PENDAHULUAN
Profesi dokter adalah sebuah profesi yang bersumpah dan membutuhkan komitmen erta
tanggung jawab yang penuh terhadap hukum dan prosedur medis yang berlaku. Selain terhadap
hukum dan prosedur, dokter juga bertanggung jawab terhadap aturan-aturan etis yang berlaku.
Oleh karena itu, diciptakanlah Kaidah Dasar Bioetik yang mengatur mengenai perilaku dokter
agar sesuai dengan moral yang berlaku di masyarakat. Bioetik telah menjadi bagian dari
keseharian seorang dokter dalam menjalankan tugasnya. Sejak kemunculan istilah ini, bioetik
sudah banyak mengalami perkembangan dan kemajuan. Beberapa tahun terakhir ini, cukup
sering kita mendengar mengenai kegagalan dokter dalam penyembuhan pasien karena kelalaian
yang dilakukan oleh dokter itu sendiri, perawat, atau bahkan rumah sakit yang bersangkutan.
Selain itu, kaidah bioetik juga digunakan untuk mencegah tindakan-tindakan dokter yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Mengingat banyaknya kejadian yang muncul seperti ini, sudah jelas
bahwa pengetahuan dan pemahaman akan prinsip bioetik sangatlah penting dalam pendidikan
¹
seorang dokter.
Kaidah Dasar Bioetik (KDB) adalah suatu hukum dasar yang harus diketahui dan
dikuasai oleh para dokter, demi membantu mereka dalam mengambil tindakan yang tepat dalam
berbagai situasi medis. Kaidah Dasar Bioetik memiliki empat prinsip dasar, yakni : beneficence,
non-maleficence, autonomy, dan justice. Dimana masing-masing memiliki prinsip prima facie
dan konteks yang berbeda. Pemahaman dokter mengenai Kaidah Dasar Bioetik sangatlah penting
dalam melaksanakan tugas mereka karena Kaidah Dasar Bioetik-lah yang menentukan apakah
suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk berdasarkan pandangan etik.¹
Pelanggaran dari kaidah-kaidah ini menjadi keprihatinan kita bersama sebagai para calon
dokter. Maka, untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, pendidikan bioetik ini dijadikan sebagai
kurikulum pembelajaran untuk para calon dokter masa depan. Dalam makalah ini, diharapkan
penulis maupun pembaca dapat memahami empat prinsip dasar bioetika yaitu : Beneficence,
²
Non-Maleficence, Autonomy, dan Justice.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bioetik berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari dua kata, yaitu bios yang berarti
kehidupan, dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetik merupakan studi
yang mempelajari tentang masalah pada bidang biologi dan ilmu kedokteran dalam berbagai
masa. Bioetik tidak hanya membicarakan bagian medis, tapi juga membahas pula masalah
kesehatan, faktor budaya dalam lingkungan masyarakat, juga penelitian kesehatan pada manusia
dan hewan percobaan.¹
Pada tahun 1971, seorang onkolog (pakar tumor) Amerika Serikat, van Resseler Potter,
penulis Bioethics : Bridge to the Future (1971), mengabadikan istilah bioetik. Potter merasa
bahwa dia sebagai penemu harus juga bertanggung jawab dalam perkembangan kata bioetik
kedepannya, maka dia meminta agar bioetik itu dijadikan suatu ilmu tersendiri atau lebih
spesifiknya adalah ilmu etika baru yang didasari tinjauan biologis. Dalam arti luas, bioetik
adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan, dan bidang-
bidang terkait.³
Bioetik dapat dijabarkan menjadi empat kaidah besar yang disebut dengan Kaidah Dasar
1. Beneficence
Beneficence berasal dari bahasa Latin bene yang berarti baik, dan ficere yang berarti
melakukan atau berbuat. Oleh karena itu, beneficence secara etimologis dapat diartikan
dengan berbuat baik. Kaidah beneficence adalah suatu tindakan dari dokter untuk
kepentingan pasiennya, dimana kebaikan yang dialami pasien akan lebih banyak
dibandingkan dengan kerugiannya. Kaidah ini berlaku dalam keadaan yang wajar dan
berlaku untuk pasien pada umumnya. 4
a. Prinsip positive beneficenc : Inti dari prinsip ini adalah untuk tidak memperburuk
keadaan pasien dan mengusahakan yang terbaik. Dokter harus mencegah hal buruk
2
terjadi pada pasien, juga memaksimalisasi akibat baik dan meminimalisasi akibat
buruk.
e. Paternalisme
p. Menerapkan golden rule principle (memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlukan)
3
2. Non-Maleficence
Non-Maleficence berasal dari bahasa Latin non yang berarti tidak, mal yang berarti
buruk, dan ficere yang berarti melakukan atau berbuat. Maka, secara harafiah non-
maleficence adalah sebuah prinsip untuk tidak berbuat jahat. Kaidah non-maleficence
menekankan bahwa yang paling penting adalah tindakan yang akan dilakukan dokter tidak
memperburuk keadaan pasien. Kaidah ini berlaku pada saat keadaan gawat darurat dimana
diperlukan suatu intervensi medik untuk menyelamatkan nyawa pasien.4
l. Tidak melakukan white collar crime (kejahatan dalam profesi) yang merugikan
pasien/keluarganya.
4
3. Autonomy
Autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri, dan nomos yang
berarti hukum atau peraturan. Maka, kata autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, dalam
hal ini berarti pasien berhak memutuskan apa yang berhubungan dengan dirinya sendiri.
Autonomy menekankan bahwa dokter harus mendapat persetujuan dari pasien sebelum
melakukan prosedur medis apapun, setelah dokter tersebut menjelaskan prosedur tersebut
kepada pasien. Kaidah ini berlaku pada saat berhadapan dengan pasien yang dewasa,
berkepribadian matang, kompeten, dan sadar dalam menentukan nasibnya sendiri.4
Autonomy berkaitan sangat erat dengan inform consent yang memiliki tiga prinsip,
yaitu :
1) Threshold element
2) Information elements
3) Consent elements :
Authorization : Otorisasi atau ijin dari pasien untuk melaksanakan prosedur adalah salah
satu unsur penting di dalam inform consent.
k. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
4. Justice
Justice membuka suatu dimensi baru dalam bioetik, karena saat beneficence, non-
maleficence, dan autonomy membahas mengenai hubungan antara dokter dengan pasien,
justice membahas mengenai hubungan dengan masyarakat atau orang banyak. Prinsip justice
mengatakan bahwa para dokter juga harus mementingkan hak orang lain selain hak
pasiennya sendiri. Hak orang lain yang dimaksud disini adalah khususnya orang-orang yang
sama dalam hal gangguan kesehatan di luar diri pasien.4
Prinsip yang terkandung di dalam justice, berkata “treat similar cases in a similar
way”, yang berarti “berikanlah perlakuan yang sama kepada seluruh pasien dengan kasus
yang sama. Justice bertujuan untuk menjamin nilai yang tak berhingga dari setiap makhluk
yang berakal budi.
6
a. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
c. Memberi kesempatan yang sama bagi setiap pribadi dalam posisi yang sama
h. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status sosial, dll.
m. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
n. Memberi beban secara merata dengan alasan yang sah dan tepat
o. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit atau gangguan kesehatan
BAB III
7
KASUS
A. Kasus I
Seorang laki-laki umur 40 tahun datang ke IGD RSUD Nganjuk pada pukul 19.30
WIB dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kiri sejak jam 16.40 yang lalu
setelah digigit ular. Pasien mengatakan saat memotong rumput di sawah tungkai bawah kiri
pasien digigit ular. Pasien mengatakan warna ular yang menggigitnya warna hijau ekor
merah, pasien sempat membunuh ular tersebut. Pasien mengeluh nyeri, bengkak, kebiruan di
sekitar gigitan, dan terasa kesemutan (+). Sebelum datang ke IGD pasien sempat ke palang
ular. Saat tiba di IGD, GCS pasien 456 dengan penuh kesakitan sambil memegang kaki
kirinya dan terpasang lilitan kain di kaki kiri. Dokter jaga IGD langsung melakukan
pertolongan pertama, menjelaskan kepada keluarga untuk dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan menyarankan pasien dan keluarga bahwa pasien harus di MRS dikarenakan
untuk pemantauan ketat terhadap tanda vital, perburukan gejala lokal dan sistemik. Keluarga
pasien meminta untuk berunding terlebih dahulu, dan dokter jaga memberikan kesempatan
untuk berunding. Kemudian Keluarga pasien meminta untuk pulang paksa dan memilih
untuk rawat jalan. Pada akhirnya menandatangani surat pulang paksa.
1) Kaidah Bioetik Dasar Beneficence :
8
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan Goal-Based
8. Maksimalisasipemuasan kebahagiaan/preferensi
pasien
9
2 Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini
adalah :
10
13 Tidak melakukan white collar dalam bidang
kesehatan
3 Berterus terang
4 Menghargai privasi.
11
10 Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dan
membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga
pasien sendiri.
12
7 Menjaga kelompok yang rentan (yang paling
dirugikan)
5) Dilemma Etik :
a. Autonomy :
Dokter menjelaskan kondisi penyakit yang dialami pasien saat ini kepada
keluarga, serta terapi yang sebaiknya dilakukan, dan memberi kesempatan kepada
13
keluarga dan pasien untuk berdiskusi dan pada akhirnya keluarga pasien menolak
MRS.
b. Beneficence :
Dokter melakukan KIE kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi
penyakit yang dialami pasien saat ini dan menyarankan tindakan yang terbaik adalah
MRS.
Keluarga pasien menolak tindakan Keluarga yang terlibat adalah istri, dan
medis yang dapat memperburuk saudara pasien.
keadaan.
7) Prinsip Profesionalisme :
b. Duty : Ada, dokter penanggung jawab pasien menjalankan tugasnya sesuai prosedur.
c. Respect for others : ada, dokter jaga IGD menghargai keputusan pasien
14
e. Humanity : ada, dokter berintegritas karena menyadari bahwa dirinya dan RS mampu
menangani kasus tersebut.
B. Kasus II
Pasien seorang perempuan umur 45 tahun datang ke IGD RSUD Nganjuk dibawa
oleh keluarga dengan keluhan terdapat luka DM (ulkus diabetikum) dikaki kanan, yang
diderita sudah 3 bulan yll, dengan kontrol rutin, terakhir kontrol 3 hr yll dan baru tadi pagi
dibersihkan oleh tenaga medis. Pasien mengatakan Keluhan disertai dengan mual dan pusing
sejak siang tadi. Saat tiba di IGD, GCS pasien 456, ditemukan pemeriksaan fisik terdapat
ulkus diabetikum di digiti I pedis dextra. Dokter jaga IGD langsung melakukan pertolongan
pertama, menjelaskan kepada keluarga untuk dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Kemudian keluarga pasien menyetujui untuk pemeriksaan. Sementara hasilnya menuggu
sekitar setengah jam. Keluarga pasien meminta ke dokter jaga agar ditanganin lebih dulu
sampai tuntas sambil marah-marah dan mengatakan bahwa keluarga nya (suami pasien)
adalah seorang DPR sedangkan saat itu dokter masih menangani pasien penurunan
kesadaran (P1). Dokter berusaha untuk menjelaskan dan menyuruh keluarga tetap bersabar
bahwa kondisi pasien tidak kritis dan sebelumnya sudah diberikan suntikan untuk keluhan
mual dan pusing nya.
15
5. Paternalisme bertanggung jawab/ kasih sayang
7. Pembatasan Goal-Based
8. Maksimalisasipemuasan kebahagiaan/preferensi
pasien
16
1 Menolong pasien emergensi
17
12 Tidak melindungi pasien dari serangan
3 Berterus terang
4 Menghargai privasi.
18
10 Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dan
membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga
pasien sendiri.
19
7 Menjaga kelompok yang rentan (yang paling
dirugikan)
5) Dilema Etik :
a. Autonomy
b. Justice
20
Prima Facie : Justice
7) Prinsip Profesionalisme :
b. Duty : Ada, dokter penanggung jawab pasien menjalankan tugasnya sesuai prosedur.
c. Respect for others : ada, dokter jaga IGD menghargai keputusan pasien
e. Humanity : ada, dokter berintegritas karena menyadari bahwa dirinya dan RS mampu
menangani kasus tersebut.
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus I terjadi dilema etik yaitu, Automony yang mana pada kasus ini Dokter
menjelaskan kondisi penyakit yang dialami pasien saat ini kepada keluarga, serta terapi yang
sebaiknya dilakukan, dan memberi kesempatan kepada keluarga dan pasien untuk berdiskusi
dan pada akhirnya keluarga pasien menolak MRS dan Beneficence yang mana pada kasus ini
Dokter melakukan KIE kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi penyakit yang
dialami pasien saat ini dan menyarankan tindakan yang terbaik adalah MRS. Kemudian
untuk empat box metode yaitu box pertama dalam Medical Indications Pasien di diagnosis
dengan snake bite grade I disarankan MRS untuk memantau kondisi pasien terhadap tanda
vital, perburukan gejala lokal dan sistemik. Box kedua Client Preferences, Tindakan medis
dilakukan atas persetujuan pasien dan keluarga pasien. Untuk box ketiga Quality of Life,
Keluarga pasien menolak tindakan medis yang dapat memperburuk keadaan. Dan box
keempat yaitu Contextual Feature, Keluarga yang terlibat adalah istri, dan saudara pasien.
Dan kasus ini merupakan extraordinary.
Kasus II terjadi dilemma etik yaitu, autonomy dan justice. Kemudian untuk empat
box metode pada kasus ini yaitu box pertama Medical Indications, Pasien di diagnosis
dengan ulkus diabetikum dan penanganan sesuai prosedur di RS dan terapi sesuai diagnosis.
Untuk box kedua yaitu Client Preferences, Tindakan medis dilakukan atas persetujuan pasien
dan keluarga pasien. Box ketiga yaitu Quality of Life, Keluarga pasien meminta diutamakan
dalam penanganan lanjutan. Dan box keempat yaitu Contextual Features, Keluarga yang
terlibat adalah suami, dan anak kandung. Kasus ini merupakan extraordinary.
22