Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok peyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.5 (Purnamasari, 2014)

2.1.2. Etiologi dan Klasifikasi


Klasifikasi diabetes mellitus menurut American Diabetes Assosiation :
1. Diabetes Melitus (DM) tipe 1 (destrusksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut).
a. Melalui proses imunologi
b. Idiopatik
2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang pedominan resistensi inuslin
disertai defisiensi insulin realtif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3. DM tipe lain.
4. DM gestasional.

2.1.3. Manifestasi Klinis


Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus.
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan “TRIAS DM”
( poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥
126 mg/dl (puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada masukan kalori),
kadar glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl,
serta AIC ≥ 6,5%. AIC dipakai untuk menilai pengendalian glukosa
jangka panjang sampai 2-3 bulan untuk memberikan informasi yang
jelas dan mengetahui sampai seberapa efektif terapi yang diberikan.
Penderita diabetes melitus tipe 2 juga merasakan sejumlah keluhan lain
seperti kelemahan, infeksi berulang, penyembuhan luka yang sulit,
gangguan penglihatan, kesemutan, gatal, kandidiasis vagina berulang
dan disfungsi ereksi pada pria.5

2.1.4. Prosedur Diagnostik


Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi gula darah.
Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.5
Ada perbedaan antara uji diagnosis DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnosis DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau
tanda DM. Sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko
DM.5
Table 1. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1
mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Atau
Gejala klasik DM+glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,0
mmol/L).
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
>200 mg/dl (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan terbagi


menjadi 3 yaitu:5
1. <140 mg/dl = normal
2. 140-<200 mg/dl = toleransi glukosa terganggu
3. >200 mg/dl = diabetes

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan


Indeks Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai
berikut :

1. Aktifitas fisik kurang.


2. Riwayat keluarga dengan DM pada turunan pertama.
3. Masuk kelompok etnik beresiko tinggi.
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000
gram atau riwayat DM gestasional.
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) atau sedang dalam terapi
obat anti hipertensi.
6. Kolesterol HDL < 35mg/dl dan trigliserida > 200 mg/dl.
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
8. Riwayat toleransi glukosa terganggu atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resisternsi insulin.
10. Riwayat penyakit kardiovaskuler.

2.1.5. Penatalaksanaan
Dalam modalitas terapi diabetes melitus, dibagi menjadi terapi non-
farmakologi dan terapi farmakologi :

Terapi farmakologi :6
Macam-macam obat antiglikemik oral
1. Golongan insulin sensitizing
 Biguanid
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah
metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi
di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat
dikeluarkan melalui ginjal. Setelah diberikan oral, metformin
akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengna waktu paruh
2-5 jam.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Efek samping gastrointestinal tidak jarang (~ 50 %) didapatkan
pada pemakaian awal metformin. Efek samping lain yang
dapat terjadi adalah asidosis laktat, meski kejadiannya cukup
jarang (0,03 / 1000 pasien) namun berakibat fatal pada 30-50
% kasus. Metformin juga dikontraindikasikan pada gangguan
fungi hati, infeksi berat, penggunaan alcohol berlebih serta
penyandang gagal jantung yang memerlukan terapi. Pemberian
metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut (lebih dari
80 tahun) dimana massa otot bebas lemaknya sudah berkurang.
- Glitazone
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi
tinggi terjadi setelah 1-2 jam. Makanan tidak mempengaruhi
farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam
bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Obat ini dapat menyebabkan penambahan berat badan yang
bermakna sama atau bahkan lebih dari SU serta edema.
Keluhan infeksi saluran nafas atas (16 %), sakit kepala (7,1%)
dan anemia delusional juga dilaporkan. Pemakaian obat ini
harus hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati
sebelumnya, gagal jantung kelas 3 dan 4 dan edema.

2. Golongan Sekretagok Insulin

- Sulfonilurea

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda dengan efek


pada pemakaian jangka panjang. Glibenclamid misalnya
mempunyai masa paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi
pada pemakaian jangka panjang lebih dari 12 minggu, masa
paruhnya memanjang sampai dengan 12 jam. Karena itu
dianjurkan untuk memakai glibenclamid sehari saja.

Efek Samping dan Kontraindikasi

Hipoglikemia merupakan efek samping terpenting dari


sulfonilurea terutama bila asupan pasien tidak adekuat.
Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada
orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat.
Obat ini dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai
pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemia juga
lebih sering terjadi pada pasien dengan gagal ginjal,
gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan masukan
makanan yang kurang dan jika dipakai bersama obat sulfa.
Pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM tipe 1,
hipersensitivitas terhadap sulfa, hamil dan menyusui.

- Glinid

Farmakokinetik dan farmakodinamik.

Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea


(SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan
sulfonylurea, perbedaannya adalah pada masa kerja yang
lebih pendek. Mengingat masa kerjanya yang pendek maka
glinid digunakan sebagai obat prandial. Mengingat efek
terhadap glukosa puasa tidak terlalu baik, maka glinid tidak
begitu kuat menurunkan HbA1c.

- Penghambat alfa oksidase


Farmakokinetik dan farmakodinamik
Acarbose hampir tidak di absorbsi dan bekerja local pada
saluran pencernaan. Waktu paruh plasma kira-kira 2 jam.
Pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui feses.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
alfa glucosidase didalam saluran cerna sehingga dengan
demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin.

Mekanisme kerja
Obat ini mempelambat pemecahan dan penyerapan
karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alfa
glucosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang
terletak pada bagian proksimal usus halus. Sebagai
monoterapi tidak merangsang sekresi insulin sehingga tidak
dapat menyebabkan hipoglikemia.

Penggunaan dalam klinik


Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau
kombinasi dengan metformin, insulin, glitazon atau
sulfonylurea. Untuk mendapat efek maksimal, obat ini harus
diberikan segera pada saat makanan utama.
Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata
glukosa post prandial sebesar 40-60 mg/dL dan glukosa
puasa rata-rata 10-20 mg/dL dan HbA1c 0.5-1 %.
Terapi Non-farmakologi :7
1. Terapi nutrisi medis (TNM)
Merupakan bagian diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari dokter ahli gizi, petugas
kesehatan dan keluarga. TNM pada dasarnya adalah melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi, kebiasaan
makan dan kondisi atau komplikasi yang ada. Tujuan terapi medis bagi
diabetisi adalah :
a) Untuk mencapai dan mempertahankan.
 Kadar glukosa darah.
 Profil lipid.
 Tekanan darah.
b) Untuk mencegah atau memperlambat laju berkembangnnya
komplikasi kronis diabetes dengan melakukan modifikasi
asupan nutrisi serta perubahan gaya hidup.
c) Nutrisi diberikan secara individual dengan memperhitungkan
kebutuhan nutrisi dan memperhatikan kebiasaan makan.
2.2. Kerangk Teori

Diabetes Melitus (DM)

DM tipe 1 DM tipe 2 DM tipe lain

2.3. Kerangka Konsep

Diabetes Melitus (DM)

DM tipe 1 DM tipe 2 DM tipe lain

Prevalensi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain
Penelitian observasional

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Koja dalam periode 6 agustus
2018 – 13 Oktober 2018

3.3.Populasi dan Sample

Populasi target adalah semua pasien yang didiagnosa dengan DM dan dirawat inap
di RSUD Koja. Dalam RSUD Koja atau di ruang selain Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam namun dikonsulkan ke Bagian Penyakit Dalam RSUD Koja dengan
diagnose DM.
Subjek penelitian adalah mereka yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan
memenuhi kriteria penelitian. Metode pengambilan sampel adalah dengan cara non-
probability sampling yaitu purposive sampling.

3.4. Besar Sample


Penelitian ini bersifat survei, sehingga tidak memerlukan perhitungan besar sampel.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Inklusi :
 Semua pasien dengan diagnosa diabetes melitus yang dirawat inap di RSUD
Koja.
 Pasien yang dirawat indap dalam periode 13 Agustus 2018 hingga 30
September 2018.

3.6. Identifikasi Variable


3.7. Batasan Operasional
3.8. Alur Penelitian

Pasien dengan diagnosa Diabetes Meiltus yang dirawat Inap PD

Pengumpulan data menggunakan form penelitian.

Analisis Data

3.9. Cara kerja


1) Semua pasien dengan diagnose Diabetes Melitus yang dirawat inap di RSUD Koja
pada periode 13 Agustus 2018 sampai 30 September 2018.
2) Pengumpulan data pasien dengan form penelitian oleh peneliti.
3) Analisis data menggunakan SPSS, mencari prevalensi pasien DM selama masa
penelitian.

3.10. Analisis data


Analisis data menggunakan SPSS. Dihitung prevalensi pasien dengan DM yang
dirawat inap pada periode penelitian.

3.11. Masalah Etika

3.12. Jadwal penelitian


Mulai tanggal 13 Agustus 2018 hingga 30 September 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

FORMULIR ISIAN PENELITIAN Subjek ke…


PROFIL DIABETES MILITUS DI RSUD KOJA

A. Data Dasar
1. Nama : No. Rm :
2. Gender : L/P
3. Usia : tahun Tanggal Lahir : …/…/…
4. Alamat : …………………………………… No…
Rt/rw
Kelurahan Kecamatan
Kota No. Telp/HP
5. Riwayat Diabetes Militus :
6. Riwayat keluarga dengan Diabetes Militus :
7. Gejala :
a. Banyak minum : Ada/Tidak
b. Banyak Makan : Ada/Tidak
c. Banyak kencing : Ada/Tidak
d. Penuruan Berat Badan
8. Keluhan Lainnya :
a. Mulut bau aseton
b. Nyeri sendi
c. Pandangan gelap
d. Nyeri uluhati
e. Mual/Muntah
f. Udem ekstremits
g. Baal
h. Lain-lain :

9. Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDS :
b. GDP :
c. G2PP :
d. HbA1c :

Anda mungkin juga menyukai