Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT

BIOASSAY KONTAK

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki


masalah kesehatan yang masih cukup tinggi terutama masalah penyakit menular.
Keadaan transisi Epidemiologi yang ditandai dengan semakin berkembangnya
penyakit degeneratif dan penyakit menular yang belum dapat diatasi sepenuhnya
seperti malaria merupakan sebagian tantangan kesehatan dimasa depan. Penyakit
menular tersebut disebabkan oleh vektor penyakit. Tantangan lainya yang harus
ditanggulangi antara lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja,
kesehatan lingkungan, dan perubahan dalam bidang kependudukan pendidikan,
sosial budaya dan dampak globalisasi yang akan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan keadaan kesehatan masyarakat.

Terkait dengan masalah penyakit menular khususnya malaria yang disebabkan


oleh vektor nyamuk perlu adanya tindakan penanganan yang tepat. Tindakan
untuk memutus rantai penularan penyakit dan pemberantasan vektor sangatlah
diperlukan. Tindakan pemberantasan vektor nyamuk dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menggunakan insektisida. Untuk mengetahui kemampuan
insektisida dalam membunuh vektor khususnya nyamuk dilakukan pengujian yang
disebut uji bioassay. Oleh karena itu, kami melakukan praktikum bioassay untuk
mengetahui cara pengujian yang benar dan tepat.
Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum yang telah dilaksanakan yaitu untuk mengetahui
daya bunuh insektisida.

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14 Desember 2011 pukul 10.10
WIB sampai selesai di Laboratorium Politeknik Banjarnegara.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian vektor yaitu menerapkan bermacam 2 cara sehingga vektor tidak


nenularkan penyakit dengan tidak menimbulkan kerusakan/gangguan terhadap
lingkungan. pengendalian vektor yg tepat guna yaitu pengendalian secara tepat
sasaran, tepat waktu, tepat insektisida, tepat cara, dan tepat dosis. Pengendalian
hayati yaitu Ilmu terapan yang membicarakan pengendalian jasad pengganggu,
menggunakan musuh-musuh alaminya baik sebagai predator, parasit maupun
patogen. Bioinsektisida adalah Insektisida biologi yang dapat digunakan untuk
mengendalikan jentik vektor secara hayati.

Uji Bioassay adalah suatu cara untuk mengukur efektivitas suatu insektisida
terhadap vektor penyakit. Ada 3 jenis Uji Bioassay yaitu :

1. Uji bioassay kontak langsung (residu)

2. Uji bioassay kontak tidak langsung (air bioassay) (residu)

3. Uji bioassay untuk pengasapan (fogging/ULV)

Proses perkembangan nyamuk merupakan peristiwa yang paling menakjubkan. Di


bawah ini uraian singkat tentang metamorfosis nyamuk dimulai dari larva mungil
melalui sejumlah fase perkembangan yang berbeda hingga pada akhirnya menjadi
nyamuk dewasa. Nyamuk betina menaruh telurnya, yang diberi makan berupa
darah agar dapat tumbuh dan berkembang, pada dedaunan lembab atau kolam-
kolam yang tak berair di musim panas atau gugur. Sebelumnya, nyamuk betina ini
menjelajahi wilayah yang ada dengan sangat teliti menggunakan reseptornya yang
sangat peka yang terletak pada perutnya. Setelah menemukan tempat yang cocok,
nyamuk mulai meletakkan telur-telurnya. Telur yangpanjangnya kurang dari 1
mm ini diletakkan secara teratur hingga membentuk sebuah barisan teratur.
Beberapa spesies nyamuk meletakkan telur-telurnya sedemikian hingga berbentuk
seperti sebuah sampan. Beberapa koloni telur ini ada yang terdiri dari 300 buah
telur. Telur-telur yang berwarna putih ini kemudian berubah warna menjadi
semakin gelap, dan dalam beberapa jam menjadi hitam legam. Warna gelap ini
berfungsi untuk melindungi telur-telur tersebut agar tidak terlihat oleh serangga
maupun burung pemangsa. Sejumlah larva-larva yang lain juga berubah warna,
menyesuaikan dengan warna tempat di mana mereka berada, hal ini berfungsi
sebagai kamuflase agar tidak mudah terlihat oleh pemangsa. Larva-larva ini
berubah warna melalui berbagai proses kimia yang terjadi pada tubuhnya. Tidak
diragukan lagi bahwa telur, larva maupun nyamuk betina bukanlah yang
menciptakan sendiri ataupun mengendalikan berbagai proses kimia yang
mengakibatkan perubahan warna tersebut seiring dengan perjalanan metamorfosis
nyamuk.

Ketika periode inkubasi telur telah berlalu, para larva lalu keluar dari telurtelur
mereka dalam waktu yang hampir bersamaan. Larva (jentik nyamuk) yang makan
terus-menerus ini tumbuh sangat cepat hingga pada akhirnya kulit pembungkus
tubuhnya menjadi sangat ketat dan sempit. Hal ini tidak memungkinkan tubuhnya
untuk tumbuh membesar lagi. Ini pertanda bahwa mereka harus mengganti kulit.
Pada tahap ini, kulit yang keras dan rapuh ini dengan mudah pecah dan
mengelupas. Para larva tersebut mengalami dua kali pergantian kulit sebelum
menyelesaikan periode hidup mereka sebagai larva. Jentik nyamuk mendapatkan
makanan dengan cara membuat pusaran air kecil dalam air dengan menggunakan
bagian ujung dari tubuh yang ditumbuhi bulu sehingga mirip kipas. Kisaran air
tersebut menyebabkan bakteri dan mikroorganisme lainnya tersedot dan masuk ke
dalam mulut larva nyamuk. Proses pernapasan jentik nyamuk, yang posisinya
terbalik di bawah permukaan air, terjadi melalui sebuah pipa udara yang mirip
dengan “snorkel” (pipa saluran pernapasan) yang biasa digunakan oleh para
penyelam. Tubuh jentik mengeluarkan cairan yang kental yang mampu mencegah
air untuk memasuki lubang tempat berlangsungnya pernapasan. Sungguh, sistem
pernapasan yang canggih ini tidak mungkin dibuat oleh jentik itu sendiri. Ini tidak
lain adalah bukti ke-Mahakuasaan Allah dan kasih sayang-Nya pada makhluk
yang mungil ini, agar dapat bernapas dengan mudah. Pada tahap larva (jentik),
terjadi pergantian kulit sekali lagi. Pada tahap ini, larva tersebut berpindah menuju
bagian akhir dari perkembangan mereka yakni tahap kepompong (pupal stage).
Ketika kulit kepompong terasa sudah sempit dan ketat, ini pertanda bagi larva
untuk keluar dari kepompongnya. Selama masa perubahan terakhir ini, larva
nyamuk menghadapi tantangan yang membahayakan jiwanya, yakni masuknya air
yang dapat menyumbat saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan lubang
pernapasannya, yang dihubungkan dengan pipa udara dan menyembul di atas
permukaan air, akan segera ditutup. Jadi sejak penutupan ini, dan seterusnya,
pernapasan tidak lagi melalui lubang tersebut, akan tetapi melalui dua pipa yang
baru terbentuk di bagian depan nyamuk muda. Tidak mengherankan jika dua pipa
ini muncul ke permukaan air sebelum pergantian kulit terjadi (yakni sebelum
nyamuk keluar meninggalkan kepompong). Nyamuk yang berada dalam
kepompong kini telah menjadi dewasa dan siap untuk keluar dan terbang.
Binatang ini telah dilengkapi dengan seluruh organ dan organelnya seperti antena,
kaki, dada, sayap, abdomen dan matanya yang besar. Kemunculan nyamuk dari
kepompong diawali dengan robeknya kulit kepompong di bagian atas. Resiko
terbesar pada tahap ini adalah masuknya air ke dalam kepompong.Bagian atas
kepompong yang sobek tersebut dilapisi oleh cairan kental khusus yang berfungsi
melindungi kepala nyamuk yang baru “lahir” ini dari bersinggungan dengan air.
Masa-masa ini sangatlah kritis. Sebab tiupan angin yang sangat lembut sekalipun
dapat berakibatkan kematian jika nyamuk muda tersebut jatuh ke dalam air.
Nyamuk muda ini harus keluar dari kepompongnya dan memanjat ke atas
permukaan air dengan kaki-kakinya sekedar menyentuh permukaan air.
BAB III

MATERI DAN METODE

Materi

1. Alat

 Aspirator
 Kerucut Bio Assay / Bio Assay Cone / Comical
 Alat untuk merekatkan dinding
 Timer
 Paper cup
 Kapas
 Alat tulis untuk mencatat

Bahan

 Spesies nyamuk tertentu


 Dinding yang telah disemprot insektisida yang bersifat residual

Metode / cara kerja

1.
1. Persiapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan
2. Semprot dinding dengan insektisida
3. Tempelkan Bio Assay Cone
4. Masukkan nyamuk sebanyak 5 ekor
5. Biarkan kontak selama 1 jam
6. Pindahkan nyamuk yang masih hidup kedalam paper cup
7. Simpan selama 24 jam lalu amati kembali
8. Catat jumlah nyamuk yang mati
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL

Jumlah Jumlah
%
Waktu nyamuk nyamuk
Kematian
yang diuji mati
1. 1. Kontrol
15 menit 13 ekor 8 ekor 61,5 %

24 jam 13 ekor 10 ekor 76,9 %

1. 2. Uji
bioassay 15 menit 13 ekor 6 ekor 46,1 %

24 jam 13 ekor 13 ekor 100 %

Kematian rata-rata 15 menit - - 53,8 %


24 jam - - 88,45 %

1. PEMBAHASAN

Dari hasil yang ada dapat dijelaskan bahwa pada saat praktikum dilakukan,
jumlah nyamuk yang dimasukkan kedalam kerucut bioassay masing-masing
adalah 13 ekor. Kerucut bioassay yang digunakan tersebut ada 2 macam, yang
pertama digunakan sebagai uji bioassay dan yang satunya digunakan sebagai
pembanding (kontrol). Seperti pengertian yang ada, Uji Bioassay adalah suatu
cara untuk mengukur efektivitas suatu insektisida terhadap vektor penyakit
sehingga pengujian tersebut dapat digunakan untuk mengetahui daya bunuh
insektisida dan untuk mengetahui kualitas/cakupan penyemprotan yang dilakukan.
Pengujian pada kerucut bioassay dan kontrol masing-masing dalam waktu 15
menit dan kemudian diamati kembali setelah 24 jam (1 hari). seperti yang ada
didalam tabel, nyamuk yang ada di dalam masing-masing kerucut baik dalam
kerucut penguji maupun dalam kontrol setelah 15 menit terdapat hasil yang
berbeda. Pada kerucut kontrol terdapat 8 nyamuk yang mati, sedangkan pada
kerucut penguji terdapat 6 ekor yang mati. Hal tersebut menandakan terdapat
selisih 2 ekor. Sedangkan pada saat pengamatan setelah 24 jam (1 hari), nyamuk
yang ada didalam kerucut penguji telah mati semua, dan pada kerucut kontrol
masih terdapat 10 nyamuk yang mati. Selisih yang ada adalah 3 ekor.

Dari cara perhitungan yang ada (jumlah nyamuk mati / jumlah nyamuk yang diuji
x 100%), dapat diprosentasikan antara jumlah nyamuk yang diuji dan jumlah
nyamuk yang mati setelah 15 menit dan setelah 24 jam (1 hari). Dapat dilihat
bahwa prosentase di dalam kerucut kontrol waktu 15 menit adalah 61,5 % dan
pada waktu 24 jam 76,9 % sedangkan pada kerucut penguji waktu 15 menit
terdapat prosentase 46,1 % dan waktu 24 jam 100 %. Dari prosentase tersebut
dapat dihitung pula kematian rata-rata yang dihitung dari prosentase kematian
kontrol ditambah prosentase kematian uji bioassay dibagi 2. Hasil yang ada adalah
58,3 % untuk rata-rata kematian pada waktu 15 menit dan 88,45 % untuk rata-rata
kematian pada waktu 24 jam. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa daya
bunuh insektisida yang digunakan adalah baik.
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang ada dapat disimpulkan bahwa setelah praktikum


dilaksanakan didapat beberapa angka yang setelah di dihitung dengan rumus yang
telah ditentukan didapatkan hasil rata-rata kematian setelah 15 menit adalah 58,3
% dan rata-rata kematian pada waktu 24 jam adalah 88,45 %. sehingga dapat
dikatakan bahwa daya bunuh insektisida yang digunakan adalah baik.

SARAN

Setelah kita mengetahui metode yang digunakan dalam uji bioassay yang
memerlukan waktu cukup lama yaitu 24 jam (1 hari), maka dibutuhkan kesabaran
yang lebih, sehingga pengujian benar-benar memperoleh hasil yang efektif. Oleh
karena itu sebaiknya kita melaksanakan praktikum dengan baik dan teliti dalam
menghitung dan mengamati nyamuk yang ada dalam kerucut bioassay tersebut
agar kita dapat menyimpulkan baik tidaknya daya insektisida yang digunakan
dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

 http://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/laporan-praktek-di-
b2p2vrp.pdf. Diakses tanggal 17 Desember 2011
 http://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/bio-assay.pdf. Diakses
tanggal 17 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai