PENDAHULUAN
1
2
(6)
stres . Stres yang meningkat ini dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan
hormon katekolamin dan peningkatan hormon adrenalin di dalam sistem
kardiovaskuler, sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otot jantung (miokardium)
menurun. Saat pasokan ke otot jantung berkurang, terjadi ketidakseimbangan
antara pasokan aliran darah dan oksigen. Apabila terjadi secara terus menerus,
maka makin besar persentase penyempitan pembuluh darah koroner atau otot
jantung mengalami iskemik, sehingga bisa menimbulkan reaksi berupa nyeri
dada (angina pektoris) (7).
Angina pektoris merupakan nyeri dada kardiak yang disebabkan oleh
insufisiensi pasokan oksigen miokardium distal dan daerah lesi yang akhirnya
menyebabkan penyakit arteri koroner. Terkadang pasien tidak bisa mengetahui
atau mengukur intensitas nyeri dada yang dirasakannya. Untuk dapat
mengukur intensitas nyeri, salah satu cara yang paling banyak digunakan
adalah dengan menggunakan skala linier yang diukur secara tingkatan gradasi
tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien dengan menggunakan
angka untuk menggambarkan tingkatan nyeri atau yang disebut dengan
Numeric Rating Scale (8).
Tingginya insidensi stres di Indonesia juga merupakan alasan mengapa
stres harus diprioritaskan penanganannya sebab pada tahun 2008 tercatat
sekitar 10% dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan mental atau
(3)
stres . Penelitian yang dilakukan Putu Sudayasa, Sjarif Subijakto, dan Wa
Ode Asfiyai Sahrul menghasilkan bahwa orang yang mengalami stres berisiko
terkena penyakit jantung koroner 6,250 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tidak mengalami stres. Penelitian yang dilakukan di Nepal oleh
Vaidya, Abhinav juga mengemukakan bahwa PAK lebih banyak ditemukan
pada seseorang yang selalu stres dalam hidupnya dibandingkan dengan orang
yang jarang mengalami stres, dengan odds ratio = 4,93. Salah satu indikator
tervalidasi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat stresor psikososial
(9)
yang dapat digunakan adalah Questioner Holmes and Rahe Scale .
Penelitian serupa dilakukan oleh Albertus Bayu K dengan judul “Hubungan
3
Pada penelitian ini yang hendak dikaji adalah hubungan antara tingkat
stres dengan intensitas nyeri dada pada pasien penyakit arteri koroner di RS
Bhakti Asih Brebes. Desain penelitian yang hendak digunakan adalah desain
cross sectional, sedangkan yang membedakan dengan penelitian terdahulu
adalah :
8
9
istirahat atau saat sedang kerja ringan dan berlangsung lebih lama
(15)
.
3. Angina variant (Prinzmetal)
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada
kenyataannya sering terjadi pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu
arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemik
jantung. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan
aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tidak jelas
tampak lesi pada arteri, namun tetap dapat terjadi kerusakan lapisan
endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptida vasoaktif
memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan
kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina tipe ini
(16)
.
Untuk lebih jelasnya, inilah perbedaan dari ke 3 jenis angina
pektoris yang telah diringkas pada gambar berikut :
2.1.2.3 Etiologi
Angina pektoris biasanya berkaitan dengan penyakit jantung
koroner aterosklerotik, tapi dalam beberapa kasus dapat merupakan
kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufisiensi atau hipertrofi
kardiomiopati tanpa atau disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan
metabolik (seperti hipertiroidisme atau pasca pengobatan tiroid), anemia,
takikardi paroksisimal dengan frekuensi ventricular cepat, emboli, atau
spasme koroner.Penyakit jantung iskemik merupakan masalah jantung
yang paling banyak terjadi di masyarakat Barat. Sejauh ini yang paling
sering menyebabkan angina adalah obstruksi ateromatus pembuluh-
pembuluh darah koroner besar (angina aterosklerotik, angina klasik).
Walaupun demikian spasme sesaat dari pembuluh darah setempat yang
biasanya dikaitkan dengan terbentuknya atheroma yang mendasarinya,
dapat pula menyebabkan iskemik miokardium yang bermakna serta bisa
menimbulkan nyeri (angiospatik atau angina variant) (17).
2.1.2.4 Patofisiologi
Angina pektoris terjadi karena adanya ketidakadekuatan suplai
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri
dan penyempitan lumen arteri koroner (aterosklerosis). Aterosklerosis
merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan.
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat
maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami
kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen,
maka terjadi iskemik miokardium. Berkurangnya kadar oksigen
memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik
menjadi metabolisme aerobik melalui fosforilasi oksidatif dan siklus
Kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi mengalami penurunan yang
15
cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerobik ini, yaitu asam laktat,
akan tertimbun sehingga mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri
dada (18).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina
pektoris ini. Tetapi pemeriksaan fisik yang dilakukan saat terjadi
serangan dapat memberikan infornasi tambahan yang berguna seperti
pada saat pemeriksaan jantung ditemukan adanya gallop, murmur,
18
3. Pemeriksaan penunjang
a. EKG
Gambaran EKG saat istirahat diikuti dengan latihan tes
toleransi dan bukan pada saat serangan angina masih terbilang
normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah
mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang
menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi
dan angina, dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan
gelombang T yang tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG
akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T yang
dapat menjadi negatif (19).
b. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang
normal. Pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar
dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. Foto x-
ray dada seharusnya dilakukan jika pasien memiliki gejala gagal
jantung (19).
c. Echocardiography
Echocardiography juga dapat digunakan untuk menilai gerak
dinding ventrikel saat istirahat atau selama ada tekanan/stres.
d. Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner
Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner digunakan untuk
menentukan anatomi arteri, merupakan satu-satunya teknik yang
memungkinkan untuk melihat penyempitan pada koroner.
19
2.1.3 Stres
2.1.3.1 Definisi
Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan
sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah
kondisi seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan atau waktu
yang membuatnya sulit mengendalikan secara efektif semua wilayah
kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak
gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah,
(20)
impotensi, dan kualitas kerja yang rendah . Hawari (dalam Yusuf,
2004) berpendapat bahwa istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress
dan depresi, karena satu sama lainnya saling berkaitan. Stres merupakan
reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya dan
apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress.
20
2.1.3.2 Jenis-jenis
Jenis stres dibagi menjadi dua macam, yaitu : distress dan
eustress. Distress merupakan jenis stres negatif yang sifatnya
mengganggu individu yang mengalaminya, sedangkan eustress adalah
jenis stres yang sifatnya positif atau membangun (20).
c. Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan
stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis,
kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang terjadi sejak lama (20).
2.1.3.4 Aspek-aspek
Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari
dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan
aspek psikologis yaitu :
a. Aspek Fisik
Aspek fisik berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada
saat stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ
tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan (20).
b. Aspek Psikologis
Aspek psikologis terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan
gejala tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi
kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya
menjadi negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan
menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atau ringannya
stres. Berat atau ringannya stres yang dialami seseorang dapat dilihat
dari dalam dan luar diri mereka yang menjalani kegiatan mereka
sehari-hari (20).
1. Faktor Biologis
Stressor biologis meliputi faktor-faktor genetik, pengalaman
hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan,
penyakit.
2. Faktor Psikologis
Stressor psikologis meliputi faktor persepsi, perasaan dan
emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku dan
melarikan diri.
3. Faktor Lingkungan (luar individu)
Stressor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik dan
sosial (21).
2.1.3.6 Patofisiologi
Sebelum membahas bagaimana patofisiologi stres, menurut
Rumiani, 2006 menyebutkan bahwa stres terjadi melalui beberapa tahap
antara lain :
1. Tahap 1
Stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih
bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas
dan senang, muncul rasa gugup, tapi mudah diatasi.
2. Tahap 2
Stres pada tahap ini menunjukan keletihan, otot tegang, gangguan
pencernaan.
3. Tahap 3
Stres pada tahap ini menunjukkan gejala seperti tegang, sulit
tidur, badan terasa lesu dan lemas.
4. Tahap 4 dan 5
Stres pada tahap ini seseorang tidak mampu menanggapi situasi
dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
24
5. Tahap 6
Gejala yang muncul adalah detak jantung meningkat, gemetar
sehingga dapat pula mengakibatkan pingsan
STRESSOR
Norepinefrin dan
Glukokortikoid :
epinefrin :
Memberikan
Senyawa kimia yang
pengaruh terhadap
berkerabat dekat dan
metabolisme nutrisi
digolongkan dalam satu
kategori yaitu
katekolamin
2. Gejala emosional
Gejala stres yang berkaitan dengan keadaan psikis dan mental
seseorang.
3. Gejala intelektual
Gejala stres yang berkaitan dengan pola piker seseorang.
4. Gejala interpersonal
Gejala stres yang mempengaruhi hubungan dengan orang lain,
baik yang berada di dalam maupun di luar rumah (14).
Faktor risiko
- Stres
1. Hormon
adrenalin&Chate
colamine
Releasing 4. Angina Pektoris
Hormone
3. Merangsang
2. nosiseptor nyeri
Vasokonstriksi
2. Asam laktat
3. Aliran darah meningkat
ke jantung
1. Metabolisme
menurun
Anaerob
4. Iskemik
miocard
34
2.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara intensitas nyeri dada dengan tingkatan stres
pada pasien penyakit arteri koroner.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
35
36
Dimana,
n : Besar sampel
N : Besar populasi
d : Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan :
10% (0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01).
Dengan jumlah populasi 85 pasien PAK, maka didapat :
37
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2
85
𝑛=
1 + 85 (0,05)2
85
𝑛=
1 + 85 . 0,0025
85
𝑛=
1 + 0,2125
85
𝑛=
1,2125
𝑛 = 71
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak
71 pasien. Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 75
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
14. Coronary Artery Disease (CAD). Centers for Disease Control and
Prevention [Online Journal] 2015 [diunduh 07 Juli 2016]. Tersedia dari:
http://www.cdc.gov/heartdisease/coronary_ad.htm.
15. Rampengan, Starry H. Mencari Penyebab Nyeri Dada?: Kardiak dan
Nonkardiak. Penyebab Kardiak Nyeri Dada Akut. 2012; 20(1):045-053.
16. Cristina A, Benjamin W, Sami RA. Noncardiac Chest Pain and
Fibromyalgia. 2010; 94(1):275-289.
17. Yenny Okvitasari, Hamzah, Muhsinin. Analisis Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Poliklinik
Jantung RSUD Ulin Banjarmasin. 2016; Volume 2 Nomor 2.
18. Putu Sudayasa, Sjarif Subijakto, Wa Ode Asfiyai Sahrul. Analisis Faktor
Risiko Merokok, Stres, dan Riwayat Keluarga Yang Berhubungan Dengan
Kejadian PJK [skripsi]. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang
; 2013
19. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007
20. Rafiudin. Psikologi Kehidupan. Jakarta: Athoillah Press; 2007
21. Tri Ardianti Khasanah. Hubungan Tingkat Stres dan Asupan Natrium
dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan RSUD Dr.
Moewardi Surakarta [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2013.
22. Erasta Agri Ramandika. Hubungan Faktor Risiko Mayor Penyakit Jantung
Koroner dengan Skor Pembuluh Darah Koroner dari Hasil Angiografi
Koroner di RSUP Dr. Kariadi Semarang [skripsi]. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2012.