Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS KOMPONEN KURIKULUM BAHASA ARAB

DI KELAS IV MI MA’ARIF AL FALAH


JOYOKUSUMO

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PBA

Dosen Pengampu: Dr. H. Nur Hadi, M.A.

Oleh

Yuhanit Nur Habibah 17721018

Mir’atunnisa 17721009

Mudrofin 17721065

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 4
2.1 Asas-asas dalam Pengembangan Kurikulum ................................. 4
2.2 Tujuan Kurikulum .......................................................................... 6
2.3 Isi Kurikulum ................................................................................. 9
2.4 Strategi dan Metode ....................................................................... 11
2.5 Evaluasi Kurikulum........................................................................ 20
BAB 3 HASIL ANALISIS ............................................................................. 22
3.1 Analisis Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab kelas IV
MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo ................................................. 22
3.2 Analisis Isi Kurikulum Bahasa Arab kelas IV
MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo ................................................. 25
3.3 Analisis Strategi dan Metode Pembelajaran Bahasa Arab
kelas IV MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo .................................. 29
3.4 Analisis Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab kelas IV
MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo ................................................. 31
BAB 4 PENUTUP........................................................................................... 39
4.1 Simpulan......................................................................................... 39
4.2 Saran ............................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 41
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian baik manfaat toeretis maupun manfaat
praktis bagi sekolah, bagi guru, serta bagi siswa.

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah berpedoman kepada
kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut. Untuk sekolah-sekolah yang ada di
Indonesia, digunakan sebuah kurikulum yang berlaku secara nasional. Kurikulum
tersebut didisusun oleh pemerintah dengan tujuan utama agar setiap warga negara
dimana pun ia bersekolah, mempunyai kesempatan untuk memperoleh pengalaman
belajar yang sejenis.1
Adapun kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah kurikulum
2013. Sebagaimana kurikulum yang telah ada sebelumnya, kurikulum 2013 ini
tersusun atas komponen-komponen kurikulum yang saling berkaitan. Apabila
kurikulum diurai secara struktural, maka akan terdapat paling tidak ada empat
kompoonen utama, yaitu tujuan, isi dan struktur monogram, strategi pelaksanaan,
dan komponen evaluasi. Semuanya berkaitan satu sama lain sehingga
mencerminkan satu kesatuan utuh sebagai program pendidikan.2
Kurikulum sebagai acuan bukanlah sebuah hal yang paten untuk
diimplementasikan dengan apa adanya, melainkan membutuhkan pengembangan
oleh guru yang mengajar di dalam kelas. Pengembangan tersebut disesuaikan
dengan kemampuan dan karakteristik siswa, lingkungan yang tersedia, serta kondisi
pada saat proses belajar mengajar itu berlangsung. Sekolah dan guru mata pelajaran
memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum
yang dirumuskan oleh pemerintah. Dengan demikian, tiap sekolah memiliki
karakteristik sendiri dalam mengembangkan kurikulum, baik tingkat SD/MI,

1
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Cetakan Kelima (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2008), 1.
2
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Cetakan Keenam
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), 21.

1
2

SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. Salah satu sekolah yang mengimplementasikan


kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Arab yaitu MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo, Desa Parakancah, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Di MI tersebut, mata pelajaran bahasa Arab
merupakan mata pelajaran wajib dan diajarkan mulai dari kelas 1.
Berdasarkan penjelasan di atas, pemakalah merasa penting untuk
menganalisis komponen-komponen kurikulum bahasa Arab di kelas IV MI tersebut
dengan judul “Analisis Komponen Kurikulum Bahasa Arab di Kelas IV MI Ma’arif
Al Falah Joyokusumo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana analisis tujuan pembelajaran bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif
Al Falah Joyokusumo?
2. Bagaimana analisis isi kurikulum bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo?
3. Bagaimana analisis strategi dan metode pembelajaran bahasa Arab kelas IV
MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo?
4. Bagaimana analisis evaluasi pembelajaran bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif
Al Falah Joyokusumo?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui analisis tujuan pembelajaran bahasa Arab kelas IV MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo.
2. Untuk mengetahui analisis isi kurikulum bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif
Al Falah Joyokusumo.
3. Untuk mengetahui analisis strategi dan metode pembelajaran bahasa Arab
kelas IV MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo.
4. Untuk mengetahui analisis evaluasi pembelajaran bahasa Arab kelas IV MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo.
3

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dalam dua aspek utama, baik
secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoritis mengacu kepada
manfaat keilmuan sedangkan manfaat secara praktis lebih mengarah kepada telaah
fungsional.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Analisis komponen kurikulum bahasa Arab di kelas IV MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo untuk mengetahui implementasi dan pengembangan komponen
kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Selain itu, diharapkan analisis ini dapat
memperkaya khazanah pendidikan bahasa Arab khususnya di tingkat madrasah
ibtidaiyah dan implementasi kurikulumnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, antara lain sebagai berikut.
a. Bagi sekolah
Hasil analisis makalah ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan
perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan di MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo.
b. Bagi guru
Hasil analisis makalah ini dapat digunakan oleh guru sebagai bahan acuan
untuk memperbaiki ketidaksesuaian antara teori dan implementasi dalam
merumuskan tujuan, pemilihan isi, penentuan strategi dan metode, serta penentuan
evaluasi dan penilaian pembelajaran bahasa Arab untuk kelas IV di MI Ma’arif Al
Falah Joyokusumo.
c. Bagi siswa
Agar siswa mendapatkan materi yang sesuai serta dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan efektif dan efisien melalui penggunaan strategi, metode, dan
evaluasi yang terstandar.
BAB 2
LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan tentang komponen-komponen kurikulum yang


terdiri atas tujuan kurikulum, isi kurikulum, strategi dan metode, serta evaluasi.

2.1 Asas-asas dalam Pengembangan Kurikulum


2.1.1 Asas Filsafat
Pandangan hidup bangsa Indonesia berdasar pada Pancasila dan dengan
sendirinya segala kegiatan yang dilakuan baik oleh berbagai lembaga maupun
perorangan, harapannya tidak boleh bertentangan dengan asas pancasila, termasuk
dalam kegiatan penyusunan kurikulum. Asas filosofis dalam pengembangan
kurikulum pada hakikatnya adalah menentukan tujuan umum pendidikan.
Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak
menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi,
filsafat menentukan tujuan pendidikan.3
Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
2.1.2 Asas Psikologis
Pada dasarnya pendidikan tidak terlepas dengan unsur-unsur psikologi,
sebab pendidikan adalah menyangkut perilaku manusia itu sendiri, mendidik berarti
merubah tingkah laku anak menuju kedewasaan. Oleh karena itu, dalam proses
belajar mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori perubahan tingkah laku anak.4
Beberapa teori tingkah laku antara lain adalah behaviorisme, psikologi daya,
perkembangan kognitif, teori lapangan (teori Gastalt) dan teori kepribadian.5 Setiap
teori tersebut mempunyai implikasinya sendiri terhadap penyusunan kurikulum.

3
Muslam, Pengembangan Kurikulum Agama Islam Teoritis dan Praktis,( Semarang: PKPI2
Semarang, 2008), hlm. 53
4
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Cet. Ke-3 ( Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), hlm. 37.
5
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Cet. ke-3 ( Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 26

4
5

Pandangan guru terhadap suatu teori belajar dan pembelajaran akan


mempengaruhi cara ia mengelola pembelajarannya. Adakalanya guru kurang atau
tidak memperhatikan tingkat kemampuan dan perkembangan siswa, yang penting
ia membelajarkan materi pelajaran kepada siswa. Secara psikologis kemampuan
dan perkembangan siswa SD/MI berbeda dengan anak SMP/MTs dan seterusnya.
Oleh karena itu ruang lingkup (scope) isi kurikulum pada suatu jenjang atau tingkat
lainnya. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat antara kurikulum dengan
psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak.6
2.1.3 Asas Sosial-Budaya
Asas ini berkaitan dengan penyampaian kebudayaan, Proses sosialisasi
individu dan rekontruksi masyarakat. Dalam membina kurikulum, kita sering kali
menemui kesulitan tentang bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut
disampaikan serta kearah mana proses sosialisai tersebut ingin dikontruksi sesuai
dengan tuntutan masyrakat.7 Masyarakat mempunyai norma-norma, ada kebiasaan
yang mau tidak mau harus dikenal dan diwujudkan anak-anak dalam kelakuannya..
Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam
mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam
pembinaan kurikulum tingkat sekolah atau bahkan tingkat pengajaran
Landasan sosial budaya digunakan dalam mengembangkan kurikulum baik
tingkat nasional maupun bagi guru-guru dalam pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan atau bahkan dalam proses pembelajaran di kelas. Terutama
dalam menghadapi situasi pendidikan dewasa ini, dimana tuntutan masyarakat akan
hasil pendidikan lebih tinggi. Dengan demikian, masyarakat lebih menginginkan
agar hasil pendidikan lebih baik.8
2.1.4 Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology
is application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan

6
Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm.
37
7
Muzammilah, Asas Asas Pengembangan Kurikulum. From :
http://muzzam.wordpress.com/2011/03/20/asas-asas-kurikulum/, diakses 07 April 2018 08.35
WIB.
8
Sholeh Hidayat, Op. Cit. Hlm. 40-41
6

budaya manusia. Salah satu indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan
dalam bidang kehidupan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang
efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak
selalu berbentuk fisik, seperti komputer, televisi, radio, tape recorder, video, film
dan sebagainya. Tetapi ada juga non-fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem
evaluasi, teknik mengajar dan sebaginya. Produk teknologi tersebut banyak
digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat
signifikasi terhadap proses dan hasil pendidikan.9
Implikasinya adalah pengembangan kurikulum harus meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik untuk lebih banyak
menghasilkan teknologi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan karakteristik
masyarakat Indonesia. Pengembangan kurikulum harus difokuskan pada
kemampuan peserta didik untuk mengenali dan merevitalisasi prodeuk teknologi
yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.10
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum juga secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan
untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan
masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.11
2.2 Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses
penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai
tujuan, karena tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai
gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan. Dengan mempunyai gambaran

9
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014) hlm. 76-77
10
Ibid., hlm. 78
11
Sholeh Hidayat, Op. Cit. hlm. 49
7

jelas tentang hasil yang hendak dicapai itu, dapatlah diupayakan berbagai kegiatan
maupun perangkat untuk mencapainya.12 Tujuan kurikulum pada hakikatnya
adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak
didik.13

Adapun tujuan dalam pendidikan menurut Ali dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:14

1. Tujuan jangka panjang (long term objectives-aims).


2. Tujuan antara (intermediate objectives-goals).
3. Tujuan segera (immediate objectives-spesific objectives).

Berbeda dengan pendapat Ali di atas, Sudjana mengklasifikasikan tujuan


pendidikan menjadi empat, antara lain sebagai berikut.15

1. Tujuan umum pendidikan, yakni tujuan pendidikan nasional. Dalam sistem


pendidikan nasional, tujuan pendidikan umum pendidikan dijabarkan dari
falsafah bangsa, yakni Pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Dalam
menentukan dan merumuskan tujuan kurikulum ada sejumlah sumber yang
dapat digunakan, antara lain falsafah bangsa, strategi pembangunan nasional,
hakikat anak didik, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Tujuan institusional, merupakan tujuan yang harus dicapai oleh suatu lembaga
pendidikan, misalnya SD, SMP, dan SMA. Tujuan institusional dimaksudkan
sebagai kemampuan yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mereka
menyelesaikan program studinya di lembaga pendidikan yang ditempuh.

12
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 52–53.
13
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 21.
14
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 70.
15
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.
8

Tujuan institusional harus merupakan penjabaran dari tujuan umum


pendidikan.
3. Tujuan kurikuler, merupakan penjabaran dari tujuan kelembagaan pendidikan,
sehingga sifatnya lebih khusus dibandingkan dengan tujuan institusional.
Tujuan kurikuler di sini tercermin dalam tujuan mata pelajaran sehingga
mencerminkan hakikat keilmuan yang ada di dalamnya.secara operasional
tujuan kurikuler adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki
anak didik setelah mereka menyelesaikan atau menempuh bidang studi atau
mata pelajaran tersebut. Hal tersebut mengasumsikan bahwa tujuan
institusional akan tercapai jika semua tujuan kurikuler yang ada di lembaga
pendidikan tersebut telah dikuasai oleh anak didik.
4. Tujuan instruksional, merupakan tujuan yang dirumuskan sebagai
kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mereka
menyelesaikan proses belajar-mengajar. Tujuan instruksional ini bersumber
dan dijabarkan dari tujuan kurikuler. Tujuan ini adalah tujuan yang paling
langsung dihadapkan kepada anak didik. Ada dua jenis tujuan instruksional,
yakni tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
Pada TIU kemampuan tersebut sifatnya lebih luas dan mendalam sedangkan
TIK lebih terbatas dan harus dapat diukur pada saat berlangsungnya proses
belajar mengajar.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara tujuan


institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional
khusus ada kesinambungan makna, yakni penjabaran-penjabaran dari yang sifatnya
umum dan luas menuju kepada yang lebih khusus dan terbatas. Tujuan institusional,
tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional umum dibuat oleh perencana kurikulum
sehingga telah ada dalam kurikulum, sedangkan tujuan instruksional khusus
menjadi tugas dan tanggung jawab guru bidang studi yang bersangkutan.

Cara merumuskan TIK yang dibuat oleh guru yaitu secara umum isi
rumusan TIK harus konsisten dengan rumusan TIU, dimana TIK harus memenuhi
beberapa kriteria berikut.
9

1. Berpusat kepada peserta didik;


2. Mengandung tingkah laku yang operasional dimana kata-kata tingkah laku
dapat diukur;
3. Mengandung makna keilmuan sesuai dengan isi bahan yang dipelajari.

Pada analisis ini, pemakalah akan fokus pada tujuan instruksional khusus,
dimana tujuan tersebut berada pada ranah pengembangan oleh guru mata pelajaran.
Selain pendapat Sudjana di atas, pemakalah juga akan menganalisis menggunakan
pendapat yang dikemukakan oleh Gronlund bahwasanya untuk menghasilkan
rumusan tujuan yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan dapat
diperoleh oleh siswa, guru hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini.16

1. Mulai setiap tujuan pengajaran umum dengan kata kerja, seperti mengetahui,
mengerti, menghargai, dan sebagainya.
2. Nyatakan tentang performance siswa dalam setiap tujuan, bukan performance
guru.
3. Setiap tujuan harus menggambarkan hasil belajar, bukan proses belajar.
4. Setiap tujuan harus menggambarkan tentang terminal behavior, bukan tentang
bahan pelajaran yang dicakup selama berlangsungnya pelajaran.
5. Setiap tujuan hendaknya hanya mencakup satu jenis hasil belajar yang bersifat
umum, bukan terdiri atas berbagai macam hasil belajar.
6. Setiap tujuan pada tingkat keumumannya harus secara jelas menunjukkan
kepada hasil belajar yang diharapkan sehingga dapat dibatasi oleh bentuk-
bentuk perilaku siswa secara spesifik.
2.3 Isi Kurikulum
Isi kurikulum berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman
belajar yang harus diberikan kepada siswa untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan.17 Isi kurikulum merupakan pengalaman belajar (fakta, konsep,
universalitas, dan teori), keterampilan, dan sikap yang telah dipilih dan
diorganisasikan dengan pola tertentu untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah

16
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 90.
17
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 27.
10

ditetapkan sebelumnya.18 Penentuan isi kurikulum bergantung kepada tingkatan


pengembangan kurikulum yang dilakukan. Kurikulum pada tingkat sekolah tentu
berbeda dengan tingkat bidang studi, atau tingkat pengajaran.19
Dalam makalah ini, pemakalah memilih kurikulum pada tingkat pengajaran
untuk kemudian dianalisis. Pada kurikulum tingkat pengajaran, isi kurikulum
berupa bahan-bahan pelajaran atau pokok-pokok bahasan dari masing-masing
topik. Berdasarkan telaah yang dilakukan oleh pemakalah terhadap RPP mata
pelajaran bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo, terdapat tiga
tema yang diajarkan pada semester satu, yaitu ،‫ األدوات المدرسية‬،‫ التعريف بالنفس‬dan
‫أصحاب المهنة‬. Melihat di antara ketiga tema tersebut terdapat kesamaan yang identik,
maka pemakalah memilih satu tema untuk dianalisis, yaitu ‫التعريف بالنفس‬.
Kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan isi kurikulum menurut
Hilda Taba sebagaimana dikutip oleh Ali adalah sebagai berikut.20
1. Isi kurikulum harus valid dan terpercaya.
2. Isi kurikulum harus berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial.
3. Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang.
4. Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
5. Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
6. Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.

Dalam pembelajaran bahasa Arab, tidak dapat terlepas dari tahapan-tahapan


keterampilan berbahasa, di antaranya keterampilan mendengarkan (maharah al-
istima’), berbicara (maharah al-kalam), membaca (maharah al-qira’ah), dan
menulis (maharah al-kitabah).

18
Hasan Ja’far al-Khalifah, al-Manhaj al-Madrasī al-Mu’āshir, Cetakan Keempat belas (Riyadh:
Maktabah al-Rushd, 2014), 119.
19
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 95.
20
Ali, 96.
11

Ada lima prinsip dasar dalam pengajaran bahasa Arab asing, yaitu prinsip
prioritas dalam proses penyajian, prinsip koreksitas dan umpan balik, prinsip
bertahap, prinsip penghayatan, serta korelasi dan isi;21

1. Prinsip prioritas

Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip prioritas dalam


penyampaian materi pengajaran, yaitu; pertama, mengajarkan, mendengarkan, dan
bercakap sebelum menulis. Kedua, mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan
kata. Ketiga, menggunakan kata-kata yang lebih akrab dengan kehidupan sehari-
hari sebelum mengajarkan bahasa sesuai dengan penutur Bahasa Arab.
a. Mendengar dan berbicara terlebih dahulu daripada menulis. Prinsip ini
berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik adalah
pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami pada
manusia-manusia, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan
bahasanya dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal
itu menunjukkan bahwa kemampuan mendengar/menyimak harus lebih
dulu dibina, kemudian kemampuan menirukan ucapan, lalu aspek lainnya
seperti membaca dan menulis.
b. Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan katakata yang
beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta
didik menirukannya di dalam hati secara kolektif.
c. Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf
yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ‫ – ذ‬- ‫ ز‬- ‫ س ش‬- ‫ ء – ع‬- ‫ ح‬- ‫ ه‬dan
seterusnya.
d. Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di
dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik,
seperti: ‫ ض‬,‫ ص‬,‫ ث‬,‫ ذ‬,‫ خ‬dan seterusnya.
e. Mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan bahasa. Dalam mengajarkan
struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur

21
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI, Cetakan Keempat (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2016).
12

kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam


mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan
teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat memilih
kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung
kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang
hendaknya di penggal – penggal).
2. Prinsip korektisitas (‫)الدقة‬
Prinsip ini diterapkan ketika sedang mengajarkan materi ‫( األصوات‬fonetik),
‫( التراكيب‬sintaksis), dan ‫( المعاني‬semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang
guru bahasa Arab hendaknya jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik,
tetapi ia juga harus mampu melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta
didik untuk kritis pada hal-hal berikut: Pertama, korektisitas dalam pengajaran
(fonetik). Kedua, korektisitas dalam pengajaran (sintaksis). Ketiga, korektisitas
dalam pengajaran (semiotic).
Jika peserta didik masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus
menekankan latihan melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya
secara terusmenerus dan fokus pada kesalahan peserta didik. Korektisitas dalam
pengajaran sintaksis perlu diketahui bahwa struktur kalimat dalam bahasa satu
dengan yang lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas
ditekankan pada pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya,
dalam bahasa Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek),
tetapi dalam bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja (‫)فعل‬.
3. Prinsip Berjenjang ( ‫)التدرج‬
Jika dilihat dari sifatnya, ada 3 kategori prinsip berjenjang, Yaitu: pertama,
pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari
yang sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara
apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya.
Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik
jumlah jam maupun materinya.
13

2.4 Strategi dan Metode


Pada umumnya karakteristik siswa MI/SD senang belajar sesuatu yang baru,
termasuk belajar bahasa dengan cara melakukan sesuatu (learning by doing),
misalnya dengan bermain, bernyanyi, dan menggerakkan anggota tubuh. Anak-
anak memiliki sikap egocentric, yaitu ada kecenderungan mereka suka
menghubungkan apa yang mereka pelajari dan apa yang mereka lakukan dengan
diri mereka sendiri. Mereka akan menyukai segala hal dalam pelajaran bahasa yang
ada hubungannya dengan kehidupan mereka dengan dunia sekelilingnya.
Dalam proses perkembangannya anak akan mengalami perubahan.
Perubahan fisik karena mereka tumbuh dan perubahan sifat dan perilakunya.
Menginjak usia 10 tahun (kelas IV) mereka mengalami proses perubahan yang
tadinya egocentric menuju kehubungan timbal balik, yaitu tidak hanya berpusat
pada dirinya, tetapi sudah memperhatikan orang lain yang tadinya berfokus pada
dirinya sekarang mulai terbuka untuk yang lain.
Waktu memperkenalkan bahasa Arab kepada anak-anak, sebaiknya diawali
dengan hal-hal yang kongkret lebih dahulu. Kemudian menuju ke hal-hal yang
bersifat abstrak. Pada tingkat permulaan sebaiknya tidak hanya mengandalkan kata-
kata dan bahasa lisan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan contoh nyata. Banyak
objek atau benda nyata dan gambar yang bisa digunakan. Benda-benda yang ada
disekitar anak-anak, misalnya kursi, meja, papan tulis, pintu, alat-alat tulis
merupakan contoh benda kongkret yang dengan mudah dapat diperkenalkan kepada
siswa dalam bahasa Arab dan dapat digunakan untuk memperkenalkan secara
implisit struktur kalimat bahasa Arab.
Ketika usia anak sudah bertambah, mereka sudah bisa membedakan antara
fakta dan fiksi dan mulai bisa mengerti hal-hal yang abstrak. Beberapa ahli
menyatakan bahwa anak adalah pembelajar aktif (active learners). Anak-anak yang
pada dasarnya aktif akan menyukai pembelajaran melalui permainan-permainan,
cerita maupun lagu. secara tidak langsung mereka akan lebih termotivasi untuk
belajar bahasa Arab.
Bermain merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Guru perlu
memanfaatkan beberapa teknik tersebut untuk mengembangkan pembelajaran di
14

MI. Pada usia 10-12 tahun anak-anak sudah dapat bekerja sama dengan temannya.
Mereka dapat diberi kegiatan untuk dikerjakan bersama-sama. Walaupun ada anak
yang sudah dapat berkonsentrasi lebih lama, variasi kegiatan masih diperlukan.
Kerja kelompok dapat berupa membuat daftar, melengkapi kalimat, mengisi teka-
teki silang dan masih banyak yang lain.
Kehidupan anak-anak dipenuhi dengan warna. Kegiatan dan tugas-tugas
yang disertai gambar-gambar yang cukup besar dan berwarna-warni dapat membuat
mereka lebih gembira. Kegiatan mewarnai gambar tentu akan dikerjakan dengan
gembira sambil mengenal nama-nama dalam bahasa Arab dan benda yang ada pada
gambar tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya anak-anak suka bernyanyi
dan mendengarkan lagu. Kegiatan belajar bahasa dengan melalui lagu disukai oleh
hampir semua anak termasuk anak yang pemalu sekalipun. Ketika anak-anak
bernyanyi berarti mereka menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan suatu
pesan yang cukup bermakna.
Games atau permainan, cerita dan teka-teki sama menariknya bagi
pembelajar muda. Melalui cerita, siswa dapat lebih memusatkan perhatian pada
konteks secara utuh, bukan kata demi kata. Demikian pula dengan melalui
permainan, siswa terdorong untuk lebih aktif dan lebih bebas dan alami
menggunakan bahasa Arab dalam situasi yang gembira.
Muhaiban (2008) menjelaskan beberapa karakteristik lain anak-anak seperti
berikut ini : (1) memiliki kecenderungan suka bermain dan bersenang-senang, (2)
memahami hal-hal di sekitarnya secara holistik (utuh) tidak secara analitik, (3)
belajar bahasa melewati suatu masa yang disebut periode bisu (fatroh al-shumti),
dimana mereka hanya dapat mendengar, belum dapat berbicara, (4) cenderung
belajar bahasa melalui pemerolehan, yaitu suatu pengembangan kemampuan
berbahasa secara alamiah, bukan mempelajari bahasa secara formal dengan
mengkaji aturan-aturan bahasa; dan (5) pada usia sekolah dasar pada umumnya
berada pada taraf berfikir secara kongkret.
Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan
Borridge mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan
15

dalam pengajaran bahasa untuk anak-anak, yaitu sebagai berikut, (1) Pembelajaran
bahasa berpijak pada dunia anak, yaitu keluarga, rumah, sekolah, mainan dan teman
bermain. (2) Pembelajaran bahasa berangkat dari sesuatu yang sudah diketahui dan
dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum diketahui
atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya, dari lingkungan rumah kelingkungan
luar rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan
sekolah. (3) Pembelajaran bahasa dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes
(daya tarik) anak. (4) Pokok-pokok pembelajaran yang disajikan berangkat dari
pengetahuan yang tidak dimiliki siswa, dengan menggunakan bahasa Arab
sederhana. (5) Tugas-tugas dalam pelajaran bahasa diorientasikan kepada aktifitas
atau kegiatan gerak. (6) Bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu
yang bersifat fiksi dan non-fiksi/kongkret. (7) Materi pembelajaran diorientasikan
kepada pengembangan keterampilan bahasa. (8) Budaya nasional dan asing
dikenalkan secara bertahap. (9) Pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas
hendaknya disesuaikan dengan usia pembelajar.
Selain ciri-ciri pembelajar bahasa pemula yang telah dibahas sebelumnya,
masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru, antara lain berikut ini.
1. Anak-anak sebenarnya belum menyadari untuk apa mereka belajar bahasa
asing walaupun mereka senang dan bersemangat.
2. Anak belajar bahasa Arab mula-mula dengan cara menyimak, kemudian
menirukan. Kadang-kadang mereka seolah-olah tidak mendengarkan, tetapi
suatu ketika dapat menirukan dengan benar.
3. Dunia anak dengan berbagai kegiatannya berbeda dengan dunia orang dewasa.
Anak tidak selalu memahami apa yang dikatakan orang dewasa. Demikian pula
orang dewasa, tidak selalu mengerti apa yang dikatakan anak. Interaksi social
sangat penting manfaatnya.
4. Anak selalu ingin tahu. Oleh karena itu, anak-anak suka bertanya.22
Pengajaran bahasa Arab berkait erat dengan aspek-aspek pengajarannya itu
sendiri yang mencakup pendekatan (Approach), metode (method), dan teknik-

22
Nazrul Ahmad, “Umur Yang Layak Dalam Pembelajaran,” 2012,
http://nazrulahmad05.blogspot.co.id/2012/05/umur-yang-layak-dalam-pembelajaran.html?m=1.
16

tekniknya (technique). Edward M. Anthony menjelaskan bahwa pendekatan


sebagai aksioma merupakan serangkaian asumsi hakikat bahasa dan pembelajaran
bahasa. Asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa mencakup aspek
mendengar/menyimak (al-Istima'), bercakap-cakap (al-kalam), membaca (al-
qiraat), dan menulis (al-kitabah). Dari keempat keterampilan tersebut selanjutnya
akan terbangun beberapa metode, strategi dan teknik serta aktifitas kebahasaan
dalam pembelajaran Bahasa Arab.23
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk
menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung
dalam interaksi edukatif, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian, metode pembelajaran merupakan
alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.24
Ketepatan (efektivitas) penggunaan metode pembelajaran bengantung pada
kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor, yaitu tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, sumber atau fasilitas, situasi
kondosi dan waktu.25
Terdapat berbagai macam metode pembelajaran bahasa Arab, diantaranya:
1) Metode Qawaid wa Tarjamah; 2) Metode Mubasyarah; 3) Metode Silent Way;
4) Sugestopedia; 5) Community Language Learning; 6) Total Physical Respon; 7)
Metode Mim-Mem; 8) Metode Audiolingual; 9) Pendekatan Komunikatif; 10)
Tariqah Sikulujiyah; 11) Metode Shauthiyyah; 12) Metode Thabi’iyyah; 13)
Tariqah Qira’ah; 14) Metode Sam’iyyah Syafahiyyah; 15) Tariqah Taulifiyah.26
Dari berbagai macam metode di atas, pembelajaran bahasa Arab di MI
Ma’arif al-Falah Joyokusumo hanya menggunakan beberapa metode pembelajaran
dalam proses belajar-mengajarnya, diantaranya yaitu metode ceramah, metode
demonstrasi, metode role playing, dan metode diskusi.

23
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI, 12–13.
24
Departemen Agama RI, Metode Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam, 2002), 88.
25
Sumiati, Metode Pembelajaran (Bandung: Wacana Prima, 2008), 91.
26
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI, 15–38.
17

2.4.1 Metode Ceramah


Metode ceramah berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta yang
ditutup dengan tanya jawab antara guru dan siswa. Metode ceramah dapat
dilakukan oleh guru dalam situasi berikut:
a. Untuk memberikan pengarahan; petunjuk di awal pembelajaran;
b. Waktu terbatas, sedangkan materi atau informasi banyak yang akan
disampaikan
c. Lembaga pendidikan sedikit memiliki staf pengajar, sedangkan jumlah siswa
banyak.27
Adapun Keuntungan Metode Ceramah
1) Bahan dapat disampaikan sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang
singkat
2) Guru dapat menguasai situasi kelas
3) Organisasi kelas lebih sederhana dan mudah dilaksanakan
4) Tidak terlalu banyak memakan biaya dan tenaga
Kelemahan Metode Ceramah
a) Ceramah hanya cenderung mempertimbangkan segi banyaknya bahan
pelajaran yang akan dijadikan, dan kurang memperhatikan/mementingkan
segi kualitas (mutu) penguasaan bahan pelajaran
b) Bila situasi kelas tidak dapat dikuasai oleh guru secara baik, maka proses
pengajaran akan dapat menjadi tidak efektif. Bahkan dapat berkaitan lebih
jauh (misalnya kacaunya situasi proses pengajaran)
c) Pada metode ceramah proses komunikasi banyak terpusat kepada guru. Dan
siswa banyak berperan sebagai pendengar setia. Sehingga proses pengajaran
sering dikritik sebagai sekolah dengar, murid terlalu pasirf.
d) Sulit mengukur sejauh mana penguasaan bahan pelajaran yang telah
diberikan itu oleh anak didik

27
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 156–57.
18

e) Apabila ceramah tidak mempertimbangkan segi psikologis dan diktatis,


maka ceramah dapat bersifat melantur tanpa arah dan tujuan yang jelas.28
2.4.2 Metode Demontrasi
Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah : metode mengajar
dengan menggunakan alat peragaan (meragakan), untuk memperjelas suatu
pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya
suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa. To Show atau memperkenalkan/
mempertontonkan.
Metode ini dapat dilaksanakan dalam situasi berikut:
a. Kegiatan pembelajaran bersifat normal, magang, atau latihan bekerja;
b. Materi pelajaran berbentuk keterampilan gerak;
c. Guru bermaksud menyederhanakan penyelesaian kegiatan yang panjang;
d. Guru bermaksud menunjukkan suatu standar penampilan;
e. Untuk menumbuhkan motivasi siswa tentang latihan atau praktik yang
dilaksanakan;
f. Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan;
g. Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyyan pada siswa dapat dijawab
lebih teliti saat proses demontrasi.
Batas-batas metode demonstrasi sebagai berikut:
a. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar apabila alat yang
didemonstrasikan tidak dapat di amati dengan seksama oleh siswa
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif apabila tidak diikuti
c. Tidak semua hal dapat didemonstrasiksn d dalam kelompok
d. Kadang-kadang, apabila suatu alat di bawa kedalam suatu kelas, kemudian di
demonstrasikan, terjadi proses yang berlainan dengan proses dalam situasi
nyata.
e. Jika setiap siswa diminta mendemonstrasikan, dapat menyita waktu yang
banyak dan membosankan bagi siswa yang lain.29

28
Pondok Pesantren Darunnaja, Macam-macam Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, 2013,
https://pontrendarunnajah.wordpress.com/2013/01/04/macam-macam-metodologi-
pembelajaran-bahasa-arab/.
29
Ibid., hlm. 157
19

2.4.3 Metode Diskusi


Metode diskusi merupakan interaksi antarsiswa atau interaksi siswa dengan
guru, untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali, atau memperdebatkan
topik atau permasalahan tertentu.
Jika metode diskusi ini digunakan, guru harus:
a. Menyediakan bahan, topik, atau masalah yang akan di diskusikan;
b. Menyebutkan pokok-pokok masalah yang akan dibahas atau memberikan
penugasan studi kasus kepada siswa sebelum menyelenggarakan diskusi;
c. Menugaskan siswa untuk menjelaskan, menganalisis, dan meringkas;
d. Membimbing diskusi tidak memberi ceramah;
e. Sabar terhadap kelompok yang lamban dalam mendiskusikannya;
f. Waspada terhadap kelompok yang tampak kebingungan atau berjalan
dengan tidak menentu
g. Melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain.
Metode diskusi ini tepat digunakan apabila:
a. Siswa berada pada tahap menengah atau tahap akhir proses belajar
b. Pelajaran berbentuk formal atau magang;
c. Siswa telah menguasai perluasan pengetahuan
d. Siswa belajar mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta mengambil
keputusan
e. Membiasakan siswa berhadapan dengan berbagai pendekatan, interpretasi,
dan kepribadian
f. Siswa menghadapi masalah secara berkelompok
g. Membiasakan siswa untuk beragumentasi dan berpikir rasional
Metode diskusi memiliki keterbatasan sebagai berikut:
a. Menyita waktu lama dan jumlah siswa harus sedikit
b. Mempersyaratkam siswa memiliki latar belakang yang cukup tentang topik
atau masalah yang didiskusikan
c. Tidak tepat digunakan pada tahap awal proses belajar apabila siswa baru
diperkenalkan pada bahan pembelajaran baru
20

d. Apatis bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara dalam forum.30

2.4.4 Metode Role Playing


Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment. Role playing adalah suatu cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Penghayatan dan imajinasi siswa dilakukan siswa dengan
memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan leih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan.
Pada strategi Role Playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan
pengamatan indera ke dalam situasi permasalahan yang secara nyata di hadapi.
Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya-menjawab) bersama teman-temanya pada
situasi tertentu.
Strategi Role Playing juga diorganisasi berdasarkan kelompok-kelompok
siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan
skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan untuk berimprovisasi,
namun masih dalam batas-batas skenario guru.31

2.5 Evaluasi

Dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Arab, evaluasi hasil belajar


merupakan salah satu aspek pokok yang tidak dapat dipisahkan dari aspek pokok
lainnya. Evaluasi adalah bagian integral dari pembelajaran. Semua kegiatan
tersebut merupakan satu kesatuan yang akan menentukan suksesnya sebuah
pembelajaran. Evaluasi pembelajaran memegang banyak peranan serta dapat
dimanfaatkan untuk bermacam-macam tujuan. Namun, perlu ditegaskan sejak dini
bahwa muara dari pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran adalah perbaikan
(ishlah) dan peningkatan kualitas proses pembelajaran itu sendiri.

30
Ibid., hlm. 159
31
Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2016), 208–9.
21

Evaluasi adalah suatu proses yang sistemastis dan berkelanjutan untuk


menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan
kriteria dalam rangka pembuatan keputusan. 32

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013,


menyatakan bahwa penilaian auntentik adalah penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)
pembelajaran. Cakupan penilaian autentik adalah tiga ranah penilaian, yaitu sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif), dan Keterampilan (Psikomotorik). Penilaian terhadap sikap
dilakukan melalui Pengamatan, Penilaian diri, Penilaian antar teman, dan Jurnal.
Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui Tes Tulis,
Tes Lisan, dan Penugasan. Sementara itu, penilaian terhadap keterampilan peserta
didik dilakukan melalui tes praktik, proyek dan portofolio.33
Dalam penilaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dibuktikan dengan teori
yang dijelaskan oleh Ridwan Abdullah Sani dalam bukunya Pembelajara Sintifik untuk
Implementasi Kurikulum 2013, mengatakan bahwa Penilaian yang dilakukan oleh guru di
kelas terkait dengan kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah proses yang
menghimpun fakta-fakta dan dokumen belajar siswa untuk melakukan perbaikan program
pembelajaran. Oleh sebab itu, kegiatan penilaian proses dan hasil belajar membutuhkan
informasi yang bervariasi dari setiap siswa atau kelompok siswa. Guru dapat melakukan
penilaian dengan mengumpulkan catatan pertemuan, observasi, portofolio, catatan harian,
produk, ujian, data hasil interview, survei, dan sebagianya. Penilaian yang tepat dapat
memberikan cerminan atau refleksi peristiwa pembelajaran yang dialamai siswa. Penilaian
yang tepat tidak hanya menunjukan perilaku belajar siswa secara lengkap, tetapi juga
perilaku siswa dalam kehidupan nyata. Perilaku siswa pada saat istrahat, berkomunikasi
dengan guru, menghadapi teman, bekerja sama dengan orang lain, mengikuti pelajaran,
membuat tugas, menghasilkan produk, mengerjakan projek, dan kondisi-kondisi lainnya
seharusnya dinilai untuk memperoleh gambaran lengkap tentang siswa. 34

32
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 5.
33
Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2013), 204.
34
Ibid., Hal. 201
BAB 3

HASIL ANALISIS

3.1 Analisis Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah


Joyokusumo

Pada lembar Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran


bahasa Arab di kelas IV MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo dengan tema ‫التعريف‬
‫بالنفس‬, dirumuskan tujuan pembelajaran sebagai berikut.

Setelah mengamati, menanya peserta didik mampu:

a. Melafalkan teks qira’ah tentang ‫ التعريف بالنفس‬dengan baik


b. Menerjemahkan teks qira’ah tentang ‫ التعريف بالنفس‬dengan benar
c. Mempraktekkan bacaan teks qira’ah tentang ‫ التعريف بالنفس‬dengan benar
d. Menyebutkan namanya dalam bahasa Arab dengan benar
e. Menyebutkan asal daerahnya dalam bahasa Arab dengan benar
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh pemakalah, rumusan tujuan di
atas hanya sesuai dengan pembelajaran dua keterampilan saja, yaitu keterampilan
berbicara dan keterampilan membaca, sedangkan pembelajaran menyimak dan
menulis tidak dirumuskan tujuannya. Hal ini disebabkan karena guru tidak
mengajarkan pembelajaran menyimak dan menulis secara khusus. Namun,
pembahasan mengenai isi kurikulum tersebut akan dibahas di sub pembahasan
analsis materi. Berikut rincian analisis pemakalah berdasarkan dua keterampilan
tersebut.

3.1.1 Tujuan pembelajaran keterampilan berbicara


Rumusan tujuan di atas diberlakukan untuk semua kegiatan pembelajaran
dan semua keterampilan berbahasa. Sebagaimana yang dikemukakan di atas, hal
tersebut tidak sesuai dimana setiap tujuan harus menggambarkan hasil belajar.
Ketika tujuan membaca dirumuskan dalam keterampilan berbicara, maka tujuan
tersebut tidak tepat dan tidak akan tercapai. Di antara tujuan-tujuan tersebut yang
termasuk dalam pembelajaran ketrampilan berbicara antara lain poin (d) dan (e).
Dengan demikian, poin (a), (b), dan (c) tidak sesuai dengan pembelajaran berbicara.

22
23

Pada poin (d) dan (e), kalimat yang digunakan diawali dengan kata
‘menyebutkan’, hal ini sudah sesuai dengan ketentuan dimana menurut pendapat
Gronlund di atas, kalimat tujuan dimulai dengan kata kerja. Dari segi peran siswa
dalam perumusan tujuan, pada tujuan di atas sudah sesuai dimana kalimat tersebut
menyatakan tentang performance siswa dalam setiap tujuan, bukan performance
guru. Hal ini ditunjukkan dengan penulisan kalimat “Setelah mengamati, menanya
peserta didik mampu”. Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Sudjana yakni perumusan tujuan berpusat kepada peserta didik.
Berkenaan dengan hasil belajar, tujuan tersebut juga sesuai dengan
ketentuan, terlihat dari penggunaan kalimat pada poin (d) “Menyebutkan namanya
dalam bahasa Arab dengan benar”. Jadi, hasil yang ingin dicapai pada pembelajaran
keterampilan berbicara yaitu peserta didik tidak hanya sekadar menyebutkan
namanya saja dalam bahasa Arab, akan tetapi peserta didik diharapkan mampu
menyebutkan namanya dalam bahasa Arab dengan benar. Begitu juga dengan poin
(e).
Pada poin (d) dan (e) tujuan tersebut sudah sesuai dengan apa yang
disyaratkan Grounlund dimana setiap tujuan hendaknya hanya mencakup satu jenis
hasil belajar yang bersifat umum, bukan terdiri atas berbagai macam hasil belajar.
Hal ini ditunjukkan dari poin (d) dan (e) yang hanya mendeskripsikan satu tujuan
saja setiap poinnya.
Kesesuaian berikutnya terlihat pada penggunaan kata yang terbatas, yakni
untuk poin (d) terbatas pada penyebutan nama saja dan poin (e) terbatas pada
penyebutan asal daerah sebagaimana syarat terakhir yang diajukan oleh Grounlung
yakni setiap tujuan pada tingkat keumumannya harus secara jelas menunjukkan
kepada hasil belajar yang diharapkan sehingga dapat dibatasi oleh bentuk-bentuk
perilaku siswa secara spesifik. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sudjana, yaitu
rumusan tujuan mengandung tingkah laku yang operasional dimana kata-kata
tingkah laku dapat diukur.
Pada poin (d) sudah sesuai dengan pendapat Sudjana bahwa kalimat tujuan
mengandung makna keilmuan sesuai dengan isi bahan yang dipelajari. Hal ini
ditunjukkan melalui isi materi yang disampaikan yaitu percakapan antara dua orang
24

yang secara spesifik ditunjukkan dengan kalimat ‫َد‬


‫ْم‬‫َح‬ ََ
‫نا أ‬ ‫ أ‬dan ‫ْم‬
‫ِي‬‫َاه‬
‫بر‬ِْ ََ
‫نا إ‬ ‫أ‬.
Berbeda dengan poin (d), poin (e) dapat dikatakan tidak sesuai, mengingat dalam
materi tersebut guru menggunakan nama daerah yang bukan merupakan tempat
tinggal peserta didik, yaitu Banjarnegara, melainkan tetap menggunakan kota Solo
dan Jakarta.
3.1.2 Tujuan pembelajaran keterampilan membaca
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, bahwa rumusan tujuan tersebut
diberlakukan untuk semua kegiatan pembelajaran dan semua keterampilan
berbahasa, sehingga hal tersebut tidak sesuai antara tujuan dan hasil belajar. Tujuan
berbicara yang dirumuskan dalam keterampilan membaca menjadikannya tidak
akan tercapai. Di antara tujuan-tujuan tersebut yang termasuk dalam pembelajaran
keterampilan membaca antara lain poin (a), (b), dan (c), sedangkan poin (d) dan (e)
tidak sesuai dengan pembelajaran membaca.
Pada poin (a), (b), dan (c) kalimat yang digunakan diawali dengan kata
‘melafalkan, menerjemahkan, dan mempraktikkan’, hal ini sudah sesuai dengan
ketentuan dimana menurut pendapat Gronlund di atas, kalimat tujuan dimulai
dengan kata kerja. Dari segi peran siswa dalam perumusan tujuan, pada tujuan di
atas sudah sesuai dimana kalimat tersebut menyatakan tentang performance siswa
dalam setiap tujuan, bukan performance guru. Hal ini ditunjukkan dengan penulisan
kalimat “Setelah mengamati, menanya peserta didik mampu”. Hal ini juga sejalan
dengan apa yang diungkapkan oleh Sudjana yakni perumusan tujuan berpusat
kepada peserta didik.
Berkenaan dengan hasil belajar, tujuan tersebut juga sesuai dengan teori di
atas, terlihat dari penggunaan kalimat pada poin (a) “Melafalkan teks qira’ah
tentang ‫ التعريف بالنفس‬dengan baik”. Jadi, hasil yang ingin dicapai pada
pembelajaran keterampilan membaca yaitu peserta didik tidak hanya sekadar
melafalkan teks qira’ah saja, akan tetapi peserta didik diharapkan mampu
melafalkan teks qira’ah tentang ‫ التعريف بالنفس‬dengan baik. Begitu juga
dengan poin (b) dan (c).
Pada poin (a), (b), dan (c) tujuan tersebut sudah sesuai dengan apa yang
disyaratkan Gronlund dimana setiap tujuan hendaknya hanya mencakup satu jenis
25

hasil belajar yang bersifat umum, bukan terdiri atas berbagai macam hasil belajar.
Hal ini ditunjukkan dari poin (a), (b), dan (c) yang hanya mendeskripsikan satu
tujuan saja setiap poinnya.
Kesesuaian berikutnya terlihat pada penggunaan kata yang terbatas, yakni
untuk poin (a) terbatas pada pelafalan teks qira’ah, pon (b) terbatas pada
penerjemahan teks qira’ah, dan poin (c) terbatas pada mempraktikkan bacaan teks
qira’ah sebagaimana syarat terakhir yang diajukan oleh Gronlund yakni setiap
tujuan pada tingkat keumumannya harus secara jelas menunjukkan kepada hasil
belajar yang diharapkan sehingga dapat dibatasi oleh bentuk-bentuk perilaku siswa
secara spesifik. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sudjana, yaitu rumusan tujuan
mengandung tingkah laku yang operasional dimana kata-kata tingkah laku dapat
diukur.
Pada poin (a) dan (c) sudah sesuai dengan pendapat Sudjana bahwa kalimat
tujuan mengandung makna keilmuan sesuai dengan isi bahan yang dipelajari. Hal
ini ditunjukkan melalui isi materi yang disampaikan yaitu teks qira’ah tentang tema
‫بالنفس‬ ‫التعريف‬. Untuk poin (b), pemakalah berpendapat bahwa terjadi
ketidaksesuaian antara tujuan dan materi. Adapun tujuan pada poin (b) adalah agar
peserta didik mampu menerjemahkan namun di sisi lain, tidak terdapat pengenalan
kosakata pada materi.

3.2 Analisis Isi Kurikulum Bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah


Joyokusumo

Sebagaimana yang sudah dijelaskan, isi kurikulum yang dimaksud di sini


adalah secara spesifik membahas tentang materi pembelajaran. Berdasarkan telaah
terhadap RPP mata pelajaran bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo, pemakalah mengidentifikasi bahwa keterampilan berbahasa yang
diajarkan hanya dua keterampilan saja, yaitu keterampilan berbicara dan
keterampilan membaca. Hal ini terlihat dapat dilihat dari Kompetensi Dasar,
indikator, tujuan dan materi yang diajarkan. Berdasarkan pendapat Taufik di atas,
dapat diketahui bahwa materi yang diajarkan kepada siswa tidak sesuai, tidak
mengikuti prinsip prioritas, dimana mendengar merupakan keterampilan pertama
26

dan harus diajarkan sebelum keterampilan yang lain. Selain itu, keterampilan
menulis juga tidak diajarkan. Hal ini juga tidak sesuai, bahwa pembelajaran bahasa
Arab tidak dapat dipisahkan dari empat keterampilan berbahasa. Dengan demikian,
materi yang akan dianalisis dalam pembahasan ini adalah materi keterampilan
berbicara dan keterampilan membaca.

3.2.1 Keterampilan Membaca

Pada pertemuan yang pertama, guru mengajarkan keterampilan membaca.


Hal ini tidak sesuai dengan teori pemerolehan bahasa dimana seseorang dapat
berbahasa dimulai dari mendengar dan berbicara.

Adapun materi membaca adalah sebagai berikut.

ِ ْ‫ أَن‬،‫ هو حسن‬،‫ أَنْت إِب ر ِاهيم‬،‫ أَنَا ِمن سولَو‬،‫ أَنَا تِْل ِمي ٌذ ج ِدي ٌد‬،‫َْح ُد‬ ِِ َ
‫ت‬ ٌ َ َ َ ُ ُ ْ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ‫اصديْق ْي! أَنَا أ‬
َ َ
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ َ‫ف‬
ْ ‫لسيِ ُد ِر‬
،‫ض َوا ُن‬ َ ‫ذل‬،ُ‫ هذه تِْل ِمْي َذةٌ ا ْْسُ َها َعائِ َشة‬،‫ ه َذا تِلْ ِمْي ٌذ ا ْْسُهُ عُ َم ُر‬،ُ‫ ه َي َخد ْْيَة‬،ُ‫اط َمة‬
َّ َ‫ك ا‬
ِْ ‫هو م َد ِرس ج ِدي ٌد ِِف الْم ْدرس ِة‬
.‫ ُه َو ِم ْن َجا َك ْرتَا‬.‫اْلبْتِ َدائِيَِّة‬ ََ َ ْ َ ٌ ُ َُ
Berdasarkan pendapat Taufik, sebelum mengajarkan bahasa dimulai dulu
dengan mengajarkan kalimat sederhana dan susunannya benar. Untuk dapat
membaca dan menerjemahkan teks sesuai dengan tujuan pembelajaran, hendaknya
guru mengajarkan tentang kosakata yang akan muncul dalam teks tersebut. Hal ini
akan mempermudah siswa dalam mengidentifikasi kata dan artinya. Selain itu,
untuk mengetahui susunan kalimat, siswa juga perlu dibekali dengan tata bahasa
Arab. Dalam materi tersebut, setidaknya siswa dikenalkan dengan kata ganti dalam
bahasa Arab (ism dhamir). Namun, pada kasus ini guru tidak memberikan materi
tentang tarkib. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengajaran keterampilan
membaca bahasa Arab tidak sesuai.

Hilda Taba mengemukakan enam kriteria dalam menentukan isi kurikulum.


Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dapat dikatakan bahwa teks qira’ah di atas
sesuai. Teks tersebut valid dan terpercaya, dalam arti tidak mengandung kesalahan.
Teks tersebut sesuai dengan kenyataan sosial dimana siswa diajarkan untuk
mengenal lingkungan sosialnya. Bagi siswa kelas IV MI, materi tersebut sudah
27

seimbang, mengingat di sekolah tersebut sudah mendapatkan pelajaran bahasa Arab


sejak kelas 1. Selain aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan sikap sudah
termuat dalam teks tersebut. Teks tersebut dapat dipelajari dan sesuai dengan dunia
mereka, yaitu lingkungan dimana mereka saling berinteraksi dengan teman sebaya
dan guru di sekolah. Teks tersebut dapat memenuhi kebutuhan akan pembelajaran
berbahasa Arab bagi kelas IV MI, yakni siswa diharapkan mampu menggunakan
kata sederhana dan yang berada di sekitar mereka.

3.2.2 Keterampilan berbicara

Pada pertemuan kedua setelah pembelajaran keterampilan membaca, siswa


mempelajari keterampilan berbicara. Hal ini tidak sesuai dengan teori pemerolehan
bahasa dimana keterampilan berbicara seharusnya lebih dahulu diajarkan kepada
peserta didik.

Adapun materi keterampilan adalah sebagai berikut.

!‫ اَل َّس ََل ُم َعلَْي ُك ْم‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬
Gambar dua peserta
ِ َّ ‫ َو َعلَْي ُك ُم‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬
ُ‫الس ََل ُم َوَر ْْحَةُ هللا َوبََرَكاتُه‬
didik sedang
berkenalan

َ ْ‫َْحَ ُد َوأَن‬
‫ت؟‬ ْ ‫ أَنَا أ‬: ‫َْحَ ُد‬
ْ‫أ‬

‫ أَنَا إِبْ َر ِاهْي ُم‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬

!‫ أَ ْه اَل َو َس ْه اَل يَا إِبْ َر ِاهْي ُم‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬
ِ
‫َْحَ ُد‬ َ ِ‫ أَ ْه اَل ب‬: ‫إِبْ َراهْي ُم‬
ْ ‫ك يَا أ‬

‫ت تِْل ِمْي ٌذ؟‬


َ ْ‫ َه ْل أَن‬: ‫أَ ْْحَ ُد‬
‫ أَنَا تِْل ِمْي ٌذ‬،‫ نَ َع ْم‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬
28

‫ َم ْن ِه َي يَا اَ ِخ ْي؟‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬

ٌ‫ َوِه َي تِْل ِمْي َذة‬.‫ ِه َي ِهْن ٌد‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬

‫ص ِديْ ِق ْي‬
َ ‫ك‬
ِ
َ ‫ ذل‬: ‫َْحَ ُد‬
ْ‫أ‬

ْ ‫ َم‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬


‫ااْسُهُ؟‬

‫ اِ ْْسُهُ عُ َم ُر‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬

‫ َه ْل ُه َو ِم ْن َس ْولَ ْو؟‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬

‫ بَ ْل ُه َو ِم ْن َجا َك ْرتَا‬،َ‫ ْل‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬
ِ
َ ‫ تِْل‬: ‫إِبْ َراهْي ُم‬
ٌ‫ك ُم َد ِر َسة‬

!‫ َم ْن ِه َي يَا اَ ِخي‬: ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬

َّ َ‫ ِه َي ا‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬


ِ َ‫لسيِ َدةُ ف‬
ُ‫اط َمة‬

‫ إِ ََل اللِ َق ِاء‬،‫ ُشكاْرا‬:ِ ‫َْحَ ُد‬


ْ‫أ‬

َّ ‫ َم َع ا‬،‫ َع ْف اوا‬: ‫إِبْ َر ِاهْي ُم‬


‫لسَلََم ِة‬
Berdasarkan pendapat Taufik, sebelum mengajarkan bahasa dimulai dulu
dengan mengajarkan kalimat sederhana dan susunan yang benar. Untuk dapat
berbicara, hendaknya guru mengajarkan tentang kosakata yang akan digunakan
oleh siswa untuk berkomunikasi. Namun, pada kasus ini guru tidak memberikan
kosakata yang akan digunakan dalam berdialog. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pengajaran keterampilan berbicara bahasa Arab kurang sesuai.
29

Hilda Taba mengemukakan enam kriteria dalam menentukan isi kurikulum


sebagaimana di atas. Analisis berdasarkan kriteri tersebut sebagai berikut.

a. Teks percakapan tersebut valid dan terpercaya, dalam arti tidak


mengandung kesalahan.
b. Teks tersebut sesuai dengan kenyataan sosial dimana siswa diajarkan untuk
mengenal lingkungan sosialnya.
c. Bagi siswa kelas IV MI, materi tersebut terlalu panjang, mengingat yang
terlibat dalam percakapan hanya dua orang saja.
d. Selain aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan sikap sudah termuat
dalam teks tersebut. Hanya saja materinya terlalu luas jika disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai.
e. Teks tersebut dapat dipelajari dan sesuai dengan dunia mereka, yaitu
lingkungan dimana mereka saling berinteraksi dengan teman sebaya dan
guru di sekolah.
f. Teks tersebut dapat memenuhi kebutuhan akan pembelajaran berbahasa
Arab bagi kelas IV MI, yakni siswa diharapkan mampu menggunakan kata
sederhana dan yang berada di sekitar mereka.

3.3 Analisis Strategi dan Metode Bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo
Pembelajaran Bahasa Arab di MI Ma’arif Al-Falah Joyokusumo
Banjarnegara menggunakan Pendeketan Saintifik Kurikulum 2013 dan proses
pembelajarannya menggunakan 4 kompetensi inti yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
Berdasarkan paparan diatas, diketahui bahwa anak usia kelas IV SD/MI
telah mengalami proses perubahan yang tadinya egocentric menuju kehubungan
timbal balik, yaitu tidak hanya berpusat pada dirinya, tetapi sudah memperhatikan
orang lain yang tadinya berfokus pada dirinya sekarang mulai terbuka untuk yang
lain. Pada usia 10-12 tahun anak-anak sudah dapat bekerja sama dengan temannya.
Mereka dapat diberi kegiatan untuk dikerjakan bersama-sama. Walaupun ada anak
yang sudah dapat berkonsentrasi lebih lama, variasi kegiatan masih diperlukan.
30

Dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas IV di MI Ma’arif Al-Falah


Joyokusumo Banjarnegara, guru tidak monoton menggunakan metode ceramah saja
akan tetapi juga menggunakan metode yang lainnya, metode diskusi, metode
demonstrasi, dan metode role playing.
Dalam pembelajaran qira’ah (membaca), guru menggunakan metode
diskusi dalam proses belajar mengajar, dimana guru membentuk sebuah kelompok
dan meminta siswa untuk mendiskusikan teks bacaan, yang kemudian
dipresentasikan di depan kelas. Metode diskusi ini sudah sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa kelas IV SD/MI, dimana mereka sudah bisa bekerja sama
dengan temanya dalam suatu kelompok belajar.
Sedangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya, guru tidak
memaparkan secara rinci dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
bagaimana proses pembelajaran dengan metode yang telah disebutkan. Untuk itu,
dilihat dari segi kesesuaian antara metode dengan proses pembelajaran, belum
sepenuhnya sesuai, karena guru belum memaparkan secara rinci proses
pembelajaran yang sesuai metode yang dipakai.
Namun untuk metode-metode yang digunakan sudah sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, yang mana dengan menggunakan metode diskusi, demonstrasi
dan role playing menjadikan anak lebih aktif dalam pembelajaran. Akan tetapi perlu
juga variasi dalam penggunaan metode, sehingga siswa tidak mudah bosan dalam
belajar bahasa Arab khususnya.
3.4 Analisis Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab kelas IV MI Ma’arif Al
Falah Joyokusumo
Adapun tekhnik dan instrument yang digunakan untuk penilaian kompetensi
dari ketiga ranah menurut peraturan pemerintah yang telah disebutkan di atas
adalah:

1. Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif)

Penilaian sikap dalam pembelajaran ini sangat penting, sebagaimana yang


dijelaskan oleh Popham, bahwa penilaian sikap itu menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat atau karakter
31

terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan mencapai ketuntasan belajar
secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat atau karakter
terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mancapai ketuntasan
belajar secara maksimal.

Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada berbagai tingkah laku peserta
didik seperti perhatiannya yang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran,
kedisiplinan dalam belajar, memiliki motivasi yang tinggi untuk mengetahui lebih
jauh tentang apa yang sedang dipelajarinya, penghargaan dan rasa hormat terhadap
guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Adapun intrumen dari penilaian sikap yang terdapat dalam Silabus Bahasa
Arb kels IV Madrasah Ibtidaiyah adalah, sebagai berikut :
a. Observasi / Pengamatan
Adalah teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indra, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator
perilaku yang diamati.
Observasi ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Andersen
(1980) yakni penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa
karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang
ditampilkan dan/atau reaksi psikologi.
Contoh Lembar penilaian sikap pada RPP Bahasa Arab Kelas IV di MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo.
Perilaku yang diamati
No Nama Peserta didik
A B C
1 A.Ahmad
2 Dani
3 Farida

Keterangan :
Kemampuan yang dikembangkan : Kriteria Penilaian
A : Percaya Diri 3 : Baik
B : Disiplin 2 : Cukup
C : Bekerjasama 1 : Kurang
32

b. Penilaian diri
Adalah teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
pencapaian kompetensi. Menurut teori yang dikemukakan oleh Andersen
(1980), metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan
afektif seseorang adalah dirinya sendiri.
Manfaat dari penilaian diri ini dapat mendorong siswa untuk
berusaha lebih giat dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Penilaian
diri dapat diterapkan untuk menilai pencapaian kompetensi pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Jika penilaian diri telah dilakukan secara efektif,
guru dapat memiliki catatan untuk membantu siswa melakukan refleksi diri
serta memotivasi mereka dalam mencapai tujuan pembelajaran. Praktik
penilaian diri memungkinkan siswa untuk mampu menilai diri sendiri secara
sadar, memenuhi kebutuhna dan gaya belajarnya pada materi pelajaran yang
baru, serta pemenuhan sikap yang diinginkan.35
Contoh lembar penilaian diri pada RPP Bahasa Arab kelas IV di MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo

Alternatif
No Pernyataan
Ya Tidak
Saya berusaha meningkatkan keimanan dan
1.
ketaqwaan kepada Tuhan YME agar
mendapat ridho-Nya dalam belajar
Saya berusaha belajar dengan sungguh-
2.
sungguh
3. Saya optimis bisa meraih prestasi
4. Saya bekerja keras untuk meraih cita-cita
Saya berperan aktif dalam kegiatan sosial di
5.
sekolah dan masyarakat
Saya suka membahas masalah politik, hukum
6.
dan pemerintahan

35
Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta:PT
Bumi Aksara) Hal. 214
33

Saya berusaha mematuhi segala peraturan


7.
yang berlaku
Saya berusaha membela kebenaran dan
8.
keadilan
Saya rela berkorban demi kepentingan
9.
masyarakat, bangsa dan Negara
Saya berusaha menjadi warga negara yang
10.
baik dan bertanggung jawab

Petunjuk penilaian :
Setiap jawaban ya diberi skor 1; tidak skor 0
Kategori hasil penilaian
Baik : jika jumlah skor 8 – 10
Sedang : jika jumlah skor 6 – 7
Kurang : jika jumlah skor 1- 5
c. Penilaian antar peserta didik
Adalah teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian antar peserta didik.
Penilaian ini penting digunakan dalam penilaian afektif, seperti yang
dipaparkan oleh Ridwan dalam bukunya Pembelajaran Saintifik untuk
implementasi kurikulum 2013 yaitu salah satu metode penilaian sikap yang
perlu dilakukan dan dapat membantu guru melakukan penilaian secara lebih
komprehensif adalah penilaian antar peserta didik atau oleh teman sejawat.
Contoh lembar penilaian antar teman pada pembelajaran Maharah Kalam
(Hiwar) kelas IV di MI Ma’arif Al Falah Joyokusumo

Simaklah dengan baik perkenalan dari setiap anggota kelompok. Isilah format
berikut ini sesuai dengan pendapatmu dengan memberikan tanda cek () pada
kolom .
34

Nama Peserta Didik (penilai) : ________________________

Yang Suara Gaya Isi


No
berkenalan Jelas tidak menarik tidak berkesan Tidak
1 Haki
2 Taufiq
dst

Temukan yang terbaik.Beri tanda  di samping namanya.


Keterangan :
 Jumlah penilai 5 orang
 Tanda cek pada kolom: jelas, menarik, berkesan masing-masing
diberi skor 1; tidak skor 0
 Skor peserta didik = jumlah perolehan skor dari semua penilai
 Kategori hasil penilaian
Skor maksimal 15
Baik : jika jumlah skor 11 – 15
Sedang : jika jumlah skor 6 – 10
Kurang : jika jumlah skor 1 - 5

d. Jurnal
Adalah catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Kelebihan penggunaan Jurnal untuk penilaian sikap dan perilaku
adalah pecatatan peristiwa atau kejadian dengan segera sehingga data dapat
direkam secara lebih akurat dan tidak terlupakan.Oleh sebab itu, jurnal
bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami peserta
didik secara lebih tepat. Namun, jurnal ini memiliki kelemahan, yakni
reliabilitas yang rendah, memerlukan waktu yang banyak, perlu ketelitian,
dan dapat mengganggu perhatian dan tugas guru dalam mengajar sehingga
objektivitasnya dapat berkurang jika kejadian tidak dapat dicatat dengan
segera. Pengisian jurnal perlu dilakukan dengan memperhatikan perilaku
siswa di dalam maupun di luar kelas. Dan aspek yang diamati harus terkait
dengan kompetensi inti yang terkait dengan pelajaran.
35

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan (Kognitif)


Pada Silabus Bahasa Arab kelas IV Kurikulum 2013, Penilaian Kompetensi
Kognitif dilakukan dengan menggunakan Tes Tulis, Tes Lisan dan Penugasan. Hal
ini sesuai dengan sistematika Bloom yang menyatkan bahwa Tes Lisan dan Tes
Tulis seringkali digunakan dalam testing hasil belajar di rana kognitif, yaitu jenis
prestasi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa dan evaluasi.36

a. Tes Tulis
Bentuk soal tes tertulis terdiri dari bentuk objektif dan nonobjektif.
Tes Objektif meliputi :
a. Pilihan ganda
b. Bentuk soal dua pilihan jawaban (Benar – Salah atau Ya – Tidak)
c. Menjodohkan
d. Isian atau melengkapi
e. Jawaban singkat
Sementara itu, tes nonobjektif meliputi soal uraian (esai)
Penyusunan soal-soal tetrsebut harus sesuai dengan kegiatan
pembelajaran. Guru harus mengupayakan agar masing-masing soal dapat
mengukur hasil belajar yang penting. Oleh sebab itu guru harus menetapkan
indikator dan kisi-kisi soal dalam rencana pembelajaran.37
b. Tes Lisan
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap
peserta didik untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan
lisan yang diajukan kepada peserta didik di kelas harus jelas, dan semua
peserta didik harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan
pertanyaan di kelas prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi
waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk peserta untuk menjawab
pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban peserta didik, jawaban tersebut
ditawarkan lagi kepada peserta didik lain untuk mengaktifkan kelas. Tingkat

36
W.S. Winkel. Psikologi Pengajaran. (Jakarta:PT Gramedia) Hal. 325
37
Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta:PT
Bumi Aksara) Hal. 221
36

berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti


pengetahuan dan pemahaman.
3. Penilaian Kompetensi Keterampilan (Psikomotorik)
a. Tes Praktik
Tes Praktik adalah penilaian yang menuntut respons berupa
keterampilan melakukan sesuatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi.
1. Tes Kemahiran Menyimak
a. Melafalkan ulang kata yang diperdengarkan
b. Mengidentifikasikan bunyi
c. Membedakan bunyi yang mirip
d. Menentukan makna kata melalui gambar
e. Menentukan makna kalimat melalui gambar
f. Merespon ujaran berupa kalimat melalui gerak
g. Memahami teks sederhana dalam bentuk dialog
h. Memahami teks sederhana dalam bentuk narasi
2. Tes Kemahiran Berbicara
a. Menggunakan bentuk ungkapan baku
b. Memperkenalkan diri
c. Menceritakan gambar tunggal
d. Menceritakan gambar berseri dengan panduan pertanyaan
e. Menceritakan gambar berseri tanpa panduan
f. Menceritakan pengalaman dengan panduan
g. Mendeskripsikan objek\
h. wawancara
3. Tes Kemahiran Membaca
a. Membaca dengan lancar, cermat dan tepat
b. Menentukan arti kata kosa kata dalm konteks kalimat tertentu
c. Menemukan makna tersirat dalam teks
d. Menemukan ide pokok dalam paragraf
e. Menentukan ide penunjang dalam paragraf
37

f. Menghubungkan ide – ide yang terdapat dalam bacaan


g. Mensarikan/menyimpulkan ide pokok bacaan
h. Mengoentari dan mengkritisi isi bacaan.
4. Tes Kemahiran Menulis
a. Mengurutkan kata menjadi kalimat
b. Menyusun kalimat berdasaran gambar
c. Menyusun kalimat berdasarka kosa kataa
d. Mengurutkan kalimat menjadi paragraf
e. Mendeskripsikan objek atau gambar tunggal berdasarkan pengalaman
f. Menyusun paragraf berdasarkan pertanyaan.

b. Tes Proyek

Penilaian proyek adalah penilaian terhadap suatu tugas yang harus


diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut
berupa penyelidikan terhadap sesuatu yang mencakup perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian datasecara
tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

c. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan karya (hasil kerja) seorang peserta
didik dalam satu periode. Kumpulan karya ini menggambarkan taraf
kemampuan/kompetensi yang telah dicapai seorang peserta didik.
Hal penting yang menjadi ciri portofolio adalah karya tersebut dapat
diperbaiki jika peserta didik menghendakinya. Dengan demikian, portofolio
dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik.
Perkembangan tersebut tidak dapat terlihat dari hasil pengujian. Kumpulan
karya peserta didik itu merupakan refleksi perkembangan berbagai
kompetensi. Di samping itu, kumpulan karya yang berkelanjutan lebih
memperkuat hubungan pembelajaran dan penilaian.
Pengumpulan dan penilaian karya peserta didik yang terus-menerus
sebaiknya dijadikan titik sentral program pengajaran, karena penilaian
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Karya tersebut harus selalu
38

diberi tanggal sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke


waktu. Yang menjadi pertimbangan utama adalah pendidik seyogianya
menggunakan penilaian portofolio sebagai bagian integral dari proses
pembelajaran.
Guru bahasa asing (Arab) dapat menggunakan portofolio audio untuk
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berbicara. Rekaman
contoh-contoh berbicara peserta didik yang dikumpulkan secara terus-
menerus dalam waktu tertentu dapat dimasukkan dalam portofolio berbicara.
BAB 4
PENUTUP

Pada bab ini dijelaskan tentang simpulan dan saran. Adapun untuk
penjelasan lebih rinci akan dijabarkan pada masing-masing sub-babnya sebagai
berikut.

4.1 Simpulan
Kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah kurikulum 2013.
Kurikulum sebagai acuan membutuhkan pengembangan oleh guru yang mengajar
di dalam kelas. Dengan demikian, tiap sekolah memiliki karakteristik sendiri dalam
mengembangkan kurikulum, baik tingkat SD hingga SMA, salah satunya MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo, Desa Parakancah, Kecamatan Banjarnegara,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Dalam melakukan kegiatan analisis kurikulum di MI tersebut, pemakalah
menggunakan beberapa teori sebagai landasan, yaitu teori-teori tentang komponen
kurikulum meliputi tujuan, isi, strategi dan metode, serta evaluasi.
Adapun hasil analisis komponen kurikulum bahasa Arab kelas IV di MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo yaitu adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian antara
teori kurikulum dengan implementasinya dalam pembelajaran, mulai dari tujuan
pembelajaran, isi/materi, strategi dan metode, serta evaluasi yang digunakan.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis komponen kurikulum bahasa Arab kelas IV di MI
Ma’arif Al Falah Joyokusumo, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut.
1. Bagi guru mata pelajaran bahasa Arab di kelas IV MI Ma’arif Al Falah
Joyokusumo dapat memanfaatkan hasil analisis dalam makalah ini untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Analisis ini bukan lah sebuah kegiatan yang sempurna, sehingga
memungkinkan untuk ditemukan kelemahan dan kesalahannya, maka
pemakalah menyarankan para ahli di bidang kurikulum dan mahasiswa

39
40

Magister Pendidikan Bahasa Arab untuk melakukan analisis dan


penyempurnaan terhadap makalah ini.
3. Para ahli di bidang kurikulum dan mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa
Arab hendaknya melakukan riset dan pengembangan kurikulum guna
meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nazrul. “Umur Yang Layak Dalam Pembelajaran,” 2012.


http://nazrulahmad05.blogspot.co.id/2012/05/umur-yang-layak-dalam-
pembelajaran.html?m=1.
Ali, Muhammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cetakan Kelima.
Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008.
Arifin, Zaenal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Departemen Agama RI. Metode Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002.
Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Huda, Miftahul. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2016.
Khalifah, Hasan Ja’far al-. al-Manhaj al-Madrasī al-Mu’āshir. Cetakan Keempat
belas. Riyadh: Maktabah al-Rushd, 2014.
Pondok Pesantren Darunnaja. Macam-macam Metodologi Pembelajaran Bahasa
Arab, 2013. https://pontrendarunnajah.wordpress.com/2013/01/04/macam-
macam-metodologi-pembelajaran-bahasa-arab/.
Sani, Ridwan Abdullah. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.
Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cetakan
Keenam. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008.
Sumiati. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima, 2008.
Taufik. Pembelajaran Bahasa Arab MI. Cetakan Keempat. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press, 2016.

41

Anda mungkin juga menyukai