik didefinisikan oleh Undersea and Hyperbaric
Medical Society (UHMS) sebagai pengobatan dimana pasien bernafas dengan
oksigen 100% dalam suatu ruangan yang bertekanan yang lebih besar dari 1 ATA
(Gill A.L, 2004).
2.3.2 Indikasi terapi oksigen hiperbarik
Indikasi mengacu pada lingkup dan standar utnuk penggunaan yang sesuai
dengan terapi oksigen hiperbarik. Di Cina indikasi darai terapi oksigen hiperbarik
awalnya dirilis pada tahun 1982. Dengan praktik dan pengakuan CMA (Chinese
Medical Assosiation) merevisi indikasi yang direkomendasikan pada tahun 2004
untuk memasukkan 12 indikasi darurat dan indikasi non-darurat.
Disepakati pemakaiannya oleh UHMS, 1999 :
1. Embolisme gas dan udara.
2. Keracunan CO
3. Clostridial Myositis dan Myonecrosis (Gas Gangrene)
4. Crush Injury dan Acute Traumatic Ischemias
5. Penyakit Dekompresi
6. Meningkatkan peyembuhan luka
7. Anemia
8. Abses Intrakranial
9. Infeksi Jaringan Lunak Ternekrotisasi
10. Osteomyelitis
11. Delayed Radiation Injury
12. Skin Grafts dan Flaps

12
13. Luka Bakar
Indikasi terapi ajunktif :
1. Pembedahan rekontruktif anggota gerak
2. Kegagalan sirkulasi darah perifer
3. Penyakit arteri koroner: Angina pectoris, Myocardial Infark
4. Oklusi arteri retina pusat
5. Penyakit otak iskemik
6. Tuli mendadak
7. Insufisiensi sirkulasi darah perifer
8. Luka bakar
9. Sindrom Meniere
10. Sekuele lambat keracunan CO
11. Ensefalitis virus non spesifik
12. Osteomyelitis kronik
13. Patah tulang
14. Osteoradionekrosis dan Kerusakan jaringan lunak
15. Ulkus duodenum dan Lambung
16. Ileus paralitik
17. Resusitasi kardiopulmoner
18. Udem otak
19. Syok, termasuk syok post operasi dalam bedah jantung
Indikasi Non Emergency (Chronic)
1. Kombinasikan dengan radiasi dan kemoterapi
2. Gangguan peredaran darah tepi dengan borok yang sulit sembuh
3. Cangkok kulit (Skin grafts)
4. Subacute Myelo-Optico Neuropathy (SMON)
5. Paresis Motorik, sekuele lanjut serangan pembuluh darah otak, cedera
kranial dan craniotomy
6. Sindrom yang tertunda pada intoksikasi CO
7. Neuropathy sumsum tulang belakang
8. Osteomyelitis dan Radio nekrosis

13
2.3.3 Kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik
CMA (Chinese Medical Association) menerbitkan kontraindikasi dan
pengobatan oksigen hiperbarik pada tahun 2004, ysng meliputi 4 kontraindikasi
absolut dan 10 kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut adalah mereka
dimana penggunaan terapi oksigen hiperbarik dilarang jika pasien disertai dengan
berikut:
1. Pneumothoraks yang tidak terobati, pneumomediastinum diobati
2. Pulmonary bulla
3. perdarahan aktif dan penyakit hemoragik atau
4. Pembentukan rongga TB dan hemoptisis
Kontraindikasi relatif mengacu pada kondisi dimana penggunaan terapi
oksigen hiperbarik pada pasien perlu diperhatikan dan mungkin menyebabkan
efek samping yang menignkatkan ketidaknyamanan atau komplikasi.
Terapi oksigen hiperbarik harus digunakan dengan hati-hati jika pasien memiliki
salah satu kondisi berikut :
1. Infeksi saluran pernapasan atas yang parah
2. Emfisema berat
3. Penyakit bronkiektasis
4. Infeksi sinus
5. Semua tingkatan atrioventrikular
6. Tekanan daarah tinggi
7. Bradikardia
8. Tumor ganas yang tidakd diobati
9. Ablasi retina
10. Tahap awal kehamilan (3 bulan)
Pada tahun 2013, kontraindikasi baru untuk terapi oksigen hiperbarik dirilis
oleh MCA. Kontraindikasi baru termasuk kontraindikasi mutlak dan
kontraindikasi relatif. Satu-satunya kontraindikasi mutlak yaitu ketegangan tanpa
pengobatan.
Kontraindikasi mutlak dan relatif :
1. Mutlak
a. Untreated Pneumothorax

14
2. Relatif
a. Infeksi Saluran Nafas Atas
b. Emfisema dengan retensi CO2
c. Lesi paru asimtomatis pd foto dada
d. Riwayat operasi dada dan telinga
e. Demam tinggi
f. Optic Neuritis
g. Kehamilan
2.3.4 Komplikasi
Meskipun terapi oksigen hiperbarik memiliki aplikasi luas, komplikasi
dalam penggunaan dapat terjadi. Dalam terapi oksigen hiperbarik, terdapat
masalah peemrataan tekanan yang dominan mempengaruhi telinga tengah dan
sinus hidung yang menyebabkan lesi barotraumatik (Devaraj, 2014).
1. Barotrauma: telinga, sinus, gigi, paru
2. Temporer Myopia
3. Kejang karena O2
4. Klaustrofobia (fobia pd ruang sempit)
2.3.5 Klasifikasi ruang terapi oksigen hiperbarik
Ruang udara bertekanan tinggi merupakan fasilitaf utama yang dibutuhkan
dalam pelayanan medik hiperbarik. Yang terpenting dalam mekanisme RUBT
adalah adnaya tekanan, maka oksigen di dalamnya memberikan tekanan yang
lebih tinggi dan permukaan air laut. Ukuran, bentuk dan kapasitas RUBT sangat
bervariasi (Kementrian Kesehatan RI, 2008).
1. RUBT ruang tunggal (monoplace)
Merupakan tipe RUBT yang sering digunakan. Pasien dapat dipindahkan ke
dalam RUBT dengan oksigen yang diisi sesuai dengan tekanan, yaitu lebih
dari 3 ATA. Digunakan untuk penanganan pasien idnividum kasus infeksi
dan perawatan intenif. Kelebihannya adalag mudah dioperasikan, mudah
untuk ditempatkan, tidak membutuhkan masker muka, mudah untuk
mengobservasi pasien, sera hanya membutuhkan sedikit tenaga operator.

15
2. RUBT ruang ganda (multiplace)
Digunakan untuk pengobatan bersama beberapa pasien, dimana pasien
bernafas melalui masker yang menutupi mulut dan hidung
3. RUBT pengangkutan (portable)
RUBT yang dapat dipindahkan dan bergerak kemana saja dibutuhkan, dapat
langsung berfungsi di lokasi, bahkan di tempat parkir rumah sakit.
4. RUBT untuk testing dan latihan penyelam
Digunakan utnuk melakukan uji coba terhadap penyelam, dimana ruangan
tersebut disimulasikan sesuai dengan kedalaman penyelaman.
5. Small hyperbaric chamber
Digunakan untuk neonatus dan hewan percobaan.
2.3.6 Cara kerja terapi oksigen hiperbarik
Efek yang disebabkan oleh oksigen hiperbarik pada tubuh daoat dibagi
menjadi efek utama seperti peningkatan tekanan oksigen dan difusi dalam
jaringan. Efek sekunder seperti vasokonstriksi, angiongenesis, proliferasi
fibroblast dan meningkatkan pembunuhan leukosit oksidatif.
Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas yang terlarut dalam cairan
atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas yang bersentuhan dengan
cairan atau jaringan. Dalam terapi ksigen hiperbarik, jumlah peningkatan oksigen
yang dipasok, meningkatkan tekanan oksigen hiperbarik, sehingga menjelaskan
efek hiperoksia di jaringan hpoksia (Devaraj, 2014).
Ketika tekanan oksigen menurun, terjadi pengaktifan neutrofil. Neutrofil
yang diaktifkan mengonsumsi sejumlah besr oksigen, menyebabkan penurunan
kadar oksigen lebih lanjut dalam jaringan hipoksia. Tingkat oksigen yang sangat
rendah dapat menyebabkan cedera jaringan. Terapi oksigen hiperbarik
membalikkan cidera jaringan hipoksia dengan meningkatkan konsentrasi oksigen,
sehingga membantu neutrofil dengan menyediakan oksigen dan mempercepat
proses penyembuhan (Devaraj, 2014).
Kadar oksigen yang tinggi menyebabkan vasokonstriksi di jaringan normal.
Hal ini berguna dalam edema jaringan pasca trauma. Efek oksigen hiperbarik ini
digunakan dalam pengobatan sindrom kompartemen, emngobati cedera dan luka
bakar, menurut sebuha studi yang dilakukan pada telinga kelinci mencata bahwa

16
pertumbuhan kapiler juga dipengaruhi oelh konsentrasi oksigen. Pembentukan
kapiler meningkat dengan peningkatan tekanan oksigen (Devaraj, 2014).
2.3.7 Efek terapi oksigen hiperbarik pada tuli mendadak (Sudden Deafness)
Penelitian neurofisiologi terhadap koklea dari bianatang percobaan dan
observasi pada manusia membuktikan bahwa kejadia degeneratif secara garis
besar bisa digambarkan karena adanya iskemia jaringan oleh sistem arteri yang
mendarahi labirin yang tidak berkompensasi secara efektif. Dengan pemakaian
terapi oksigen hiperbarik, koklea mendapat terapi yang tepat karena oksigen dapat
mencapai bagian dari labirin, tidak hanya melalui difusi plasma tetapi juga masuk
ke bagian basal koklea dengan acra difusi gas melalui membran semipermeable
foramen rotundum (Sutarno, 2000).
Arteri mengalami difusi dari kapiler ke dalam cairan telinga dalam dan
meningkatkan saturasi parsial oksigen yang mempengaruhi tekanan oksigen
telinga dalam. Selama terapi oksigen hiperbarik, tekanan parsial oksigen yang
tinggi menghidupkan kembali daerah yang mengalami hipoksia pada koklea.
Keuntungan HBO pada tuli mendadak adalah peningkatan oksigen pada perilimfa
dan endolimfa membantu pemulihan fungsi telinga dalam. Terapi hiperabrik juga
meningkatkan suplai darah dan berkontribusi pada penignkatan mikrosirkulasi
(Topuz, 2004).
Aktifitas koklea tergantung dari suplai energi yang dibentuk oleh
metabolisme oksigen. Stria vaskularis dan organ Corti dengan aktifitas
metabolisme yang tinggi membutuhkan konsumsi oksigen yang sangat besar
(Hmshyperbaric, 2013). Berdasarkan penelitian, tekanan oksigen pada perilimfe
menurun secara signifikan pada pasien dengan tuli mendadak. Tindak lanjut dari
keadaan ini adalah rusaknya neuroepitelium sensori karena adanya anoksia
sehingga suplai oksigen merupakan kunci utama terjadinya disfungsi pada telinga
dalam (Hmshyperbaric, 2013).
Rasionalitas terapi tuli mendadak tidak hanya didasarkan pada pengaruh
HBO secara umum seperti peningkatan kelarutan oksigen dalam jumlah besar,
mengurangi edema, memperbaiki aliran darah dan sel darah tetapi juga karena
efek lokal dari terapi ini. Koklea sangat dipengaruhi oleh dua mekanisme
metabolisme yaitu oksidatif aerobik pada stria vaskularis dan glikolitik anaerobik

17
pada organ Corti. HBO mempunyai dua efek yaitu membangkitkan kembali
metabolisme oksidatif pada stria vaskularis serta melindungi sel neurosensori
yang telah menjadi lambat sedang HBO dapat memulihkan energi metabolisme
secara fisiologi (Hmshyperbaric, 2013).
Untuk oksigenasi telinga dalam, HBO berperan meningkatkan potensial
transmembran dan sintesis adenosine triphosphate (ATP) serta aktifitas
metabolisme sel dan pompa natrium kalium yang mengakibatkan terjadinya
keseimbangan ion dan fungsi elektrofisiologi pada labirin. Oksigen arteri
mengalami difusi dari kapiler ke dalam cairan telinga dalam dan meningkatkan
saturasi parsial oksigen yang mempengaruhi tekanan oksigen telinga dalam.
Selama terapi HBO tekanan parsial oksigen yang tinggi menghidupkan kembali
daerah yang mengalami hipoksia pada koklea (Hmshyperbaric, 2013).
Keuntungan HBO pada tuli mendadak adalah peningkatan distribusi oksigen
yang terlarut dalam sirkulasi darah. Peningkatan oksigen pada perilimf dan
endolimf membantu pemulihan fungsi telinga dalam, HBO juga meningkatkan
suplai darah dan berkontribusi pada peningkatan mikrosirkulasi, menurunkan
hematokrit dan viskositas darah serta meningkatkan elastisitas sel darah merah
(Hmshyperbaric, 2013).

18
2.4 WEB OF CAUTION/PATHWAY

Tuli sensorineural

Tuli sensorineural
Tuli
retrokoklea
sensorineural
Proses degenerasi Penyebab lain: Pemaparan bising dari
tulang dalam pd lansia - Neuroma akustik
Tuli mendadak Aplasia(kongenital), lingkungan
- Tumor sudut pons serebelum
labirintis(oleh infeksi
Presbicusis - Mieloma multiple
Penyebab tertentu viru,bakteri), intoksikasi Lama terpapar, intensitas
- Cedera otak
obat tinggi, frekuensi tinggi
Perubahan struktur Iskemia koklea - Perdarahan otak
(sterptomisin,kanamisin,
koklea&nervus - Kelainan otak
garamisin,neomisin,kina,
Bising dg intensitas >
asetosal,alkohol),trauma
Atrofi & degenerasi sel-sel rambut 90dB
Tuli timbul kapitis, trauma akustik
getar koklea, perubahan vaskularis,
jumlah&ukuran sel gangliion saraf mendadak Kerusakan
menurun reseptor
Tuli unilateral,
bilateral Kesulitan Ketidakmampuan
Pendengaran berkurang secara
Kurang pendengaran, berkomukas dalam menjalani
perlahan, progresif&simetris pada Tinitus, vertigo tinitus, sukar i terutama hubungan
kedua telinga
menangkap grup personal yang
percakapan
Sensasi pendengaran
dengan intensitas yang Perubahan
rendah status
kesehatan

TERAPI HBO 19
TERAPI HBO

POTENSIAL TRANSMEMBERAN DAN


ATP NAIK

OKSIGEN BERDIFUSI DARI KAPILER KE


DALAM CAIRAN TELINGA DALAM

TEKANAN PARSIAL OKSIGEN YANG


TINGGI

DAERAH HHIPOKSIA PADA KOKLEA


TERPENUHI OKSIGEN

MENINGKATKAN MEMPERBAIKI PENGIRIMAN


PENGELUARAN OKSIGEN OKSIGEN

TEKANAN 2,4 ATA MK: RESIKO


BAROTRAUMA

MK: RESIKO INTOKSIKASI


OKSIGEN

20
2.5 Asuhan Keperawatan Oksigen Hiperbarik
1. Pengkajian
a. Identitas : nama, alamat, pendidikan, lahir, pekerjaan, pendidikan
b. Keluhan utama : DCS, klinis, kebugaran
c. Riwayat penyakit sekarang
d. DCS “penyelaman dilakukan dimana kedalaman berapa, pasien
menunjukkan gelaja pada kedalaman berapa, pingsan berapa lama,
menyelam menggunakan apa, dan pertolongan apa yang dilakukan
e. Klinis
Riwayat penyakit sampai dengan dilakukannya terapi HBO
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penurun terhadap beberapa penyakit yang menjadi kontraindikasi
g. Pemeriksaan fisik
Observasi TTV kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan,
neurologis, pernafasan, kardiovaskuler, pencernaan, perkemihan,
muskuloskeletal, integumen
PRA HBO
a. Observasi TTV
b. Ambang deman
c. Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu
d. Auskultasi paru-paru
e. Observasi tanda-tanda cidera orthopedic
f. Uji ketajaman penglihatan
g. Mengkaji tingkat nyeri
h. Penilaian status nutrisi
1) Ada zat dan barang-barang yang tidak diperbolehkan dibawa ke ruang
hiperbarik
a) Secara zat yang mengandung minyak, alkohol (kosmetik, harirspray,
cat kuku, lotion, cologne, salep)
b) Pasien harus melepas perhiasan (cincin, jam tangan, kalung,
anting/giwang)
c) Lensa kontak harus dilepas

21
d) Alat bantu dengar harus dilepas
e) Menggunakan pakaian berbahan katoon 100%
INTRA HBO
a. Mengamati TTV, gejala barotrauma, keracunan oksigen
b. Mendorong pasien untuk menggunakan teknik manuver valsavah hanya
untuk digunakan selama dekompresi
c. Pasien perlu diingatkan bahwa manuver valsavah hanya untuk digunakan
selama dekompresi
d. Jika pasien mengalami nyeri ringan, sedang, hentikan dekompresi hingga
nyeri sudah reda
e. Untuk mencegah barotrauma ajarkan bernafas secara normal
f. Pantau adanya claustropobia untuk mencegah efek dari claustropobia
g. Segera periksa gula darah jika pasien terdapat tanda-tanda hipoglikemia
POST HBO
a. Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji aurologis harus dilakukan
b. Tes gula darah pada pasienyang 100m
c. Pasien dengan iskemik trauma akut, sindrom homparteren, nekrosis dan
pasca inplantasi harus dilakukan penilaian status reuotranskular dan luka
d. Pasien dengan keracunan oksigen mememrlukan tes psicometri atau tingkat
carboxyhemoglobin
e. Pasien dengan infisiensi arteri akut retina memerlukan hasil pemeriksaan
pandang luas
f. Pasien dirawat karena penyakit dekompres, emboli gas arteri atau edema
cerebral harus dilakukan pemeriksaan penilaian neurologis
g. Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan alat transportasi atau menghidupkan mesin
h. Lakukan pendokumentasian pasca HBOT
2. Diagnosa
a. Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan
prosedur perawatan
b. Resiko tinggi cidera yang berkaitan dengan pasien transfer in/out dari ruang,
ledakan peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis.

22
c. Resiko tinggi barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas
emboli serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen
hiperbarik
d. Resiko toksitas oksigen b/d pemberian oksigen 100 & pada tekanan atmosfir
meningkat.
e. Resiko pengiriman gas tidak memadai terapi b/d system pengiriman dan
kebutuhan pasien/ keterbatasan.
f. Kecemasan dan ketakutan yang berhubungan dengan perasaan kecemasan
kurungan terkait dengan ruang oksigen hiperbarik.
g. Rasa sakit yang terkait dengan masalah medis yang terkait
h. Ketidaknyamanan yang b/d perubahan suhu dan kelembaban di dalam ruang
hiperbarik
i. Potensi individu tidak efektif berhubungan dengan stress mengatasi
penyakit dan/ atau miskin system dukungan psikososial
j. Potensi disritmia berkaitan dengan patologi penyakit
k. Potensial untuk defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi atau
pergeseran cairan
l. Perubahan perfusi jaringan serebral yang b/d: Keracunan CO, Dekompresi,
Infeksi akut fasiitis, Gas emboli dan lainnya
m. Potensi perubahan dalam kenyamanan, cairan, dan elektrolit b.d mual dan
muntah.
n. Pemeliharaan kesehatan b.d defisit pengetahuan untuk : Manajemen luka
kronis, Pembatasan penyakit dekompresi lebih lanjut, Melaporkan gejala
setelah keracunan karbn monoksida.
3. Intervensi
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Kecemasan b/d defisit Pasien dan/atau keluarga akan 1. Dokumentasikan
pengetahuan tentang menyatakan : pemahaman pasien /
terapi oksigen 1. Alasan untuk terapi keluarga tentang pemikiran
hiperbarik dan oksigen hiperbarik dan tujuan terapi HBO,
prosedur perawatan 2. Tujuan terapi prosedur yang terlibat dan
3. Prosedur yang terlibat potensi bahaya terapi HBO.
dengan terapi oksigen 2. Mengidentifikasi hambatan
hiperbarik pembelajaran.
4. Potensi bahaya dari terapi 3. Mengidentifikasi

23
oksigen hiperbarik kebutuhan belajar termasuk
informasi mengenai hal –
hal berikut :
a. Tujuan dan hasil yang
diharapkan dari terapi
HBO
b. Urutan prosedur
perawatan dan apa yang
diharapkan ( yaitu
tekanan, temperatur,
suara, perawatan luka )
c. Sistem pengiriman
oksigen
d. Tehnik Valsava
e. Barotrauma paru
f. Pencegahan toksisitas
oksigen
4. Memberikan kesempatan
terus untuk diskusi dan
instruksi.
5. Menyediakan pasien
dan/atau keluarga dengan
brosur informasi mengenai
terapi HBO.
6. Menjaga pasien dan/atau
keluarga diberitahu tentang
semua prosedur.
7. Dokumen pasien / keluarga
instruksi, menggunakan
konfirmasi bentuk instruksi
dan bentuk instruksi pasien
umum
Resiko tinggi cidera Pasien tidak akan mengalami 1. Membantu pasien masuk
yang berkaitan dengan cidera apapun. dan keluar dari ruang tepat.
pasien transfer in/out 2. Mengamankan peralatan di
dari ruang, ledakan dalam ruang sesuai dengan
peralatan, kebakaran, kebijakan dan prosedur.
dan/atau peralatan 3. Memantau peralatan dan
dukungan medis. supplies untuk perubahan
tekanan dan volume.
4. Mengikuti prosedur
pencegahan kebakaran
sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditentukan.
5. Memonitor adanya udara di
IV dan tekanan tubing line
invasif, udara semua harus
dikeluarkan dari tabung

24
jika ada.
6. Dokumen yang semua line
invasif atau menghapus
udara bertekanan sebelum
ruang dan depressurization.
Resiko tinggi Tanda-tanda dan terjadinya 1. Mengelola dekongestan,
barotrauma ke tanda dari barotrauma akan per perintah dokter,
telingga, sinus, gigi, diakui, ditangani, dan segera sebelum perawatan terapi
dan paru-paru, atau dilaporkan oksigen hiperbarik.
gas emboli serebral 2. Sebelum perawatan
b/d perubahan tekanan menginstruksikan pasien
udara di dalam ruang dalam teknik pemerataan
oksigen hiperbarik. telinga, seperti menelan,
mengunyah, menguap,
manuver valsava
dimodifikasi, atau
memiringkan kepala.
3. Menilai kinerja pasien
teknik pemerataan telinga
sebagai ruang bertekanan
terjadi.
4. Mengingatkan pasien untuk
bernapas dengan normal
selama perubahan tekanan.
5. Konfirmasi ET / manset
Trach diisi dengan NS
sebelum tekanan udara.
6. Memberitahukan operator
ruang multiplace jika
pasien tidak dapat
mencapai persamaan
tekanan.
7. Dokumen penilaian.
8. Terus memantau pasien
selama terapi oksigen
hiperbarik untuk tanda-
tanda dan gejala
barotrauma termasuk:
a. Ketidakmampuan untuk
menyamakan telinga,
atau sakit di telinga dan
/ atau sinus (terutama
setelah pengobatan
awal, dan setelah
perawatan berikutnya).
b. Peningkatan tarif dan /
atau kedalaman
pernafasan

25
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks,
termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri
dada tajam
2) Kesulitan, bernafas
cepat
3) Gerakan dada
abnormal pada sisi
yang terkena, dan
4) Takikardia dan/
kecemasan
9. Mengikuti perintah dokter
hiperbarik untuk
manajemen pasien.
Resiko toksitas Tanda dan gejala keracunan 1. Penilaian hasil laporan
oksigen b/d pemberian oksigen akan diakui dan pasien ke dokter hiperbarik
oksigen 100 % & pada segera ditangani. dari:
tekanan atmosfir a. Suhu tinggi tubuh
meningkat. b. Riwayat penggunaan
steroid
c. Riwayat kejang oksigen
d. Dosis tinggi vitamin C
atau aspirin
menggunakan
e. Fi O2 > 50%, dan
f. Faktor risiko tinggi
lainnya sebagai
approriate
2. Memantau pasien selama
terapi oksigen hyperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen sistem saraf pusat
termasuk:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Dering di telinga atau
halusinasi pendengaran
lainnya
c. Rasa pusing
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah
tersinggung dan
f. Mual
(Catatan: SSP toksisitas
oksigen pada akhirnya
dapat mengakibatkan
kejang)

26
3. Mengubah sumber oksigen
100% untuk udara untuk
pasien jika tanda-tanda dan
gejala muncul, dan
memberitahukan kepada
dokter hiperbarik.
4. Monitor pasien selama
terapi oksigen hiperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen paru, termasuk:
a. Substernal iritasi atau
pembakaran
b. Sesak di dada
c. Batuk kering (terhenti-
henti)
d. Kesulitan menghirup
napas penuh, dan
e. Nafas yang sulit pada
pengerahan tenaga
5. Memberitahukan dokter
hiperbarik jika tanda-tanda
dan gejala keracunan
oksigen paru muncul.
Resiko pengiriman Tanda dan gejala pengiriman 1. Menilai kondisi pasien,
gas tidak memadai oksigen yang tidak memadai kebutuhan, dan
terapi b/d system akan diakui dan dilaporkan keterbatasan untuk system
pengiriman dan segera gas terbaik pengiriman
kebutuhan pasien/ cocok :
keterbatasan. a. Tudung kepala untuk
anak-anak dengan cat
wajah, atau per
preferensi pasien
b. Wajah topeng
c. “ T” bagian untuk
pasien yang intubasi
atau trakeostomi
d. Ventilator untuk pasien
intubated yang
memerlukan bantuan
ventilasi
2. Memonitor respon pasien
dengan system pengiriman
oksigen, termasuk
kemampuan mereka untuk
mentolerir system yang
dipilih.
3. Membantu teknisi

27
hiperbarik dengan system
pengiriman, yang sesuai.
Tudung kepala
a. Membantu pasien
dengan aplikasi dan
penghapusan tudung
b. Setelah perakitan
periksa kebocoran
c. Amati pasien untuk
tanda- tanda dan gejala
penumpukan CO2
termasuk kegelisahan
Masker
a. Membantu pasien
dengan aplikasi topeng
dan penghapusan, dan
reposisi topeng yang
diperlukan
b. Periksa kebocoran dan
kelangsungan segel
terhadap wajah pasien
T-Piece
a. Proses setup
b. Tindakan monitor
pasien, kedalam
respirasi, dan
mendengarkan suara
nafas.
c. Memberitahukan dokter
hiperbarik jika pasien
mengalami kesulitan
bernafas dan hisap yang
diperlukan.
Ventilator
a. Manajemen dokumen
ET manset dengan NS
sebelum turunnya.
b. Suction menjaga
peralaatan didekatnya
dan siap untuk
digunakan (suction
sesuai kebutuhan).
c. Monitor dan volume
tidal dokumen pasien,
laju pernapasan dan
bunyi nafas sebelum
bertekanan ruang,
setelah tekanan udara

28
ruang, maka setiap 30-
60 menit atau seperti
yang diperintahkan.
d. Monitor pasien untuk
gangguan pernapasan,
dan memberitahu
dokter hiperbarik jika
jelas.
e. Memberikan oksigen
secara manual pasien
jika perlu tingkat
TCPO2 monitor dan
tingkat PO2 ABG
sebagai mana
diperintahkan.
4. Memberitahukan dokter
hiperbarik pembacaan
abnormal.
Kecemasan dan Pasien akan mentolerir 1. Menilai pasien untuk setiap
ketakutan yang pengobatan oksigen sejarah kecemasan
berhubungan dengan hiperbarik. kurungan, dan
perasaan kecemasan menyampaikan informasi
kurungan terkait yang relevan dengan dokter
dengan ruang oksigen hiperbarik.
hiperbarik. 2. Melaksanakan tindakan
pencegahan yang sesuai
pendidikan yaitu obat,
ruang berkeliling.
3. Selama perawatan terapi
oksigen hiperbarik,
memantau dan menilai
tanda dan gejala kecemasan
continemen, termasuk:
a. Gelisah
b. Ketidakmampuan untuk
mentolerir masker
wajah atau tudung
kepala.
c. Laporan perasaan
tertutup atau terjebak.
4. Menjalin kontak mata
dengan pasien.
5. Meyakinkan pasien bahwa
dia aman.
6. Pasien terlibat dalam
pemecahan masalah atau
perasaannya kecemasan
kurungan.

29
7. Member obat anti
kecemasan setiap perintah
dokter hiperbarik dan
menilai efektifitas atau
pengobatan.
8. Memberitahukan dokter
hiperbarik respon pasien
terhadap anti kecemasan,
langkah-langkah dan
kemampuan untuk
mentolerir kurungan.
9. Dokumen hasil intervensi.
Rasa sakit yang terkait Pasien akan menyatakan 1. Menilai pengalaman pasien
dengan masalah medis kepuasan dengan manajemen sakit apakah rasa sakit
yang terkait. nyeri. meningkat selama terapi
oksigen hiperbarik
2. Mengobati pasien untuk
nyeri sebelum terapi
oksigen hyperbarik, sesuai
kebutuhan, dan manfaat
dokumentasi pemakaian
analgesik selama
pengobatan terapi oksigen
hiperbarik
3. Mereposisi pasien untuk
kenyamanan.
4. Menghindari obat IM
segera sebelum perawatan.
Ketidaknyamanan Pasien akan mentolerir iklim 1. Berkala menilai
yang b/d perubahan internal ruangan. kenyamanan pasien dengan
suhu dan kelembaban kelembaban dan suhu
di dalam ruang 2. Menawarkan tindakan
hiperbarik. kenyamanan pasien
(misalnya, selimut, botol
air panas, atau kain dingin)
Potensi individu tidak Pasien akan dapat memenuhi 1. Memberikan dukungan dan
efektif berhubungan prosedur perawatan terapi dorongan tanpa melebihi
dengan stress oksigen hiperbarik. harapan tujuan pengobatan
mengatasi penyakit 2. Membahas kemampuan
dan/ atau miskin pasien untuk mengatasi
system dukungan pengasuh lainnya, dan tetap
psikososial. informasi kemajuan dan
membantu pendekatan
Potensi disritmia Tanda dan gejala disritmia 1. Memfasilitasi komunikasi
berkaitan dengan akan diakui dan segera antara pasien dan/ atau
patologi penyakit. ditangani. keluarga dan anggota staf
lainnya terapi hiperbarik
oksigen.

30
2. Mendorong pasien, jika
mampu, untuk membahas
keprihatinan dan perasaan.
3. Dokumen bersangkutan
diskusi dan penilaian.
Potensial untuk defisit Tanda dan gejala defisit 1. Monitor pembacaan EKG,
volume cairan volume cairan akan diakui sementara pasien berada di
berhubungan dengan dan segera dilaporkan. dalam ruangan.
dehidrasi atau 2. Memonitor dan
pergeseran cairan. mendokumentasikan arus
tekanan darah seperti yang
ditunjukkan.
3. Menilai dan
mendokumentasikan tanda-
tanda hipokalemia pada
pasien dengan infeksi akut
fasiitis.
4. Mempertahankan infuse IV
sebagaimana diperintahkan.
5. Memantau tekanan
invasive dan nilai-nilai
catatan seperti yang
ditunjukkan.
6. Memperoleh sampel
laboratorium seperti yang
diperintahkan.
7. Memberitahu dokter
hiperbarik yang diperlukan
Perubahan perfusi Tanda dan gejala penurunan 1. Menilai keseimbangan
jaringan serebral yang fungsi neurologis yang akan cairan dan elektrolit dan
b/d: diakui dan dilaporkan segera. hidrasi menjaga dan / atau
1. Keracunan CO mendukung tekanan per
2. Dekompresi physicianorder.
3. Infeksi akut 2. Monitor pasien I & C
fasiitis seperti yang ditunjukkan.
4. Gas emboli 3. Monitor tanda vital pasien
seperti yang ditunjukkan.
Potensi perubahan Pasien akan mengalami 1. Lakukan penaksiran dasar
dalam kenyamanan, penurunan gejala mual dan neurologis sebelum
cairan, dan elektrolit muntah. perawatan.
b.d mual dan muntah. 2. Memantau dan memeriksa
dokumen neurologis per
Protokol-kondisi khusus
yang ditetapkan.
3. Bandingkan penilaian
neurologis berlangsung
dengan penjajagan
baseline.

31
4. Menilai dan
mendokumentasikan fungsi
motorik dan sensorik
pasien.
5. Menyediakan reorientasi
dan dukungan emosional
yang diperlukan.
6. Menyediakan tes neuro-
psikometri seperti yang
diperintahkan.
7. Beritahu dokter hyperbarik
perubahan yang signifikan
seperti yang ditunjukkan.
Pemeliharaan Pasien atau keluarga Manajemen luka kronis
kesehatan b.d defisit melaporkan gejala untuk 1. Menilai untuk defisit
pengetahuan untuk : terapi hiperbarik berikutnya. pengetahuan yang
1. Manajemen luka berkaitan dengan patologi
kronis yang mendasari.
2. Pembatasan 2. Diskusikan dengan pasien
penyakit dan atau intruksikan
dekompresi lebih pemenuhan pemasukan dan
lanjut. kebutuhan keluarga
3. Melaporkan gejala termasuk biaya.
setelah keracunan Penyembuhan Luka
karbn monoksida. 1. Berikan informasi kepada
pasien dan keluarga tentang
prinsip-prinsip dasar
penyembuhan luka dan efek
terapi oksigen hiperbarik
dalam penyembuhan.
2. Berikan informasi pengaruh
merokok pada
penyembuhan luka.
3. Tanyakan bagaimana
adekuat diet protein, cairan,
dan vitamin C dalam
meningkatkan
penyembuhan luka.
4. Konsultasi dengan tim
perawatan kesehatan
multidisiplin seperti yang
diperintahkan.
5. Intruksikan prosedur
perawatan luka dan
persediaan.
Penyakit Dekompresi
1. Istrahat untuk menghindari
alkohol dan kafein,

32
mendorong cairan dan diet
yang cukup, menghindari
aktivitas berat, dan
menghindari mandi air
panas atau mandi selama 24
jam setelah selesai terapi
oksigen hiperbarik.
2. Hubungi departemen
hiperbarik atau Diviers
Alert Network (DAN) jika
ada gejala kembali.
3. Hindari paparan ketinggian
selama 72 jam atau
menyelam dibawah air
tanpa rekomendasi dokter.
4. Memperkuat pentingnya
tindak lanjut setelah pulang.
Keracunan Karbon
Monoksida
1. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk melaporkan
gejala perubahan perilaku,
kelesuan, muntah persisten,
sakit kepala persisten,
peningkatan kehilangan
memori, nyeri dada, tremor,
ataksia atau haid yang tidak
teratur.
2. Anjurkan pasien untuk tidak
menggunakan kendaraan,
tungku atau mesin sampai
sepenuhnya diperiksa dan
diperbaiki oleh tenaga
profesional.
3. Dokumentasi pasien dan
atau keluarga dengan
perintah tertulis.
4. Ajarkan pasien dan
keluarga dan
dokumentasikan,
demonstrasikan kembali
bila perlu.

33
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas pasien
1. Nama Pasien : Tn. S
2. Umur : 57 tahun
3. Agama : Islam
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Pendidikan Terakhir : SMA
6. Alamat : Pasuruan
7. Pekerjaan : Swasta
8. Tanggal pengkajian : 27 Februari 2017
9. Jam pengkajian : 10.00 WIB
3.1.2 Keluhan utama
Tn. S mengatakan bahwa telinga kiri sudah bisa sedikit mendengar.
3.1.3 Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Tn. S datang ke Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S. Phys pada tanggal 27
Februari 2017 pukul 09.30 WIB. Tn. S mengatakan sebelumnya mengalami
penurunan pendengaran secara mendadak pada telinga kiri sejak 3 bulan yang
lalu. Pada tanggal 22 Februari telinga kiri pasien tidak bisa mendengar, lalu pasien
berobat ke poli THT Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 22
Februari 2017, dokter menyarankan untuk menjalani terapi hiperbarik oksigen di
Lakesla. Tn. S mengatakan lingkungan di rumahnya selalu berisik karena
berdekatan dengan tempat pemotong keramik. Pada saat pengkajian, Tn. S
mengatakan sudah menjalani terapi hiperbarik oksigen yang ke 5 kali, dan terapi
pertama dilakukan pada tanggal 23 Februari 2017. Pada saat pengkajian tanggal
27 Februari 2017 Tn. S mengatakan sudah bisa sedikit mendengar pada telinga
sebelah kiri. Tn. S mengatakan sudah bisa melakukan manuver valsavah. Tn. S
juga mengatakan juga saat ini tidak mengalami flu dan tidak cemas untuk
menjalani proses terapi hiperbarik oksigen.

34
2. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Tn. S mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag pada tahun 2015
karena pasien sering telat untuk makan. Tn. S mengatakan tidak mempunyai
riwayat penyakit yang menjadi kontraindikasi dari terapi hiperbarik oksigen.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tn. S mengatakan tidak ada keluarga yang pernah melakukan terapi
hiperbarik oksigen, dan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien.
4. Riwayat pembedahan
Tn. S mengatakan tidak mempunyai riwayat pembedahan atau operasi
sebelumnya.
5. Riwayat alergi
Tn. S mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun
makanan.
3.1.4 Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,2 OC
RR : 22 x/menit
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 65 kg
2. B1 (Breath/ Pernapasan)
a. Inspeksi:
Bentuk dada normochest, ekspansi dada simetris, RR 22 x/menit,
tidak tampak sianosis, irama napas regular, tidak sesak napas, tidak
terdapat alat bantu napas tambahan, suara napas vesikuler, tidak ada
pengeluran sputum.
b. Palpasi
Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan.
c. Perkusi
Sonor.

35
d. Auskultasi
Tidak ada wheezing, tidak ada ronki.
3. B2 (Blood/ Sirkulasi)
a. Inspeksi:
Irama jantung regular.
b. Palpasi
Nadi 86 x/menit, tidak ada keluhan nyeri tekan dada, akral HKM,
CRT < 2 detik.
c. Perkusi
Pekak.
d. Auskultasi
Bunyi jantung S1 S2 tunggal
4. B3 (Brain/ Persyarafan)
Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6 Total 15, konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik, tidak mengalami gangguan penglihatan, pasien mengalami
penurunan pendengaran pada telinga sebelah kiri, tidak mengalami kesulitan
bicara dan menelan, daya ingatan dan memori masih normal. Pasien tidak
merasakan pusing, tidak ada hemiparesis, tidak ada tremor, dan tidak mengalami
kejang.
5. B4 (Bladder/ Perkemihan)
Jumlah urine yang dikeluarkan tidak terukur karena pasien tidak
menggunakan kateter, warna kuning jernih, bau amoniak, pasien BAK 6 x/hari,
pasien tidak mengeluh nyeri saat kencing.
6. B5 (Bowel/ Pencernaan)
a. Inspeksi:
Napsu makan baik, porsi makan habis dalam 1 porsi, cairan ± 2000
ml/hari jenis air putih, mulut tampak bersih dengan mukosa lembab,
abdomen simetris, pasien tidak mual dan muntah.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa ataupun akumulasi
cairan, tidak ada pembesaran lien dan hepar.

36
c. Perkusi
Timpani.
d. Auskultasi
Bising usus normal.
7. B6 (Bone/ Muskuloskeletal)
a. Kemampuan pergerakan bebas
b. Skala kekuatan otot 5555 5555

5555 5555

c. Tidak terdapat deformitas


d. Bagian tubuh simetris
e. Pasien tidak menggunakan alat bantu
3.1.5 Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Keyakinan terhadap kesehatan (keyakinan terhadap hambatan dan
sakitnya)
Pasien mengatakan semenjak telinga kiri tidak bisa mendengar, pasien
merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan temannya maupun
keluarganya, pasien harus pelan-pelan untuk mencerna apa yang dikatakan
lawan bicaranya itu. Pasien mengatakan selama 5 kali mengikuti terapi
hiperbarik oksigen sudah ada perubahan dalam pendengarannya, pasien
sudah bisa sedikit mendengar pada telinga kiri saat telinga kanannya
ditutup. Pasien berharap kesehatannya menjadi jauh lebih baik setelah
mengikuti terapi hiperbarik oksigen.
2. Pola aktivitas dan latihan
a. Kemampuan perawatan diri
Pasien mengatakan dalam melakukan perawatan diri secara mandiri.
b. Kebersihan diri
Pasien mengatakan mandi 2 kali/ hari, keramas 2 hari sekali, dan tidak
memerlukan bantuan dari keluarga.

37
c. Aktivitas sehari-hari
Pasien mengatakan melakukan kegiatan dalam aktivitasnya sehari-hari
bisa dilakukannya secara mandiri, namun dalam hal berkomunikasi
dengan temannya harus pelan-pelan dan sedikit keras.
d. Rekreasi
Pasien mengatakan tidak ada rekreasi khusu dalam keluarga. Tn. S
mengatakan menghabiskan waktu luang dengan membaca Koran, dan
menonton acara televisi.
e. Olahraga
Pasien mengatakan pada pagi hari selalu jalan pagi.
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk tidur. Pasien tidak
terlihat kehitaman pada lingkar mata. Pasien tidak pernah tidur siang, jam
tidur pada malam hari pukul 22.00 – 04.00 WIB.
4. Pola nutrisi – metabolik
a. Pola makan
Pasien mengatakan nafsu makan baik, makan 3 kali dalam sehari, jenis
makanan nasi, lauk, sayur.
b. Pola minum
Pasien mengatakan minum air mineral menghabiskan 2 liter/ hari.
5. Pola eliminasi
a. Pola BAB
Pasien mengatakan BAB 1 kali/ hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi padat, dan berbau khas.
b. Pola BAK
Pasien mengatakan kira-kira BAK 6 kali/ hari, jumla urine tidak
terukur karena pasien tidak menggunakan kateter, warnah kuning
jernih, bau amoniak.
6. Pola kognitif perseptual
Pasien ketika diajak berbicara harus pelan-pelan karena harus mencerna
pembicaraan dari perawat. Pasien masih bisa menjelaskan riwayat

38
kesehatannya. Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa.
7. Pola konsep diri
a. Ideal diri: pasien mengatakan bahwa dirinya ingin sembuh dan bisa
ingin mendengar lagi.
b. Gambaran diri: pasien mengatakan menyukai anggota tubuhnya dam
pasien tidak malu atas keadaannya seperti ini.
c. Peran diri: pasien mengatakan sebagai seorang ayah dari 3 anaknya.
d. Harga diri: pasien mengatakan merasa masih sebagai seorang ayah
yang masih berharga dalam keluarganya.
e. Identitas diri: pasien mengatakan namanya Tn. S, umur 57 tahun, dan
sudah menikah.
f. Citra tubuh: pasien menerima dengan ikhlas mengenai penyakit yang
diderita saat ini, pasien memiliki semangat yang tinggi untuk sembuh,
dan semangat untuk menjalani terapi hiperbarik oksigen.
g. Orang yang paling dekat: istri dan anak.
h. Keyakinan dan nilai: pasien beragama islam, kegiatan ibadah sholat
teratur dan bahasa yang digunakan sehar-hari adalah bahasa Jawa dan
Indonesia.
i. Koping dan toleransi stres: pasien selalu mendapatkan dukungan dari
keluarga.
3.1.6 Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang selama dilakukan terapi hiperbarik
oksigen.

39
3.1.7 Terapi

Tabel 3.1 Tabel kindwall


3.18 Analisa data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS: Perubahan tekanan udara Risiko barotrauma
Pasien mengatakan di dalam ruang oksigen ke telinga, sinus,
saat ini tidak flu, dan hiperbarik gigi, dan paru-paru
sudah bisa melakukan atau gas emboli
valsavah. serebral
DO:
Pasien menjalani
terapi hiperbarik
oksigen yang ke 5.
2. DS: Pemberian oksigen 100% Risiko tinggi
Pasien mengatakan selama tekanan atmosfer toksisitas oksigen
mengetahui bahwa meningkat
didalam chamber
akan menghirup
oksigen 100%.
DO:
Pasien menjalani
terapi hiperbarik
oksigen yang ke 5.

3. DS: Gejala penyakit terkait di Gangguan persepsi


Pasien mengatakan tandai dengan penurunan sensori auditorius
tidak nyaman karena pendengaran
telinga kiri masih
sedikit bisa
mendengar.
DO:
 Pasien mencoba
menutup telinga

40
yang kanan,
hasilnya telinga
kiri mendengar
suaranya masih
kecil.
 Pasien harus
mencerna
pembicaraan
secara pelan-pelan
 Pasien tidak
mampu untuk
rileks.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru-paru atau gas emboli
serebral berhubungan dengan perubahan tekanan udara di dalam ruang
oksigen hiperbarik.
2. Risiko tinggi toksisitas oksigen berhubungan dengan Pemberian oksigen
100% selama tekanan atmosfer meningkat.
3. Gangguan persepsi sensori auditorius berhubungan dengan gejala penyakit
terkait di tandai dengan penurunan pendengaran.

3.3 INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi
keperawatan kriteria hasil
1. Risiko Tanda-tanda dan 1. Mengelola dekongestan,
barotrauma ke terjadinya dari per perintah dokter,
telinga, sinus, barotrauma akan sebelum perawatan terapi
gigi dan paru- diakui, ditangani, oksigen hiperbarik.
paru atau gas dan segera 2. Sebelum perawatan
emboli serebral dilaporkan selama menginstruksikan pasien
berhubungan 2 jam, diharapkan dalam teknik pemerataan
dengan pasien: telinga, seperti menelan,
perubahan 1. Pasien mampu mengunyah, menguap,
tekanan udara melakukan manuver valsava
di dalam ruang valsavah dimodifikasi, atau
oksigen dengan benar memiringkan kepala.
hiperbarik. dan tepat. 3. Menilai kinerja pasien
2. Pasien mampu teknik pemerataan telinga
menyebutkan sebagai ruang bertekanan
beberapa terjadi.
teknik 4. Mengingatkan pasien

41
valsavah. untuk bernapas dengan
3. Pasien tidak normal selama perubahan
mengalami tekanan.
nyeri telinga 5. Konfirmasi ET / manset
saat mengikuti Trach diisi dengan NS
terapi sebelum tekanan udara.
hiperbarik 6. Memberitahukan operator
oksigen. ruang multiplace jika
4. Pasien tidak pasien tidak dapat
mengalami mencapai persamaan
perdarahan tekanan.
eksternal pada 7. Dokumen penilaian.
saat mengikuti 8. Terus memantau pasien
terapi selama terapi oksigen
hiperbarik hiperbarik untuk tanda-
oksigen. tanda dan gejala
barotrauma termasuk:
a. Ketidakmampuan
untuk menyamakan
telinga, atau sakit di
telinga dan / atau
sinus (terutama
setelah pengobatan
awal, dan setelah
perawatan
berikutnya).
b. Peningkatan tarif
atau kedalaman
pernafasan
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks,
termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri
dada tajam
2) Kesulitan,
bernafas cepat
3) Gerakan dada
abnormal pada
sisi yang terkena,
dan
4) Takikardia dan/
kecemasan
9. Mengikuti perintah
dokter hiperbarik untuk
manajemen pasien.
2. Risiko tinggi Tanda dan gejala 1. Penilaian hasil laporan
toksisitas keracunan pasien ke dokter
oksigen oksigen akan hiperbarik dari:

42
berhubungan diakui dan segera a. Suhu tinggi tubuh
dengan ditangani selama b. Riwayat penggunaan
pemberian 2 jam, steroid
oksigen 100% diharapkan: c. Riwayat kejang
selama tekanan 1. Pasien tidak oksigen
atmosfer berkeringat. d. Dosis tinggi vitamin C
meningkat. 2. Pasien tidak atau aspirin
mual. menggunakan
3. Pasien tidak e. Fi O2 > 50%, dan
muntah. f. Faktor risiko tinggi
4. Pasien tidak lainnya sebagai
pusing. approriate
2. Memantau pasien selama
terapi oksigen hyperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen sistem saraf pusat
termasuk:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Dering di telinga atau
halusinasi pendengaran
lainnya
c. Rasa pusing
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah
tersinggung dan
f. Mual
(Catatan: SSP toksisitas
oksigen pada akhirnya
dapat mengakibatkan
kejang)
3. Mengubah sumber
oksigen 100% untuk udara
untuk pasien jika tanda-
tanda dan gejala muncul,
dan memberitahukan
kepada dokter hiperbarik.
4. Monitor pasien selama
terapi oksigen hiperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen paru, termasuk:
a. Substernal iritasi atau
pembakaran
b. Sesak di dada
c. Batuk kering (terhenti-
henti)
d. Kesulitan menghirup

43
napas penuh, dan
e. Nafas yang sulit pada
pengerahan tenaga
5. Memberitahukan dokter
hiperbarik jika tanda-
tanda dan gejala
keracunan oksigen paru
muncul.
3. Gangguan Selama dilakukan 1. Berikan penjelasan tentang
persepsi sensori terapi hiperbarik prosedur terapi hiperbarik
auditorius oksigen selama 2 oksigen dengan jelas dan
berhubungan jam, diharapkan: singkat.
dengan gejala 1. Pasien dapat 2. Biarkan pasien
penyakit terkait mendengar mengungkapkan perasaan
di tandai dengan jelas tentang penurunan
dengan 2. Pasien merasa pendengaran.
penurunan rileks 3. Berikan edukasi pada
pendengaran. 3. Pasien dapat pasien tentang cara koping
berkomunikas alternative tentang
i dengan penurunan pendengaran
lancer

3.4 IMPLEMENTASI
Waktu No. Dx Tindakan Tanda
tangan
perawat
Senin 1,2,3 Pre HBO:
27 1. Membina hubungan saling
Februari percaya dengan pasien
2017 2. Melakukan pengkajian pada
09.40 Tn. S
3. Mengobservasi TTV: DING
TD: 120/80 mmHg
RR: 22 x/menit
Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,2OC
4. Mengevaluasi tanda-tanda
flu
5. Menanyakan kemampuan
pasien dalam melakukan
teknik valsavah
6. Mengajarkan kembali
teknik valsavah dengan
benar.
7. Mengingatkan kembali
kepada pasien untuk
berkemih atau buang air

44
besar sebelum terapi
hiperbarik oksigen
berlangsung

10.00 1,2,3 Intra HBO:


1. Membantu pasien untuk
masuk kedalam chamber
dan memastikan pasien
dalam kondisi yang aman
dan nyaman
2. Mengobservasi pasien saat
berada didalam chamber
3. Mengingatkan pasien untuk
tidak terlambat valsavah
pada saat tekanan akan
ditambah
4. Membantu pasien untuk
menggunakan masker
oksigen
5. Menganjurkan pasien
bernapas dengan normal
ketika menghirup oksigen
100%
6. Memantau tanda-tanda
keracunan oksigen pada
pasien
7. Memantau kenyamanan
pasien selama terapi
berlangsung
8. Pasien tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda
barotrauma:
a. Pasien mampu
melakukan valsavah
dengan benar dan tepat
b. Pasien tidak mengalami
nyeri telinga pada saat
mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
c. Pasien tidak mengalami
perdarahan eksternal
pada saat mengikuti
terapi hiperbarik oksigen

12.00 1,2,3 Post HBO:


1. Membantu pasien untuk
keluar dari chamber
2. Mengobservasi keadaan

45
umum pasien
Keadaan umum pasien
tampak lemas.
3. Menanyakan keluhan yang
dirasakan setelah mengikuti
terapi hiperbarik oksigen
Pasien mengatakan setelah
mengikuti terapi hiperbarik
oksigen badannya terasa
lemas karena saat pagi hari
pasien hanya sarapan roti,
dan telinga kirinya sudah
dapat mendengar.
4. Memberikan edukasi pada
pasien, sebelum melakukan
terapi hiperbarik oksigen
dianjurkan pasien untuk
sarapan pagi dengan nasi.
5. Mengobservasi adanya
tanda-tanda barotrauma
6. Mengkaji adanya tanda-
tanda keracunan oksigen
7. Mendokumentasikan
tindakan keperawatan yang
telah dilakukan selama
proses terapi hiperbarik
oksigen
Selasa 1,2,3 Pre HBO: DING
28 1. Mengobservasi TTV:
Februari TD: 110/80 mmHg
2017 RR: 20 x/menit
11.45 Nadi: 80 x/menit
Suhu: 36OC
2. Menanyakan pada pasien
tentang keluhan saat ini
3. Menayakan pada pasien
apakah sudah sarapan
4. Mengevaluasi tanda-tanda
flu
5. Mengingatkan kembali
teknik valsavah dengan
benar.

12.00 1,2,3 Intra HBO:


1. Membantu pasien untuk
masuk kedalam chamber
dan memastikan pasien
dalam kondisi yang aman

46
dan nyaman
2. Mengobservasi pasien saat
berada didalam chamber
3. Mengingatkan pasien untuk
tidak terlambat valsavah
pada saat tekanan akan
ditambah
4. Membantu pasien untuk
menggunakan masker
oksigen
5. Menganjurkan pasien
bernapas dengan normal
ketika menghirup oksigen
100%
6. Memantau tanda-tanda
keracunan oksigen pada
pasien
7. Memantau kenyamanan
pasien selama terapi
berlangsung
8. Pasien tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda
barotrauma:
a. Pasien mampu
melakukan valsavah
dengan benar dan tepat
b. Pasien tidak mengalami
nyeri telinga pada saat
mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
c. Pasien tidak mengalami
perdarahan eksternal pada
saat mengikuti terapi
hiperbarik oksigen

14.00 1,2,3 Post HBO:


1. Membantu pasien untuk
keluar dari chamber
2. Mengobservasi keadaan
umum pasien
3. Menanyakan keluhan yang
dirasakan setelah mengikuti
terapi hiperbarik oksigen
Telinga kirinya sudah dapat
mendengar dengan jelas.
4. Mengobservasi adanya
tanda-tanda barotrauma
5. Mengkaji adanya tanda-

47
tanda keracunan oksigen
6. Mendokumentasikan
tindakan keperawatan yang
telah dilakukan selama
proses terapi hiperbarik
oksigen
Rabu 1,2,3 Pre HBO: DING
1 Maret 1. Mengobservasi TTV:
2017 TD: 120/70 mmHg
10.15 RR: 23 x/menit
Nadi: 82 x/menit
Suhu: 36OC
2. Menanyakan pada pasien
tentang keluhan saat ini
3. Menayakan pada pasien
apakah sudah sarapan
4. Mengevaluasi tanda-tanda
flu
5. Mengingatkan kembali
teknik valsavah dengan
benar.

10.30 1,2,3 Intra HBO:


1. Membantu pasien untuk
masuk kedalam chamber
dan memastikan pasien
dalam kondisi yang aman
dan nyaman
2. Mengobservasi pasien saat
berada didalam chamber
3. Mengingatkan pasien untuk
tidak terlambat valsavah
pada saat tekanan akan
ditambah
4. Membantu pasien untuk
menggunakan masker
oksigen
5. Menganjurkan pasien
bernapas dengan normal
ketika menghirup oksigen
100%
6. Memantau tanda-tanda
keracunan oksigen pada
pasien
7. Memantau kenyamanan
pasien selama terapi
berlangsung
8. Pasien tidak menunjukkan

48
adanya tanda-tanda
barotrauma:
a. Pasien mampu
melakukan valsavah
dengan benar dan tepat
b. Pasien tidak mengalami
nyeri telinga pada saat
mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
c. Pasien tidak mengalami
perdarahan eksternal pada
saat mengikuti terapi
hiperbarik oksigen

12.30 1,2,3 Post HBO:


1. Membantu pasien untuk
keluar dari chamber
2. Mengobservasi keadaan
umum pasien
3. Menanyakan keluhan yang
dirasakan setelah mengikuti
terapi hiperbarik oksigen
Telinga kirinya sudah dapat
mendengar dengan jelas.
4. Mengobservasi adanya
tanda-tanda barotrauma
5. Mengkaji adanya tanda-
tanda keracunan oksigen
6. Mendokumentasikan
tindakan keperawatan yang
telah dilakukan selama
proses terapi hiperbarik
oksigen

3.5 EVALUASI
Waktu Masalah Evaluasi sumatif Tanda
keperawatan tangan
perawat
Senin Risiko S: DING
27 barotrauma Pasien mengatakan tidak
Februari ke telinga, mengalami nyeri telinga
2017 sinus, gigi O:
dan paru-paru  Pasien mampu melakukan
12.00 atau gas valsavah selama proses terapi
emboli hiperbarik
serebral  Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda barotrauma

49
(nyeri telinga dan
perdarahan)
 Pasien tampak rileks
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Senin Risiko tinggi S: DING
27 toksisitas Pasien mengatakan tidak
Februari oksigen mengalami pusing.
2017 O:
 Tidak ditemukan adanya
12.00 tanda-tanda keracunan
oksigen seperti keringat
dingin, mual, muntah,
pusing, penglihatan kabur
 Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Senin Gangguan S: DING
27 persepsi Pasien mengatakan telinga
Februari sensori kirinya sudah dapat mendengar
2017 auditorius O:
 Pasien mencoba menutup
12.00 telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar.
 Pasien mampu untuk relaks
dan nyaman
A:
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi sebagian
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Selasa Risiko S: DING
28 barotrauma Pasien mengatakan tidak
Februari ke telinga, mengalami nyeri telinga
2017 sinus, gigi O:
dan paru-paru  Pasien mampu melakukan
14.00 atau gas valsavah selama proses terapi

50
emboli hiperbarik
serebral  Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda barotrauma pada
pasien (nyeri telinga dan
perdarahan)
 Pasien tampak rileks
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Selasa Risiko tinggi S: DING
28 toksisitas Pasien mengatakan tidak
Februari oksigen mengalami pusing, mual,
2017 muntah, berkeringat, dan
penglihatan kabur
14.00 O:
 Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda keracunan
oksigen seperti keringat
dingin, mual dan muntah
 Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Selasa Gangguan S: DING
28 persepsi Pasien mengatakan telinga
Februari sensori kirinya sudah dapat mendengar
2017 auditorius dengan jelas
O:
14.00  Pasien mencoba menutup
telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar
dengan jelas.
 Pasien mampu untuk relaks
dan nyaman.
A:
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal

51
Rabu Risiko S: DING
1 Maret barotrauma Pasien mengatakan tidak
2017 ke telinga,
mengalami nyeri telinga setelah
sinus, gigi
melakukan terapi hiperbarik
12.30 dan paru-paru oksigen
atau gas
O:
emboli  Pasien mampu melakukan
serebral valsavah selama terapi
hiperbarik berlangsung
 Tidak ditemukan tanda-tanda
barotrauma pada pasien
 Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Rabu Risiko tinggi S: DING
1 Maret toksisitas Pasien mengatakan tidak
2017 oksigen mengalami pusing, mual,
12.30 muntah, berkeringat, dan
penglihatan kabur
O:
 Tidak ditemukan tanda-tanda
keracunan oksigen seperti
keringat dingin, mual,
muntah, pusing, penglihatan
kabur
 Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Rabu Gangguan S: DING
1 Maret persepsi Pasien mengatakan telinga
2017 sensori kirinya sudah dapat mendengar
12.30 auditorius dengan jelas
O:
 Pasien mencoba menutup
telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar
dengan jelas.
 Pasien mampu untuk relaks

52
dan nyaman.
A:
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal

53
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Pada pengkajian ditemukan data fokus pasien, Tn. S mengeluh telinga kiri
sedikit bisa mendengar. Saat ini Tn. S melakukan terapi hiperbarik oksigen yang
ke 5 kali. Tn. S mampu melakukan cara valsavah dengan benar, dan Tn. S tidak
mengalami tanda-tanda flu.
Masalah yang muncul pada Tn. S yaitu Risiko barotrauma ke telinga,
sinus, gigi dan paru-paru atau gas emboli serebral, Risiko tinggi toksisitas
oksigen, Gangguan persepsi sensori auditorius. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu mengobservasi TTV, mengkaji tanda-tanda flu, mengajarkan
valsavah, mengingatkan BAK dan BAB sebelum prosesi HBO berlangsung,
menganjurkan pasien bernapas secara normal, mengkaji adanya tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen. Selama dilakukan tindakan keperawatan
hiperbarik oksigen selama 7 kali terapi hiperbarik oksigen, telinga kiri pasien
mampu mendengar kembali secara jelas, dan tidak ditemukan tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen, Tn. S juga merasa rileks dan nyaman karena
Tn. S dapat mendengar kembali secara jelas., dan dapat berkomunikasi dengan
lancar.

4.2 Saran
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan, maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pasien
Diharapkan agar pasien sebelum melakukan terapi hiperbarik oksigen
untuk sarapan dengan makan nasi agar tidak lemas setelah menjalani
terapi hiperbarik oksigen.
2. Bagi pembaca
Diharapkan dengan adanya studi kasus ini bermanfaat, menambah ilmu
pengetahuan, dan menjadi bahan referensi tentang asuhan keperawatan

54
hiperbarik oksigen pada pasien dengan Sudden Deafness atau tuli
mendadak.
3. Bagi Lakesla
Disarankan pada saat ini untuk menambah brankat khusus untuk pasien
yang bedrest, dan disarankan untuk menambahkan sampah medis dan non
medis.
4. Bagi Perawat
Mempertahankan atau meningkatkan komunikasi terapeutik dalam
memberikan pelayanan terapi hiperbarik. Melengkapi pendokumentasian
di rekam medis pasien.

55
DAFTAR PUSTAKA

Bashiruddin, J., Soetirto I. (2007). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. hal.46.
Devaraj, Divya. D., Srisakthi. (2014). Hyperbaric oxygen therapy-can it be the
new era in denstistry?. Department of Public Health Dentistry, Saveetha
Dental College: India.
Gill, A.L., Bell C.N.A. (2004). Hyperbaric oxygen; its uses, mechanisms of action
and outcomes. Q J MED; 97:385-395
Hmshyperbaric. (2013). Peran Terapi Hiperbarik Oksigen pada Tuli
Mendadak/Sudden Deafness. Artikel.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 879. (2006). Rencana strategi
nasional untuk mencapai sound hearing 2030. Jakarta: Kemenkes.
Lauralee, S. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mathur, Neeraj N. (2015). Sudden Hearing Losss. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview#showall
Moller AR. (2006). Hearing. Anathomy,Physiology, and Disorders of the
auditory. system. Second edition. Elsevier Inc: School of Behavioral and Brain
Sciences University of Texas at Dallas.
Pearce, Evelyn C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Stachler R. J., Chandrasekhar S. S., Archer S. M., Rosenfeld R. M., Schwartz S.
R., Barrs DM. (2012). Clinical practice guideline sudden hearing loss.
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Otolaryngol
Head Neck Surg. 146:S1.
Sutarno, Adi Riono. (2000). Kedokteran Hiperbarik. Jakarta: Senter Hiperbarik
RSAL Dr. Mintohardjo.
Topuz, Ebru. Ozgur Yigit. Ugur Cinar. Huseyin Seven. (2004). Should hyperbaric
oxygen be added to treatment in idiopathic sudden sensorineural hearing
loss?. Eur Arch Otorhinolaryngol 261 : 393–396 DOI 10.1007/s00405-003-
0688-6

56

Anda mungkin juga menyukai