DI RUANG BOUGENVILLE 2
Disusun oleh :
Vinda Astri Permatasari NIM. P07120112080
Disusun Oleh :
Tingkat 3 Reguler B
Oleh :
( )
( )
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beranekaragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,
endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang
beraneka ragam.
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa
reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini
dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas atau pasti ganas
(borderline malignancy atau carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas
ganas (true malignant).
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun
padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di
bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru
ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-
mana.
B. Etiologi
Bila timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit
ditemukan, membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul
gejala, sering kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien
kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium.
Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan
hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori
yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972,
yangmenyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada
sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan
waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma
baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat
menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data
epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor
ovarium pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini
ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer,
kadar hormon gonadotrofin juga menigkat. Peningkatan kadar hormon
gonadotrofin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya
tumor ovarium pada binatang tersebut. Kelenjar ovarium yang telah
terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene (DMBA) akan menjadi
tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah diooforektomi,
tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi.
Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita
pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar
gonadotropin.
3. Hipotesis androgen
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang
mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam
terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel
ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar
pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar
adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone.
Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel
ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
4. Hipotesis progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen,
progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya
kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca
menopause akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium,
sedangkan pemberian kombinasi dengan pemberian progesteron akan
menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi,
menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan
resiko terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi
memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada
nulipara, yaitu denga risiko relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4
atau lebih kehamilan aterm, resiko terjadinya kanker ovarium berkurang
sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil kontrasepsi
Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko
terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang
memakai pil kontrasepsi,yaitu dengan risiko relative 0,6.
7. Talk
Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko
terjadinya kanker ovarium dengan resiko relative 1,9%.
8. Ligasi tuba
Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan
resiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan
terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.
C. Epidemiologi
Menurut Tidy (2012) epidemiologi dari tumor ovarium adalah:
1. Tumor ovarium jinak terjadi pada 30% wanita dengan menstruasi yang
teratur (misalnya kista luteal yang ditemukan pada scan pelvis) dan 50%
dari wanita dengan menstruasi yang tidak teratur
2. Lebih banyak ditemukan pada wanita premenopause, dapat juga terjadi
saat kehamilan
3. Jarang terjadi pada wanita yang belum mengalami menstruasi dan post
menopause.
IB Jaringan tumor hanya terbatas ada di kedua belah ovarium tetapi sel
kanker tidak terdapat di permukaan tumor dan kapsul tumor masih
membungkus rapi (intake).
III Sel kanker sudah menyerang kedua ovarium. Sel ini sudah terdapat
pada organ di luar rongga panggul serta pada kelenjar limfe.
Secara kasar, sel kanker masih berada di dalam rongga panggul dan
IIIA
belum ada penyebaran di kelenjar getah bening. Tetapi secara
mikroskopis, mungkin sel kanker sudah ditemukan di luar rongga
panggul.
IIIC (retroperitonium)
E. Patologi
Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya
itu dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita.
Pertumbuhan tumor primer diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang
menyebabkan pelbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan
sedikit terasa cepat menjadi kenyang, sering kembung dan nafsu makan
menurun. Kecenderungan untuk melakukan implantasi di rongga perut
merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan asites.
Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis
yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,
entodermal dan mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis
yang beraneka ragam. Oleh sebab itu histiogenesis maupun klasifikasinya
masih sering menjadi perdebatan. Semua klasifikasi tumor ovarium
mempunyai kelemahan oleh karena masih kurangnya pengetahuan tentang
histogenesis semua tumor ovarium dan oleh karena tumor ovarium yang
tampaknya serupa mempunyai asal yang berbeda.
Kira-kira 60% terdapat pada usia peri-menopausal, 30% dalam masa
reproduksi dan 10% pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak
(benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak pasti ganas (borderline malignancy
atau carcinoma of low-malignant potensial) dan yang jelas ganas (true
malignant).
F. Faktor risiko
Faktor risiko dari tumor ovarium adalah (Tidy, 2012):
1. Obesitas
2. Terapi tamoxifen dapat dihubungkan berkaitan dengan meningkatnya
kista ovarium persisten
3. Menstruasi pertama yang lebih awal
4. Infertilitas
5. Kista dermoid (dari riwayat keluarga)
G. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari tumor ovarium adalah (Tidy, 2012):
1. Asimtomatis
2. Rasa nyeri atau sakit pada abdomen bagian bawah dan punggung bagian
bawah
3. Apabila terjadi pemecahan, dapat menyebabkan nyeri perut dan demam
4. Dispareunia
5. Perut bengkak dengan massa yang dapat diraba dari pelvis. Terdengar
suara dullnes apabila dilakukan perkusi dan tidak menghilang ketika
kandung kemih telah kosong.
6. Efek penekanan seperti sistem perkemihan dapat menyebabkan
frekuensi berkemih berubah atau pengembalian pembuluh vena berubah
dapat menyebabkan varises vena dan oedem tungkai
7. Pemilinan, infark dan perdarahan : menyebabkan rasa sakit
8. Pecah
a. Pecahnya kista yang berukuran besar dapat menyebabkan peritonitis
dan syok
b. Pecahnya kista mukus dapat menyebarkan sel-sel yang terus
mengeluarkan mukus dan dapat menyebabkan kematian yang
disebabkan dari terjadinya ikatan dengan organ dalam
9. Ascites : dapat menunjukkan adanya keganasan atau sindrom meigs
10. Endokrin : hormon yang disekresikan tumor dapat menyebabkan virilisasi,
ketidakteraturan menstruasi atau perdarahan post menopause. Hal ini
jarang ditemukan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang biasa ditemukan pada tumor ovarium adalah (Tidy,
2012):
1. Pemilinan dari kista ovarium
2. Perdarahan, sering ditemukan pada tumor ovarium bagian kanan
3. Pecahnya kista ovarium
4. Infertilitas
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke struktur-
struktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui
penyebaran benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen
dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura
Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran
limfe menuju pleura.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :
1. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause
2. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga
muncul maaslah potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
3. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus,
asites fistula dan edema ekstremitas bawah.
I. Prognosis
Menurut Tidy (2012), prognosis dari tumor ovarium adalah:
1. Bervariasi dan tergantung dari tipe, ukuran tumor, komplikasi dan umur
pasien
2. Kebanyakan dari kista ovarium berukuran kecil pada wanita pre
menopause akan teratasi sendiri
3. Pemilinan ovarium : jika masih sempat dilakukan tindakan pembedahan
kurang dari 6 jam dari munculnya tanda dan gejala, jaringan yang terkena
biasanya akan sembuh kembali
J. Pemeriksaan Penunjang
1. USG Ginekologi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang dalam diagnosis
suatu tumor ganas atau jinak. Pada keganasan akan memberikan
gambaran dengan septa internal, padat, berpapil, dan dapat ditemukan
adanya asites. Walaupun ada pemeriksaan yang lebih canggih seperti
CT-Scan, MRI, dan positron tomografi akan memberikan gambaran yang
lebih mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan tingkat
sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi.
2. CT-Scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging).
3. Laparoskopi
4. Parasentesis cairan asites
Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan pada
penderita dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat
menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites
ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites
hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan pada
diafragma.
Bila terdapat cairan ascites yang tidak dapat diterangkan asalnya
atau sebabnya (misalnya akibat Cirrhosis hepatis), laparatomi eksploratif
harus dijalankan.
5. Tumor marker
Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling sering
digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering
disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya
petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain Alpha-fetoprotein
(AFP), Lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),
plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic
gonadotrophin (hCG).
K. Penatalaksanaan
Pada dasarnya setiap tumor ovarium yang diameternya lebih dari 5
sentimeter merupakan indikasi untuk tindakan laparatomi, karena
kecenderungan untuk mengalami komplikasi. Apabila tumor ovarium tidak
inemberikan gejala dan diameternya kurang dari 5 sentimeter, biasanya
merupakan kista folikel atau kista lutein.
Pengobatan baku dari kanker ovarium stadium awal adalah dengan
pembedahan radikal berupa pengangkatan tumor secara utuh, pengangkatan
uterus beserta kedua tuba dan ovarium, pengangkatan omentum,
pengangkatan kelenjar getah bening, pengambilan sampel dari peritoneum
dan diafragma, serta melakukan bilasan rongga peritoneum di beberapa
tempat untuk pemeriksaan sitologi. Tindakan pembedahan ini juga
dimaksudkan untuk menentukan stadium dari kanker ovarium tersebut
(surgical staging). Setelah pembedahan radikal ini, jika diperlukan diberikan
terapi adjuvant dengan kemoterapi, radioterapi atau immunoterapi.
1. Operasi
Terapi standar terdiri atas histerektomi abdominal total (TAH),
salpingoooforektomo bilateral (BSO) dan omentektomi serta APP
(optional). Nodus retroperitoneal harus dipalpasi dan dibiopsi jika
mencurigakan. Sebanyak mungkin tumor (untuk memperkecil) harus
diangkat untuk mengurangi keseluruhan massa tumor. Namun
pembedahan lebih radikal belum terbukti menambah manfaat.
Dapat didahului frozen section untuk kepastian ganas dan tindakan
operasi lebih lanjut. Hasil operasi harus dilakukan pemeriksaan PA,
sehingga kepastian klasifikasi tumor dapat ditetapkan untuk menentukan
terapi.
Pada sebagian kasus, penyakit terlalu luas untuk histerektomi total,
adneksektomi dan omentektomi.pada kasus-kasus seperti ini sebaiknya
sebanyak mungkin tumor diangkat untuk meningkatkan hasil terapi
tambahan (kemoterapi dan terapi radiasi). Operasi tumor ganas
diharapkan dengan cara “debulking” (cytoreductive) – pengambilan
sebanyak mungkin jaringan tumor sampai dalam batas aman. Dengan
debulking memungkinkan kemoterapi maupun radioterapi menjadi lebih
efektif.
2. Radiasi untuk membunuh sel-sel tumor yang tersisa, hanya efektif pada
jenis tumor yang peka terhadap sinar (radiosensitif) seperti disgerminoma
dan tumor sel granulosa. Radioterapi sebagai pengobatan lanjutan
umumnya digunakan pada tingkat klinik T1 dan T2 yang diberikan
kepada panggul saja atau seluruh rongga perut.
3. Kemoterapi merupakan terapi tambahan awal yang lebih disukai karena
terapi radiasi mempunyai keterbatasan (misalnya merusak hati atau
ginjal). Setelah mendapatkan radiasi atau kemoterapi, dapat dilakukan
operasi ke dua (eksplorasi ulang) untuk mengambil sebanyak mungkin
jaringan tumor.
4. Untuk memastikan keberhasilan penanganan dengan radioterapi atau
kemoterapi, lazim dilakukan laparatomi kedua (second-look laparotomi),
bahkan kadang sampai ketiga (third-look laparatomi). Hal ini
memungkinkan kita membuat penilaian akurat proses penyakit, hingga
dapat menetapkan strategi pengobatan selanjutnya. Bisa dihentikan atau
perlu dilanjutkan dengan alternatif pengobatan lain.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya
jaringan sekunder akibat luka post operasi
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekunder dari imunosupresan
5. Resiko syok hipovolemik berhubungan denan perdarahan sekunder
kanker ovarium.
M. Intervensi Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan kanker
ovarium adalah :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
sekunder akibat luka post operasi
Tujuan : Rasa nyaman nyeri berkurang.
Kriteria hasil : Eskspresi wajah klien rileks, skala nyeri berkurang, tanda-
tanda vital stabil.
Intervensi :
a. Kaji pencetus intensitas, kualitas, lokasi, dan durasi nyeri.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Berikan informasi kepada klien bahwa rasa nyeri hal yang wajar.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
e. Berikan posisi yang nyaman.
(Carpenito, 2001)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Tujuan : Klien menerima diri setelah kehilangan ovarium
Kriteria hasil : Klien dapat menerima keadaanya.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien.
b. Beri informasi tentang efek samping histerektomi.
c. Beri support mental pada klien
d. Dengarkan keluhan klien.
e. Anjurkan keluarga memberikan dukungan dan menerima klien apa
adanya
(Smeltzer & Bare, 2001)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketrbatasan beraktifitas.
Tujuan : Klien mampu mencukupi kebutuhan ADL mandiri
Kriteria hasil : Terjadi peningkatan latihan dan aktivitas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pola aktivitas klien
b. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari.
c. Bantu pasien latihan pasif aktif secara bertahap.
d. Berikan terapi sesuai advis dokter
e. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
(Carpenito, 2001)
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekunder dari imunosupresan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Tingkatkan prosedur cuci tangan.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Kolaborasi pengecekan darah rutin.
(Doengoes, 1999)
5. Resiko syok hipovelamik berhubungan denan perdarahan sekunder
kanker ovarium.
Tujuan : Syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : Tekanan darah sistole 110 – 120 mmHg, diastole 80 – 85
mmHg, nadi 60 -80 x/menit, pernafasan 16 – 24 x/menit, akral hangat,
tidak keluar keringat dingin
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda syok hipovolemik.
b. Kaji adanya tanda-tanda syok hipovolemik.
c. Monitor pengeluaran pervagina.
d. Memonitor tanda-tanda vital
(Doengoes, 1999)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Tumor Kista
Pasien
Keterangan :
= Perempuan
= Laki-laki
= Perempuan meninggal
= Laki-laki meninggal
=Garis Perkawinan
= Garis keturunan
= Tinggal serumah
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
1) Kesadaran : Composmentis
2) Status gizi
TB : 150 cm
BB : 43 kg
IMT : 19,1 kg/m2 (normal)
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37,3oC
b. Pemeriksaan secara sistematik
1) Kepala
Bentuk kepala mesocephal, tidak ada lesi, kulit wajah bersih
2) Rambut
Distribusi rambut merata dan rambut bersih berwarna hitam
dengan sedikit uban.
3) Muka
Tidak telrihat lesi, pasien terlihat meringis menahan nyeri.
4) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata simetris, tidak
ada udema palpebra. Tampak ada lingkaran hitam di sekitar
mata. Mata pasien terlihat sayu. Ada kantung mata.
5) Hidung dan sinus
Pernapasan 24 x/menit, bentuk hidung simetris tidak ada sekret
yang keluar dari hidung, fungsi pembauan baik. Tidak ada
pernapasan cuping hidung.
6) Bibir
Terlihat kering, tidak sianosis.
7) Gigi dan Mulut
Gigi terlihat bersih.
8) Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening dan tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada
peningkatan JVP.
9) Kulit
Tidak ada sianosis, warna kulit sawo matang. Teraba hangat,
turgor kulit elastis.
10) Jari dan kuku
Tidak ada clubbing finger, kuku bersih, tidak ada lesi. Capillary
reffil time <2 detik.
11) Thoraks
Paru
a) Inspeksi : Bentuk dada simetris, ekspansi dada simetris.
Tidak terlihat lesi. Persebaran rambut dan warna merata.
Respirasi 24x/menit..
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa abnormal,
ekspansi dada simetris. Nadi 84 x per menit.
c) Perkusi : Suara resonan
d) Auskultasi : Terdengar bunyi vesikuler
Jantung
a) Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, warna kulit merata
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Teraba ictus cordis.
c) Perkusi : Bunyi redup
d) Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 dan S2 tunggal
reguler.
12) Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk asimetris, terlihat distensi abdomen dan
ascites, terdapat bekas luka jahitan.
b. Auskultasi : Peristaltik usus terdengar.
c. Perkusi : Suara timpani di abdomen kiri, terdengar redup di
abdomen sebelah kanan
d. Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan.
13) Ekstremitas atas
a. Inspeksi : tidak terpasang infus, anggota gerak lengkap
dapat digerakkan dengan baik. Tidak ada lesi.
b. Palpasi : tidak ada edema. Turgor kulit elastis.
14) Ekstremitas bawah
a. Inspeksi : Anggota gerak lengkap, tidak ada lesi.
b. Palpasi : Terlihat oedem di tungkai kaki sebelah kiri, oedem
derajat 2. Telapak kaki sebelah kanan terlihat oedem, oedem
derajat 1. Anggota gerak lengkap dapat digerakkan. Akral
teraba hangat.
15) Genetalia
Tampak bersih. Persebaran rambut genetalia merata.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah pada tanggal 17 November 2014
CH 25,2 pg
11,5-15,5
RDW 17,4 %
2,2-3,2
HDW 3,38 %
150-450
Trombosit 475 x103/μL
7,2-11,1
MPV 7,3 fL
50-70
Neut% 84,1 %
25-40
Lim% 7,1 %
2-8
Mono% 6,9 %
2-4
Eos% 1,2 %
0-1
Baso% 0,2 %
0-0,1
LUC% 0,6 %
1,8-8
Neut# 13,44 103/μL
0,9-5,2
Limfo# 1,14 103/μL
0,16-1
Mono# 1,1 103/μL
0,045-0,44
Eos# 0,19 103/μL
0-0,2
Baso# 0,02 103/μL
0-0,1
LUC# 0,09 103/μL
b. Hasil pemeriksaan Radiologi colon in loop pada tanggal 14 November
2014
Kesan :
- Massa di cavum pelvis yang meluas ke cavum abdomen curiga
ovarium origin, yang mengindentasi colon sigmoid ke mediocranial
- Tak tampak infiltrasi pada rektum hingga colon descendens pars
distalis
- Tak tampak bone metastase pada sistema tulang yang
tervisualisasi
c. Hasil pemeriksaan BNO-IVP pada tanggal 11 November 2014
Kesan :
- Hidronefrosis dextra grade III dan hidro ureter dextra e.c susp
penekanan massa dari organ ginekologis
- Non visualisasi ren sinistra curiga infiltrasi dari massa ginekologis
- Indentasi VU aspek superior dengan fungsi voiding terganggu
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
2. Rabu, 19 Rabu, 19 November 2014 Rabu, 19 November 2014 Rabu, 19 November 2014
November 2014 15.00 WIB 15.00 WIB 15.00 WIB
15.00 WIB Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda-tanda vital (TD, N, RR) 1. Mengetahui kondisi pasien dan dasar
Risiko keperawatan selama 1x24 jam intervensi selanjutnya
perdarahan diharapkan pasien tidak 2. Monitor perdarahan (drain) dan 2. Mengetahui kondisi pasien dan dasar
berhubungan mengalami perdarahan observasi adanya tanda syok intervensi selanjutnya, mencegah syok
dangan post dengan kriteria hasil : hipovolemik hipovolemik
operasi 1. Perdarahan <50 ml 3. Kelola pemberian hemostatik injeksi 3. Hemostatik mencegah perdarahan
2. Pasien tidak mengalami syok asam traneksamat 500mg/8jam per berlebihan atau abnormal
hipovolemik IV Vinda
Vinda Vinda
KESIMPULAN
Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &. Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tidy, Collin. 2012. Benign Ovarian Tumours. Diunduh tanggal 20 oktober 2014.
http://www.patient.co.uk/doctor/Benign-Ovarian-Tumours.htm
Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan. Myoma, kanker rahim/leher rahim dan
indung telur, kista serta gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor