HEMOROID
Pembimbing :
Penyusun :
Franki Susanto, S.Ked
030.12.111
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“HEMOROID” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Bedah. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. dr.Syamsul Bahri Sp.B
2. dr.Ade sigit Sp.B
3. dr.Wuri Sp.B
4. dr .Yudi Sp.B
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak
lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu
bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
Koorpanit
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
2. TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Anatomi 2
2.2 Hemoroid 3
2.2.1 Definisi 3
2.2.2 Epidemiologi 4
2.2.3 Etiologi 4
2.2.4 Patofisiologi 5
2.2.5 Klasifikasi 7
2.2.6 Manifestasi Klinis 9
2.2.7 Diagnosis 10
2.2.8 Tatalaksana 11
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis 20
3. KESIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
BAB 1
PENDAHULUAN
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Saluran anus (anal canal) dimulai dari linea dentata atau linea pectinata menuju tepi
anus. Linea dentata atau linea pectinata merupakan daerah transisi yang membatasi
perubahan antara mukosa rektum kolumnar menjadi anoderm skuamosa. Zona transisi
anal pada bagian proksimal dari linea dentata memiliki mukosa yang terbagi karakteristik
histologisnya mulai dari kolumnar, kuboid, dan epitel skuamosa. Panjang dari zona
transisi anal hanya 1-2 cm proksimal ke linea dentata, tetapi luas proksimal dari zona ini
sangat bervariasi dan dapat mencapai hingga 15 cm proksimal ke linea dentata. Linea
dentata dikelilingi oleh lipatan mukosa longitudinal, yang dikenal sebagai kolom
Morgagni, di mana tidak terdapat kripta anal.1
Berbeda dengan anatomi lubang anus, saluran anus dimulai pada persimpangan
anorektal dan berakhir di ambang anal. Saluran anus berukuran panjang 2 hingga 4 cm
dan umumnya lebih panjang pada pria daripada pada wanita. Saluran ini dimulai dari
persimpangan anorektal dan berakhir di ujung tepi anus. Di rektum bagian distal, otot
polos bagian dalam menebal dan terdiri dari sfingter ani internal yang dikelilingi oleh
sphincter eksternal subkutan, superfisial, dan dalam. Sfingter ani eksternal bagian dalam
8
merupakan perpanjangan dari otot puborectalis. Muskulus puborectalis, iliococcygeus,
dan otot-otot pubococcygeus membentuk otot levator ani dari dasar panggul.1
Arteri rektal superior berasal dari cabang terminal dari arteri mesenterika inferior
dan menyuplai rektum bagian atas. Arteri rektal media berasal dari arteri iliaka internal;
bentuk dan ukuran arteri ini sangat bervariasi. Arteri rektal inferior berasal dari arteri
pudenda interna, yang merupakan cabang dari arteri iliaka internal. Drainase vena dari
rektum berjalan paralel dengan suplai arteri. Aliran vena rektal superior menuju ke sistem
portal melalui vena mesenterika inferior. Vena rektal media menuju ke vena iliaka
internal. Vena rektal inferior mengalir ke vena pudendal internal, dan kemudian ke vena
iliaka internal. Pleksus submukosa di dalam kolom Morgagni membentuk pleksus
hemoroid dan mengalir ke ketiga vena tersebut.1
2.2 Hemoroid
2.2.1 Definisi
Hemoroid merupakan bantalan jaringan submukosa yang mengandung venula, arteriol,
dan serat otot polos yang terletak di lubang anus. Hemoroid merupakan bagian dari
mekanisme kontinensia anal dengan memberikan bantalan pada lubang anus, dimana
9
hemoroid membantu menutup lubang anus saat kondisi istirahat. Terdapat tiga bantalan
memoroid yang terletak pada bagian lateral kiri, anterior kanan, dan kuadran posterior
kanan dari lubang anus.2
2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian prevalensi hemoroid sangat bervariasi. Berdasarkan studi yang dilakukan
oleh Riss, et al. (2012) hemoroid dialami oleh 38,9% orang dari 976 orang dewasa yang
ditelitinya. Pada studi tersebut didapatkan bahwa 72% di antara pasien yang mengalami
hemoroid tergolong pada grade 1, 18% termasuk dalam grade 2, 8% pada grade 3, dan
sebesar 0,5% yang termasuk dalam grade 4. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi puncak
terjadi antara usia 45-65 tahun dan angka kejadian hemoroid sebelum usia 20 tahun
jarang ditemukan. Ras kaukasian memiliki prevalensi lebih banyak dibandingkan dengan
orang kulit hitam.3
2.2.3 Etiologi
Hemoroid merupakan bagian anatomi anorectal yang normal. Mengejan berlebihan,
peningkatan tekanan abdomen,konstipasi,diare,kehamilan dan tinja yang keras
meningkatkan pembesaran vena pada pleksus hemoroid dan menyebabkan prolaps
jaringan hemoroid. Hemoroid pascapartum dihasilkan dari mengejan selama persalinan,
yang menyebabkan edema, trombosis, dan / atau strangulasi. Hemoroidektomi sering
10
merupakan perawatan pilihan, terutama jika pasien memiliki gejala hemoroid kronis.
Hipertensi portal meningkatkan risiko pendarahan hemoroid akibat anastomosis antara
sistem vena porta (pleksus hemoroid media dan superior) dan sistem vena sistemik
(pleksus rektal inferior). Varises rektal dapat terjadi dan dapat menyebabkan perdarahan.
Secara umum, varises rektal sebaiknya ditatalaksana dengan menurunkan tekanan vena
portal. Jahitan ligasi mungkin diperlukan jika perdarahan masif tetap terjadi.
Hemoroidektomi harus dihindari pada pasien-pasien ini karena risiko perdarahan varises
yang besar dan sulit dikendalikan. Namun, pada pasien dengan hipertensi portal dan
varises, tidak memiliki peningkatan insidensi hemoroid dibandingkan dengan orang yang
tidak memiliki penyakit tersebut.3
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari terjadinya hemoroid hingga saat ini masih kurang dipahami.
Selama bertahun-tahun teori varises, bahwa hemoroid disebabkan oleh varises di lubang
anus, telah populer tetapi sekarang sudah tidak dipakai lagi karena hemoroid dan varises
anorektal terbukti memiliki dasar yang berbeda. Saat ini, teori pergeseran dari jaringan di
sekitar saluran anus (sliding anal canal lining theory) digunakan. Pada teori ini diusulkan
bahwa hemoroid berkembang ketika jaringan pendukung bantalan anus mengalami
disintegrasi atau deteriorisasi. Oleh karena itu hemoroid adalah istilah patologis untuk
menggambarkan pergeseran ke bawah abnormal dari bantal anal yang menyebabkan
dilatasi vena. Umumnya terdapat tiga bantalan anal utama, terletak di kanan anterior,
kanan posterior dan aspek lateral kiri dari lubang anus, dan berbagai jumlah bantal kecil
yang terletak di antara mereka.4
Bantalan anus pada pasien dengan hemoroid menunjukkan perubahan patologis
yang signifikan. Perubahan ini termasuk dilatasi vena yang abnormal, trombosis vaskular,
proses degeneratif pada serabut kolagen dan jaringan fibroelastik, distorsi dan pecahnya
otot subepitel anus. Selain temuan tersebut, reaksi peradangan hebat yang melibatkan
dinding pembuluh darah dan jaringan ikat di sekitarnya telah ditunjukkan dalam
spesimen hemoroid, yang berkaitan dengan ulserasi mukosa terkait, iskemia dan
trombosis.4
11
Gambar 2.4 Patologi jaringan hemoroid (* dilatasi vena plexus hemorid; # otot subepitel
anal yang terfragmentasi)
2.2.5 Klasifikasi
Hemoroid dibedakan menjadi dua, yaitu:
hemoroid eksternal
hemoroid internal
Hemoroid eksternal berada pada sebelah distal dari linea dentata dan dilapisi dengan
anoderm: secara periodis membesar, menimbulkan rasa nyeri, dan berhubungan dengan
masalah kebersihan. Hemoroid internal ditandai dengan gambaran merah cerah,
perdarahan yang tidak nyeri, dan prolaps. Gabungan hemoroid internal dan eksternal
yang terdapat pada garis dentata memiliki karakteristik baik hemoroid internal maupun
eksternal dan perlu ditatalaksana dengan hemoroidektomi.4
13
Gambar 2.5 Hemoroid eksternal dan internal
14
tatalaksana selanjutnya. Pada hemoroid interna grade 4 dapat berisiko mengalami
strangulasi.5
16
2.2.7 Diagnosis
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan anus, pemeriksaan colok dubur, dan
anoskopi. Pemeriksaan selama mengejan dapat membuat prolaps lebih jelas. Pada
pemeriksaan colok dubur perlu dinilai tonus sfingter ani dan perlu mengeksklusi lesi
lainnya, terutama neoplasma saluran dubur. Pemeriksaan anoskopi umumnya dapat
memberikan diagnosis, tetapi evaluasi endoskopi menyeluruh dari usus proksimal harus
selalu dipertimbangkan untuk menyingkirkan penyakit mukosa proksimal, terutama
neoplasma, jika tingkat penyakit hemoroid tidak sesuai dengan gejala pasien.
Pemeriksaan ini terutama perlu dilakukan apabila pasien memiliki faktor risiko untuk
kanker usus besar, seperti riwayat keluarga. Pada pasien di atas berusia 50 tahun,
meskipun tidak memiliki riwayat keluarga dengan keganasan, kolonoskopi juga tetap
disarankan untuk dilakukan apabila gejala yang muncul tidak khas.6
Meskipun penyakit hemorrhoid adalah etiologi paling umum dari gejala
hematochezia, proses penyakit lainnya, seperti kanker kolorektal, IBD, kolitis lain,
penyakit divertikular, dan angiodisplasia, juga dapat memicu perdarahan. Perdarahan
yang dikaitkan dengan hemoroid sering menjadi salah satu kesalahan paling umum pada
diagnosis kanker.6
2.2.8 Tatalaksana
Berdasarkan pada tingkat keparahan hemoroid dan gejala pasien, tatalaksana dapat
berupa tatalaksana medis, tatalaksana non-bedah hingga melibatkan hemoroidektomi
operatif.6
17
antiinflamasi. Flavonoid telah digunakan dalam sejumlah kondisi termasuk insufisiensi
vena kronis, limfedema dan hemoroid.7
Pengobatan topikal yang ditujukan untuk mengendalikan gejala hemoroid dapat
mengandung anestesi lokal, kortikosteroid, dan obat anti-inflamasi dalam bentuk krim
dan supositoria. Preparat ini dapat membantu meringankan gejala pruritus dan
ketidaknyamanan. Namun, tidak ada uji coba yang menunjukkan penurunan perdarahan
atau prolaps. Perhatian khusus ketika meresepkan kortikosteroid pada preparat topikal,
karena penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal dapat menyebabkan penipisan
kulit perianal.8
18
Pada pasien yang menjalani satu atau lebih ligasi rubber band, perbaikan gejala
tercatat pada 80% kasus, dengan kegagalan diprediksi pada pasien yang membutuhkan
empat atau lebih rubber band. Kontraindikasi relatif untuk metode ini yaitu pasien
immunocompromised (kemoterapi, HIV / AIDS), koagulopati, dan pasien yang
mengonsumsi obat antikoagulan atau antiplatelet (tidak termasuk produk aspirin).8
2.2.8.4 Skleroterapi
Suntikan pada hemoroid internal yang mengalami perdarahan dengan agen sclerosing
adalah teknik yang efektif untuk pengobatan hemoroid grade 1 hingga 3. Dosis larutan
yaitu 1- 3 mL larutan sclerosing (fenol dalam minyak zaitun, sodium morrhuate, atau
quinine urea) atau 3-5 mL larutan normal salin 3% disuntikkan ke submukosa setiap
hemoroid.9
Teknik ini memiliki tingkat kesuksesan jangka pendek yang baik, tetapi memiliki
tingkat kejadian rekurensi pada jangka panjang yang cukup tinggi. Beberapa komplikasi
dikaitkan dengan skleroterapi, berupa infeksi dan fibrosis. Komplikasi yang jarang terjadi
berupa fistula rectum dan perforasi setelah terjadi kesalahan tempat injeksi. Keuntungan
dari metode ini yaitu dapat digunakan pada pasien dengan masalah koagulasi atau pada
pasien yang mengonsumsi antikoagulan yang tidak dapat dihentikan.9
20
Gambar 2.9 Eksisi hemoroid eksternal yang mengalami trombosis
Hemoroidektomi terbuka
22
Teknik ini, sering disebut hemoroidektomi Milligan dan Morgan, mengikuti
prinsip-prinsip eksisi yang dijelaskan sebelumnya, tetapi luka dibiarkan terbuka
dan dibiarkan sembuh. Pasien biasanya pulih dengan cepat dan dapat kembali
bekerja dalam 1 hingga 2 minggu setelah operasi.9
24
Tabel 2.2 Metode Tatalaksana Hemoroid Berdasarkan Grade pada Hemoroid Internal
Trombosis Akut atau
Tatalaksana Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
Strangulasi
Modifikasi diet dan gaya hidup ✔ ✔ ✔ ✔ ✔
Tatalaksana medis ✔ ✔ ✔ (beberapa)
Tatalaksana non operatif
Skleroterapi ✔ ✔
Koagulasi infra merah ✔ ✔
Ablasi radiofrekuensi ✔ ✔
Ligasi rubber band ✔ ✔ ✔ (beberapa)
Tatalaksana operatif
Plikasi ✔ ✔
Hemoroidektomi ✔ (beberapa) ✔ ✔ ✔ (emergensi)
Hemoroidopeksi staples ✔ ✔
Ligasi arteri hemoroid ✔ ✔
dengan panduan doppler
25
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis
Hemoroid pada kehamilan, umumnya pada trimester ketiga dapat menyebabkan
krisis akut seperti perdarahan hebat dan prolaps yang tidak dapat direduksi. Krisis
akut ini dapat ditemukan pada wanita hamil dengan hemoroid yang sudah ada
sebelumnya. Hemoroid dan gejala-gejalanya akan berangsur-angsur hilang setelah
melahirkan. Pada pasien dengan defisiensi imun, secara umum setiap intervensi
atau operasi harus dihindari, atau dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati
pada pasien karena peningkatan risiko sepsis anorektal dan penyembuhan jaringan
yang buruk. Obat antikoagulan atau antiplatelet dapat meningkatkan perdarahan
anorektal pada pasien dengan hemoroid.11
Nyeri pasca operasi setelah eksisi hemoroidektomi membutuhkan
analgesia biasanya dengan narkotika oral. Obat anti-inflamasi nonsteroid, relaksan
otot, analgesik topikal, termasuk mandi sitz, juga sering bermanfaat. Retensi urin
adalah komplikasi umum setelah hemoroidektomi dan terjadi pada 10-50%
pasien. Risiko retensi urin dapat diminimalkan dengan membatasi cairan intravena
intraoperatif dan perioperatif dan dengan memberikan analgesia yang adekuat.
Nyeri juga bisa menyebabkan impaksi feses. Risiko impaksi dapat dikurangi
dengan enema pra operasi, penggunaan laksatif pasca operasi, dan kontrol nyeri
yang adekuat. Sementara sejumlah kecil perdarahan, terutama dengan buang air
besar, diharapkan, perdarahan masif dapat terjadi setelah hemoroidektomi.12
Perdarahan dapat terjadi pada periode pasca operasi segera (sering di
ruang pemulihan) sebagai akibat ligasi yang tidak memadai dari pedikel vaskular.
Apabila terjadi perdarahan tipe ini, pasien segera dibawa kembali ke ruang operasi
untuk dilakukan ligasi dari pembuluh darah. Perdarahan juga dapat terjadi 7-10
hari setelah hemoroidektomi ketika mukosa nekrotik yang berada di atasnya
terlepas. Pada beberapa pasien mungkin diperlukan pengamatan di bawah anestesi
untuk mengikat pembuluh darah atau untuk mengobati luka jika tidak ada lokasi
spesifik pendarahan yang teridentifikasi. Infeksi jarang terjadi setelah
hemoroidektomi; Namun, infeksi necrotizing jaringan lunak dapat terjadi dengan
prognosis yang buruk. Nyeri yang parah, demam, dan retensi urin mungkin
merupakan tanda awal infeksi. Jika infeksi dicurigai, pemeriksaan yang muncul di
26
bawah anestesi, drainase abses, dan / atau debridemen semua jaringan nekrotik
diperlukan.13
27
BAB 3
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB,
et all. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. US: McGraw-Hill Education;
2015.
2. Townsend CM, Beuchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 20th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2017.
3. Riss S, Weiser F, Schwameis K, Riss T, Mittlböck M, Steiner G et al. The
prevalence of hemorrhoids in adults. International Journal of Colorectal
Disease. 2011;27(2):215-220.
4. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical
management. World Journal of Gastroenterology. 2012;18(17):2009-2017.
5. Sun Z, Migaly J. Review of hemorrhoid disease: presentation and
management. Clin Colon Rectal Surg 2016;29:22–29.
6. Lohsiriwat V. Treatment of hemorrhoids: A coloproctologist’s view. World
Journal of Gastroenterology. 2015;21(31):9245-9252..
7. Davis B, Lee-Kong S, Migaly J, Feingold D, Steele S. The American Society
of Colon and Rectal Surgeons Clinical Practice Guidelines for the
Management of Hemorrhoids. Diseases of the Colon & Rectum.
2018;61(3):284-292.
8. Johaflson JE. Nonsurgical treatment of hemorrhoids. J Gastrointest Surg
2002;6:290-294.
9. Higuero T, Abramowitz L, Castinel A, Fathallah N, Hemery P, Laclotte
Duhoux C et al. Guidelines for the treatment of hemorrhoids (short report).
Journal of Visceral Surgery. 2016;153(3):213-218.
10. Rivadeneira D, Steele S, Ternent C, Chalasani S, Buie W, Rafferty J. Practice
Parameters for the Management of Hemorrhoids (Revised 2010). Diseases of
the Colon & Rectum. 2011;54(9):1059-1064.
11. Zollinger R, Ellison E. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 9th ed. Mc-
Graw Hill; 2011.
12. Rasheed S, Razzaq S, Riaz S. Comparison of stapled versus milligan morgan
hemorrhoidectomy in hemorrhoids surgery. Journal Of Sheikh Zayed Medical
College. 2015;6(2):798-801.
13. Jayaraman S, Colquhoun P, Malthaner R. Stapled Hemorrhoidopexy Is
Associated with a Higher Long-Term Recurrence Rate of Internal
29
Hemorrhoids Compared with Conventional Excisional Hemorrhoid Surgery.
Diseases of the Colon & Rectum. 2007;50(9):1297-1305.
30