Disusun oleh:
Tika Widya T 22010116210010 Tri Agrina 22010116220211
Ayu Welly Jovita 22010116210021 Vania Oktaviani S 22010116220276
Fauzia Astari 22010116210066 Tusita Devi 22010116220277
Dea Bastiangga 22010116210074 Monica Destiani 22010117220045
Lisana Himmatul U 22010116210166 Baskoro Hariadi 22010117220056
Winadi Yoyada D P 22010116220207 Baladina Nur Baiti 22010117220161
Pembimbing:
Dr. dr. Fifin L. Rahmi, MS, Sp.M(K)
Journal Reading
Disusun oleh :
1
Department of Neonatal Disease, Mahdieh Hospital, Shahid Beheshti University
of Medical Sciences, Tehran, Iran
2
Pediatric Infections Research Center, Shahid Beheshti University of Medical
Sciences, Tehran, Iran
3
Department of Infectious Diseases, Faculty of Medicine, Mofid Children Hospital,
Shahid Beheshti University of Medical Sciences, Tehran, Iran
4
Department of Microbiology, Reference Health Laboratories Research Center,
Ministry of Health & Medical Education, Tehran, Iran
5
Antimicrobial Resistance Research Center, Tehran University of Medical Sciences,
Tehran, Iran
ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi
konjungtivitis pada neonatus dan untuk mengidentifikasi agen/faktor penyebab
ophtalmia neonatorum pada dua rumah sakit jejaring sejak 2008 hingga 2009.
Hasil: Dari 2.253 neonatus (yang berusia 1-30 hari), sebanyak 241 neonatus
(10,7%) memiliki tanda klinis berupa konjungtivitis. Kebanyakan bakteri yang
terisolir adalah Staphylococcus-negatif koagulase., (n=130; 53,9%); Chlamydia
trachomatis adalah bakteri terisolir yang terbanyak kedua penyebab konjungtivitis
neonatal akut (n=40; 16,6%). Kultur bakteri negatif pada 47 neonatus (19,5%)
meskipun terdapat tanda klinis dari konjungtivitis. Usia median neonatus yang
memiliki kultur bakteri yang positif adalah delapan hari.
Kesimpulan: Konjungtivitis pada neonatus adalah hal yang lazim pada bayi baru
lahir. Bakteri kokus gram positif dan Chlamydia trachomatis adalah organisme
penyebab yang paling banyak menyebabkan konjungtivitis pada neonatus.
3. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada 241 neonatus, 165 infant (67,2%)
berasal dari Rumah Sakit Mahdieh dan 79 neonatus (32,8%) dari Rumah
Sakit Anak Mofid. Seratus tiga puluh satu neonatus (54,4%) adalah laki-
laki, dan 110 (45,6%) perempuan. Seratus tujuh bayi (44,4%) dilahirkan
pervaginam dan 134 (55,6%) melalui operasi caesar. Konjungtivitis
bilateral terjadi pada 59,3% pasien, dan unilateral pada 40,7% pasien.
Kultur bakteri positif pada 194 neonatus (80,5%), tetapi negatif pada
47 (19,5%) neonatus meskipun terdapat konjungtivitis (Tabel 1). Di antara
194 neonatus dengan konjungtivitis bakterial, 103 (53,1%) neonatus
dilahirkan melalui operasi caesar dan 91 (46,9%) dilahirkan pervaginam.
Konjungtivitis bakterial unilateral terdapat pada 77 (39,7%) dari 194
neonatus tersebut dan bilateral pada 117 (60,3%) diantaranya. Eritema,
discharge dan pembengkakan terdapat pada 177 (91,2%), 161 (83,0%) dan
157 (80,9%) kasus. Kami menemukan hubungan antara adanya discharge
dengan konjungtivitis bakteri neonatal (P <0,04).
Organisme yang paling umum terdeteksi pada apusan konjungtiva
adalah kokus gram positif 56%, dan stafilokokus koagulase negatif adalah
bakteri utama yang tumbuh pada kultur (n=130, 53,9%). Hasil apusan,
kultur bakteri dan PCR untuk chamydia ditunjukkan pada Gambar 1.
Faktor risiko yang paling umum pada ibu adalah pecahnya selaput
ketuban yang lama, ditemukan pada 14 kasus (5,8%). Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam jenis kelamin (P=0,14), cara persalinan (P=0,11) dan
riwayat pecahnya selaput ketuban yang lama (P = 0,05) antara neonatus
dengan pemeriksaan positif atau negatif untuk konjungtivitis bakteri. Usia
rata-rata untuk konjungtivitis dengan kultur positif adalah hari ke-8
kehidupan pada usia neonatus mulai dari hari 1 sampai hari 30 (Gambar 2).
Gambar 2. Hubungan antara usia dan jumlah hitung bakteri pada neonatus
dengan konjungtivitis neonatal, Maret 2008 - Mei 2009, Tehran, Iran.
Tabel 1. Data karakteristik demografik dan manifestasi klinis 241 neonatus dengan
konjungtivitis, Maret 2008 - Mei 2009, Tehran, Iran.
4. DISKUSI
Konjungtivitis neonatal terjadi pada 1,6% -12,0% bayi baru lahir. Setiap
infeksi mata yang terjadi pada bulan pertama kehidupan bayi didefinisikan
sebagai ophthalmia neonatorum. Merupakan jenis bakteri paling umum yang
menyebabkan infeksi di mata bayi yang berasal dari jalan lahir ibu. Penyebab
paling umum adalah iritasi kimia dari profilaksis antimikroba terhadap infeksi
bakteri. Dalam penelitian ini, insidensi dari konjungtivitis neonatal adalah
10,7%. Angka tersebut mendekati hasil penelitian lain, dari 1,6% hingga 12,0%
dari neonatus.
Bayi yang baru terinfeksi biasanya mengalami drainase pada mata di
bulan pertama kehidupannya.
Dalam penelitian kami, sebagian besar neonatus yang terkena
konjungtivitis bakterialis antara usia 1 hingga 12 hari dan mengalami ketiga
gejala (eritema, pembengkakan dan sekret).
Dalam penelitian kami, mikroorganisme penyebab neonatal
konjungtivitis adalah stafilokokus koagulase-negatif, C. trachomatis,
Klebsiella pneumonia, Neisseria mucosa, Streptococcus Grup B dan
Corynebacterium diphtheriae.
Dalam sebuah penelitian oleh Soltanzadeh dkk., 170 dari 3.140
neonatus (5,4%) memiliki tanda konjungtivitis, organisme mikroba yang
paling umum adalah stafilokokus koagulase negatif (15,3%), S. epidermidis
(13,5%), E. coli (7,6%) dan C. trachomatis (6.0%).
Dalam penelitian lain oleh Amini dkk. di Iran, mikroorganisme
penyebab 198 dari 4.021 (4,9%) konjungtivitis neonatal adalah S. aureus,
(31%), Escherichia coli (23%), S. epidermidis (22%), Klebsiella pneumoniae
(10%), N. gonorrhea (3%), Pseudomonas aeruginosa (2%) dan C. trachomatis
(2%). Dalam sebuah studi oleh Iroha Eo dkk pada 1998 dari 150 neonatus yang
dirawat di rumah sakit, prevalensi konjungtivitis dilaporkan sebanyak 1,8%
dan mikroba penyebabnya adalah S. aureus (37,4%), Klebsiella pneumoniae
(12,9%), dan S. coagulase negative (12,3%). Penyebab prevalensi yang lebih
rendah dalam studi yang dilakukan Iroha dapat disebabkan oleh jumlah sampel
yang sedikit atau karena studi pada pasien yang hanya dirawat di rumah sakit
itu para peneliti telah menemukan kasus positif yang lebih rendah.
S. aureus adalah organisme paling umum yang dikultur dari sampel
neonatus dengan konjungtivitis akut, tetapi perannya dalam menyebabkan
neonatal konjungtivitis masih kontroversial karena sering terjadi sampel kultur
diperoleh dari mata neonatus yang asimtomatik. Pada studi oleh Mohil M,
patogen mikroba yang paling umum menyebabkan konjungtivitis neonatal
adalah S. epidermidis (57,14%) , dan sehubungan dengan beberapa penelitian
lain yang menunjukkan bahwa S. epidermidis merupakan organisme yang
paling umum menyebabkan neonatal konjungtivitis. Meskipun S. epidermidis
adalah spesies bakteri yang paling banyak terisolasi, namun peran dari ini
organisme dalam penyebab konjungtivitis pada bayi baru lahir bayi masih
belum jelas. Organisme ini mungkin bagian dari flora normal pada bayi.
Neisseria mucosa dan Corynebacterium diphtheriae juga kemungkinan besar
merupakan bagian dari flora normal konjungtiva. Gonococcal ophthalmia
neonatorum memiliki angka kejadian 0,3 / 1.000 dari jumlah kelahiran hidup
di Amerika. Pada studi konjungtivitis neonatal oleh Dr.Amini di Iran, kejadian
ophthalmia neonatorum gonococcal adalah 3% , namun dalam penelitian kami,
meskipun pengobatan profilaksis gonore untuk bayi baru lahir tidak diberikan
di dua rumah sakit ini, tidak ada kasus ophthalmia neonatorum gonokokal yang
terdeteksi menggunakan prosedur standar untuk deteksi N. Gonorrhea
termasuk pewarnaan Gram dan kultur.
Hasil penelitian ini jelas menunjukkan bahwa frekuensi konjungtivitis
neonatal sangat tinggi (10,7%) di Iran. Bakteri bisa diisolasi dari 80% pasien
yang memiliki tanda-tanda klinis dari konjungtivitis.
Ucapan terimakasih
Kami berterima kasih kepada Pediatric Infections Research Center
atas dukungannya dalam hal finansial. Kami juga berterima kasih kepada
seluruh perawat dan petugas lainnya di bangsal neonatal rumah sakit Mofid
dan Mahdieh, yang telah banyak membantu kami dengan mengumpulkan
sampel neonatus dalam penelitian ini. Bagian dari studi ini telah
dipresentasikan pada First International Science Symposium dalam cabang
penyakit Infeksi dan HIV (HIV SCIENCE 2012) di Chennai, India tanggal
20-22 Januari 2012.
Komentar
a. Latar belakang
Konjungtivitis neonatal adalah salah satu komplikasi
penyakit sistemik yang penting. Penyakit ini dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan apabila tidak ditangani dengan segera. Agen
etiologi tersering dari penyakit ini adalah N. gonorrhoeae, C.
trachomatis, dan virus Herpes. Prevalensi dari konjungtivitis
neonatal secara umum adalah kurang dari 0,5 persen per 1000
populasi, di mana Pakistan dan Afrika menunjukkan persentase
morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan negara lain.
b. Batasan penelitian
Insidensi dari konjungtivitis neonatal di rumah sakit Mofid
dan Mahdieh di Iran adalah 35,1% dan 64,9% dari tahun 2008-2009.
c. Laporan terkait
Sebuah artikel terbaru menunjukkan metode yang sama pada
regio geografis yang sama pula, di mana ditemukan bahwa terdapat
226 dari 5206 neonatus memiliki tanda-tanda konjungtivitis, dan
pada 148 di antaranya, kultur bakterial menunjukkan hasil yang
positif, dengan agen penyebab terbanyak adalah N. gonorrhoeae
dan C. trachomatis. Oleh karena itu, diperkirakan untuk dilakukan
tindakan penanganan profilaksis pada wanita hamil.
e. Aplikasi
Penelitian ini menekankan pentingnya berfokus pada
konjungtivitis neonatal. Selain itu, skrining dan tindakan profilaksis
diperlukan untuk wanita hamil sebelum kelahiran bayi.
f. Ulasan
Ini adalah penelitian yang baik yang mengungkapkan
kejadian konjungtivitis neonatal di kedua rumah sakit. Agen
etiologi bakteri dibahas. Para penulis telah menyaring agen etiologi
konjungtivitis neonatal dari daerah geografis mereka. Artikel itu
menciptakan hasil yang signifikan terhadap pengobatan.