Bidang bimbingan dan konseling yang ada selama ini telah banyak digeluti oleh
berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka
tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Di samping itu,
literatur yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek
bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu
juga masih sangat terbatas.
Melihat hal tersebut diatas, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih banyak
terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling.
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah
identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah
implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai
pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting
bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan
bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan
bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-
hari.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang
ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli.Namun seringkali justru konselor
mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang
muncul.Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas,
pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan
tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk
kelasnya.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.
Benarkah pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?
Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”.Jawaban ”benar”, jika bimbingan
dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara
amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti
filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara
profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa
pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan
dan konseling.Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup
lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan
dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara
pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi,
untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang
tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya
berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.Pada
dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat
masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling,
dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi.
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada
diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan
digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah
sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau
bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh
sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu
sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan
selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien
dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan
itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu
adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti
makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan
konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan
beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-
citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan
dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
B. Timbulnya Miskonsepsi BK di Sekolah
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di
mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh
siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan
kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang
kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini
jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi
Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid
Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga
ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing,
orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya,
bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas
arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut
mengakibatkan:
Di sekolah tugas dan tanggung jawab guru yang utama adalah melaksanakan
kegiatan pembelajaran siswa. Walaupun demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas
dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Peran dan kontribusi
guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien
pelayanan bimbingan dan konseling. Sehingga peran guru mapel di sini, meliputi:
PENUTUP
Dari pembahasan tentang miskonsepsi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam bidang BK
masih banyak kesalahpahaman yang perlu diluruskan dibatasi penyebarannya. Hal ini
disebabkan oleh:
1. Pelayanan BK masih dinggap baru.
2. Pelaksana layanan (guru pembimbing atau konselor) sendiri yang masih belum
professional
3. Pandangan pimpinan sekolah dan guru yang belum jelas tentang BK.
4. Penggunaan istilah dalam BK yang masih belum mantap dan kompak.
KEPUSTAKAAN
Andi Mappiare. 1984.. Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya: Usaha
Nasional
Winkel, WS. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media
Abadi