Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

HEMOROID

Pembimbing :

dr. Syamsul Bahri Sp.B

Penyusun :
Franki Susanto, S.Ked
030.12.111

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
PERIODE 04 JUNI 2018 – 25 AGUSTUS 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“HEMOROID” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Bedah. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. dr.Syamsul Bahri Sp.B
2. dr.Ade sigit Sp.B
3. dr.Wuri Sp.B
4. dr .Yudi Sp.B
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak
lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu
bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan

Karawang, Juli 2018

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“HEMOROID”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

Karawang, Juli 2018

Koorpanit

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
2. TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Anatomi 2
2.2 Hemoroid 3
2.2.1 Definisi 3
2.2.2 Epidemiologi 4
2.2.3 Etiologi 4
2.2.4 Patofisiologi 5
2.2.5 Klasifikasi 7
2.2.6 Manifestasi Klinis 9
2.2.7 Diagnosis 10
2.2.8 Tatalaksana 11
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis 20
3. KESIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anal canal 2


Gambar 2.2 Suplai arteri pada rektum dan saluran anus 3
Gambar 2.3 Lokasi hemoroid 4
Gambar 2.4 Patologi jaringan hemoroid 6
Gambar 2.5 Hemoroid eksternal dan internal 8
Gambar 2.6 Grade hemoroid internal 9
Gambar 2.7 Manifestasi klinis hemoroid 10
Gambar 2.8 Ligasi rubber band 13
Gambar 2.9 Eksisi hemoroid eksternal yang mengalami trombosis 14
Gambar 2.10 Hemoroidektomi submukosa tertutup 16
Gambar 2.11 Hemoroidektomi terbuka (Milligan dan Morgan) 17

5
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Grade Hemoroid Internal 9


Tabel 2.2 Metode Tatalaksana Hemoroid Berdasarkan Grade pada Hemoroid
Internal 19

6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemoroid merupakan bantalan jaringan submukosa yang mengandung venula,


arteriol, dan serat otot polos yang terletak di lubang anus. Hemoroid merupakan
bagian anatomi anorectal yang normal. Terdapat tiga bantalan memoroid yang
terletak pada bagian lateral kiri, anterior kanan, dan kuadran posterior kanan dari
lubang anus. Angka kejadian prevalensi hemoroid sangat bervariasi. Pada kedua
jenis kelamin, prevalensi puncak terjadi antara usia 45-65 tahun dan angka
kejadian hemoroid sebelum usia 20 tahun jarang ditemukan.1
Mengejan berlebihan, peningkatan tekanan abdomen, dan tinja yang keras
meningkatkan pembesaran vena pada pleksus hemoroid dan menyebabkan prolaps
jaringan hemoroid. Patofisiologi yang tepat dari terjadinya hemoroid hingga saat
ini masih kurang dipahami. Saat ini, teori pergeseran dari jaringan di sekitar
saluran anus (sliding anal canal lining theory) digunakan.1
Hemoroid dibedakan menjadi dua, yaitu hemoroid eksternal dan hemoroid
internal. Hemoroid internal dibagi kedalam empat grade berdasarkan tingkat
keparahannya yang menentukan tatalaksana selanjutnya. Pasien dapat
mengeluhkan berbagai gejala, mulai dari darah yang menetes hingga menyemprot
saat di toilet. Pada beberapa pasien, juga terdapat keluhan berupa keluarnya lendir
dan feses terus-menerus dari lubang anus. Pruritus juga merupakan salah satu
gejala pada pasien dengan hemoroid. Perdarahan yang dikaitkan dengan hemoroid
sering menjadi salah satu kesalahan paling umum pada diagnosis kanker.1

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Saluran anus (anal canal) dimulai dari linea dentata atau linea pectinata menuju tepi
anus. Linea dentata atau linea pectinata merupakan daerah transisi yang membatasi
perubahan antara mukosa rektum kolumnar menjadi anoderm skuamosa. Zona transisi
anal pada bagian proksimal dari linea dentata memiliki mukosa yang terbagi karakteristik
histologisnya mulai dari kolumnar, kuboid, dan epitel skuamosa. Panjang dari zona
transisi anal hanya 1-2 cm proksimal ke linea dentata, tetapi luas proksimal dari zona ini
sangat bervariasi dan dapat mencapai hingga 15 cm proksimal ke linea dentata. Linea
dentata dikelilingi oleh lipatan mukosa longitudinal, yang dikenal sebagai kolom
Morgagni, di mana tidak terdapat kripta anal.1

Gambar 2.1 Anal canal

Berbeda dengan anatomi lubang anus, saluran anus dimulai pada persimpangan
anorektal dan berakhir di ambang anal. Saluran anus berukuran panjang 2 hingga 4 cm
dan umumnya lebih panjang pada pria daripada pada wanita. Saluran ini dimulai dari
persimpangan anorektal dan berakhir di ujung tepi anus. Di rektum bagian distal, otot
polos bagian dalam menebal dan terdiri dari sfingter ani internal yang dikelilingi oleh
sphincter eksternal subkutan, superfisial, dan dalam. Sfingter ani eksternal bagian dalam

8
merupakan perpanjangan dari otot puborectalis. Muskulus puborectalis, iliococcygeus,
dan otot-otot pubococcygeus membentuk otot levator ani dari dasar panggul.1
Arteri rektal superior berasal dari cabang terminal dari arteri mesenterika inferior
dan menyuplai rektum bagian atas. Arteri rektal media berasal dari arteri iliaka internal;
bentuk dan ukuran arteri ini sangat bervariasi. Arteri rektal inferior berasal dari arteri
pudenda interna, yang merupakan cabang dari arteri iliaka internal. Drainase vena dari
rektum berjalan paralel dengan suplai arteri. Aliran vena rektal superior menuju ke sistem
portal melalui vena mesenterika inferior. Vena rektal media menuju ke vena iliaka
internal. Vena rektal inferior mengalir ke vena pudendal internal, dan kemudian ke vena
iliaka internal. Pleksus submukosa di dalam kolom Morgagni membentuk pleksus
hemoroid dan mengalir ke ketiga vena tersebut.1

Gambar 2.2 Suplai arteri pada rektum dan saluran anus

2.2 Hemoroid
2.2.1 Definisi
Hemoroid merupakan bantalan jaringan submukosa yang mengandung venula, arteriol,
dan serat otot polos yang terletak di lubang anus. Hemoroid merupakan bagian dari
mekanisme kontinensia anal dengan memberikan bantalan pada lubang anus, dimana
9
hemoroid membantu menutup lubang anus saat kondisi istirahat. Terdapat tiga bantalan
memoroid yang terletak pada bagian lateral kiri, anterior kanan, dan kuadran posterior
kanan dari lubang anus.2

Gambar 2.3 Lokasi hemoroid

2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian prevalensi hemoroid sangat bervariasi. Berdasarkan studi yang dilakukan
oleh Riss, et al. (2012) hemoroid dialami oleh 38,9% orang dari 976 orang dewasa yang
ditelitinya. Pada studi tersebut didapatkan bahwa 72% di antara pasien yang mengalami
hemoroid tergolong pada grade 1, 18% termasuk dalam grade 2, 8% pada grade 3, dan
sebesar 0,5% yang termasuk dalam grade 4. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi puncak
terjadi antara usia 45-65 tahun dan angka kejadian hemoroid sebelum usia 20 tahun
jarang ditemukan. Ras kaukasian memiliki prevalensi lebih banyak dibandingkan dengan
orang kulit hitam.3

2.2.3 Etiologi
Hemoroid merupakan bagian anatomi anorectal yang normal. Mengejan berlebihan,
peningkatan tekanan abdomen,konstipasi,diare,kehamilan dan tinja yang keras
meningkatkan pembesaran vena pada pleksus hemoroid dan menyebabkan prolaps
jaringan hemoroid. Hemoroid pascapartum dihasilkan dari mengejan selama persalinan,
yang menyebabkan edema, trombosis, dan / atau strangulasi. Hemoroidektomi sering

10
merupakan perawatan pilihan, terutama jika pasien memiliki gejala hemoroid kronis.
Hipertensi portal meningkatkan risiko pendarahan hemoroid akibat anastomosis antara
sistem vena porta (pleksus hemoroid media dan superior) dan sistem vena sistemik
(pleksus rektal inferior). Varises rektal dapat terjadi dan dapat menyebabkan perdarahan.
Secara umum, varises rektal sebaiknya ditatalaksana dengan menurunkan tekanan vena
portal. Jahitan ligasi mungkin diperlukan jika perdarahan masif tetap terjadi.
Hemoroidektomi harus dihindari pada pasien-pasien ini karena risiko perdarahan varises
yang besar dan sulit dikendalikan. Namun, pada pasien dengan hipertensi portal dan
varises, tidak memiliki peningkatan insidensi hemoroid dibandingkan dengan orang yang
tidak memiliki penyakit tersebut.3

2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari terjadinya hemoroid hingga saat ini masih kurang dipahami.
Selama bertahun-tahun teori varises, bahwa hemoroid disebabkan oleh varises di lubang
anus, telah populer tetapi sekarang sudah tidak dipakai lagi karena hemoroid dan varises
anorektal terbukti memiliki dasar yang berbeda. Saat ini, teori pergeseran dari jaringan di
sekitar saluran anus (sliding anal canal lining theory) digunakan. Pada teori ini diusulkan
bahwa hemoroid berkembang ketika jaringan pendukung bantalan anus mengalami
disintegrasi atau deteriorisasi. Oleh karena itu hemoroid adalah istilah patologis untuk
menggambarkan pergeseran ke bawah abnormal dari bantal anal yang menyebabkan
dilatasi vena. Umumnya terdapat tiga bantalan anal utama, terletak di kanan anterior,
kanan posterior dan aspek lateral kiri dari lubang anus, dan berbagai jumlah bantal kecil
yang terletak di antara mereka.4
Bantalan anus pada pasien dengan hemoroid menunjukkan perubahan patologis
yang signifikan. Perubahan ini termasuk dilatasi vena yang abnormal, trombosis vaskular,
proses degeneratif pada serabut kolagen dan jaringan fibroelastik, distorsi dan pecahnya
otot subepitel anus. Selain temuan tersebut, reaksi peradangan hebat yang melibatkan
dinding pembuluh darah dan jaringan ikat di sekitarnya telah ditunjukkan dalam
spesimen hemoroid, yang berkaitan dengan ulserasi mukosa terkait, iskemia dan
trombosis.4
11
Gambar 2.4 Patologi jaringan hemoroid (* dilatasi vena plexus hemorid; # otot subepitel
anal yang terfragmentasi)

Beberapa enzim atau mediator yang melibatkan degradasi jaringan pendukung di


bantalan anus telah dipelajari. Di antaranya, matriks metalloproteinase (MMP),
proteinase zinc-dependent, adalah salah satu enzim yang paling poten, yang mampu
menurunkan protein ekstraseluler seperti elastin, fibronektin, dan kolagen. MMP-9
ditemukan diekspresikan berlebihan dalam hemoroid, berkaitan dengan pemecahan serat
elastis. Aktivasi MMP-2 dan MMP-9 oleh trombin, plasmin atau proteinase lainnya
mengakibatkan terganggunya kapiler dan meningkatkan aktivitas angioproliferatif dari
transformasi faktor pertumbuhan β (TGF-β). Peningkatan densitas mikrovaskuler
ditemukan pada jaringan hemoroid, menunjukkan bahwa neovaskularisasi mungkin
merupakan fenomena penting lainnya dari penyakit hemoroid.4
Endoglin (CD105), yang merupakan salah satu situs pengikatan TGF-β dan
merupakan penanda proliferasi untuk neovaskularisasi, dinyatakan terdapat pada lebih
dari setengah spesimen jaringan hemoroid. Dimana apabia dibandingkan dengan
spesimen yang diambil dari mukosa anorektal normal tidak ditemukan endoglin. Tanda
ini secara jelas ditemukan pada venula yang lebih besar dari 100 µm. Selain itu,
kepadatan mikrovaskular meningkat pada jaringan hemoroid terutama ketika terdapat
trombosis dan vascular endothelial growth factors (VEGF) stromal.4
12
Mengenai studi morfologi dan hemodinamik dari bantal anal dan hemoroid,
Aigner, et al. menemukan bahwa cabang terminal dari arteri rektal superior yang
menyuplai bantalan anus pada pasien dengan hemoroid memiliki diameter yang secara
signifikan lebih besar, aliran darah yang lebih besar, kecepatan puncak dan percepatan
yang lebih tinggi, dibandingkan dengan relawan yang sehat. Selain itu, peningkatan
kaliber arteri dan aliran juga berkorelasi dengan grade hemoroid. Temuan abnormal ini
masih tetap terjadi setelah operasi pengangkatan hemoroid, membenarkan hubungan
antara hipervaskularisasi dan perkembangan hemoroid.4
Menggunakan pendekatan imunohistokimia, Aigner, et al. juga mengidentifikasi
struktur seperti sfingter, yang dibentuk oleh tunika media tebal yang mengandung 5-15
lapisan sel otot polos, antara pleksus vaskular di dalam ruang subepitelial zona transisi
anal pada spesimen anorektal normal. Berbeda dengan spesimen normal, hemoroid
mengandung pembuluh-pembuluh berdinding tipis yang melebar di dalam pleksus
arteriovenous submukosa, dengan penyempitan sfingter yang hampir tidak ada atau sama
rata pada pembuluh darah. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa otot halus sfingter di
pleksus arteriovenosa membantu mengurangi aliran arteri, sehingga memfasilitasi
drainase vena yang efektif. Aigner, et al. kemudian mengusulkan bahwa, jika mekanisme
ini terganggu, hiperperfusi dari pleksus arteriovenosa akan mengarah pada pembentukan
hemoroid.4

2.2.5 Klasifikasi
Hemoroid dibedakan menjadi dua, yaitu:
 hemoroid eksternal
 hemoroid internal
Hemoroid eksternal berada pada sebelah distal dari linea dentata dan dilapisi dengan
anoderm: secara periodis membesar, menimbulkan rasa nyeri, dan berhubungan dengan
masalah kebersihan. Hemoroid internal ditandai dengan gambaran merah cerah,
perdarahan yang tidak nyeri, dan prolaps. Gabungan hemoroid internal dan eksternal
yang terdapat pada garis dentata memiliki karakteristik baik hemoroid internal maupun
eksternal dan perlu ditatalaksana dengan hemoroidektomi.4

13
Gambar 2.5 Hemoroid eksternal dan internal

2.2.5.1 Hemoroid Eksternal


Hemoroid eksternal yang terletak pada bagian distal dari garis dentata ditutupi oleh
anoderm. Anoderm merupakan struktur dengan kaya persarafan, trombosis dari hemoroid
eksternal dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan. Karena alasan inilah hemoroid
eksternal tidak boleh diligasi atau dieksisi tanpa anestesi lokal yang memadai. Skin tag
adalah kulit fibrotik yang berlebihan di tepi anal, sering bertahan sebagai residu dari
trombosis hemoroid eksternal. Skin tag sering disangka sebagai hemoroid simptomatik.
Hemoroid eksternal dan skin tag dapat menyebabkan rasa gatal dan masalah kebersihan
jika berukuran besar. Tatalaksana hemoroid eksternal dan skin tag hanya diindikasikan
untuk meringankan gejala.5

2.2.5.2 Hemoroid Internal


Hemoroid internal terletak proksimal dari garis dentata dan ditutupi oleh mukosa
anorektal insensata. Pada hemoroid internal dapat terjadi prolaps atau berdarah, tetapi
jarang timbul gejala rasa nyeri kecuali apabila terjadi trombosis dan nekrosis (biasanya
berhubungan dengan prolaps berat, penahanan, dan / atau strangulasi). Hemoroid internal
dibagi kedalam empat grade berdasarkan tingkat keparahannya yang menentukan

14
tatalaksana selanjutnya. Pada hemoroid interna grade 4 dapat berisiko mengalami
strangulasi.5

Tabel 2.1 Grade Hemoroid Internal


Grade Tanda dan Gejala
1 Perdarahan, tidak ada prolapse
2 Prolaps dengan reduksi spontan
3 Prolaps membutuhkan reduksi manual
4 Prolaps, tidak dapat direduksi

Gambar 2.6 Grade hemoroid internal

2.2.6 Manifestasi Klinis


Pasien dapat mengeluhkan berbagai gejala, mulai dari darah yang menetes hingga
menyemprot saat di toilet. Pada beberapa pasien, juga terdapat keluhan berupa keluarnya
lendir dan feses terus-menerus dari lubang anus. Pruritus juga merupakan salah satu
gejala pada pasien dengan hemoroid. Nyeri iskemik dapat terjadi lrbih sering pada pasien
dengan hemoroid eksterna atau pada hemoroid interna yang mengalami strangulasi.5
Presentasi hemoroid yang paling umum adalah perdarahan rektal tanpa nyeri saat
defekasi yang dapat disertai dengan jaringan yang prolaps. Darah biasanya tidak
tercampur dalam tinja tetapi melapisi permukaan luar tinja, atau terlihat saat setelah
buang air besar. Darah biasanya merah terang karena pleksus hemoroid berhubungan
15
langsung dengan arteriovenous. Pasien dengan hemoroid eksternal akut yang mengalami
thrombosis dan hemoroid internal strangulata memiliki manifestasi klinis berupa nyeri
pada anus dan benjolan di tepi anus. Pada pasien dengan hemoroid tanpa komplikasi
nyeri anus merupakan kejadian yang tidak umum. Nyeri anus yang parah pada pasien
dengan hemoroid dikaitkan dengan fisura ani dan abses anorektal.6

Gambar 2.7 Manifestasi klinis hemoroid: A. eksternal; B. internal grade 1; C. internal


grade 2; D. internal grade 3; E. internal grade 4.

16
2.2.7 Diagnosis
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan anus, pemeriksaan colok dubur, dan
anoskopi. Pemeriksaan selama mengejan dapat membuat prolaps lebih jelas. Pada
pemeriksaan colok dubur perlu dinilai tonus sfingter ani dan perlu mengeksklusi lesi
lainnya, terutama neoplasma saluran dubur. Pemeriksaan anoskopi umumnya dapat
memberikan diagnosis, tetapi evaluasi endoskopi menyeluruh dari usus proksimal harus
selalu dipertimbangkan untuk menyingkirkan penyakit mukosa proksimal, terutama
neoplasma, jika tingkat penyakit hemoroid tidak sesuai dengan gejala pasien.
Pemeriksaan ini terutama perlu dilakukan apabila pasien memiliki faktor risiko untuk
kanker usus besar, seperti riwayat keluarga. Pada pasien di atas berusia 50 tahun,
meskipun tidak memiliki riwayat keluarga dengan keganasan, kolonoskopi juga tetap
disarankan untuk dilakukan apabila gejala yang muncul tidak khas.6
Meskipun penyakit hemorrhoid adalah etiologi paling umum dari gejala
hematochezia, proses penyakit lainnya, seperti kanker kolorektal, IBD, kolitis lain,
penyakit divertikular, dan angiodisplasia, juga dapat memicu perdarahan. Perdarahan
yang dikaitkan dengan hemoroid sering menjadi salah satu kesalahan paling umum pada
diagnosis kanker.6

2.2.8 Tatalaksana
Berdasarkan pada tingkat keparahan hemoroid dan gejala pasien, tatalaksana dapat
berupa tatalaksana medis, tatalaksana non-bedah hingga melibatkan hemoroidektomi
operatif.6

2.2.8.1 Tatalaksana Medis


Perdarahan dari hemoroid grade 1 dan 2 sering membaik dengan penambahan serat pada
makanan, pelunak feses, peningkatan asupan cairan, dan menghindari mengejan. Gejala
pruritus dapat membaik dengan meningkatkan kebersihan. Flavonoid oral diperkirakan
bekerja dengan meningkatkan tonus vena, mengurangi kapasitas vena, menurunkan
permeabilitas kapiler, memfasilitasi drainase limfatik dan dengan mengerahkan efek

17
antiinflamasi. Flavonoid telah digunakan dalam sejumlah kondisi termasuk insufisiensi
vena kronis, limfedema dan hemoroid.7
Pengobatan topikal yang ditujukan untuk mengendalikan gejala hemoroid dapat
mengandung anestesi lokal, kortikosteroid, dan obat anti-inflamasi dalam bentuk krim
dan supositoria. Preparat ini dapat membantu meringankan gejala pruritus dan
ketidaknyamanan. Namun, tidak ada uji coba yang menunjukkan penurunan perdarahan
atau prolaps. Perhatian khusus ketika meresepkan kortikosteroid pada preparat topikal,
karena penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal dapat menyebabkan penipisan
kulit perianal.8

2.2.8.2 Ligasi Rubber Band


Perdarahan terus-menerus dari hemoroid grade 1, 2, dan 3 dapat diobati dengan ligasi
rubber band. Mukosa yang terletak 1 hingga 2 cm proksimal dari linea dentata ditarik ke
dalam applier rubber band. Setelah menembakkan ligator, rubber band menstrangulasi
jaringan di bawahnya, menyebabkan jaringan parut dan mencegah perdarahan atau
prolaps lebih lanjut. Pada metode ligasi rubber band, hanya satu kuadran yang dapat
dikerjakan selama satu kunjungan.8
Nyeri yang parah akan terjadi jika rubber band ditempatkan pada linea dentata
atau pada bagian distalnya, di mana terdapat saraf sensorik. Komplikasi lain dari ligasi
ruber band termasuk retensi urin, infeksi, dan perdarahan. Retensi urin terjadi pada
sekitar 1% pasien dan lebih mungkin jika ligasi secara tidak sengaja mengenai sebagian
dari sfingter internal. Infeksi necrotizing adalah komplikasi yang jarang, tetapi
mengancam jiwa. Nyeri yang parah, demam, dan retensi urin adalah tanda-tanda awal
infeksi dan harus segera dilakukan evaluasi terhadap pasien biasanya dengan
pemeriksaan di bawah anestesi. Tatalaksana untuk infeksi necrotizing termasuk
debridemen jaringan nekrotik, drainase abses, dan antibiotik spektrum luas. Perdarahan
dapat terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ligasi rubber band. Perdarahan biasanya
self-limited, tetapi perdarahan persisten mungkin memerlukan pemeriksaan di bawah
anestesi dan dilakukan ligasi jahitan pada bagian pedikel.8

18
Pada pasien yang menjalani satu atau lebih ligasi rubber band, perbaikan gejala
tercatat pada 80% kasus, dengan kegagalan diprediksi pada pasien yang membutuhkan
empat atau lebih rubber band. Kontraindikasi relatif untuk metode ini yaitu pasien
immunocompromised (kemoterapi, HIV / AIDS), koagulopati, dan pasien yang
mengonsumsi obat antikoagulan atau antiplatelet (tidak termasuk produk aspirin).8

Gambar 2.8 Ligasi rubber band

2.2.8.3 Fotokoagulasi Infra Merah


Fotokoagulasi infra merah adalah tatalaksana yang efektif untuk hemoroid grade 1 dan 2.
Instrumen ini diterapkan pada apeks dari tiap hemoroid untuk koagulasi dari pleksus yang
mendasari selama kurang lebih 2 detik. Dengan mengubah gelombang infra merah
menjadi panas, aplikator akan menyebabkan nekrosis pada hemoroid yang akan tampak
keputihan. Mukosa kemudian akan membuat jaringan parut dan teretraksi. Ketiga
19
kuadran dapat dikerjakan selama kunjungan yang sama. Teknik fotokoagulasi infra merah
memiliki tingkat keamanan yang tinggi dengan rasa nyeri dan perdarahan minimal
selama prosedur. Teknik ini tidak efektif untuk hemoroid yang berukuran besar dan
hemoroid dengan prolaps yang signifikan.8

2.2.8.4 Skleroterapi
Suntikan pada hemoroid internal yang mengalami perdarahan dengan agen sclerosing
adalah teknik yang efektif untuk pengobatan hemoroid grade 1 hingga 3. Dosis larutan
yaitu 1- 3 mL larutan sclerosing (fenol dalam minyak zaitun, sodium morrhuate, atau
quinine urea) atau 3-5 mL larutan normal salin 3% disuntikkan ke submukosa setiap
hemoroid.9
Teknik ini memiliki tingkat kesuksesan jangka pendek yang baik, tetapi memiliki
tingkat kejadian rekurensi pada jangka panjang yang cukup tinggi. Beberapa komplikasi
dikaitkan dengan skleroterapi, berupa infeksi dan fibrosis. Komplikasi yang jarang terjadi
berupa fistula rectum dan perforasi setelah terjadi kesalahan tempat injeksi. Keuntungan
dari metode ini yaitu dapat digunakan pada pasien dengan masalah koagulasi atau pada
pasien yang mengonsumsi antikoagulan yang tidak dapat dihentikan.9

2.2.8.5 Eksisi Hemoroid Eksternal yang Mengalami Trombosis


Pada hemoroid eksternal akut yang mengalami thrombosis umumnya terdapat gejala
nyeri yang hebat dan teraba massa pada perianal selama 24 hingga 72 jam pertama
setelah trombosis. Trombosis dapat secara efektif ditatalaksana dengan eksisi elips yang
dilakukan dengan anestesi lokal. Bekuan yang terjadi biasanya membentuk lokulasi, oleh
sebab itu insisi sederhana dan drainase kurang efektif. Setelah 72 jam, bekuan mulai
diresorbsi, dan gejala nyeri sembuh secara spontan. Eksisi tidak diperlukan, tetapi
pemberian analgesik serta sitz-bath dapat dilakukan.9

20
Gambar 2.9 Eksisi hemoroid eksternal yang mengalami trombosis

2.2.8.6 Hemoroidektomi Operatif


Hemoroidektomi merupakan pilihan tatalaksana dengan hasil jangka panjang paling baik.
Hemoroidektomi operatif perlu dipertimbangkan pada kasus pasien dengan hemoroid
yang telah berulangkali gagal dengan pengobatan sebelumnya. Sejumlah prosedur bedah
telah dijelaskan untuk reseksi elektif untuk tatalaksana hemoroid simtomatik. Pada
dasarnya semua teknik memiliki prinsip untuk menurunkan aliran darah ke pleksus
hemoroid serta melakukan eksisi anoderm dan mukosa yang berlebihan.9
 Hemoroidektomi submukosa tertutup
The Parks atau Ferguson hemorrhoidektomi melibatkan reseksi jaringan hemoroid
dan penutupan luka dengan jahitan yang dapat diserap. Prosedur ini dapat
dilakukan dalam posisi tengkurap atau litotomi di bawah anestesi lokal, regional,
atau umum. Saluran dubur diperiksa dan dimasukkan spekulum anal. Bantalan
hemoroid dan mukosa berlebih diidentifikasi dan dipotong menggunakan insisi
elips yang dimulai pada tepi anus dan memanjang ke proksimal ke cincin
anorektal. Sangat penting untuk mengidentifikasi serat-serat sfingter internal dan
dengan hati-hati menyeka serat-serat ini dari diseksi untuk menghindari cedera
pada sfingter. Puncak dari pleksus hemoroid kemudian diligasi dan hemoroid
dipotong. Luka kemudian ditutup dengan jahitan yang dapat diserap. Semua tiga
21
bantal hemoroid dapat dihilangkan menggunakan teknik ini. Namun, perawatan
harus dilakukan untuk menghindari reseksi area luas kulit perianal untuk
menghindari stenosis anal postoperatif.9
Perawatan pasca operatif dapat berupa pemasangan perban pelindung
steril pada anus. Petrolatum dapat diberikan pada daerah sekitar luka. Diet
dibatasi untuk 2 atau 3 hari pertama, tetapi pada hari ketiga pasien mungkin
diperbolehkan diet lengkap. Minyak mineral (30 mL) diberikan. Pasien
dianjurkan untuk buang air besar dan biasanya akan melakukannya pada hari
ketiga. Aplikasi panas pada daerah bekas luka berguna untuk mengurangi keluhan
tidak nyaman dengan melakukan sitz-bath. Dilatasi dubur diperlukan pasca
operasi sampai penyembuhan selesai.9

Gambar 2.10 Hemoroidektomi submukosa tertutup

 Hemoroidektomi terbuka

22
Teknik ini, sering disebut hemoroidektomi Milligan dan Morgan, mengikuti
prinsip-prinsip eksisi yang dijelaskan sebelumnya, tetapi luka dibiarkan terbuka
dan dibiarkan sembuh. Pasien biasanya pulih dengan cepat dan dapat kembali
bekerja dalam 1 hingga 2 minggu setelah operasi.9

Gambar 2.11 Hemoroidektomi terbuka (Milligan dan Morgan)


 Hemoroidektomi Whitehead
Hemoroidektomi Whitehead melibatkan eksisi melingkar dari bantalan hemoroid
pada bagian proksimal linea dentata. Setelah eksisi, mukosa rektum kemudian
dijahit ke linea dentata. Beberapa ahli bedah masih menggunakan teknik
hemoroidektomi Whitehead ini, sebagian besar telah meninggalkan pendekatan
ini karena risiko terjadinya ectropion (Whitehead's deformity).10
 Prosedur prolaps dan hemoroid (PPH) atau hemoroidektomi staples
23
Prosedur prolaps dan hemoroid (PPH) telah diusulkan sebagai pendekatan bedah
alternatif. Istilah PPH telah menggantikan hemoroidektomi staples karena
prosedur ini tidak melibatkan eksisi jaringan hemoroid, tetapi memperbaiki
mukosa yang berlebihan di atas linea dentata. Prosedur ini menghilangkan segmen
lingkaran pendek pada mukosa rektal proksimal ke arah linea dentata
menggunakan stapler melingkar. Ini secara efektif mengikat venula yang
menyuplai pleksus hemoroid dan memperbaiki mukosa yang berlebihan di saluran
anus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prosedur ini aman dan efektif,
dengan nyeri pasca operasi dan kecacatan yang minim, serta memiliki risiko
komplikasi pasca operasi yang setara bila dibandingkan dengan hemoroidektomi
tradisional. Namun, pada penelitian lain, didapatkan data bahwa teknik ini
memiliki angka rekurensi yang lebih besar dibandingkan dengan hemoroidektomi
konvensional.10
 Ligasi arteri hemoroid dengan panduan doppler
Pendekatan terkini mengenai tatalaksana terhadap hemoroid simptomatik berupa
ligase arteri hemoroid dengan panduan doppler (juga disebut dengan transanal
hemorrhoidal dearterioalization). Pada prosedur ini, Dopller digunakan untuk
mengidentifikasi arteri yang menyuplai pleksus hemoroid. Pembuluh-pembuluh
darah tersebut kemudian diligasi. Pada laporan jangka pendek menunjukkan hasil
yang menjanjikan, namun durabilitas jangka panjang masih belum dapat
ditentukan. Tingkat keberhasilan untuk mengontrol perdarahan pada teknik ini
mencapai angka 90%, dengan tingkat rekurensi yang pernah dinilai mencapai 10-
15%.10

24
Tabel 2.2 Metode Tatalaksana Hemoroid Berdasarkan Grade pada Hemoroid Internal
Trombosis Akut atau
Tatalaksana Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
Strangulasi
Modifikasi diet dan gaya hidup ✔ ✔ ✔ ✔ ✔
Tatalaksana medis ✔ ✔ ✔ (beberapa)
Tatalaksana non operatif
Skleroterapi ✔ ✔
Koagulasi infra merah ✔ ✔
Ablasi radiofrekuensi ✔ ✔
Ligasi rubber band ✔ ✔ ✔ (beberapa)
Tatalaksana operatif
Plikasi ✔ ✔
Hemoroidektomi ✔ (beberapa) ✔ ✔ ✔ (emergensi)
Hemoroidopeksi staples ✔ ✔
Ligasi arteri hemoroid ✔ ✔
dengan panduan doppler

25
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis
Hemoroid pada kehamilan, umumnya pada trimester ketiga dapat menyebabkan
krisis akut seperti perdarahan hebat dan prolaps yang tidak dapat direduksi. Krisis
akut ini dapat ditemukan pada wanita hamil dengan hemoroid yang sudah ada
sebelumnya. Hemoroid dan gejala-gejalanya akan berangsur-angsur hilang setelah
melahirkan. Pada pasien dengan defisiensi imun, secara umum setiap intervensi
atau operasi harus dihindari, atau dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati
pada pasien karena peningkatan risiko sepsis anorektal dan penyembuhan jaringan
yang buruk. Obat antikoagulan atau antiplatelet dapat meningkatkan perdarahan
anorektal pada pasien dengan hemoroid.11
Nyeri pasca operasi setelah eksisi hemoroidektomi membutuhkan
analgesia biasanya dengan narkotika oral. Obat anti-inflamasi nonsteroid, relaksan
otot, analgesik topikal, termasuk mandi sitz, juga sering bermanfaat. Retensi urin
adalah komplikasi umum setelah hemoroidektomi dan terjadi pada 10-50%
pasien. Risiko retensi urin dapat diminimalkan dengan membatasi cairan intravena
intraoperatif dan perioperatif dan dengan memberikan analgesia yang adekuat.
Nyeri juga bisa menyebabkan impaksi feses. Risiko impaksi dapat dikurangi
dengan enema pra operasi, penggunaan laksatif pasca operasi, dan kontrol nyeri
yang adekuat. Sementara sejumlah kecil perdarahan, terutama dengan buang air
besar, diharapkan, perdarahan masif dapat terjadi setelah hemoroidektomi.12
Perdarahan dapat terjadi pada periode pasca operasi segera (sering di
ruang pemulihan) sebagai akibat ligasi yang tidak memadai dari pedikel vaskular.
Apabila terjadi perdarahan tipe ini, pasien segera dibawa kembali ke ruang operasi
untuk dilakukan ligasi dari pembuluh darah. Perdarahan juga dapat terjadi 7-10
hari setelah hemoroidektomi ketika mukosa nekrotik yang berada di atasnya
terlepas. Pada beberapa pasien mungkin diperlukan pengamatan di bawah anestesi
untuk mengikat pembuluh darah atau untuk mengobati luka jika tidak ada lokasi
spesifik pendarahan yang teridentifikasi. Infeksi jarang terjadi setelah
hemoroidektomi; Namun, infeksi necrotizing jaringan lunak dapat terjadi dengan
prognosis yang buruk. Nyeri yang parah, demam, dan retensi urin mungkin
merupakan tanda awal infeksi. Jika infeksi dicurigai, pemeriksaan yang muncul di

26
bawah anestesi, drainase abses, dan / atau debridemen semua jaringan nekrotik
diperlukan.13

27
BAB 3
KESIMPULAN

Hemoroid merupakan bagian dari mekanisme kontinensia anal dengan


memberikan bantalan pada lubang anus, dimana hemoroid membantu menutup
lubang anus saat kondisi istirahat. Saat ini, teori pergeseran dari jaringan di sekitar
saluran anus (sliding anal canal lining theory) digunakan. Hemoroid adalah istilah
patologis untuk menggambarkan pergeseran ke bawah abnormal dari bantal anal
yang menyebabkan dilatasi vena.
Hemoroid eksternal berada pada sebelah distal dari linea dentata dan
dilapisi dengan anoderm: secara periodis membesar, menimbulkan rasa nyeri, dan
berhubungan dengan masalah kebersihan. Hemoroid internal ditandai dengan
gambaran merah cerah, perdarahan yang tidak nyeri, dan prolaps. Presentasi
hemoroid yang paling umum adalah perdarahan rektal tanpa nyeri saat defekasi
yang dapat disertai dengan jaringan yang prolaps. Darah biasanya tidak tercampur
dalam tinja tetapi melapisi permukaan luar tinja, atau terlihat saat setelah buang
air besar. Darah biasanya berwarna merah terang. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaan anus, pemeriksaan colok dubur, dan anoskopi.
Berdasarkan pada tingkat keparahan hemoroid dan gejala pasien,
tatalaksana dapat berupa tatalaksana medis, tatalaksana non-bedah hingga
melibatkan hemoroidektomi operatif. Hemoroidektomi merupakan pilihan
tatalaksana dengan hasil jangka panjang paling baik. Hemoroidektomi operatif
perlu dipertimbangkan pada kasus pasien dengan hemoroid yang telah
berulangkali gagal dengan pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa prosedur hemoroidektomi staples aman dan efektif, dengan
nyeri pasca operasi dan kecacatan yang minim, serta memiliki risiko komplikasi
pasca operasi yang setara bila dibandingkan dengan hemoroidektomi tradisional.
Namun, pada penelitian lain, didapatkan data bahwa teknik hemoroidektomi
staples memiliki angka rekurensi yang lebih besar dibandingkan dengan
hemoroidektomi konvensional. Pendekatan terkini mengenai tatalaksana terhadap
hemoroid simptomatik berupa ligase arteri hemoroid dengan panduan doppler.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB,
et all. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. US: McGraw-Hill Education;
2015.
2. Townsend CM, Beuchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 20th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2017.
3. Riss S, Weiser F, Schwameis K, Riss T, Mittlböck M, Steiner G et al. The
prevalence of hemorrhoids in adults. International Journal of Colorectal
Disease. 2011;27(2):215-220.
4. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical
management. World Journal of Gastroenterology. 2012;18(17):2009-2017.
5. Sun Z, Migaly J. Review of hemorrhoid disease: presentation and
management. Clin Colon Rectal Surg 2016;29:22–29.
6. Lohsiriwat V. Treatment of hemorrhoids: A coloproctologist’s view. World
Journal of Gastroenterology. 2015;21(31):9245-9252..
7. Davis B, Lee-Kong S, Migaly J, Feingold D, Steele S. The American Society
of Colon and Rectal Surgeons Clinical Practice Guidelines for the
Management of Hemorrhoids. Diseases of the Colon & Rectum.
2018;61(3):284-292.
8. Johaflson JE. Nonsurgical treatment of hemorrhoids. J Gastrointest Surg
2002;6:290-294.
9. Higuero T, Abramowitz L, Castinel A, Fathallah N, Hemery P, Laclotte
Duhoux C et al. Guidelines for the treatment of hemorrhoids (short report).
Journal of Visceral Surgery. 2016;153(3):213-218.
10. Rivadeneira D, Steele S, Ternent C, Chalasani S, Buie W, Rafferty J. Practice
Parameters for the Management of Hemorrhoids (Revised 2010). Diseases of
the Colon & Rectum. 2011;54(9):1059-1064.
11. Zollinger R, Ellison E. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 9th ed. Mc-
Graw Hill; 2011.
12. Rasheed S, Razzaq S, Riaz S. Comparison of stapled versus milligan morgan
hemorrhoidectomy in hemorrhoids surgery. Journal Of Sheikh Zayed Medical
College. 2015;6(2):798-801.
13. Jayaraman S, Colquhoun P, Malthaner R. Stapled Hemorrhoidopexy Is
Associated with a Higher Long-Term Recurrence Rate of Internal

29
Hemorrhoids Compared with Conventional Excisional Hemorrhoid Surgery.
Diseases of the Colon & Rectum. 2007;50(9):1297-1305.

30

Anda mungkin juga menyukai