Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

STUDI MIKROBIOLOGI TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA


NEONATUS DI DUA RUMAH SAKIT DI TEHRAN, IRAN

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Tika Widya T 22010116210010 Tri Agrina 22010116220211
Ayu Welly Jovita 22010116210021 Vania Oktaviani S 22010116220276
Fauzia Astari 22010116210066 Tusita Devi 22010116220277
Dea Bastiangga 22010116210074 Monica Destiani 22010117220045
Lisana Himmatul U 22010116210166 Baskoro Hariadi 22010117220056
Winadi Yoyada D P 22010116220207 Baladina Nur Baiti 22010117220161

Pembimbing:
Dr. dr. Fifin L. Rahmi, MS, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Journal Reading

Studi Mikrobiologi tentang Konjungtivitis pada Neonatus di Dua Rumah Sakit di


Tehran, Iran

Disusun oleh :

Tika Widya T 22010116210010 Tri Agrina 22010116220211


Ayu Welly Jovita 22010116210021 Vania Oktaviani S 22010116220276
Fauzia Astari 22010116210066 Tusita Devi 22010116220277
Dea Bastiangga 22010116210074 Monica Destiani 22010117220045
Lisana Himmatul U 22010116210166 Baskoro Hariadi 22010117220056
Winadi Yoyada D P 22010116220207 Baladina Nur Baiti 22010117220161

Semarang, Mei 2018


Pembimbing,

Dr. dr. Fifin L. Rahmi, MS, Sp.M(K)


STUDI MIKROBIOLOGI TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA
NEONATUS DI DUA RUMAH SAKIT DI TEHRAN, IRAN

Seyed Abolfazl Afjeiee1, Sedigheh Rafiei Tabatabaei2,3*, Fatemeh Fallah2,3, Arezou


Tavakkoly Fard2,3, Farideh Shiva2,3, Saadat Adabian2,3, Abdollah Karimi2,3,
Mohammad Rahbar4,5

1
Department of Neonatal Disease, Mahdieh Hospital, Shahid Beheshti University
of Medical Sciences, Tehran, Iran
2
Pediatric Infections Research Center, Shahid Beheshti University of Medical
Sciences, Tehran, Iran
3
Department of Infectious Diseases, Faculty of Medicine, Mofid Children Hospital,
Shahid Beheshti University of Medical Sciences, Tehran, Iran
4
Department of Microbiology, Reference Health Laboratories Research Center,
Ministry of Health & Medical Education, Tehran, Iran
5
Antimicrobial Resistance Research Center, Tehran University of Medical Sciences,
Tehran, Iran

ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi
konjungtivitis pada neonatus dan untuk mengidentifikasi agen/faktor penyebab
ophtalmia neonatorum pada dua rumah sakit jejaring sejak 2008 hingga 2009.

Metode: Semua neonatus dibawa ke Departemen Neonatus selama masa penelitian


untuk diperiksa apakah ada konjungtivitis pada neonatus. Dua spesimen usap yang
mengandung sel epitel konjungtiva diperoleh dari neonatus yang memiliki klinis
inflamasi pada konjungtiva. Diagnosis laboratoriumnya ditegakkan berdasarkan
pengecatan Gram dan kultur bakteri. Bakteri yang terisolir kemudian diidentifikasi
menggunakan prosedur standard, yakni PCR dan kultur sel digunakan dalam
identifikasi.

Hasil: Dari 2.253 neonatus (yang berusia 1-30 hari), sebanyak 241 neonatus
(10,7%) memiliki tanda klinis berupa konjungtivitis. Kebanyakan bakteri yang
terisolir adalah Staphylococcus-negatif koagulase., (n=130; 53,9%); Chlamydia
trachomatis adalah bakteri terisolir yang terbanyak kedua penyebab konjungtivitis
neonatal akut (n=40; 16,6%). Kultur bakteri negatif pada 47 neonatus (19,5%)
meskipun terdapat tanda klinis dari konjungtivitis. Usia median neonatus yang
memiliki kultur bakteri yang positif adalah delapan hari.

Kesimpulan: Konjungtivitis pada neonatus adalah hal yang lazim pada bayi baru
lahir. Bakteri kokus gram positif dan Chlamydia trachomatis adalah organisme
penyebab yang paling banyak menyebabkan konjungtivitis pada neonatus.

Kata Kunci: neonatus, konjungtivitis, Chlamydia trachomatis.


1. PENDAHULUAN
Konjungtivitis neonatal merupakan masalah umum yang sering
terjadi pada anak usia 1 bulan pertama. Penyebabnya bisa berupa septik
(bakterial atau viral) dan aseptik (agen kimia seperti perak nitrat) dan
utamanya disebabkan oleh bakterial. Infeksi ini biasanya jinak namun bisa
juga menyebar ke sistemik dan kebutaan jika tidak ditangani. Gambaran
klinisnya termasuk kemerahan, lakrimasi, inflamasi konjungtiva dan
palpebra, pseudomembran, perforasi kornea yang bisa menyebabkan
kebutaan.
Bakteri utama penyebab konjungtivitis yaitu gram positif seperti
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Streptococcuc viridans,
dan Staphylococcus epidermidis. Gram negatif seperti Eschericia coli,
Klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens, Proteus, Enterobacter, dan
Pseudomonas. Bakteri yang mungkin didapatkan saat bayi lahir yaitu
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoea yang keduanya dapat
mengakibatkan komplikasi sistemik dan kebutaan.
Kualitas ANC yang baik dan pemberian antibiotik intrapartum pada
pasien dengan hasil swab vagina positif, dapat menurunkan kejadian
konjungtivitis gonore. Topikal tetes mata seperti perak nitrat dapat
mencegah konjungtivitis neonatal gonore. Pada tahun 1881, dilakukan
pemberian profilaksis dengan perak nitrat 2%, dan mampu mengeliminasi
terjadinya kebutaan. Namun, pada daerah yang tidk mempiliki profilaksis
kejadian ophtalmia neonatorum mencapai 23%. Di Afrika 1000 dari 4000
bayi mengalami kebutaan tiap tahunnya. Bakteri terbanyak yang sering
menyebabkan konjungtivitis neonatorum adalah S. aureus. Penentuan
penyebab utama dari konjungtivitis merupakan hal yang penting sebagai
dasar dari terapi yang akan diberikan dan mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi konjungtivitis
dan penyebab bakteriologinya di dua rumah sakit Tehran
2. BAHAN DAN METODE
2.1 Populasi Studi
Kami mengadakan penelitian di bangsal neonatus pada dua Rumah
Sakit di Tehran, selama periode 14 bulan (Maret 2008-Mei 2009). Sebanyak
2253 neonatus (umur 1-30 hari), 241 diantaranya terdapat temuan klinis
berupa konjungtivitis. Setelah mendapat persetujuan dari ibunya, dilakukan
pengisian kuesioner oleh tim penelitian dan dilakukan tes mikrobiologi.
Diambil data diantaranya metode persalinan, umur, jenis kelamin, tanda dan
gejala (eritema konjungtiva, pembengkakan palpebra, discharge
mukopurulen, keterlibatan mata unilateral/bilateral, dan masalah lain).

2.2 Pengambilan spesimen


Pengambilan spesimen konjungtiva dilakukan oleh seseorang yang
terlatih untuk setiap bayi dengan dua swab steril. Spesimen didapat dari
forniks posterior konjungtiva untuk kultur bakteri rutin dan PCR untuk C.
trachomatis. Spesimen didapat dengan swab sisi dalam konjungtiva
palpebra bagian bawah dengan menggunakan swab steril. Kemudian
dilakukan smear dari swab untuk deteksi klamidia di dalam medium
transport 2P dan spesimen kemudian dikirim ke laboratorium.

2.3 Kultur spesimen


Scrap konjungtiva diinokulasi di samping tempat tidur menjadi
kaldu thioglycolate untuk mendeteksi bakteri, tabung segera dibawa ke
laboratorium dan diinkubasi pada suhu 37°C selama minimal 24 jam dan
langsung di kultur pada agar darah dan agar coklat. Cawan diinkubasi pada
suhu 37°C dihadapan 5% CO2. Bakteri yang diisolasi diidentifikasi
menggunakan prosedur standar. Diagnosis laboratorium didasarkan pada
pewarnaan Gram, kultur bakteri (menggunakan agar coklat untuk N.
gonorrhoeae dan agar darah untuk bakteri lain. Semua hasil isolasi
diidentifikasi menurut prosedur mikrobiologi konvensional.
2.4 PCR
Metode amplifikasi gen yang menggabungkan PCR dengan
pengukuran produk PCR digunakan untuk mendeteksi wilayah yang
dikonservasi gen protein membran luar utama (MOMP).
Pada awalnya ini dibuat oleh Perusahaan MWG :
5'GATAGCCAGCACAAAGAGAGCTAA-3’sense dan 5'-
CTTTGTTTTCGACCGTGTTTTGCAAACAGATGTGAA-3’antisense.
Kit Pemurnian DNA CinnaGen digunakan untuk mengekstraksi
DNA dan CinnaGen PCR Master Kit digunakan untuk reaksi PCR.
Sebanyak 50 μL lisat dari bahan sel target diamplifikasi melalui 30 siklus
(1 menit denaturasi pada suhu 94°C, 1 menit penguatan primer pada suhu
55°C dan 1 menit perpanjangan primer pada suhu 72°C) dalam 100 μL
pencampuran (reaksi buffer PCR, dNTP, Tag DNA polymerase) dan 0,5
μmol/L yang menyimpan urutan nukleotida MOMP C. trachomatis.
Ikatan produk PCR ditunjukkan oleh elektroforesis. DNA kontrol
positif adalah C. trachomatis-ATCC-VR 347. Kami menemukan ikatan 871
bp pada gel agarose 1% yang telah dilakukan elektroforesis selama 2 jam
pada 53 mA.

3. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada 241 neonatus, 165 infant (67,2%)
berasal dari Rumah Sakit Mahdieh dan 79 neonatus (32,8%) dari Rumah
Sakit Anak Mofid. Seratus tiga puluh satu neonatus (54,4%) adalah laki-
laki, dan 110 (45,6%) perempuan. Seratus tujuh bayi (44,4%) dilahirkan
pervaginam dan 134 (55,6%) melalui operasi caesar. Konjungtivitis
bilateral terjadi pada 59,3% pasien, dan unilateral pada 40,7% pasien.
Kultur bakteri positif pada 194 neonatus (80,5%), tetapi negatif pada
47 (19,5%) neonatus meskipun terdapat konjungtivitis (Tabel 1). Di antara
194 neonatus dengan konjungtivitis bakterial, 103 (53,1%) neonatus
dilahirkan melalui operasi caesar dan 91 (46,9%) dilahirkan pervaginam.
Konjungtivitis bakterial unilateral terdapat pada 77 (39,7%) dari 194
neonatus tersebut dan bilateral pada 117 (60,3%) diantaranya. Eritema,
discharge dan pembengkakan terdapat pada 177 (91,2%), 161 (83,0%) dan
157 (80,9%) kasus. Kami menemukan hubungan antara adanya discharge
dengan konjungtivitis bakteri neonatal (P <0,04).
Organisme yang paling umum terdeteksi pada apusan konjungtiva
adalah kokus gram positif 56%, dan stafilokokus koagulase negatif adalah
bakteri utama yang tumbuh pada kultur (n=130, 53,9%). Hasil apusan,
kultur bakteri dan PCR untuk chamydia ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil kultur bakteri pada konjungtivitis neonatal (n=241). CN:


Coagulase-negative staphylococci, KP: Klebsiella pneumonia, NG: N.
gonorrhoeae, SBG: Streptococcus B group, CBD: Corynebacterium diphtheriae.

Faktor risiko yang paling umum pada ibu adalah pecahnya selaput
ketuban yang lama, ditemukan pada 14 kasus (5,8%). Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam jenis kelamin (P=0,14), cara persalinan (P=0,11) dan
riwayat pecahnya selaput ketuban yang lama (P = 0,05) antara neonatus
dengan pemeriksaan positif atau negatif untuk konjungtivitis bakteri. Usia
rata-rata untuk konjungtivitis dengan kultur positif adalah hari ke-8
kehidupan pada usia neonatus mulai dari hari 1 sampai hari 30 (Gambar 2).
Gambar 2. Hubungan antara usia dan jumlah hitung bakteri pada neonatus
dengan konjungtivitis neonatal, Maret 2008 - Mei 2009, Tehran, Iran.

Tabel 1. Data karakteristik demografik dan manifestasi klinis 241 neonatus dengan
konjungtivitis, Maret 2008 - Mei 2009, Tehran, Iran.

4. DISKUSI
Konjungtivitis neonatal terjadi pada 1,6% -12,0% bayi baru lahir. Setiap
infeksi mata yang terjadi pada bulan pertama kehidupan bayi didefinisikan
sebagai ophthalmia neonatorum. Merupakan jenis bakteri paling umum yang
menyebabkan infeksi di mata bayi yang berasal dari jalan lahir ibu. Penyebab
paling umum adalah iritasi kimia dari profilaksis antimikroba terhadap infeksi
bakteri. Dalam penelitian ini, insidensi dari konjungtivitis neonatal adalah
10,7%. Angka tersebut mendekati hasil penelitian lain, dari 1,6% hingga 12,0%
dari neonatus.
Bayi yang baru terinfeksi biasanya mengalami drainase pada mata di
bulan pertama kehidupannya.
Dalam penelitian kami, sebagian besar neonatus yang terkena
konjungtivitis bakterialis antara usia 1 hingga 12 hari dan mengalami ketiga
gejala (eritema, pembengkakan dan sekret).
Dalam penelitian kami, mikroorganisme penyebab neonatal
konjungtivitis adalah stafilokokus koagulase-negatif, C. trachomatis,
Klebsiella pneumonia, Neisseria mucosa, Streptococcus Grup B dan
Corynebacterium diphtheriae.
Dalam sebuah penelitian oleh Soltanzadeh dkk., 170 dari 3.140
neonatus (5,4%) memiliki tanda konjungtivitis, organisme mikroba yang
paling umum adalah stafilokokus koagulase negatif (15,3%), S. epidermidis
(13,5%), E. coli (7,6%) dan C. trachomatis (6.0%).
Dalam penelitian lain oleh Amini dkk. di Iran, mikroorganisme
penyebab 198 dari 4.021 (4,9%) konjungtivitis neonatal adalah S. aureus,
(31%), Escherichia coli (23%), S. epidermidis (22%), Klebsiella pneumoniae
(10%), N. gonorrhea (3%), Pseudomonas aeruginosa (2%) dan C. trachomatis
(2%). Dalam sebuah studi oleh Iroha Eo dkk pada 1998 dari 150 neonatus yang
dirawat di rumah sakit, prevalensi konjungtivitis dilaporkan sebanyak 1,8%
dan mikroba penyebabnya adalah S. aureus (37,4%), Klebsiella pneumoniae
(12,9%), dan S. coagulase negative (12,3%). Penyebab prevalensi yang lebih
rendah dalam studi yang dilakukan Iroha dapat disebabkan oleh jumlah sampel
yang sedikit atau karena studi pada pasien yang hanya dirawat di rumah sakit
itu para peneliti telah menemukan kasus positif yang lebih rendah.
S. aureus adalah organisme paling umum yang dikultur dari sampel
neonatus dengan konjungtivitis akut, tetapi perannya dalam menyebabkan
neonatal konjungtivitis masih kontroversial karena sering terjadi sampel kultur
diperoleh dari mata neonatus yang asimtomatik. Pada studi oleh Mohil M,
patogen mikroba yang paling umum menyebabkan konjungtivitis neonatal
adalah S. epidermidis (57,14%) , dan sehubungan dengan beberapa penelitian
lain yang menunjukkan bahwa S. epidermidis merupakan organisme yang
paling umum menyebabkan neonatal konjungtivitis. Meskipun S. epidermidis
adalah spesies bakteri yang paling banyak terisolasi, namun peran dari ini
organisme dalam penyebab konjungtivitis pada bayi baru lahir bayi masih
belum jelas. Organisme ini mungkin bagian dari flora normal pada bayi.
Neisseria mucosa dan Corynebacterium diphtheriae juga kemungkinan besar
merupakan bagian dari flora normal konjungtiva. Gonococcal ophthalmia
neonatorum memiliki angka kejadian 0,3 / 1.000 dari jumlah kelahiran hidup
di Amerika. Pada studi konjungtivitis neonatal oleh Dr.Amini di Iran, kejadian
ophthalmia neonatorum gonococcal adalah 3% , namun dalam penelitian kami,
meskipun pengobatan profilaksis gonore untuk bayi baru lahir tidak diberikan
di dua rumah sakit ini, tidak ada kasus ophthalmia neonatorum gonokokal yang
terdeteksi menggunakan prosedur standar untuk deteksi N. Gonorrhea
termasuk pewarnaan Gram dan kultur.
Hasil penelitian ini jelas menunjukkan bahwa frekuensi konjungtivitis
neonatal sangat tinggi (10,7%) di Iran. Bakteri bisa diisolasi dari 80% pasien
yang memiliki tanda-tanda klinis dari konjungtivitis.

 Ucapan terimakasih
Kami berterima kasih kepada Pediatric Infections Research Center
atas dukungannya dalam hal finansial. Kami juga berterima kasih kepada
seluruh perawat dan petugas lainnya di bangsal neonatal rumah sakit Mofid
dan Mahdieh, yang telah banyak membantu kami dengan mengumpulkan
sampel neonatus dalam penelitian ini. Bagian dari studi ini telah
dipresentasikan pada First International Science Symposium dalam cabang
penyakit Infeksi dan HIV (HIV SCIENCE 2012) di Chennai, India tanggal
20-22 Januari 2012.

 Komentar
a. Latar belakang
Konjungtivitis neonatal adalah salah satu komplikasi
penyakit sistemik yang penting. Penyakit ini dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan apabila tidak ditangani dengan segera. Agen
etiologi tersering dari penyakit ini adalah N. gonorrhoeae, C.
trachomatis, dan virus Herpes. Prevalensi dari konjungtivitis
neonatal secara umum adalah kurang dari 0,5 persen per 1000
populasi, di mana Pakistan dan Afrika menunjukkan persentase
morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan negara lain.

b. Batasan penelitian
Insidensi dari konjungtivitis neonatal di rumah sakit Mofid
dan Mahdieh di Iran adalah 35,1% dan 64,9% dari tahun 2008-2009.

c. Laporan terkait
Sebuah artikel terbaru menunjukkan metode yang sama pada
regio geografis yang sama pula, di mana ditemukan bahwa terdapat
226 dari 5206 neonatus memiliki tanda-tanda konjungtivitis, dan
pada 148 di antaranya, kultur bakterial menunjukkan hasil yang
positif, dengan agen penyebab terbanyak adalah N. gonorrhoeae
dan C. trachomatis. Oleh karena itu, diperkirakan untuk dilakukan
tindakan penanganan profilaksis pada wanita hamil.

d. Inovasi dan terobosan


Penelitian ini mengungkapkan dua aspek infeksi. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara persalinan normal caesar dan
normal. Patogen enterik dan bakteri Gram-positif memainkan peran
utama yang disebabkan oleh ketuban pecah dini dan kontaminasi
kulit. Penelitian ini menegaskan kembali pentingnya skrining
wanita hamil untuk C. trachomatis dan penyakit menular seksual
lainnya tepat sebelum kelahiran seorang anak. Inovasi & terobosan
Penelitian ini mengungkapkan dua aspek infeksi. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara persalinan normal caesar dan
normal. Patogen enterik dan bakteri Gram-positif memainkan peran
utama yang disebabkan oleh ketuban pecah dini dan kontaminasi
kulit. Penelitian ini menegaskan kembali pentingnya skrining
wanita hamil untuk C. trachomatis dan penyakit menular seksual
lainnya tepat sebelum kelahiran seorang anak.

e. Aplikasi
Penelitian ini menekankan pentingnya berfokus pada
konjungtivitis neonatal. Selain itu, skrining dan tindakan profilaksis
diperlukan untuk wanita hamil sebelum kelahiran bayi.

f. Ulasan
Ini adalah penelitian yang baik yang mengungkapkan
kejadian konjungtivitis neonatal di kedua rumah sakit. Agen
etiologi bakteri dibahas. Para penulis telah menyaring agen etiologi
konjungtivitis neonatal dari daerah geografis mereka. Artikel itu
menciptakan hasil yang signifikan terhadap pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai