Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhlak Tasawwuf adalah salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya
hingga saat ini semakin dirasakan, secara historis dengan teologis akhlak tasawwuf tampil
mengawal dan memandu perjalanan hidup umar agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah
berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW. Adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah
beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima. Khazanah pemikiran dan
pandangan di bidang akhlak da tasawwuf itu kemudian menemukan momentum
pengembangan dalam sejarah, antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama
tasawwuf dan ulama di bidang akhlak. Bersamaan dengan itu perkembangan teknologi sangat
berkembang pesat seperti halnya di bidang makanan minuman, alat-alat kontrasepsi dan obat-
obatan telah membuka peluang terciptanya kesempatan untuk membuat produk makanan,
minuman, alat-alat dan obat-obatan terlarang yang menghancurkan masa depan generasi
muda. Tempat-tempat beredarnya obat terlarang semakin canggih. Demikian juga sarana
yang membawa orang lupa pada tuhan, dan cenderung maksiat terbuka lebar di mana-mana.
Semua in semakin menambah beban tugas akhlak tasawuf. Melihat demikian pentingnya
akhlak tasawwuf dalam kehidupan ini tidaklah mengherankan jika akhlak tasawuf ditentukan
sebagai mata kuliah yang wajib diikuti oleh kita semua dikarenakan pentingnya tersebut.

Disadari bahwa masih banyak bidang akhlak tasawwuf yang dapat dikemukakan,
namun keterbatasan ilmu yang kami miliki kami mohon maaf jika mempunyai kesalahan
dalam pengumpulan data referensi yang kami kumpulkan ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengetahui pengertian dari akhlak, etika, moral dan kesusilaan


2. Mengetahui perbedaan dan persamaan antara akhlak, etika dan moral
3. Mengetahui ruang lingkup, landasan dan kedudukan ilmu akhlak
4. Mengetahui tujuan dan manfaat mempelajari akhlak
5. Mengetahui pembagian akhlak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian akhlak, etika, moral, dan kesusilaan


Ada beberapa istilah untuk mengetahui perihal yang berkaitan dengan perbuatan,
watak, tabiat, serta karakteristristik tingkah laku manusia. Hal ini tidak terlepas akan arti
pentingnya suatu tatanan nilai-nilai tersebut, salah satunya menggunakan istilah “akhlak”.
Istilah akhlak memiliki kesepadanan arti dengan beberapa istilah, seperti etika, moral dan
kesusilaan. Secara singkat penulis jelaskan beberapa istilah tersebut adalah sebagai
berikut;
1. Akhlak
Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” ( ) yang
menurut bahasa diaritkan : “budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat”.1
Sedangkan pengertian akhlak menurut istilah adalah sebagai berikut ;
a. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa ( manusia ) yang dapat
melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud
untuk memikirkan ( lebih lama ). Maka jika sifat tersebut melahirkansuatu
tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma Agama, dinamakan
akhlak baik . tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, dinamakan
akhlak yang buruk.2
b. Ahmad Amin
Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik-buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan
tujuan yang seharusnya dituju oleh manusia dalam perbuatannya dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.3

Perumusan istilah akhlak sebagaimana yang telah dikemukan oleh beberapa ahli
di atas, pada prinsipnya memiliki dan menunjukkan dua dimensi dasar tentang disiplin
ilmu. Yang pertama, disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk.

1 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), h.11


2 al-Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz. I, (Semarang : Toha Putra, t.t), h. 52
3 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1991), h. 3

2
Sedangkan yang lain, pokok permasalahan dengan disiplin ilmu itu sendiri, yakni nilai
dan norma tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
2. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan, yaitu pranata
perilaku seseorang atau kelompok orang, yang tersusun dari suatu sistem norma atau
nilai yang diambil dari gejala-gejala alamiah masyarakat kelompok tersebut. Sifat
baik buruk yang terdapat dalam pranata ini merupakan persetujuan sementara dari
kelompok yang mempergunakan pranata perilaku itu. Karena sumber dari etika, juga
moral dan sopan santun atau budi pekerti adalah adat kebiasaan suatu kelompok
masyarakat yang bersifat relatif dan berubah-ubah. Maka kebenaran dan ukuran baik
buruk dalam nilai etika juga sewaktu-waktu dapat berubah. Etika sebagai salah satu
cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai
perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah
akal pikiran. Atau dengan kata lain, dengan akallah orang dapat menentukan baik atau
buruk pebuatan manusia. Baik karena akal menentukannya baik atau buruk karena
akal memutuskannya buruk. Dalam hubungan ini, Hamzah Ya’qub menyimpulkan :
“Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal”.4
Dari pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa etika merupakan cabang filsafat
yang memberi penjelasan mengenai baik buruk, serta menunjukkan nilai dan norma
perbuatan manusia dalam kehidupannya.
3. Moral
Perkataan moral berasal dari bahasa latin mores jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral banyak diterjemahkan dengan arti susila.
Perbuatan bermoral adalah perbuatan yang menunjukkan kesusilaan. Bartens
mendefinisikan moral dengan “nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam tingkah lakunya”.5 Jadi moral merupakan
ukuran penentuan baik buruk perilaku manusia, serta menjadi batasan terhadap
tingkah lakunya. Istilah moral banyak juga digunakan sebagai tata ukuran perilaku
manusia secara umum, yang dapat disebut sebagai norma-norma moral. Aturan
sebagai manifestasi manusia yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh

4 Hamzah Ya’qub, Op.cit., h. 12


5 K. Bartens, Etika, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama , 1993), h. 4

3
Franz Magnis Suseno, bahwa; “Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk
menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik
buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas”.6
4. Kesusilaan
Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an.
Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila
berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.7 Dengan demikian makna susila
menunjukkan kepada aturan-aturan dasar hidup (sila) yang lebih baik dan mulia (su).
Kesusilaan bermaksud memberikan bimbingan tentang perilaku manusia yang baik.

B. Perbedaan dan persamaan antara akhlak, etika dan moral

Perbedaan mendasar antara akhlak dengan etika adalah titik pangkal atau sumber tata
aturannya. Jika akhlak bersumber dari ajaran Al-Qur'an dan al-Hadist, maka nilai-nilai
aturannya bertujuan untuk mengatur perilaku manusia baik dalam kehidupan duniawi
maupun ukhrowi. Sedangkan etika merupakan bagian dari filsafat, sehingga etika
bersumber pada akal pikiran murni.

Antara etika dan moral juga terdapat perbedaan, jika etika lebih bersifat teoritis maka
moral lebih bersifat praktik.

Persamaan antara akhlak, moral serta etika semua membahas masalah baik dan buruk
perbuatan manusia yaitu membicarakan kebaikan yang semestinya dikerjakan serta
perilaku yang harus ditinggalkan.

C. Ruang lingkup, Landasan dan kedudukan ilmu akhlak


a. Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam itu
sendiri, khususnya berkaitan dengan pola hubungan.
 Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah yang dapat diartikan sebagi sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai

6 Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta : Kanisius, 1993), h. 19


7 M. Said, Ethika Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Pradya Paramita, 1976), h. 23

4
khaliq. Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu:
a) Karena Allah menciptakan manusia
b) Allah telah memberikan perlengkapan panca indera
c) Allah telah menyediakan bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia, seperti udara, air dan lainnya.
d) Allah telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai
daratan dan lautan.8
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk berakhlak kepada Allah dan kegiatan
menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk
pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar adalah:
a) Iman. Yaitu, sikap batin yang penuh kepercayaan kepada tuhan. Jadi, tidak hanya
cukup dengan kata percaya. Namun, harus terus meningkat menjadi sikap
mempercayai tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
b) Ihsan. Yaitu, kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir
atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Berkaitan dengan ini dan
karena menginsafi bahwa allah selalu mengawasi manusia, maka manusia harus
berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan
penuh rasa tangguh jawab, tidak hanya sekedarnya saja.
c) Takwa. Yaitu, sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia.
Kemudian, manusia selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang diridhai
Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari hal-hal yang tidak diridhai Allah.
Taqwa inilah yang mendasari budi pekerta luhur (akhlakul karimah).
d) Ikhlas. Yaitu, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi
memperoleh keridahaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin.
e) Tawakkal. Yaitu, sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan
kepada-Nya dan berkeyakinan bahwa Dia akan menolong manusia dalam
mencari dan menemukan jalan yang terbaik.
f) Syukur. Yaitu, sikap penuh rasa terima kasih dan pengahargaan atas semua
nikmat yang tak terbilang banyaknya yang dianugerahkan oleh Allah kepada
manusia.

8 Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali, 2010), H: 149-150

5
g) Sabar. Yaitu, sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil,
lahir dan batin dan lainnya.

 Akhlak terhadap sesama manusia


Nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia yang patut sekali untuk dilakukan,
antara lain:
a) Silaturrahmi
b) Persaudaraan (ukhuwah)
c) Persamaan(al-musawah)
d) Adil
e) Baik sangka
f) Rendah hati
g) Tepat janji
h) Lapang dada
i) Dapat dipercaya
j) Perwira
k) Hemat
l) Dermawan
 Akhlak Terhadap Lingkungan
Lingkungan di sini meliputi segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber
dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan.
Binatang, tumbuhan, benda-benda yang tak bernyawa semuanya diciptakan oleh
Allah dan menjadi milik-Nya, serta semuanya ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya
adalah umat tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Dari uraian di atas memperhatikan bahwa akhlak dalam islam sangat
komprehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan tuhan.
Hal yang demikian dilakukan secara fungsional, karena seluruh makhluk tersebut satu

6
sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk
tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya.9
b. Landasan Ilmu Akhlak
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang
itu baik atau buruk adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala sesuatu yang baik
menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW., Aisyah menjawab “akhlak
Rasulullah adalah Al-qur’an”. Maksud perkataan Aisyah adalah segala tingkah laku
dan tindakan Rasulullah SAW., baik yang zahir maupun yang batin senantiasa
mengikti petunujuk dari Al-Qur’an. Al-Qur’an selalu mengajarkan umat Islam untuk
berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini
ditentukan oleh Al-Qur’an.
Kepentingan akhlak dalam kehidupan manusia dinyatakan dengan jelas dalam Al-
Qur’an. Al-Qur’an menerangkan berbagai pendekata yang meletakkan Al-Qur’an
sebagai sumber pengetahuan mengenai nilai dan akhlak yang paling jelas. Pendekatan
Al-Qur’an dalam menerangkan akhlak yang mulia, bukan pendekatan teoretikal,
melainkan dalam bentuk konseptual dan penghayatan. Akhlak mulai dan akhlak buruk
digambarkan dalam perwatakan manusia, dalam sejarah dan dalam realitas kehidupan
manusia semasa Al-Qur’an diturunkan.
Al-Qur’an menggambarkan akidah orang-orang beriman, kelakuan mereka yang
mulia dan gambaran kehidupan mereka yang tertib, adil, luhur, dan mulia. Berbanding
terbalik dengan perwatakan orang-orang kafir dan munafik yang jelek, zalim, dan
rendah hati. Gambaran akhlak mulia dan akhak keji begitu jelas dalam perilaku
manusia di sepanjang sejarah. Al-Qur’an juga menggambarkan perjuangan para rasul
untuk menegakkan nilai-nilai mulia dan murni di dalam kehidupan dan ketika mereka
ditentang oleh kefasikan, kekufuran, dan kemunafikan yang menggagalkan tegaknya
akhlak yang mulia sebagai teras kehidupan yang luhur dan murni itu.
Allah SWT. Berfirman:
Artinya:

9 Muhammad Alim. Opcit. H: 152-158

7
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang)
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menerangkan(15) Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus(16).” (Q.S.
Al-Maidah : 15-16)
c. Kedudukan Ilmu Akhlak
Dalam Islam, akhlak memiliki posisi yang sangat penting, yaitu sebagai salah
satu rukun agama Islam. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW. Pernah ditanya,
“Beragam itu apa?” Beliau menjawab, “Berakhlak yang baik” (H.R. Muslim).
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat ketika melihat bahwa salah satu sumber
akhlak adalah wahyu.
Akhlak memberikan peran penting bagi kehidupan, baik yang bersifat individual
maupun kolektif. Tak heran jika kemudian Al-Qur’an memberi penekanan
terhadapnya. Al-Qur’an meletakkan dasar-dasar akhlak mulia. Demikian pula Al-
Hadis telah memberikan porsi cukup banyak dalam bidang akhlak. Menurut satu
penelitian, dari 60.000 hadis, 20.000 di antaranya berkenaan dengan akidah,
sementara sisanya (40.000) berkenaan dengan akhlak dan muamalah. Ini dapat
dijadikan sebagai bukti bahwa Al-Hadis, sebagaimana Al-Qur’an, sangat
memerhatikan urusan akhlak.
Di antara hadis yang menekankan pentingnya akhlak adalah sabda Rasulullah
SAW:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling bagus
akhlaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)
“sesungguhnya,seorang mukmin akan bisa mencapai derajat shalat malam dan orang
yang puasa dengan akhlaknya yang mulia.” (H.R. Ahmad)
Islam menuntut setiap pemeluknya untuk menjadikan Rasulullah SAW. Sebagai
contoh dalam segala aspek kehidupan. Khusus dalam akhlak, Allah AWT. Memuji
beliau dengan diiringi sumpah:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam
[68]:4)

8
Nabi Muhammad SAW. Pun menggambarkan bahwa orang yang paling
sempurna keimanannya di antara umatnya adalah yang paling baik akhlaknya.
Dengan demikian, sebagiannya seorang muslim berusaha dan bersemangat untuk
memiliki akhlak yang baik dan merujuk kepada Rasulullah SAW dalam berakhlak.
Dalam kaitan dengan kedudukan akhlak, Ibnu Maskawaih menerangkan, “Islam
pada hakikatnya adalah suatu aliran etika. Islam memperbaiki budi pekerti manusia
sedemikian rupa sehingga manusia sanggup menjadi anggota masyarakat pergaulan
bersama. Islam menanamkan bibit cinta kasih sayang di dalam jiwa manusia.”
Paparan ini, dengan jelas menunjukkan bahwa risalah Islam memperjuangkan
kesempurnaan, kebaikan, dan keutamaan akhlak. Dengan demikian, Umat Islam
merupakan model terbaik bagi implementasi akhlak mulia ini, sebagaimana
deiperlihatkan dengan baik oleh Rasulullah SAW. Dan para pengikutnya.

D. Tujuan dan manfaat mempelajari akhlak


a. Tujuan mempelajari akhlak
Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak. Akhlak
seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, mengatakan bahwa pendidikan akhlak yaitu :
a) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal saleh. Tidak
ada sesuatu pun yang menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia
ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak mulia dalam mencerminkan keimanan
seseorang kepada Allah dan konsistensinya kepada manhaj Islam.
b) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani kehidupannya sesuai
dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang diperintahkan agama dan
meninggalkan apa yang diharamkan, menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan
serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela dan
mungkar.
c) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik
dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun non muslim. Mampu
bergaul dengan orang-orang yang ada di sekililingnya dengan mencari rida Allah.
Dengan semua ini dapat tercipta kestabilan masyarakat dan kesinambungan hidup
umat manusia.

9
d) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang
lain ke jalan Allah, melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan berjuang di
jalan Allah demi tegaknya agama Islam.
e) Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga dengan
persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan
tersebut, mencintai dan membenci hanya karena Allah, dan sedikitpun tidak kecut
oleh celaan orang hasad selama dia berada di jalan yang benar.
f) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian
dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai daerah, suku, dan bahasa.
Atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh
umat Islam selama berada di jalan yang benar.
g) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan
loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya
panji-panji Islam di muka bumi. Atau insan yang rela mengorbankan harta,
kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syariat Allah.10
Adapun tujuan dari pendidikan akhlak menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi
adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
berbicara dan perbuatan, mulai dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana,
beradab, ikhlas, jujur dan suci.11
Selanjutnya Drs. Anwar Masy’ari juga berpendapat bahwa tujuan mempelajari
akhlak adalah untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang
jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang baik dan menjauhi
perangai-perangai yang jelek, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan
masyarakat, tidak salam membenci, tidak saling mencurigai, serta tidak ada
persengketaan di antara hamba Allah.12
Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan
memperlajari akhlak adalah sebagai berikut :
a) Dapat membentuk pribadi manusia sehingga mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk.
b) Untuk mewujudkan taqwa kepada Allah SWT, cinta kepada kebenaran dan
keadilan secara teguh dalam kepribadian muslim.

10 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia (Jakarta : Gema Insani, 2004), h. 160
11 M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,(Jakarta : Bulan Bintang 1970), h. 1-2
12 Anwar Masy'ari, Akhlak Al-Qur'an, (Surabaya : Bina Ilmu 2007), Cet. Ke -2, h. 5

10
c) Dengan pembinaan akhlak dapat membentuk pribadi muslim yang insan kamil,
sehingga menjadi orang Islam yang berbudi luhur, sopan santun, berlaku baik,
rajin beribadah sesuai dengan ajaran Islam.
b. Manfaat mempelajari akhlak
Sebagai salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat pragmatis. Keberadaan sesuatu
ilmu harus mempunyai fungsi atau faedah bagi manusia. Dengan ditemukan teori-
teori pada ilmu, akan lebih menambah wawasan dalam bertindak dan berproses.
Kegunaan ilmu semata-mata untuk dapat mengetahui rahasia-rahasia disamping juga
dapat diperhitungkan baik dan buruknya suatu langkah yang dijalani.13
Berkenan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan
sebagai berikut :
“Tujuan memperlajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan
lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalin
termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan
baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk”.14
Selanjutnya Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga juga memberikan penjelasan
bahwa faedah mempelajari ilmu akhlak adalah sangat penting dan mendasar,
diantaranya :
a. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin
yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku.
b. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat untuk memilih perbuatan baik
dan lebih bermanfaat.
c. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan menghadapi perbuatan
itu dengan penuh minat dan kemauan.
d. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak terperangkap
kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya kepada hal-hal yang
positif dengan menguatkan unsir Iradah.

13 Murtadha Murthahhari, Falsafah Akhlak, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1995), h. 29


14 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), h. 11

11
e. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis perilaku orang
banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan yang
matang lebih dahulu.15

Beberapa penjelasan diatas memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi


memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu
perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk
perbuatan yang baik atau buruk.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak bertujuan
untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui
perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik manusia akan
berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang buruk manusia berusaha untuk
menghindarinya.

E. Pembagian Akhlak

Pembagian akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut
pandang Islam, baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya, akhlak
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga akhlak
mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak
madzmumah.

a.) Akhlak Mahmudah

“Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan
seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang
terpuji pula”. Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta
kepda rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat dan patuh
kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan
cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana’ah, khusyu dalam beribadah
kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain,
menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang
lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi inatang, dan menjaga
kelestarian alam.

15 Zahruddin AR Dan Hasanuddin Sinaga,Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16

12
b.) Akhlak Madzmumah

“Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang
merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.” Sifat yang termasuk
akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak mahmudah,
antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong,
menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub,
mengadu domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam.
Demikianlah antara lain macam-macam akhlak mahmudah dan madzmumah. Akhlak
mahmudah memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak
madzmumah merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin
ayat 4-6. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka). Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang tidak
ada putusnya.” Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. Bersabda:“Sesungguhnya manusia
yang berakhlak mulia dapat mencapai derajat yang tinggi dan kedudukan mulia di
Akhirat. Sesungguhnya orang yang lemah ibadahnya akan menjadi buruk perangai dan
akan mendapat derajat yang rendah di neraka Jahanam.” (HR. Thabrani) Kemudian, dari
segi objeknya, atau kepada siapa akhlak itu diwujudkan, dapat dilihat seperti berikut:

1. Akhlak kepada Allah, meliputi antara lain: ibadah kepada Allah, mencintai Allah,
mencintai karena Allah, beramal karena allah, takut kepada Allah, tawadhu’,
tawakkal kepada Allah, taubat, dan nadam.
2. Akhlak kepada Rasulullah saw., meliputi antara lain: taat dan cinta kepada
Rasulullah saw.
3. Akhlak kepada keluarga, meliputi antara lain: akhlak kepada ayah, kepada ibu,
kepada anak, kepada nenek, kepada kakek, kepada paman, kepada keponakan, dan
seterusnya.

13
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Bersamaan dengan perkembangan teknologi sangat berkembang pesat pada saat ini.
Telah membuka peluang terciptanya kesempatan untuk berkembangnya pula produk-
produk terlarang yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda. Melihat
demikian pentingnya akhlak tasawwuf dalam kehidupan ini tidaklah mengherankan jika
akhlak tasawuf sangat perlu di ketahui dan di pahami oleh semua kalangan khusunya bagi
kaum terpelajar (mahasiswa).

Istilah akhlak memiliki kesepadanan arti dengan beberapa istilah, seperti etika, moral
dan kesusilaan. Perlu juga dipahami mengenai ruang lingkup, landasan dan kedudukan
Ilmu akhlak.

Ruang Lingkup Akhlak :

 Akhlak Terhadap Allah


 Akhlak Terhadap sesama Manusia
 Akhlak terhadap Lingkungan

Landasan Akhlak adalah berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah karena dasar atau alat
pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk menurut Islam
adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam Islam, akhlak juga memiliki posisi yang sangat
penting, yaitu sebagai salah satu rukun agama Islam

Tujuan dari mempelajari Ilmu Akhlak adalah

 Dapat membentuk pribadi manusia sehingga mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk.
 Untuk mewujudkan taqwa kepada Allah SWT, cinta kepada kebenaran dan keadilan
secara teguh dalam kepribadian muslim.
 Dengan pembinaan akhlak dapat membentuk pribadi muslim yang insan kamil,
sehingga menjadi orang Islam yang berbudi luhur, sopan santun, berlaku baik, rajin
beribadah sesuai dengan ajaran Islam.

Manfaat dari mempelajari Ilmu Akhlak adalah memberikan pedoman atau penerangan
bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap

14
perbuatan yang baik manusia akan berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang
buruk manusia berusaha untuk menghindarinya.

Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang
baik, atau disebut juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua,
akhlak yang buruk atau akhlak madzmumah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah AKHLAK DAN BEBERAPA TINJAUAN


TERHADAPNYA masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan sumber - sumber yang lebih
banyak dan tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

Kritik atau saran terhadap penulisan bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah di jelaskan.

15

Anda mungkin juga menyukai