Refrat Kelompok Uuh
Refrat Kelompok Uuh
STEP I
1
1. Spv : keterangan tertulis yang di buat oleh dokter atas permintaan resmi penegak
hukum yang berwenang tentang apa yang di lihat dan yang di temukan pada objek
yang di periksa.
2. Otopsi: pemeriksaan terhadap tubuh jenazah untuk kepentingan tertentu yang meliputi
pemeriksaan luar pemeriksaan dalam pemeriksaan penunjang.
STEP II
STEP III
KORBAN MATI
PIHAK BERWENANG
YA
TIDAK
IDENTIFIKASI,TENATOLOGY
IDENTIFIKASI,
OTPSI
TENATOLOGI
PEMERIKSAAN LUAR
korosit
iritant
anestesik
KEMATIAN AKIBAT TRAUMA
pada jenazah terdapat garis batas luka tepi rata dan sudut runcing
tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan
daerah di sekitar luka tidak ada memar
pada kasus, cara kematian di duga akibat bunuh diri karena terdapat ciri
3
adanya lokasi luka yang mematikan, pada kasus terdapat perdarahan di dalam rongga
abdomen sebanyak 1060ml
lokasi luka dapat di jangkau oleh tangan yang bersangkutan
pakaian yang menutupi lupa tidak ikut robek oleh senjata
di temukan luka percobaan (tentative wounds), pada kasus di temukan jumlah luka
percobaan lebih dari satu. Lokasinya di sekitar luka mematikan dengan kualitas luka
yang dangkal.
3.(Belum terjawab)
Mind Map
Cara Kematian :
- Pembunuhan
- Bunuh Diri
- Kecelakaan
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan
perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di
muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan
salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup
maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota
4
London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang
disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di
jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul
baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%,
terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah
sakit dan 90% mengalami luka yang serius.
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat
tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40%
kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub, 50%
pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien
tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan
(17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan
oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui. Selama tahun 2006,
jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan
kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-
rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005
terjadi kenaikan 1,65 persen.
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa
penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di
dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun
mati yang diduga karena tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu
mengetahui ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang
dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk
mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar
sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan
suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan
dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal
Visum et Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan
material, sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan
demikian, jelas bagi kita bahwa sebagai kalangan medis, penting untuk mengetahui dan
5
mendeskripsikan berbagai hal mengenai luka dan trauma. Sehingga traumatologi menjadi
pokok pembahasan dalam makalah ini.
I.3 Tujuan
I.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui tentang traumatologi
dalam kedokteran forensik.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari traumatologi ?
6
3. Menambah pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu kedokteran
forensik pada jenazah akibat luka tembak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas
jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Jadi traumatologi merupakan
ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan dengan kekerasan terhadap jaringan
tubuh manusia yang masih hidup ( Idries, Abdul Mun'im. 1997).
7
II.2 Jenis Penyebab Trauma
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik
maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan teliti akan dapat
di ketahui jenis penyebabnya yaitu :
A. Benda–benda Mekanik
1. Benda Tajam
Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung.
2. Benda Tumpul
Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai macam jenis
luka, antara lain :
a. Memar ( kontusi )
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan jaringan
tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan tersebut disebabkan oleh
pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan meresap ke jaringan di sekitarnya.
Mula–mula terlihat pembengkakan, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5
hari berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi
8
kekuningan. Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih besar
dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat
di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya benda penyebabnya atau keras
tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang–orang yang gemuk juga akan mudah
terjadi memar. Dilihat sepintas lalu luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi
jika di periksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :
Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari
kulit, yang ciri – cirinya adalah :
9
o Tepi luka tidak rata
o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan tidak di
temukan reaksi jaringan.
Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan dengan benda
tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di
bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut :
o Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
10
o Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang ( misalnya
daerah kepala, muka atau ekstremitas )
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka
tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul
yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala maka luka
robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. Kekerasan akibat benda tajam
dapat menimbulkan luka yang bentuknya tergantung dari cara benda tajam itu
mengenai sasaran. Jika diiriskan akan mengakibatkan luka iris, jika di tusukan akan
mengakibatkan luka tusuk dan jika di bacokan (di ayunkan dengan tenaga yang
kuat) akan mengakibatkan luka bacok.
Kekerasan akibat benda tumpul dapat menyebabkan luka memar, luka lecet atau
luka robek.
11
e. Dasar luka Berupa garis atau titik Tidak teratur
f. Sekitar luka Tidak ada luka lain Ada luka lecet atau memar
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah ( misal kaca ), dapat mengakibatkan
luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan luka lecet. Pada daerah
luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah
itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang
terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang
sedemikian rupa sehingga kalau pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecilm (Idries,
Abdul Mun'im. 1997).
B. Benda Fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara lain:
12
Luka bakar derajat III Luka bakar derajat IV
3. Sengatan listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai
akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere),
besarnya tahanan kulit (ohm), dan kontak serta luasnya daerah yang terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan jaringan
kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi
daerah hipereremis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
13
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan adanya luka.
Bahkan kadang-kadang bagian baju atau sepatu yang dilalui arus listrik ketika
meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.Tegangan arus kurang dari 65 volt biasanya
tidak mebahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan
kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi
akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan.
Sedangkan faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang yang tidak
menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya
lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan
listrik.
4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya
dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka
karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik,
panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan
udara berupa luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda
tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan
saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek
ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering
ditemukan adanya arborecent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti
percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi
benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
14
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh
manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering disebut disbarisme
yang terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
- Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat atau turun
gunung)
- Berada di kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving (menyelam
dengan tangki oksigen), snorkling (menyelam dengan tube di mulut)
penyelam dengan pakaian khusus.
b. Hipobarik
Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:
- Naik tempat tinggi secara mendadak saat pesawat mengudara atau saat
pesawat meluncur ke ruang angkasa.
- Berada di ruangan bertekanan rendah, misalnya dalam decompression
chamber.
- Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang hebat.
- Gejala pada susunan saraf tergantung letak emboli dan letak emfisema
subkutan
- Rongga perut terasa kembung
- Gigi geligi terasa nyeri (Apuranto, 2010 ).
15
C. Kombinasi Benda Mekanik dan Fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada dasarnya merupakan luka yang disebabkan
oleh trauma benda mekanik (benda tumpul) dan fisik (panas), yaitu anak peluru yang
jalannya giroskopik (berputar/mengebor).
Mengingat lapisan kulit memiliki elastisitas yang kurang baik dibandingkan lapisan di
bawahnya, maka jaringan yang hancur akibat terjangan anak peluru lebih luas. Akibatnya
bentuk luka tembak masuk terdiri atas lubang, dikelilingi cincin lecet yang diameternya
lebih besar. Diameter cincin tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya.
Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai tenaga
pendorong anak pelurunya (senjata angin) pada hakekatnya merupakan luka yang
disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul saja.
Ciri-ciri luka tembak amat bergantung pada jenis senjata yang ditembakkan, jarak
tembakan, arah tembakan, serta posisinya (sebagai tempat masuk atau keluarnya anak
peluru).
( Apuranto, 2010 ).
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.
Ciri-ciri lukanya amat tergantung pada golongan zat kimia tersebut.
1. Golongan asam
16
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain:
- Asam mineral, antara lain: H2SO4, HCl dan NO3
- Asam organik, antara lain: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat
- Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
- Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
- Terlihat kering
- Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit acid berwarna
kuning kehijauan
- Perabaan keras dan kasar
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
- KOH
- NaOH
- NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
- Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin
dan sabun
- Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah:
- Terlihat basah dan edematous
- Berwarna merah kecoklatan
- Perabaan lunak dan licin (Apuranto, 2010 ).
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan
penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk
penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus, informasi tentang waktu terjadinya
kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal,
tidak seharusnya seseorang dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia
berada ditempat yang jauh dari tempat kejadian perkara (Satyo, Alfred.C, 2006 )
17
- Luka terjadi antemortem atau postmortem.
- Umur luka.
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi
sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya
tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula
sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukan bahwa :
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika
terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis dibawah kulit terpotong dan kemudian
mengkerut sambil menarik kulit diatasnya. Jika arah luka memotong serabut
secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar
dengan serabut elastis maka bentuk luka tak begitu menganga.
b. Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa :
- Eritema (kulit berwarna kemerahan)
- Vesikel atau bulla
Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusi atau memar
b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial
(sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak
mengalami kolap karena terfiksir dengan baik seperti misalnya vena jugularis
eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan dijantung kanan
negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju
kedaerah paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa
pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan
19
pneumotorak artefisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru.
Kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner
atau otak (Turner Ralph, 2009).
c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan
berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya,
jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam
pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat
terus menuju daerah paru-paru (Turner Ralph, 2009).
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka,
sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat berfungsi
sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga
pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk kerongga pleura, semakin banyak yang
pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada
akhirnya paru-paru menjadi kolap (Turner Ralph, 2009).
B. Umur Luka
Untuk mengetahui kapan terjadinya kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja,
tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu
kekerasan (baik pada korban hidup ataupun mati) dilakukan mengingat adanya faktor
20
individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi) serta faktor
kualitas dari kekerasan itu sendiri (Idries, Abdul Mun'im. 1997)
Kendati demikian ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu
dengan melakukan :
- Pemeriksaan makroskopik.
- Pemeriksaan mikroskopik (histologik).
- Pemeriksaan histokemik (histochemical examination).
- Pemeriksaan biokemik (biochemical examination
1. Pemeriksaan makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka
tersebut. Pada korban hidup, perkiraan dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan
pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula pada daerah yang mengalami
trauma akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasasi dan inflamasi, berwarna merah
kebiruan. Sesudah 4 samapai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan
sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati
perubahan–perubahannya. Dalam selang waktu 12jam sesudah trauma akan terjadi
pembengkakan pada tepi luka, selanjutnya kondisi luka akan di dominasi oleh tanda-tanda
inflamasi dan kemudian di susul tanda-tanda penyembuhan (Idries, Abdul Mun'im. 1997).
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketetapan
maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi
penentuan intravitalisasi luka, pemeriksaan mikroskopik juga dapat menentukan umur luka
secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
21
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler dari leukosit
polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-kasus dengan periode survival
sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel leukosit mungkin dapat dilihat
lebih dini lagi, bahkan dalam beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula-mula
masuk kejaringan adalah jenis polimorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak
monosit, namun leukosit jenis ini jarang ditemukan pada eksudat kurang dari 12 jam
sesudah trauma. Pada trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai
puncaknya dalam waktu 48 jam (Apuranto, 2010)
Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga, sedangkan sel-sel fibroblast mulai
menunjukan perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam sesudah trauma.
Tingkat proliferasi tersebut serta proses pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif,
tetapi biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk paling
tidak sesudah 3 hari.serabut-serabut kolagen yang baru juga mulai tebentuk 4 atau 5 hari
sesudah trauma (Apuranto, 2010)
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan perut tampak pada akhir minggu pertama.
Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sl-sel epitel dan jaringan dibawah nya
mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaakularisasi
jaringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen,sampai beberapa
minggu sesudah penyembuhannya, serabut-serabut elastis masih tampak lebih banyak dari
jaringan yang tak terkena trauma. Perubahan-perubahan histologik dari luka ini sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi dan perlu diketahui bahwa infeksi akan
memperlambat proses penyembuhan luka (Apuranto, 2010).
3. Pemeriksaan Histokemik
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini,
yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat
sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4
jam (Apuranto, 2010).
4. Pemeriksaan Biokemik.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang
dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu yang relatif panjang yaitu beberapa jam
sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi korban mati beberapa saat sesudah trauma
sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan biokemik.
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium yang paling
awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah dipublikasikan untuk
yang pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan
adanya kenaikan histamine bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus menggantung.
Oleh peneliti lain dibuktikan bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma
sedangkan serotonin naik setelah 10 menit (Apuranto, 2010)
Dengan melihat bentuk serta ciri-ciri luka, dapat juga diketahui cara benda penyebabnya
digunakan. Sudah barang tentu tergantung dari jenis benda penyebab luka tersebut.
23
Untuk senjata tajam, cara senjata itu digunakan dapat dibedakan, yaitu:
Diiriskan
Ditusukkan
Dibacokkan
Untuk senjata api, cara senjata itu ditembakkan juga dapat ditentukan, yaitu:
1. DIIRISKAN
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih dahulu ke suatu
bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang sesuai dengan arah senjata. Luka yang
ditimbulkannya merupakan luka iris (incised wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka
2. DITUSUKKAN
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan pada suatu bagian dari
tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan kemudian ditekan ke dalam tubuh sesuai
arah tadi. Luka yang ditimbulkan merupakan luka tusuk (stab wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka
24
3. DIBACOKKAN
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan diayunkan
dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian
dari tubuh. Tulang-tulang dibawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut
menderita luka. Luka yang ditimbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang
ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Ukuran luka besar dan menganga
Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka
Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka terdapat
memar.
4. DITEMBAKKAN
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris
Jika ditembakkan secara miring ke arah permukaan tubuh maka ciri-cirinya:
Jika ditembakkan dengan jarak dekat (1 inci – 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah:
25
Jika ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang
terjadi adalah:
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda
akan tetap pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu
merubahnya. Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan
metode yang dapat dipakai untuk mengukur dan menghitung energi.
Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam
bentuk kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu
kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan
kulit.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena
trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya
fungsi organ-organ dalam.
3. Infeksi
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap
infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu
ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda
yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa Streptococcus,
26
Staphylococcus, Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang
menyebabkan gas gangren.
4. Penyakit
5. Kelainan psikis
B. Aspek Yuridis
27
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai
diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan
kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional
(sengaja), recklessness (ceroboh), atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan
berat ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka.
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas
pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani.
- Kesehatan rohani.
- Estetika jasmani
1. Luka ringan.
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang.
3. Luka berat.
Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna. Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan
pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan
kornea robek. Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat
melihat.
28
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan bahaya
maut pengertiannya memiliki potensi untuk menimbulkan kematian, tetapi
sesudah diobati dapat sembuh.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma menimbulkan kebutaan
satu mata atau kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan
kehilangan indera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat
berdasarkan butir (a) di atas.
f. Lumpuh.
g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir
tidak harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia,
disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya.
29
Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan.
1. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan maupun yang
tidak mematikan
Lokasi tersebut di daerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak dapat
dijangkau oleh tangan korban
Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban yang
sadar ketika mengalami serangan. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat reflek
menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah
bagian luar.
2. Bunuh diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds).
Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu-ragu atau
karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan keberaniannya,
sehingga ciri-ciri luka percobaan adalah:
3. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak menggambarkan pembunuhan atau bunuh diri
maka kemungkinannya adalah akibat kecelakaan. Untuk lebih memastikannya perlu
dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian.( Dahlan, Sofwan, 2003)
30
BAB III
III.1 Kesimpulan
1. Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka
bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat
kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat
benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat
suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi
antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka.
Walaupun belum ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat
kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang
mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk
menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta
Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang
diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh
karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di
masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka
baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-
baiknya dalam Visum et Repertum.
31
DAFTAR PUSTAKA
3. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004.
4. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
7. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
8. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta 1997.
Hal 85-129.
13. Satyo, Alfred.C. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara
Vol.39. Universitas Sumatera Utara: Medan: Desember 2006. Hal 430-432
32