Anda di halaman 1dari 3

Indonesia Serukan Isu Kelautan Masuk Dalam

Penyusunan Instrumen Perubahan Iklim

Maritim–Walmo, Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Bidang Kemaritiman menyerukan pentingnya


isu tentang kelautan dimasukkan dalam penyusunan instrumen global penanganan dampak perubahan
iklim. Seruan itu dikemukakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang
Kemaritiman Arif Havas Oegroseno pada Konferensi Dampak Perubahan Iklim di Laut dari Sudut
Pandang Hukum Internasional.

“Laut merupakan salah satu bagian bumi yang terdampak paling besar dalam perubahan iklim, namun
isu ini tidak banyak disinggung bahkan dalam Perjanjian Paris,” ujar Havas dalam pidato kunci di World
Maritime University, Malmo Swedia, Senin (14/8/2017). Lebih jauh, dia menambahkan bahwa dalam
Perjanjian Paris hanya memuat satu kata tentang laut yaitu “oceans” di bagian preambule saja.
Perjanjian Paris yang merupakan kesepakatan negara-negara anggota Konvensi Kerangka Kerja PBB
untuk perubahan iklim (UNFCCC), lanjut Havas tidak memiliki cakupan masalah laut dalam batang
tubuhnya.

“Kekurangan ini telah menjadi keprihatinan negara-negara kepulauan dan negara pulau kecil lainnya dan
juga para ahli hukum internasional lainnya,” jelas mantan Dubes RI untuk Belgia itu. Havas
mengungkapkan seharusnya laut dimasukkan dalam pembahasan Pertemuan para Pihak (COP) ke-23
negara-negara anggota UNFCCC di Bonn Bulan November mendatang.

Menyinggung tentang isu kelautan, kepada peserta konferensi, Havas mengatakan bahwa Indonesia
telah memiliki dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) yg mencakup tentang kelautan.
“Indonesia juga telah memiliki dokumen rencana aksi untuk mengatasi kenaikan permukaan air laut
guna mengatasi abrasi dan naiknya air laut ke daratan terutama di utara Pantai Jawa,” tambahnya.

Namun demikian, menurutnya, upaya nasional tidak akan cukup apabila tidak ada upaya regional dan
global karena pada dasarnya, samudera dan laut di planet bumi ini adalah satu kesatuan. Dengan kondisi
tersebut, Indonesia akan terus menyampaikan perlunya masalah kelautan menjadi bagian utama
instrumen hukum internasional di bidang perubahan iklim.
Usai menjadi pembicara dalam konferensi, Deputi Havas juga menyempatkan diri untuk bertemu
dengan semua mahasiswa indonesia di WMU. Selain itu, dia juga mengadakan pertemuan bilateral
dengan pejabat rektorat dan Wakil Presiden WMU Neil Bellefontaine guna membahas peningkatan
jumlah mahasiswa indonesia di universitas maritim tersebut. (**)
Indonesia calls for marine issues to be
included in the preparation of climate change
instruments

Maritime-Walmo, the Government of Indonesia through the Coordinating Ministry for the Ministry of
Marine Affairs, called for the importance of marine issues to be incorporated in the preparation of
global instruments addressing the impacts of climate change. The call was made by the Deputy of
Maritime Sovereignty Coordination of the Ministry of Maritime Affairs, Arif Havas Oegroseno at the
Climate Change Impacts Conference at Sea from the International Legal Viewpoint.

"The sea is one of the most affected parts of the earth in climate change, but the issue is not much
touched on even in the Paris Treaty," Havas said in a keynote speech at World Maritime University in
Malmo Sweden on Monday (14/08/2017). Furthermore, he added that in the Paris Treaty only contains
one word about the sea that is "oceans" in the preambule section only. The Paris treaty, which is a
treaty of member states of the UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), continued
Havas does not have the scope of marine problems within his torso.

"This shortage has become a concern for the island countries and other small island states as well as
other international legal experts," explained the former Indonesian Ambassador to Belgium. Havas said
the sea should be included in the discussion of the 23rd meeting of the UNFCCC Member States in Bonn
in November.

Referring to the maritime issue, to the conference participants, Havas said that Indonesia already has
NDC (Nationally Determined Contribution) documents covering marine. "Indonesia also has an action
plan document to address sea level rise to overcome abrasion and rising sea water to the mainland,
especially in the north of Java Beach," he added.

However, according to him, national efforts will not be enough if there is no regional and global efforts
because basically, ocean and ocean on planet earth is a unity. Under these conditions, Indonesia will
continue to address the need for marine issues to be a major part of international legal instruments in
the field of climate change.
After being a speaker at the conference, Deputy Havas also took time to meet with all Indonesian
students at WMU. In addition, he also held a bilateral meeting with rectorate officials and WMU Vice
President Neil Bellefontaine to discuss the increasing number of Indonesian students at the maritime
university. (**)

Anda mungkin juga menyukai