Anda di halaman 1dari 2

Filariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing filaria.

Penyakit ini dapat menyerang


hewan maupun manusia. Parasit filaria memiliki ratusan jenis, tapi hanya 8 spesies yang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

Pengelompokan filariasis umumnya dikategorikan menurut lokasi habitat cacing dewasa


dalam tubuh manusia. Beberapa jenisnya meliputi filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh.

Artikel ini akan membahas lebih mendetail mengenai filariasis limfatik. Di Indonesia,
penyakit ini lebih dikenal dengan istilah kaki gajah atau elefantiasis.

Penyebab dan Penularan Filariasis

Pada tahun 2000, WHO memperkirakan terdapat sekitar 120 juta orang di dunia yang
menderita filariasis limfatik. Sepertiga di antaranya mengidap infeksi yang parah hingga
mengubah bentuk dari bagian tubuh yang terjangkiti. Parasit yang bisa menyebabkan jenis
filariasis ini meliputi Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

W. bancrofti merupakan parasit yang paling sering menyerang manusia. Diperkirakan 9 dari
10 penderita filariasis limfatik disebabkan oleh parasit ini. Sementara sisanya biasanya
disebabkan oleh B. malayi.
Parasit filaria masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Parasit
tersebut akan tumbuh dewasa berbentuk cacing, bertahan hidup selama 6 hingga 8 tahun, dan
terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia.

Infeksi ini umumnya dialami sejak masa kanak-kanak dan menyebabkan kerusakan pada
sistem limfatik yang tidak disadari sampai akhirnya terjadi pembengkakan yang parah dan
menyakitkan. Pembengkakan tersebut kemudian dapat menyebabkan cacat permanen.

Gejala Filariasis

Berdasarkan gejalanya, filariasis limfatik terbagi menjadi 3 kategori. Pengelompokan tersebut


meliputi kondisi tanpa gejala, akut, dan kronis.

Sebagian besar infeksi filariasis limfatik terjadi tanpa menunjukkan gejala apa pun. Meski
demikian, infeksi ini tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan limfa dan ginjal sekaligus
memengaruhi sistem kekebalan tubuh.

Filariasis limfatik akut terbagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu adenolimfangitis akut (ADL) dan
limfangitis filaria akut (AFL).

Apabila mengidap ADL, pasien akan mengalami gejala demam, pembengkakan noda limfa
atau kelenjar getah bening (limfadenopati), serta sakit, merah, dan bengkak pada bagian
tubuh yang terinfeksi. ADL dapat kambuh lebih dari 1 kali dalam setahun, terutama di musim
hujan. Cairan yang menumpuk dapat memicu infeksi jamur dan merusak kulit. Makin sering
kambuh, pembengkakan bisa makin parah.

Sedangkan AFL yang disebabkan oleh cacing-cacing dewasa yang sekarat akan memicu
gejala yang sedikit berbeda dengan ADL. Kondisi ini umumnya tidak disertai demam atau
infeksi lain. AFL juga dapat memicu gejala berupa munculnya benjolan-benjolan kecil pada
bagian tubuh tempat cacing-cacing sekarat terkumpul (misalnya pada sistem getah bening
atau dalam skrotum).

Pada kasus filariasis limfatik kronis, limfedema atau penumpukan cairan menyebabkan
pembengkakan pada kaki dan lengan. Penumpukan cairan dan infeksi-infeksi yang terjadi
akibat lemahnya kekebalan tubuh akhirnya akan berujung pada kerusakan dan penebalan
lapisan kulit. Kondisi ini disebut sebagai elefantiasis. Selain itu, penumpukan cairan bisa
berdampak pada rongga perut, testis pada penderita laki-laki dan payudara pada penderita
wanita.

Diagnosis dan Pengobatan Filariasis

Proses diagnosis filariasis limfatik dapat dilakukan melalui tes darah dan tes urine. Kedua tes
ini akan mendeteksi keberadaan parasit filaria dalam tubuh pasien. Tes darah akan dilakukan
pada malam hari saat parasit aktif. USG juga terkadang dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
perubahan sistem limfa serta cacing-cacing dewasa dalam skrotum pengidap pria.

Jika positif terdiagnosis, dokter akan memberikan obat-obatan anti-filaria untuk menangani
filariasis limfatik. Contoh obat yang umumnya digunakan adalah diethylcarbamazine (DEC).

Anda mungkin juga menyukai