Anda di halaman 1dari 100

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA DALAM KELOMPOK SISWA

SEKOLAH DASAR KELAS II MELALUI KEGIATAN HANDS ON ACTIVITY

Oleh :
NANING SRININGSIH
16060049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU DAN SEKOLAH DASAR

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( IKIP )

SILIWANGI

CIMAHI

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal memang seharusnya terjadi sejalan dengan
perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada
semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa
depan.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa datang adalah
pendididkan yang mampu mengembangkan potensi pesrta didik, sehingga yang
bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang
dihadapinya .Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi
kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting
ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja,
karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di
sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
saat ini maupun yang akan datang.
Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau
perbaikan pendidikan formal (sekolah/madrasah) untuk mengantisipasi kebutuhan
dan tantangan masa depan perlu terus-menerus di lakukan, diselaraskan dengan
perkembangan kebutuhan dunia usaha/dunia indusri, perkembangan dunia
kerja,serta perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.(Wina,2012)

1
2

Untuk penyempurnaan atau perbaikan pendidikan formal diperlukan


belajar seumur hidup banyak kegiatan belajar sejak lahir dan bahkan ada yang
berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat
kaitannya. Proses belajar melalui banyak cara, baik disengaja maupun tidak di
sengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada
diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud yaitu perubahn perilaku tetap berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu yang tumbuh dengan lingkungan belajar yang sehat,misalnya oleh
kelompok belajar.
Kerjasama dalam kelompok pada mata pelajaran IPA berorientasi
pada pengalaman langsung dengan memahami alam secara ilmiah. Melalui
pembelajaran IPA, siswa diharapkan mampu memecahkan setiap masalah-
masalah praktis yang ada di alam sekitar, cara merealisasikan hal tersebut
diperlukan pembelajaran yang membiasakan siswa berpikir ilmiah. Namun
implementasi yang terjadi dilapangan, guru sebagai faktor utama dalam
pembelajaran belum mampu menstimulus kemampuan berpikir ilmiah,
menumbuhkan sikap ilmiah dan membuat siswa peka terhadap isu-isu lingkungan.
Pengetahuan yang diterima siswa merupakan transfer ilmu dari guru kepada siswa
tanpa melakukan tahapan proses berpikir. Proses pembelajaran IPA belum mampu
mengakomodasi semua tujuan pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan model
pembelajaran guru yang masih konvensional, menurut Herry, A. Asra, Dewi, L.
(2009, hal. 157 ) pembelajaran konvensional menimbulkan beberapa kelemahan,
yaitu cara pikir siswa yang tidak berkembang karena hanya mengandalkan
pengetahuan guru, tidak menumbuhkan sikap kreatif dan ilmiah pada siswa, tidak
ada motivasi siswa untuk mendalami suatu materi, pembelajaran hanya dijadikan
beban tanpa rasa tanggung jawab siswa. Menurut Nuryati, W. Surya, G. &
Kristiantari, R. (2014, hal. 2 ) keberhasilan dalam pembelajaran IPA dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain persiapan perangkat pembelajaran, perancangan
kegiatan pembelajaran, dan persiapan materi yang akan dibelajarkan kepada
siswa, lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana, serta pemilihan
pendekatan yang tepat. Pendekatan pembelajaran IPA adalah pendekatan
3

keterampilan proses yang memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan


berpikir yang dapat dikembangkan pada siswa.
Implementasi pembelajaran IPA di salah satu sekolah dasar kota
Bandung belum mampu mengembangkan prinsip keterampilan mendasar pada
pembelajaran IPA, keterampilan mendasar pada IPA sering di sebut dengan
keterampilan proses. Menurut Dewi, S (2008, hlm. 52)
keterampilan mendasar pada pembelajaran IPA yaitu : keterampilan
mengamati, keterampilan komunikasi, keterampilan mengklasifikasi,
keterampilan mengukur, keterampilan menyimpulkan, dan keterampilan
memprediksi. Pada saat peneliti melaksanakan observasi keterampilan
yang dikembangkan pada pembelajaran IPA terfokus pada penguasaan
konsep serta guru berperan sebagai sumber belajar yang paling utama
dan pokok, siswa hanya dijadikan objek pembelajaran sehingga konsep
IPA bersifat hapalan.

Pembelajaran IPA sangat dibutuhkan siswa untuk menangani masalah-


masalah praktis di alam, sehingga sangat perlu menggunakan pendekatan
pembelajaran yang memiliki karakteristik keterampilan mendasar IPA. Selain itu,
menurut pendapat para ahli bahwa budi pekerti pada diri siswa harus di
kembangkan pada proses pembelajaran secara terintegrasi, khusus untuk
pembelajaran IPA budi pekerti yang dikembangkan adalah terkait dengan sikap
ilmiah siswa. Menurut Widodo, A, Wusyastuti, S, & Margaretha (2009, hlm. 5)
sikap ilmiah merupakan “cara pandang siswa terhadap kebenaran pada fenomena
alam yang bersifat tentatif (sementara)”. Sesuatu yang benar pada hari ini belum
tentu benar di masa mendatang.
Berdasarkan observasi dan wawancara, pada proses pembelajaran IPA
hal yang menjadi masalah pada kelas II adalah pembelajaran belum terintegrasi
antara domain kognitif dan afektif, selain itu sikap siswa dalam mengikuti
pembelajaran masih pasif dan tidak berusaha untuk mencari tahu pengetahuan,
tujuan akhir dari pembelajaran IPA adalah menumbuhkan sikap ilmiah agar siswa
terbiasa berpikir dan bersikap ilmiah pada masalah praktis di alam, subjek
penelitian memiliki beberapa karakteristik yang erat kaitannya dengan sikap
ilmiah diantaranya, siswa tidak banyak mengeluh pada saat proses pembelajaran
sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara terencana dan kondusif, kepekaan
4

siswa terhadap lingkungan sudah muncul karena siswa membuang sampah pada
tempatnya walaupun harus sering diingatkan oleh guru, mayoritas siswa tidak
membiasakan diri untuk mencontek sehingga saat pemberian tugas atau lembar
evaluasi jawaban yang diberikan siswa sangat beragam. Selain itu anak kelas ini
mudah untuk bersosialisasi, meskipun ada siswa yang cenderung hiperaktif,
namun secara keseluruhan tidak ada permasalahan antara hubungan sosial antar
siswa satu sama lain, selama melakukan observasi karakteristik sikap ilmiah siswa
sudah muncul, namun masih perlu dikembangkan untuk menumbuhkan sikap
ilmiah siswa meningkat.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang wajib
belajar, pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dan menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara tahun 2003 Nomor 78,
tambahan lembaran Negara nomor 4301). Ada banyak model dan metode yang
dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa, salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah model pembelajaran kerjasama
dalm kelompok dengan metode hands on activity
Hands On Activity merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang
untuk melibatkan peserta didik dalam menggali informasi dengan bertanya,
beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta
membuat kesimpulan. Belajar dengan melakukan kegiatan tangan dan kegiatan
berpikir (minds on activity). Hands On Activity pada pengamatan materi
pembelajaran ditekankan pada perkembangan penalaran, membangun model,
keterkaitannya dengan aplikasi dunia nyata (Ahmad, 2015, hal.9)

1.2 Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah diungkapkan pada halaman
sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Seperti apa kemampuan kerjasa dalam kelompok siswa sekolah dasar kelas
II SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat setelah
diterapkan kegiatan hans on activity?
5

2. Seberapa besar peningkatan kemampuan kerjasama dalam kelompok


sekolah dasar kelas II SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat sebelum/ sesudah diterapkan kegiatan hans on activity?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut adalah”meningkatkan
kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa Sekolah Dasar kelas II melalui
hands on activity” pada tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa sekolah dasar kelas II
SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat sebelum
diterapkan kegiatan hands on activity
2. Kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa sekolah dasar kelas II
SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat setelah
diterapkan kegiatan hands on activity
3. Peningkatan kemampuan kerjasama dalam kelompok sekolah dasar kelas
II SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat
sebelum/ sesudah diterapkan kegiatan hands on activity

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu untuk kepentingan
teoritik dan untuk kepentingan pihak-pihak yang berkenaan langsung dengan
manfaat hasil penelitian.
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritik,
berupa manfaat secara teori mengenai kegiatan hands on activity
2. Manfaat Praktis
1 . Manfaat bagi Guru
a. Sebagai bahan pembanding dengan pendekatan pembelajaran lain yang
cocok digunakan dalam berbagai pelajaran.
b. Guru dapat menerapkan tahapan pendekatan keterampilan proses dalam
pembelajaran yang berlangsung di kelas.
6

c. Guru dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang


dihadapi oleh siswa khususnya terkait kerja kelompok melalui Hans on
activity.
2. Bagi Siswa
a. Siswa akan terbiasa memecahkan permasalahan secara bekerjasa dalam
kelompok melalui Hans on activity.
b. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga konsep
yang diterima akan lebih bermakna.
c. Siswa akan lebih antusias mencari informasi dari berbagai sumber
untuk mendapatkan data atau fakta.
d. Siswa akan terbiasa bekerjasama dengan teman-temannya, kegiatan ini
menjadi latihan siswa untuk bermusyawarah dalam masyarakat kelak.
3. Bagi Sekolah
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik bagi
pembinaan guru yang berada di lokasi penelitian sehingga kerjasa
dalam kelompok melalui kegiatan Hans on activity.dapat berdampak
terhadap peningkatan kualitas siswa di sekolah.
b. Memberikan tahapan keterampilan proses secara jelas untuk
memberikan umpan balik bagi pembinaan guru yang berada di lokasi
penelitian.

1.5 Asumsi Penelitian


Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Setiap siswa SD harus mempunyai kemampuan kerjasama yang baik karena
kerjasama dapat berinteraksi dan mempunyai tujuan yang sama, lebih mudah
dan cepat membentuknya, dan meningkatkan partisipasi anak.
2. Melalui hands on activity siswa belajar dengan bersentuhan langsung dengan
objek pembelajaran sehingga memudahkan siswa untuk memahami dan
mengingat pembelajaran serta memperoleh banyak manfaat, diantaranya
menambah minat belajar, mengatasi masalah kesulitan pembelajaran.Dapat
meningkatkan aspek kognitif,aspek afektif,dan aspek psikomotorik siswa.
7

1.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah:
”Kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa SDN 1 Cibodas kelas II
meningkat melalui kegiatan hands on activity”
8

BAB ll
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA DALAM KELOMPOK
SISWA SEKOLAH DASAR KELAS II MELALUI KEGIATAN HANDS ON
ACTIVITY

2.1 Pengertian kemampuan kerjasama


Yang dimaksud dengan kerjasama adalah suatu pekerjaan yang di kerjakan
oleh dua orang ataupun lebih untuk mencapai tujuan atau target yang sebelumnya
telah direncanakan dan disepakati bersama. Atau kerjasama dapat diartikan
sebagai tindakan-tindakan dalam pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan dan demi keuntungan bersama.
Biasanya dalam sebuah perusahaan atau lembaga-lembaga kerjasama tim
telah menjadi sebuah kebutuhan untuk mewujudkan keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Kerjasama tim akan menjadi suatu dorongan sebagai energi maupun
motivasi bagi setiap individu yang tergabung dalam sebuah tim kerja. Jika
kerjasama tim dapat berjalan dengan baik, maka kelancaran berkomunikasi
maupun rasa tanggung jawab pada setiap individu yang ada di dalam tim.
2.1.1. Cara-Cara Membina Kerjasama
Ada beberapa cara untuk membina kerjasama supaya dapat berjalan secara
lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan:
a. Tentukan tujuannya
Kenapa kerjasama tim harus di bentuk, atau mengapa harus dilakukan
kerjasama? Apa saja yang bisa didapatkan dari kerjasama tersebut? Mungkin
itu merupakan beberapa pertanyaan yang bisa diajukan sebelum bergabung
atau mengikuti kerjasama. Karena dengan tujuan yang jelas, kegiatan dalam
kerjasama akan berjalan secara lebih teratur dan lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan.
b. Siapkan profil
Jika kamu akan bergabung dengan sebuah kerjasama tim, maka gali materi-
materi tentang diri kamu dan gali juga latar belakang tentang diri kamu,
termasuk hal-hal apa saja yang menarik tentang diri kamu sendiri.
9

c. Buat kesan yang positif


Buat kesan yang baik atau positif saat kamu mulai bekerjasama dengan sebuah
tim dan teruslah pertahankan.
d. Hargai setiap pendapat dan kebiasaan rekan kerja
Setiap individu pada organisasi pastinya memiliki kebiasaan yang berbeda-
beda terutama dalam mengemukakan pendapat. Jadi setiap individu saat
melakukan kerjasama harus bisa menghargai dan menghormati seriap
pendapat individu yang lainnya, supaya kerjasama yang dilakukan dapat
terjalin secara harmonis dan berjalan secara baik tentunya.
e. Selalu fokus pada kualitas
Boleh-boleh saja kamu membuat jaringan kerjasama yang banyak dengan
siapa saja, tapi utamakan kualitas bukan kuantitas, terutama kualitas dalam
bekerja.
f. Tawarkan bantuan
Jangan ragu untuk menawarkan bantuan, jika memang kamu merasa sanggup
untuk membantu orang lain saat bekerjasama.
g. Tunjukan antusiasme
Tunjukan antusiasme bahwa kamu senang bisa bekerjasama dan mengenal
orang-orang pada organisasi/lembaga tersebut, lakukanlah hal itu dengan
tulus.
2.1.2. Bentuk-Bentuk Kerjasama
Bentuk-bentuk kerjasama yang saat ini sering kita temui, yang diantaranya:
a. Tawar-menawar/Bargaining
Merupakan bentuk kerjasama mengenai kesepakatan pertukaran produk
ataupun jasa antara dua orang ataupun lebih.
b. Koalisi/Coalition
Merupakan gabungan dua lembaga organisasi ataupun lebih yang memiliki
tujuan sama, mereka bekerjasama untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Joint venture
10

Merupakan kerjasama untuk mengerjakan proyek-proyek tertentu supaya


cepat terselesaikan dan tujuan cepat tercapai. Misalnya proyek pertambangan
minyak bumi, batu bara, membangun perindustrian dan lain-lain.
d. Cooptation
Merupakan proses kerjasama penerimaan berbagai unsur yang baru pada
kepemimpinan suatu organisasi, hal ini dapat dijadikan cara untuk
menghindari terjadinya kecurangan ataupun hal-hal yang tidak diinginkan
yang bisa terjadi pada organisasi.
e. Atas dasar kerukunan
Merupakan kerjasama yang didasari karena kerukunan sesama manusia,
biasanya kerjasama atas dasar kerukunan ini tidak mengharapkan
imbalan/upah. Contohnya Gotong-royong membangun fasilitas umum seperti
jembatan, kerja bakti membersihkan lingkungan dan lain-lain.
2.1.3. Beberapa Manfaat Kerjasama
Adapun manfaat-manfaat lainnya yang bisa di dapatkan dari kerjasama, misalnya
seperti:
a. Mempererat ikatan persaudaraan
Dengan bekerjasama setiap individu pada sesuatu tim kerja akan saling
berinteraksi dan saling membantu dalam memecahkan persoalan-persoalan
untuk mencapai tujuannya, sehingga akan terjalin juga komunikasi-
komunikasi yang dimana semua itu akan menambah rasa persaudaraan.
b. Menumbuhkan semangat persatuan
Kerjasama-pun dapat menumbuhkan semangat persatuan pada diri setiap
individu yang tergabung dalam kelompok kerja atau tim kerja. Supaya setiap
kegiatan dalam kerjasama dapat berjalan baik maka harus bisa menjunjung
rasa kesatuan dan persatuan.
c. Pekerjaan lebih cepat terselesaikan
Dengan kerjasama masalah sesulit apapun akan cepat terselesaikan karena
tidak hanya mengandalkan satu individu saja untuk menyelesaikan pekerjaan
tapi dengan banyak individu yang bersatu dan saling mendukung satu sama
11

lain, maka pekerjaan akan lebih cepat terselesaikan dan lebih cepat
membuahkan hasil.
d. Pekerjaan terasa lebih ringan
Pekerjaan yang sesulit apapun akan terasa lebih ringan dan lebih mudah
terselesaikan karena di kerjakan oleh banyak orang yang saling mendukung
satu sama lain.
Manusia merupakan makhluk sosial yang dimana mereka tidak dapat
hidup sendiri, jadi harus membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalankan
hidupnya. Jadi dapat dikatakan bahwa dibutuhkan kerjasama dalam
menjalankannya.
Kerjasama merupakan interaksi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia karena manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan.
Kerjasama bisa terjadi ketika individu-individu yang bersangkutan mempunyai
kepentingan dan kesadaran yang sama untuk bekerjasama untuk mencapai tujuan
dan kepentingan bersama. Dalam Sosiologi, definisi kerja sama adalah bentuk
interaksi sosial dengan sifat asosiatif yang terjadi ketika ada kelompok masyarakat
yang punya pandangan sama untuk mewujudkan tujuan bersama.
1. Menurut Pamudji, kerja sama adalah pekerjaan yang dilakukan individu
individu, adanya interaksi dan adanya tujuan yang sama dua orang atau lebih
dengan melibatkan interaksi antarindividu bekerja bersama sama sampai
terwujud tujuan yang dinamis. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa unsur utama
kerjasama ada tiga yakni adanya.
2. Seorang ahli bernama Charles H. Cooley berpendapat, kerjasama akan timbul
jika orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama dan
sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup serta kesadaran atas diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan kepentingan tersebut.
3. Menurut Rosen, kerja sama merupakan sumber yang dianggap sangat efisien
untuk kualitas pelayanan terutama dalam konteks kerjasama bidang ekonomi
khususnya jual beli.
12

4. Thomson Dan Perry, kerja sama merupakan kegiatan yang mempunyai


tingkatan berbeda dimulai dari tahapan koordinasi juga kooperasi sampai
terjadinya kolaborasi dalam suatu kegiatan kerjasama.
5. Tangkilisan, kerja sama adalah sumber kekuatan yang muncul dalam sebuah
organisasi sehingga bisa mempengaruhi keputusan juga tindakan organisasi.
2.2 Pengertian kelompok
Kelompok merupakan kumpulan individu yang diberi kesamaan
berdasarkan sesuatu hal. Kelompok di dalam kehidupan masyarakat sangat
banyak jumlahnya. Hal ini merupakan pengkategorian terhadap tujuan dari setiap
anggotanya yang sama, jenis kegiatan yang sama, dan orientasi yang sama.
Anggota-anggota dari suatu kelompok berinteraksi secara langsung, dan
melakukan proses sosial secara akrab dan intensif. Pergaulan manusia tersebut
akan menimbulkan suatu perasaan yang saling membutuhkan. Semuanya itu
menimbulkan kelompok-kelompok sosial (social group) yang merupakan
himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling
berhubungan, seperti masyarakat yang terdiri atas anggota-anggotanya, namun
lebih bersifat kompleks.
Kelompok Sosial suatu kelompok pada hakikatnya merupakan individu-
individu yang saling berhubungan, saling memperhatikan, dan sadar akan adanya
suatu kemanfaatan bersama. Ciri esensial kelompok adalah anggota-anggotanya
mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama. Mereka menyadari
bahwa apa yang dimiliki bersama mengakibatkan adanya perbedaan dengan
kelompok lain.
Dengan demikian, pengelompokan manusia ke dalam wadah-wadah
tertentu yang merupakan bentuk-bentuk kehidupan bersama (kelompok sosial)
senantiasa dilandaskan pada kriteria-kriteria tertentu yang menjadi milik dan
tujuan bersama seperti usia, jenis kelamin, partai politik, latar belakang
pendidikan, suku bangsa, agama, dan seterusnya.
Oleh karena itu, akan terbentuk berbagai macam kelompok sosial dalam
kehidupan manusia sebagai suatu masyarakat yang majemuk. Masyarakat
majemuk atau masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas
13

beberapa suku bangsa, agama, ras, politik, ekonomi yang dipersatukan dan diatur
oleh sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Masyarakat dengan kebudayaaan yang kompleks bersifat plural (jamak)
dan heterogen (beraneka ragam). Pluralitas mengindikasikan adanya suatu situasi
yang terdiri atas beraneka ragam dijumpainya berbagai sub kelompok masyarakat
yang tidak bisa dijadikan satu kelompok.
Demikian pula dengan kebudayaan mereka, heterogenitas
mengindikasikan suatu kualitas dari keadaan yang menyimpan ketidaksamaan
dalam unsur-unsurnya. Setiap masyarakat suku bangsa secara turun-temurun
mempunyai dan menempati wilayah tempat hidupnya yang diakui sebagai hak
riwayatnya. Tempat tersebut merupakan sumber daya warga masyarakat suku
bangsa yang memanfaatkannya untuk kelangsungan hidup mereka.
Pengertian Kelompok Sosial.
Kelompok sosial terbentuk setelah di antara individu yang satu dan
individu yang lain bertemu. Pertemuan antar individu yang menghasilkan
kelompok sosial haruslah berupa proses interaksi, seperti adanya kontak,
komunikasi, kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi untuk mencapai
tujuan bersama, bahkan mungkin mengadakan persaingan, pertikaian, dan konflik.
Dengan demikian, interaksi merupakan syarat utama yang harus dipenuhi
agar terbentuk kelompok sosial. Sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua
hasrat atau keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia
lain di sekelilingnya (masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan
suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menyesuaikan diri, manusia menggunakan pikiran, perasaan,
dan kehendaknya. Di dalam menghadapi lingkungannya, seperti udara yang
dingin, alam yang keras, dan sebagainya, manusia kemudian menciptakan rumah,
pakaian, dan lain-lain.
Manusia juga harus makan agar badannya tetap sehat. Untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut, dia juga mengambilnya dari alam dengan menggunakan
akal, misalnya di laut manusia akan menjadi nelayan untuk mendapatkan ikan.
Semuanya itu menimbul kan kelompok-kelompok sosial (social group) di dalam
14

kehidupan manusia. Kelompok-kelompok manusia tersebut merupakan himpunan


atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama.
Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling
memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Sebagai
gambaran Anda tentang pengertian kelompok sosial, berikut ini merupakan
beberapa kutipan pengertian yang diambil dari beberapa sosiolog.
a. Astrid Soesanto
Kelompok sosial adalah kesatuan dari dua atau lebih individu yang mengalami
interaksi psikologis satu sama lain.
b. Robert K. Merton
Kelompok sosial adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai
dengan pola-pola yang telah mapan.
c. Hendropuspito
Kelompok sosial adalah suatu kumpulan yang nyata, teratur, dan tetap dari
orang-orang yang melaksanakan peranannya yang saling berkaitan guna
mencapai tujuan yang sama. Kelompok sosial adalah sejumlah orang yang
saling berhubungan secara teratur.
d. Soerjono Soekanto
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama, antaranggotanya saling berhubungan, saling me mengaruhi dan
memiliki kesadaran untuk saling menolong.
e. Bierens de Haan
Kelompok sosial bukan merupakan jumlah anggotanya saja, melainkan suatu
kenyataan yang ditentukan oleh datang dan pergi anggota-anggotanya.
Kenyataan kelompok ditentukan oleh nilai-nilai yang dihadapi bersama oleh
fungsi kelompok sebagaimana disadari oleh anggotanya.
Dengan demikian, kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki
kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Oleh karena itu,
kelompok sosial bukan hanya merupakan kumpulan manusia, tetapi juga
mempunyai suatu ikatan psikologis yang diwujudkan dalam bentuk interaksi
sosial secara tetap dan teratur. Istilah kelompok sering disamakan penggunaannya
15

dengan istilah kategori dan kerumunan, yang sesungguhnya memiliki pengertian


yang berbeda. Kategori menunjuk pada orang-orang yang memiliki kedudukan
sama, contohnya wanita, pemilik rumah, atau remaja muslim. Kategori bukan
kelompok karena orang-orang yang berada dalam satu kategori belum tentu saling
mengenal. Kerumunan adalah kumpulan orang yang bersifat sementara yang
mungkin saling berinteraksi atau tidak sama sekali.
Kelompok adalah orang yang memiliki kepentingan yang sama dan
memiliki beberapa landasan interaksi yang sama. Mereka diikat bersama oleh
serangkaian hubungan sosial yang khas. Kelompok dapat terorganisasi secara
ketat dan berjangka panjang, namun juga dapat bersifat cair dan
sementara. Kelompok dapat terdiri atas dua orang (dyadlduo), tiga
orang (tryadltrio), empat orang (kwartet), dan seterusnya sampai puluhan atau
bahkan ribuan orang.
Semakin banyak anggota kelompok, semakin kecil kesempatan terjadinya
interaksi sosial yang mendalam antar-sesama anggota kelompok. Sebaliknya,
semakin kecil atau sedikit jumlah anggota kelompok, semakin besar kesempatan
terjadinya interaksi sosial yang mendalam antar-sesama anggota kelompok.
2.2.1 Jenis-jenis Kelompok
Berdasarkan jumlah anggota, sifat hubungan antaranggota, dan
tujuannya, kelompok yang ada dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi:
a. Kelompok primer
Kelompok primer adalah kelompok yang jumlah anggotanya sedikit,
walaupun tidak setiap kelompok yang anggotariya sedikit adalah kelompok
primer. Hubungan antaranggota bersifat personal (saling kenal secara pribadi)
dan mendalam, diwarnai oleh kerja sama, sering bertatap muka dalam waktu
lama, sehingga terbangun keterlibatan perasaan yang sama.
Tujuan berkelompok adalah membangun hubungan personal itu sendiri.
Walaupun kadang terjadi konflik, namun masing-masing anggota kelompok
primer menunjukkan perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan sesama
anggota. Jadi, hubungan dalam kelompok primer bersifat informal,
intim/akrab, personal, dan total.
16

Contoh kelompok primer adalah


 Keluarga
 Kelompok teman
 Sepermainan.
b. Kelompok sekunder
Kelompok sekunder adalah kelompok yang jumlah anggotanya banyak.
Hubungan antaranggota bersifat impersonal (tidak saling kenal secara
pribadi), lebih diwarnai oleh kompetisi, jarang bertatap muka dalam waktu
lama, sehingga tidak terbangun hubungan yang emosional. Hubungan yang
ada lebih bersifat fungsional, artinya orang bukan dilihat dan segi “siapanya”
melainkan lebih dilihat dan segi “apa kegunaannya” bagi pencapaian tujuan
kelompok.
Tujuan berkelompok adalah untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga
kelompok lebih berperan sebagai sarana bukan tujuan. Hubungan
dalam kelompok sekunder bersifat formal, impersonal, parsial, dan
dilandaskan pada kemanfaatan kelompok semata.
Contoh kelompok sekunder adalah
 organisasi buruh,
 universitas,
 sekolah,
 dan lain-lain.
Sementara itu, berdasarkan cara pandang seseorang terhadap berbagai
kelompok yang melingkupi hidupnya, kelompok dibedakan menjadi:
a. In-group
Semua kelompok di mana seseorang merasa menjadi anggotanya dan
mengharapkan pengakuan, kesetiaan, dan pertolongan.
b. Out-group
Semua kelompok di mana seseorang merasa bukan sebagai anggotanya
dan mungkin akan menunjukkan permusuhan, kompetisi damai, atau
sekedar merasa berbeda.
17

In-group dan out-group terpisahkan dalam hubungan permusuhan.


Individu anggota in-group menyebut diri “kami”, dan menyebut individu
anggota out-group sebagai “mereka”. Permusuhan antara in group dan out
group cenderung bersuasana kultural (budaya). Misalnya,antara pendatang
dengan penduduk asli, antargeng, sampai permushan yang bernuansa SARA.

2.2 Konsep hands on activity


1. Pengertian hands on activity
Paradigma Pendidikan Nasional Abad 21 menyatakan bahwastrategi
pencapaian pendidikan di masa mendatang salah satunya adalah dengan
menerapkan metode pembelajaran yang kreatif di SD. Metode ini berpegang
pada prinsip bahwa setiap individu itu unik dan memiliki talenta masing -
masing, sehingga metode pembelajaranpun harus memperhatikan
keberagaman “learning style” dari masing - masing individu. Melalui kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang Hands On, baik siswa maupun guru dituntut
akan lebih berkembang aspek psikomotoriknya, dimana saat tangannya
bekerja, maka pikirannyapun ikut bekerja. Namun yang jauh lebih penting
adalah saat tangannya bekerja dan menemui kendala, maka berkembanglah
pikiran dan berusaha mencari solusi akan kendalanya tersebut.
Model pembelajaran yang menekankan pada ciri khas dan keberagaman
ini perlu dikembangkan. Contoh model pembelajaran yang dimaksud
diantaranya adalah PBL (Problem Based Learning) dan Hands On Activity.
Di samping itu, harus pula ditekankan model pembelajaran berbasis kerjasama
18

antar individu untuk meningkatkan kompetensi interpersonal dan kehidupan


sosialnya, seperti: Cooperative Learning dan Collaborative Learning melalui
kegiatan - kegiatan pembelajaran Hands On Activity.
Hal-hal yang terjadi yang telah diungkapkan sebelumnya dapat kami
pahami sebagai kemakluman yang memang terjadi di SD. Dengan demikian
perlu adanya pendampingan dan penelitian yang bisa memberikan contoh-
contoh berbagai pembelajaran HOA agar siswa dan guru-guru SD semakin
bersemangat dan terbuka untuk belajar lebih giat lagi. Melalui penelitian ini
juga, kami berharap bisa menemukan temuan-temuan yang bermakna
mengenai sampai sejauh mana HOA terhadap peningkatan kemampuan
kerjasama dalam kelompok siswa sekolah dasar.
Hands On Activity merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang
untuk melibatkan peserta didik dalam menggali informasi dengan bertanya,
beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta
membuat kesimpulan. Belajar dengan melakukan kegiatan tangan dan kegiatan
berpikir (minds on activity). Hands On Activity pada pengamatan materi
pembelajaran ditekankan pada perkembangan penalaran, membangun model,
keterkaitannya dengan aplikasi dunia nyata (Ahmad, 2015:9).
Hands on adalah seluruh aktivitas dan pengalaman langsung siswa dengan
fenomena alam. (Haury & Rillero,1994). Hands on sains adalah belajar dari
materi-materi (benda-benda) dan proses alam melalui observasi langsung dan
eksperimen. Hands on membiarkan siswa untuk mempraktikan sains secara
menyeluruh. (Haury & Rillero,1994) Hands on adalah suatu aktivitas dimana
siswa memiliki objek (makhluk hidup maupun benda mati) yang secara langsung
dapat dipergunakan untuk penelitian.
2. Indikator
Tindakan dalam penelitian ini di katakan berhasil apabila hasil belajar
kemampuan peniruan pada mata pelajaran IPA mencapai 80% dari 30 Siswa
Kelas II SDN 1 Cibodas mencapai nilai KKM, yaitu 75.
3. Karakteristik
19

Karakteristik dari HOA yaitu kerja sama, saling menunjang, gembira,


belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai
sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing dengan
teman, siswa kritis dan guru kreatif. HOA juga dapat memberikan
penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang
diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan karena siswa memperoleh
pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri. Dengan
HOA, siswa dapat menghayati konsep-konsep yang diajarkan guru, siswa
dapat membuktikan fakta dan konsep, dan juga mendorong rasa ingin tahu
siswa secara lebih mendalam sehingga cenderung untuk membangkitkan
keinginan siswa mengadakan penelitian untuk mendapatkan pengamatan dan
pengalaman dalam proses ilmiah. Melalui HOA, siswa juga dapat memperoleh
manfaat antara lain: menambah minat, motivasi, menguatkan ingatan,
dapat mengatasi masalah kesulitan belajar, menghindarkan salah faham,
mendapatkan umpan balik dari siswa serta menghubungkan yang konkrit
dan yang abstrak. (Weinberg, Ithaca dan Thomas, 2009) dan (Ivers dan
Whitney, 2009).
Dalam pelaksanaan HOA agar benar-benar efektif perlu memperhatikan
beberapa hal meliputi: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Ranah kognitif dapat dilatih dengan memberi tugas: memperdalam teori
yang berhubungan dengan tugas HOA yang dilakukan, menggabungkan
berbagai teori yang telah diperoleh, menerapkan teori yang pernah diperoleh
pada masalah yang nyata. Ranah psikomotorik dapat dilatih melalui:
memilih, mempersiapkan, dan menggunakan seperangkat alat atau instrumen
secara tepat dan benar.Ranah afektif dapat dilatih dengan cara:
merencanakan kegiatan mandiri, bekerjasama dengan kelompok kerja, disiplin
dalam kelompok kerja, bersikap jujur dan terbuka serta menghargai ilmunya.
HOA membuat peserta didik menjadi mandiri, berani mengajukan
pertanyaan, menggali rasa ingin tahu serta menjadi peserta didik yang kreatif.
Seorang guru dapat dan harus dapat memberikan siswa pengalaman,
setidaknya waktu sepuluh menit untuk siswa dimana siswa bisa merasakan,
20

mendengar, melihat dan bertindak pada subjek yang akan diajarkan selama sisa
waktu. Ini dapat membuat suasana menyenangkan, mengurangi rasa bosan
siswa dan pembelajaran menjadi lebih efektif
2.3 Penelitian terdahulu yang relevan.
Menurut Pamudji, kerja sama adalah pekerjaan yang dilakukan individu
individu, adanya interaksi dan adanya tujuan yang sama dua orang atau lebih
dengan melibatkan interaksi antarindividu bekerja bersama sama sampai terwujud
tujuan yang dinamis. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa unsur utama kerjasama
ada tiga yakni adanya kelompok merupakan kumpulan individu yang diberi
kesamaan berdasarkan sesuatu hal. Kelompok di dalam kehidupan masyarakat
sangat banyak jumlahnya.
Hal ini merupakan pengkategorian terhadap tujuan dari setiap anggotanya
yang sama, jenis kegiatan yang sama, dan orientasi yang sama. Anggota-anggota
dari suatu kelompok berinteraksi secara langsung, dan melakukan proses sosial
secara akrab dan intensif. Pergaulan manusia tersebut akan menimbulkan suatu
perasaan yang saling membutuhkan semuanya itu menimbulkan kelompok-
kelompok sosial (social group) yang merupakan himpunan atau kesatuan-
kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling berhubungan, seperti
masyarakat yang terdiri atas anggota-anggotanya, namun lebih bersifat kompleks.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas menunjukan bahwa, Model
pembelajaran kerjasama dalam kelompok berpengaruh besar dalam
merningkatkan kemampuan siswa dan prestasi belaja Penelitian tersebut memiliki
kesamaan dalam menggunakan model pembelajaran hands on activity dalam
pembelaran IPA tetapi dalam beberapa penelitian ini hal yang ingin ditingkatkan
berbeda. Meskipun demikian pengaruh dari pembelajaran kerjasama dalam
kelompok dan hans on activity terbukti dapat meningkatkan prestasi dan keaktifan
belajar siswa sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.

2.3 Konsep Perencanaan Pelaksanaan dan Evaluasi


2.4.1 konsep perencanaan
21

Secara konseptual, manajemen pendidikan meliputi perencanaan,


pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan mengenai (sumber daya manusia,
sumber belajar, kurikulum, dana, dan fasilitas) untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien (Engkoswara 1987; ISPI 1995; Manap 1999, 2008).
Perencanaan pendidikan mempunyai peran penting dan berada pada tahap awal
dalam proses manajemen pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan bagi
pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan.
Perencanaan merupakan suatu proyeksi tentang apa yang harus
dilaksanakan guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan (Kaufman
1972; Hadikumoro 1980). Sebagai suatu proyeksi, perencanaan memiliki unsur
kegiatan mengidentifikasi, menginventarisasi dan menyeleksi kebutuhan
berdasarkan skala prioritas, mengadakan spesifikasi yang lebih rinci mengenai
hasil yang akan dicapai, mengidentifikasi persyaratan atau kriteria untuk
memenuhi setiap kebutuhan, serta mengidentifikasi kemungkinan alternatif,
strategi, dan sasaran bagi pelaksanaannya.
Kebutuhan terhadap perencanaan pendidikan diakibatkan oleh adanya
kompleksitas masyarakat dewasa ini, seperti masalah jumlah penduduk,
kebutuhan akan tenaga kerja, masalah lingkungan, dan adanya keterbatasan
sumber daya alam. Hal tersebut antara lain dikemukakan Banghart dan Trull
(1973: hal.5) dalam bukunya yang menyatakan bahwa: “The need for planning
arose with the intensified complexcities of modern technological society.
Problems such as population, manpower needs, ecology, decreasing natural
resources and haphazard aplication of scientific developments all place demand
on educational institutions for solution”.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih mengalami krisis besar
karena perkembangan dan kebutuhan akan pendidikan tidak dapat terpenuhi oleh
sumbersumber yang tersedia. Sejak beberapa tahun lalu, Coombs (1968) dan
Manap (1999, 2008) menghimbau agar pendidikan direncanakan secara seksama.
Caranya dengan melihat pada keterbatasan yang ada dan diarahkan kepada
penyelenggaraan pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan
masyarakat.
22

Untuk mengatasi permasalahan pendidikan secara komprehensif, Banghart


dan Trull (1973:120) merekomendasikan beberapa hal yang harus dicermati
dalam merencanakan pendidikan, di antaranya (1) mengidentifikasi berbagai
kebijakan terkait dengan sistem pendidikan; (2) mengevaluasi dan
mempertimbangkan berbagai alternatif metode pendidikan dan dalam kaitannya
dengan masalah-masalah khusus pendidikan;
mencermati masalah-masalah kritis yang memerlukan perhatian,
penelitian, dan pengembangan; (4) mengevaluasi keunggulan dan kelemahan
sistem pendidikan yang ada; serta (5) melaksanakan kajian terhadap sistem
pendidikan dan komponen-komponennya. Perencanaan berfungsi sebagai pemberi
arah bagi terlaksananya aktivitas yang disusun secara komprehensif, sistematis,
dan transparan.
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang paling mungkin untuk
dilaksanakan. Melalui perencanaan dapat dijelaskan tujuan yang akan dicapai,
ruang lingkup pekerjaan yang akan dijalankan, orang-orang yang

2.4.2. Pendekatan dalam Perencanaan Pendidikan


Perencanaan dan manajemen pendidikan diarahkan untuk dapat
membantu: (1) memenuhi keperluan akan tenaga kerja, (2) perluasan kesempatan
pendidikan, (3) peningkatan mutu pendidikan, serta (4) peningkatan efektivitas
dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Pemenuhan keperluan akan tenaga
kerja yang terampil dan berkualitas menempati prioritas utama karena tanpa
didukung tenaga kerja yang terampil, maka pembangunan di berbagai bidang
sukar dilaksanakan dan tingkat pengangguran akan terus meningkat. Kebutuhan
akan pendidikan juga terus meningkat. Pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan merupakan upaya pembebasan yang bersifat politis dan
merakyat. Sementara peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan merupakan pra syarat bagi terwujudnya pemenuhan keperluan akan
tenaga kerja dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
23

2.4.3 Konsep Evaluasi


Evaluasi adalah proses mengumpulkan data dasar dan menelaah misalnya
tentang efektivitas program belajar dan pembelajaran, seperti misalnya dalam
PKB (Program Kegiatan Belajar), kebijakan dan prosedur pelaksanaan PPP
(Program Pembentukan Perilaku) atau PKD (Pengembangan Kemampuan Dasar).
Secara operasional mengevaluasi program pembelajaran berarti
mengamati, memeriksa, meneliti maksud atau tujuan dalam merencanakan dan
melaksanakan suatu kegiatan program tertentu, misalnya tujuan sasaran (TPK =
Tujuan Pembelajaran Khusus), dan hasilnya (hasil belajar aktual) apakah sudah
seperti patokan perilaku sesuai standar kompetensi yang diharapkan, dan
menyatakan kemajuan yang telah dicapai anak, apakah sudah ke arah tujuan atau
belum.
Saat mengevaluasi program pembelajaran, guru perlu mengamati cara
anak merespons proses dan sumber belajarnya, misalnya dengan mempertanyakan
pada diri sendiri: Mengapa anak didik saya bersikap seperti itu? Mengapa terjadi
pembelajaran yang tak diharapkan? Bagaimana sebenarnya strategi pembelajaran
yang tepat untuk si Andi? Efektifkah jika saya manfaatkan media ini untuk belajar
mengenal posisi? Selanjutnya perlu dipikirkan apa yang harus ditindaklanjuti dari
temuan berdasar pertanyaan-pertanyaan tersebut. Misalnya dengan merubah
perencanaan atau pelaksanaan teknik ke arah yang lebih baik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Wina
Sanjaya (2011:26) mengartikan bahwa PTK sebagai proses pengkajian masalah
pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya memecahkan
masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam
situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Penelitian
Tindakan Kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
kerjasama siswa dengan menggunakan metode hands on activity
Metode Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK
merupakan ‘penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan
tindakan substatitif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau
suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi. Sambil terlibat
dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan’ Hopkins dalam Wiriatmadja
(2008, hlm. 11).
Menurut Wiriatmadja, R (2008, hlm. 11). PTK adalah sebuah bentuk
inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu
termasuk pendidikan untuk meningkatkan rasionalitas dari keadilan dari :
1. Kegiatan praktik sosial atau pendidikan mereka
2. Pemahaman mereka mengenai kegiatan praktek-praktek pendidikan ini
3. Situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.
Maka PTK atau penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan dikelas dimana peneliti sebaiknya orang yang mengetahui kondisi kelas
dan proses pembelajaran siswa dikelas sehingga peneliti mudah untuk mencari
masalah, merancang tindakan untuk memecahkan masalah dan melaksanakan
tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.
Keunggulan PTK praktis untuk diterapkan, dapat dilakukan disetiap kelas, dan
dapat menumbuhkan kepekaan guru terhadap permasalahan yang terjadi dikelas.
Desain penelitian yang dilakukan diadaptasi dari model penelitian
tindakan kelas menurut Kemmis dan McTaggart. Model ini merupakan

24
25

pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin namun
terdapat perbedaan dalam komponen acting (tindakan) dan observing
(pengamatan) menjadi satu kesatuan.
Model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakikatnya
berupa perangkat-perangkat dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen,
yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang
berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian
siklus pada kesempatan ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada gambar yang terdapat di bawah
tergambar dua siklus, dalam pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus bergantung
kepada permasalahan yang perlu dipselesaikan., Dalam pelaksanaan
sesungguhnya jumlah siklus adalah dua. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian
dapat digambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut:

Perencanaan

Siklus I
Observasi Pelaksanaan

Refleksi

Perencanaan

Siklus II
Observasi Pelaksanaan

Refleksi

Hasil tindakan
26

Gambar 3.1 Alur Penelitian Diadaptasi dari Desain Kemmis dan Mc Taggart
(Kusumah, W dan Dwitagama, D., 2010, hlm. 20)
3.2 Subjek, Waktu dan objek penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II SDN 1 Cibodas, yang
terletak di Desa Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
Tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 30 siswa terdiri dari siswa
laki-laki 12 dan siswa perempuan 18 siswa.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di salahsatu sekolah di kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat pada semester 2 Tahun ajaran 2017/2018
3. Objek Penelitian
Subjek penelitian memiliki beberapa karakteristik sikap ilmiah
diantaranya, siswa tidak banyak mengeluh pada saat proses pembelajaran
sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara terencana dan kondusif,
kepekaan siswa terhadap lingkungan sudah muncul karena siswa
membuang sampah pada tempatnya walaupun harus sering diingatkan oleh
guru, mayoritas siswa tidak membiasakan diri untuk mencontek sehingga
saat pemberian tugas atau lembar evaluasi jawaban yang diberikan siswa
sangat beragam. Selain itu anak kelas ini mudah untuk bersosialisasi,
meskipun ada siswa yang cenderung hiperaktif, namun secara keseluruhan
tidak ada permasalahan antara hubungan sosial antar siswa satu sama lain,
selama melakukan observasi karakteristik sikap ilmiah siswa sudah
muncul, namun masih perlu dikembangkan untuk menumbuhkan sikap
ilmiah siswa meningkat.
Obyek penelitian adalah kemampuan kerjasama siswa dalam
kelompok siswa kelas II SDN Cibodas 1 Desa Cibodas Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat.
27

3.3 Instrumen Penelitian


Insrtumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto,2005:101)
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman terhadap
materi yang telah dipelajari. Tes yang akan digunakan dalam penelitian
adalah tes akhir atau pos test.
2. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk memberikan gambaran dan memantau
berlangsungnya proses pembelajaran.
3.4 Langkah-langkah penelitian
SIKLUS I
1. Tahap Perencanaan Pembelajaran (Planing)
Tahap perencanaan peneliti melakukan kajian mengenai kerjasama siswa
dalam kelompok, langkah-langkah tersebut disesuaikan dengan permasalahan
kelas, karakteristik siswa, dan materi yang akan diajarkan. selanjutnya peneliti
melakukan standar kompetensi, kompetensi dasar, analisis mata pelajaran dan
menentukan indikator dalam pembelajaran terkait dengan materi bagian-bagian
utama tumbuhan pada mata pelajaran IPA. Selanjutnya dari langkah-langkah
tersebut peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi
aktivitas guru, lembar observasi siswa, dan lembar observasi siswa untuk
penelitian. Adapun perencanaan sebagai persiapan tindakan adalah melakukan
upaya perbaikan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan
keterampilan proses yang terdiri dari enam keterampilan mendasar .
Tahap perencanaan menyusun lembar observasi penelitian terdiri dari,
lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan lembar
observasi yang sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan bimbingan
dengan dosen pembimbing untuk meminta saran dan masukan terkait dengan
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Peneliti mempersiapkan lembar
evaluasi dan angket yang akan diberikan setelah penelitian selesai, lembar
28

evaluasi atau posttest berfungsi untuk mengetahui daya serap siswa terkait dengan
materi secara kognitif, sedangkan angket berfungsi untuk mengetahui respon
siswa terkait dengan pembelajaran.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap Pelaksanaan (Action)
1) Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan
2) Menerapkan tahapan pembelajaran sesuai pendekatan pembelajaran
keterampilan proses. Proses belajar mengajar dengan tahap : mengamati,
mengelompokkan/ mengklasifikasikan, memprediksi, mengukur,
menyimpulkan, dan mengkomunikasikan
3) Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai
rencana.
4) Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan
yang dilaksanakan
5) Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat
melakukan tahap tindakan
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada Bulan Pebruari 2018,penelitian ini
dilaksanakan di kelas II dengan jumlah siswa 30 siswa.
3 Tahap observasi
1. Melakukan diskusi dengan kepala sekolah untuk rencana observasi.
2. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan
pendekatan pembelajaran keterampilan proses.
3. Melakukan diskusi dengan untuk membahas tentang kelamahan-
kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran
perbaikan untuk pembelajaran berikutnya
Hal-hal yang diobservasi meliputi aktivitas murid dalam pembelajaran materi
IPA mengenai bagian-bagian utama tumbuhan. Meliputi bagian akar, batang daun,
bunga dan buah.
4 Tahap refleksi (Reflection)
1) Menganalisis temuan saat melakukan observasi
2) Menganalisis kelemahan dan keberhasilan peneliti saat menerapkan
29

pendekatan pembelajaran keterampilan proses.


3) Melakukan refleksi terhadap kerjasama dalam kelompok melalui kegiatan
Hans on activity.
4) Melakukan refleksi terhadap sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA.
SIKLUS II
Tahap Refleksi/Siklus II meliputi :
a. Tahap Perencanaan (Planning)
1) Hasil refleksi dievaluasi, didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk
diterapkan pada pembelajaran berikutnya
2) Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran
3) Merancang perbaikan II berdasarkan refleksi siklus I
b. Tahap Melakukan Tindakan (Action)
1) Melakukan analisis pemecahan masalah.
2) Melaksanakan tindakan perbaikan II dengan memaksimalkan penerapan
pendekatan pembelajaran keterampilan proses.Proses belajar mengajar
dengan tahap : mengamati, mengelompokkan/ mengklasifikasikan,
memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
c. Tahap Mengamati (Observation)
1) Melakukan pengamatan terhadap penerapan pendekatan pembelajaran
keterampilan proses.
2) Mencatat perubahan yang terjadi
3) Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan
memberikan balikan.
d. Tahap Refleksi (Reflection)
1) Merefleksi sikap ilmiah pada proses pembelajaran IPA.
2) Merefleksi hasil belajar siswa dengan penerapan pendekatan pembelajaran
keterampilan proses.
3) Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian
4) Rekomendasi.
30

3.5 Prosedur Substantif Penelitian


Prosedur substantif penelitian terdiri dari pengumpulan data dan
pengolahan data yang dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini adalah dengan hasil observasi dan studi
dokumentasi sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi digunakan untuk melihat secara langsung aktivitas siswa dan
guru selama proses pembelajaran. Pedoman observasi yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas tiga jenis yaitu pedoman observasi untuk mengamati
aktivitas guru, aktivitas siswa dalam pembelajaran yang terkait dengan penerapan
pendekatan keterampilan proses, dan pedoman observasi untuk mengamati sikap
ilmiah siswa.
Pedoman obervasi guru dan siswa berfungsi untuk menilai partisipasi
siswa dan guru dalam pembelajaran dengan menerapkan pendekatan keterampilan
proses dan lembar observasi sikap ilmiah siswa pada pembelajaran IPA. Pedoman
observasi siswa dan guru tersebut berbentuk format isian, observer perlu
memberikan tanda (√) ceklis jika terdapat kriteria sesuai dengan pengamatan dan
menuliskan deskripsi kegaitan sesuai dengan pengamatan observer. Lembar
obsevasi ini dapat dilihat lebih lengkapnya pada lampiran.
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh untuk
memberikan gambaran secara umum mengenai lokasi penelitian serta objeknya
yakni keadaan sarana, riwayat singkat berdirinya SD, tugas aktivitas guru, buku
inventaris, buku leger dan buku nilai siswa. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dokumentasi untuk memberikan gambaran secara konkret
mengenai aktivitas siswa dan guru pada saat pembelajaran dan untuk memperkuat
data yang diperoleh. Pada penelitian ini, dokumentasi berupa mengambil foto
siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung serta mengumpulkan hasil tes
yang telah dikerjakan siswa.
31

Berdasarkan penjelasan diatas, intrumen pengumpul data dapat


disampaikan dalam bentuk tabel 3.1 Jenis Instrumen Penelitian sebagai berikut

Tabel 3.1 Jenis Instrumen Penelitian


Jenis Sumber
No Kegunaan Instrumen Waktu
Instrumen Data
1 Lembar Untuk mencatat keterlaksanaan
Observasi proses pembelajaran yang telah Guru
Aktivitas Guru dirancang
2 Lembar Untut mencatat aktivitas siswa
Observasi selama melakukan kegiatan
Aktivitas Siswa pembelajaran
3 Lembar Untuk mencatat sikap ilmiah Selama
Observasi siswa selama proses proses
Sikap Ilmiah pembelajaran pembela
Siswa
Siswa jaran
4 Studi untuk memberikan gambaran
Dokumentasi secara konkret mengenai
aktivitas siswa dan guru pada
saat pembelajaran dan untuk
memperkuat data yang diperoleh

2. Pengolahan Data
Dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan data
kualitatif dan kuantitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata,
bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui observasi yang telah
dituangkan dalam catatan lapangan, observasi yang dituangkan dalam bentuk
instrumen guru dan siswa terkait dengan penerapan pendekatan keterampilan
proses, dan lembar observasi sikap ilmiah siswa. Data kuantitatif digunakan untuk
32

menghitung besar ketercapaian siswa dan guru terhadap kriteria yang telah
ditetapkan dan menghasilkan data angka atau berupa presentase.
Adapun pengolahan data yang peneliti gunakan menyesuaikan dengan
jenis data yang diminta pada rumusan masalah.
a. Data Pelaksanaan
Data pelaksanaan menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Karena
diolah dengan cara mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa, lalu ditafsirkan
dalam bentuk presentase ketercapaian aktivitas.
b. Sikap Ilmiah
Data sikap ilmiah menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif, hasil
observasi observer akan dideskripsikan lalu ditafsirkan dalam bentuk presentase.
Presentase tersebut didapat dari ketercapaian indikator dari setiap aspek sikap
ilmiah. Aspek tersebut yaitu, rasa ingin tahu, ketekunan, peka terhadap
lingkungan, peka terhadap data atau fakta, serta kerjasama dan terbuka.
Berikut akan dipaparkan pengertian dan cara untuk setiap analisis data
baik kualitatif maupun kuantitatif
1) Analisis Kualitatif
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang
menggambarkan aktivitas siswa atau partisipasi siswa dalam pembelajaran, serta
merekam sebanyak mungkin situasi yang diteliti pada saat itu sehingga
memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan
sebenarnya.
Aktivitas dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman
(1984) (dalam Sutopo, 2006, hlm. 7) adalah sebagai berikut:
a) Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti. Mereduksi data berati merangkum, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, serta membuang yang tidak perlu.
b) Klasifikasi Data
33

Data yang telah diperoleh dari lapangan dikelompokkan berdasarkan


aktivitas guru dan aktivitas siswa ke dalam jenis-jenis kegiatan pembelajaran
berupa kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
c) Data Display (Penyajian Data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
teks yang bersifat naratif dan grafik.
d) Analisis Data
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menafsirkan kegiatan pembelajaran
yang sudah baik dan belum baik sesuai rencana. Kegiatan yang belum baik dicari
penyebabnya dan memberikan solusi untuk memperbaikinya.
e) Penarikan Kesimpulan
Kegiatan ini dilakukan untuk menyimpulkan hasil pengolahan data.
2) Analisis Kuantitatif
Teknik mengolah data sikap ilmiah menghitung rata-rata, dan
menganalisis keterlaksanaan penerapan pendekatan keterampilan proses.
Pengolahan data observasi dilakukan dengan menghitung rata-rata keterlaksanaan
sikap ilmiah, aktivitas guru dan siswa, analisis data yang dilakukan pada hasil
observasi ini ialah analisis data kualitatif disertai dengan perhitungan presentase
pencapaiannya. Adapun cara untuk menghitung presentase keterlaksanaan
aktivitas pembelajaran menggunakan rumus :
∑ 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎
% Keterlaksanaan = ∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑥 100%

Sedangkan cara untuk menghitung presentase keterlaksanaan sikap


ilmiah siswa menggunakan rumus :
∑ 𝑆𝑖𝑘𝑎𝑝 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡
% Keterlaksanaan = ∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑥 100%

Presentase berikut kemudian akan di tafsirkan kedalam bentuk kalimat


berdasarkan kriteria berdasarkan tabel 3.2 berikut :
34

Tabel 3.2 Tafsiran Presentase Lembar Observasi


Persentase (%) Kriteria
80-100 Baik Sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
0-39 Kurang Sekali

(Sumber : Arikunto, S. 2006, hlm. 245)


BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengobservasi salah satu
sekolah dasar di kabupaten Bandung Barat, peneliti melakukan wawancara pada
beberapa siswa ternyata yang dianggap sulit adalah kerjasama dalam kelompok.
Pada saat observasi awal pada mata pelajaran IPA guru lebih
menggunakan metode pembelajaran secara konvensional, konsep yang ada
langsung diberikan oleh guru tanpa adanya proses berpikir dari siswa, fenomena
atau fakta yang seharusnya disampaikan pada awal pembelajaran disampaikan di
akhir pembelajaran setelah mengetahui suatu konsep terlebih dahulu.Implementasi
kerjasama dalam kelompok di salah satu sekolah dasar kabupaten Bandung Barat
belum mampu mengembangkan prinsip keterampilan mendasar, keterampilan
mendasar sering di sebut dengan keterampilan proses. Namun, sikap ilmiah pada
mata pelajaran IPA terukur untuk aspek rasa ingin tahu, ketekunan, peka terhadap
lingkungan, peka terhadap data atau fakta dan Kerjasama dan terbuka.
Berdasarkan pengamatan mengenai kondisi awal kelas tersebut, peneliti
memandang perlu diadakan suatu perbaikan yang dapat meningkatkan kualitas
kerjasama di kelas tersebut sehingga siswa dapat terlibat aktif dan guru bertindak
sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Peneliti berusaha untuk dapat mengatasi
kendala-kendala tersebut dengan menganalisisnya yang kemudian dituangkan ke
dalam perencanaan tindakan karena pembelajaran tidak bisa terjadi seketika
melainkan harus melakukan perancangan dan perencanaan

4.2 Pembahasan
Pertanyaan:
1. Apakah Hands On Activity dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dalam
kelompok di kelas II SDN 1 Cibodas kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat.

35
36

2. Berapa besar peningkatan kemampuan kerjasama dalam kelompok melalui


kegiatan Hands On Activity di kelas II SDN 1 Cibodas Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat.
Temuan dan pembahasan ini berdasarkan pada prinsip penelitian
tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, tahap tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
3. Tahap Perencanaan Pembelajaran (Planing)
Tahap perencanaan peneliti melakukan kajian mengenai penerapan
langkah-langkah pendekatan keterampilan proses, langkah-langkah tersebut
disesuaikan dengan permasalahan kelas, karakteristik siswa, dan materi yang
akan diajarkan. selanjutnya peneliti melakukan telaah standar kompetensi,
kompetensi dasar, analisis mata pelajaran dan menentukan indikator dalam
pembelajaran. Selanjutnya dari langkah-langkah tersebut peneliti menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi aktivitas guru, lembar
observasi siswa, dan lembar observasi sikap ilmiah siswa untuk penelitian.
Adapun perencanaan sebagai persiapan tindakan adalah melakukan upaya
perbaikan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan keterampilan
proses yang terdiri dari enam keterampilan mendasar .
Tahap perencanaan peneliti menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan mata pelajaran IPA materi bagian-bagian utama
tumbuhan, alokasi yang ditentukan untuk satu kompetensi dasar adalah 2 x 35
menit, secara garis besar alokasi waktu yang dibutuhkan untuk langkah-
langkah pembelajaran pada kegiatan pendahuluan 15 menit, kegiatan 1 x 45
menit, dan kegiatan penutup 10 menit. Dalam perencanaan pembelajaran
peneliti menentukan indikator pencapaian sikap ilmiah yang harus dicapai
siswa selama proses pembelajaran berlangsung, indikator ini mengacu pada
aspek sikap yang akan diukur.
Tahap perencanaan menyusun lembar observasi penelitian terdiri dari,
lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan lembar
observasi sikap ilmiah yang sebelum melaksanakan penelitian, peneliti
37

melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing untuk meminta saran dan


masukan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Peneliti mempersiapkan lembar evaluasi dan angket yang akan diberikan
setelah penelitian selesai, lembar evaluasi atau posttest berfungsi untuk
mengetahui daya serap siswa terkait dengan materi secara kognitif, sedangkan
angket berfungsi untuk mengetahui respon siswa terkait dengan
pembelajaran.

4. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran (Action)


Pelaksanaan penelitian siklus I dilaksanakan pada bulan Februari
2018, pembelajaran dilaksanakan 2 jam pelajaran, penelitian ini dilaksanakan
di kelas II dengan jumlah siswa 30 siswa namun, dikarenakan ada 4 orang
siswa yang tidak hadir maka penelitian ini terfokus pada 26 siswa yang terdiri
dari 12 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Pada pelaksanaan siklus I
berisi kegiatan pembelajaran IPA materi bagian-bagian utama tumbuhan
dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan
sikap ilmiah siswa, setelah itu siswa sendiri yang mencari tahu apa saja
bagian-bagian utama tumbuhan itu. Pelaksanaan siklus I diadaptasi dari
tahap-tahap penerapan pendekatan keterampilan proses menurut Dewi,S
(2008, hlm. 52) ada langkah-langkah yang harus di lalui oleh seorang guru
dalam menggunakan keterampilan proses, proses belajar mengajar,
hendaknya selalu mengikutsertakan siswa secara aktif dalam pembelajaran
guna mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa antara lain :
mengamati, menggolongkan, memprediksi, mengukur, menyimpulkan,
mengkomunikasikan. Berikut deskripsi langkah-langkah spesifik kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses :
a. Pendahuluan :
Sebelum memulai pembelajaran, guru melakukan kegiatan pendahuluan
Guru meminta ketua murid untuk memimpin berdo’a, Guru mengabsen setiap
siswa dan ada siswa yang tidak hadir yaitu siswa berinisial JT dan siswa
berinisial N.S, guru bertanya mengenai “Kenapa JT dan NS tidak pergi ke
38

sekolah ?”, A.Y berkata “Sakit bu, JT sakit perut dan NS demam”, guru
menjawab “Baik, semua harus menjaga kesehatan ya supaya tidak mudah
terserang penyakit karena sebentar lagi kalian UKK jadi kalian harus selalu
sehat.”Siswa diberi perjanjian jika guru berkata “kelas II” maka siswa harus
berkata “Siap”sambil duduk yang rapi, ketika ada siswa yang ingin berbicara
harus mengangkat tangan terlebih dahulu, siswa harus membuang sampah
pada tempatnya, dan bagi siswa yang aktif akan mendapatkan reward bagi
kelompoknya dan siswa yang tidak disiplin akan mendapat hukuman. Guru
melakukan apersepsi mengenai materi sebelumnya yaitu, manfaat tumbuhan.
“Kalian masih ingat pembelajaran sebelumnya kita belajar mengenai manfaat
tumbuhan, apa saja manfaat tumbuhan bagi manusia?”. RF menjawab “untuk
mencegah longsor,bu. Guru berkata “ya tepat sekali salah satu manfaat
tumbuhan yaitu mencegah banjir”. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
“nah, hari ini kita akan belajar mengenai bagian-bagian utama tumbuhan.”
b. Tahap Mengamati :
Guru menunjukan gambar pohon “Nah coba dari gambar ini sebutkan
bagian-bagian utama tumbuhannya ?” AI berkata “Pohon, daun,akar dan
buah”. Guru menjawab “ iya tepat sekali.” Guru membagikan LKS pada
sembilan kelompok, dan menjelaskan petunjuk pengerjaan LKS. Siswa
bersama guru melakukan pengamatan mengenai bagian-bagian utama
tumbuhan yang ada. Siswa melakukan pengamatan. Siswa mengamati pohon
yang di bawa oleh masing-masing kelompo. Pada tahap ini banyak siswa
yang tidak memperhatikan.
c. Tahap Mengelompokkan/ Mengklasifikasikan.
Sebelumnya siswa di bagi kelompok terlebih dahulu,berdasarkan jender.
Lalu mereka melakukan pengamatan, siswa menyebutkan dan menulis di
LKS.. NI bertanya. Siswa kemudian mengamati gambar yang ada di LKS,
lalu mengerjakan dan mengisi LKS tersebut.
d. Tahap Memprediksi
Siswa memprediksi jika.tumbuhan tersebut tidak ada akarnya maka
tumbuhan tersebut akan mati.AS bertanya”bu, jika akarnya tidak ada maka
39

tumbuhan ini bagaimana/”Ada siswa lain menjawab dengan spontan, akan


mati, bu.Guru pun menjawab,betul sekali”jika tumbuhan tidak ada akarnya
maka akan sulit tumbuh
e. Tahap Mengukur
Siswa mengukur atau menghitung banyaknya daun,.bunga, buah dan
batang dari tumbuhan tersebut.
f. Tahap Menyimpulkan
Siswa menyimpulkan hasil pengamatan dan jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan di LKS. Siswa menyimpulkan bagian-bagian utama tumbuhan. .
Pada tahap menyimpulkan, semua kelompok merasa malu untuk maju ke
depan, apa saja yang harus disampaikan di depan kelas dan suasana kelas
menjadi gaduh.
g. Tahap Mengkomunikasikan
Setiap kelompok secara bergiliran mengkomunikasikan hasil diskusi
kelompoknya, tetapi kondisi kelas menjadi gaduh dan ada beberapa kelompok
yang acuh tak accuhterhadap kelompok yang sedang presentasi di depan
kelas. Kelompok yang tidak maju di depan kelas menambahkan hal yang
berbeda dan kurang tepat.
h. Tahap Penutupan
Guru melakukan konfirmasi materi mengenai : apa saja yang termasuk
bagian-bagian utama tumbuhan.Siswa dan guru menarik kesimpulan
mengenai pembelajaran hari ini. Siswa bertanya bagi yang kurang mengerti.
Tidak ada siswa yang bertanya. Ketua murid memimpin berdo’a.

5. Tahap Observasi Pembelajaran (Observation)


Hasil pada pelaksanaan pembelajaran siklus I meliputi pengamatan atau
observasi menggunakan tiga intrumen, yaitu : lembar aktivitas guru, lembar
observasi aktivitas siswa, dan instrumen sikap ilmiah siswa. Hasil observasi
observer selama proses pelaksanaan pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
40

a. Aktivitas Guru
Pelaksanaan observasi pelaksanaan aktivitas guru dilakukan oleh tiga orang
observer, observer mengamati sejauh mana keterlaksanaan pembelajaran dapat
dicapai, pengamatan yang dilakukan observer berlangsung. Observer memberi
tanda ceklis (√) pada kolom yang tersedia, dan observer juga menuliskan hasil
pengamatan pada kolom deskripsi pengamatan.
Hasil observasi yang dilakukan observer, keterlaksanaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru sebagian besar sudah terlaksana dengan cukup baik,
namun ada beberapa tahap yang harus mendapatkan perbaikan. Berikut
merupakan lembar observasi aktivitas mengajar guru pada siklus I terkait dengan
pendekatan keterampilan proses dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.3 Presentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru


No Aspek yang Diamati % Kategori
1 Kegiatan Pra pembelajaran 100% Baik Sekali
2 Kegiata Pendahuluan 100% Baik Sekali
3 Kegiatan Inti Pembelajaran
A. Pendekatan Keterampilan Proses
1) Mengamati 100% Baik sekali
2) Mengelompokkan/mengklasifikasikan 100% Baik Sekali
3) Memprediksi 50% Kurang
4) Mengukur 100% Baik Sekali
5) Menyimpulkan 83,3% Baik Sekali
6) Mengkomunikasikan 83,3% Baik Sekali
B. Penilaian proses dan hasil belajar 83,3% Baik Sekali
C. Penggunaan bahasa 66,7% Baik
4 Penutup 100% Baik Sekali
Rata-rata Presentase keterlaksanaan 85,5% Baik Sekali
41

Dari tabel di atas ketercapaian aktivitas guru adalah sebesar 85,5% dan
tafsiran presentase aktivitas guru berkategori baik sekali, namun untuk tahap
memprediksi dan memantau kemajuan belajar siswa yang masih pada kategori
cukup maka masih diperlukan perbaikan. Berdasarkan lembar observasi guru
temuan selama penelitian adalah sebagai berikut :
1) Pra pembelajaran, guru telah menyiapkan media, membentuk kelompok dan
menyiapkan kesiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai.
2) Pendahuluan, guru melaksanakan semua kegiatan pendahuluan dengan
rancangan pelaksanaan pembelajaran tanpa ada tahap yang terlewatkan.
3) Tahap Mengamati, Guru membimbing siswa dalam pengamatan lingkungan
sekolah secara langsung, dan proses pengamatan berjalan lancar dan kondusif
karena siswa tidak mengganggu kelas yang lain, siswa tidak ada yang keluar
lingkungan sekolah, namun guru tidak menjelaskan indikator mengamati
yang baik terlebih dahulu sehingga mayoritas siswa tidak menyentuh objek
dan melakukan proses pengamatan secara teliti.
4) Tahap mengelompokkan, guru telah mampu membimbing dan memfasilitasi
siswa untuk dapat menyebutkan bagian-bagian utama tumbuhan.
5) Tahap memprediksi, pada saat tahap ini siswa kesulitan untuk memprediksi
permasalah, hal ini karena guru tidak membimbing siswa untuk mencari
sumber informasi terlebih dahulu sehingga siswa tidak cukup untuk
memprediksi suatu permasalah, selain itu bahasa yang digunakan pada lembar
kerja kelompok yang masih sulit dipahami.
6) Tahap mengukur, guru telah mampu membimbing dan memfasilitasi siswa
pada tahap mengukur sehingga seluruh kelompok mampu menghitung jumlah
daun,bunga dan batang tumbuhan.
7) Tahap menyimpulkan, siswa kesulitan menyimpulkan hasil pengamatan dan
diskusi kelompok, sehingga tahap ini masih didominai oleh guru.
8) Tahap mengkomunikasikan, guru telah memberikan kesempatan kepada
setiap siswa untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
9) Penilaian proses dan hasil belajar, pada saat penilaian hasil guru telah
melakukannya dengan test hasil belajar namun karena siswa yang jumlahnya
42

banyak membuat guru tidak memantau kemajuan belajar setiap siswa, hanya
terpaku pada penilaian kelompok.
10) Pada saat proses pembelajaran karena jumlah murid yang terlalu banyak
maka suasan kelas gaduh..
11) Pada saat menyampaikan kesimpulan masih di dominasi guru yang
seharusnya di lakukan oleh siswa.
Berdasarkan deskripsi pelaksanaan aktivitas guru, hal ini dapat
disampaikan dalam bentuk grafik 4.1 sebagai berikut :
100% 100% 100% 100% 100% 100%
90% 83.3% 83.3% 83.3% 77.8%
80% 66.7%
70%
60% 50%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Siklus I

Grafik 4.1 Presentase Pelaksanaan Aktivitas Guru

b. Aktivitas Siswa
Berdasarkan lembar observasi aktivitas yang terlihat dari siswa pada
pembelajaran yang menerapkan pendekatan keterampilan proses ini juga
mendapat pengamatan dari observer. Observer pada aktivitas siswa dilakukan oleh
tiga observer dengan hasil pengamatan tersebut akan digambarkan pada tabel 4.2
berikui ini :
Tabel 4.4 Presentase Ketercapaian Aktivitas Siswa

Langkah-langkah Presentase
Kategori
Aktivitas Siswa Ketercapaian
Mengamati 33,3% KurangSekali
Mengelompokkan 100% Sangat Baik
43

Memprediksi 50% Kurang


Mengukur 100% Sangat Baik
Menyimpulkan 55,5% Kurang
Mengkomunikasikan 100% Sangat Baik
Persentase Ketercapaian 73% Baik

Berdasarkan pengamatan observer temuan-temuan dalam aktivitas siswa


sudah dalam kategori baik, hanya saja masih perlu perbaikan dikarenakan ada
beberapa tahap yang masih berada pada kategori cukup dan kurang terutama pada
tahap mengamati ketercapaiannya hanya 33,3 %, maka dari itu pelaksanaan
tindakan diperlukan beberapa perbaikan. Berdasarkan pelaksanaan lembar
observasi aktivitas siswa pada siklus I temuan-temuan dapat di deskripsikan
sebagai berikut :
Tabel 4.5 Temuan Lapangan Siklus I

Tahap
Temuan Lapangan Faktor Penyebab
Pembelajaran
Siswa mengamati tumbuhan Guru tidak menjelaskan
yang mereka bawa dari rumah indikator mengamati
dan kondusif tanpa yang baik, yaitu :
mengganggu kelompok lain menyentuh objek,
Mengamati yang sedang belajar, dan tidak mengamati objek dengan
keluar darikelas. Tetapi siswa teliti, teliti terhadap
tidak mengamati secara setiap informasi yang di
seksama, siswa hanya dapat.
mengamatitumbuhan tersebut..
44

Guru telah menjelaskan


Sebagian kelompok masih ada sebagian materi sepintas
yang belum mengerti dan di awal pembelajaran,
Mengelompokkan
masih sibuk menghitunh dan materi juga telah di
jumlah daun dan buah. ketahui anak di kelas
sebelumnya.
Bahasa dalam LKS yang
Tiga kelompok mampu di anggap sulit, dan siswa
memprediksi.Tahap tidak dapat
memprediksi ini membuat anak membayangkan hal yang
Memprediksi
kesulitan dalam akan terjadi karena tidak
mempresentasiakn di depan ada pertanyaan pengantar
kelas. sebelum siswa
memprediksi jawaban.
Karena siswa telah
mengetahui bahwa ada
Mengukur Setiap kelompok sudah mampu
beberapa keutamaan
bgian- bagian tumbuahn.
Lima kelompok mampu Siswa kesulitan untuk
menyimpulkan hasil mencari point penting
pengamatan, menuliskan dalam pembelajaran,
penggolonganbagian-bagian guru pun tidak
utama tumbuha Temuan menjelaskan secara lebih
observer dan hasil diskusi lanjut hal yang perlu
Menyimpulkan
lembar kerja kelompok disampaikan di
menunjukkan bahwa tiga kesimpulan karena
kelompok kesulitan untuk alokasi yang kurang.
menyimpulkan hasil diskusi
kelompoknya. Dan pada saat
menyimpulkan lingkungannya
45

hanya tiga kelompok yang


mampu menyimpulkan bagian-
bagian utama tumbuha. Guru
masih dominan dalam proses
menyimpulkan.

semua siswa setiap siswa tidak


mengkomunikasikan hasil menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya, hanya diskusi dengan suara
saja kondisi kelas tidak yang lantang. Sehingga
kondusif kelompok yang tidak
Mengkomunikasi presentasi mengobrol
kan dengan teman sekelasnya
tanpa memperhatikan
temannya di depan
padahal guru telah
meminta siswa untuk
memperhatikan.

Berdasarkan temuan penelitian di atas pelaksanaan observasi aktivitas


siswa dapat disampaikan dalam bentuk grafik 4.2 sebagai berikut :

100% 100% 100% 100%


80% 56%
60% 50%
33%
40%
20%
0%

Siklus I

Grafik 4.2 Presentase Pelaksanaan Aktivitas Siswa


46

Hasil observasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diamati oleh


observer dapat dilihat pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
(lampiran). Hasil dari pengamatan aktivitas guru dan siswa dapat digambarkan
melalui grafik 4.3 dibawah ini:

100% 86%
80% 73%

60%

40%

20%

0%
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Grafik 4.3 Presentase Hasil Observasi Akivitas Guru dan Siswa

Berdasarkan penjelasan diatas penerapan pendekatan keterampilan proses


mengalami peningkatan secara keseluruhan rata-rata pencapaian aktivitas guru
85,5% dengan kategori baik sekali, serta ketercapaian aktivitas siswa sebesar 73%
dengan kategori baik.

c. Sikap Ilmiah Siswa


Penelitian sikap ilmiah ini dilaksanakan pada saat pembelajaran IPA
materi sumber daya alam kelas II di salah satu SD Kabupaten Bandung Barat
yang meliputi sikap ingin tahu, ketekunan, peka terhadap lingkungan, peka
terhadap data atau fakta, dan kerjasama dan terbuka. Observasi sikap ilmiah siswa
dilakukan oleh empat observer, masing-masing observer mengobservasi dua
kelompok, kegiatan ini bertujuan untuk mengukur pencapaian indikator sikap
ilmiah siswa yang telah ditentukan oleh peneliti. Sebelum melakukan observasi,
peneliti melakukan pengarahan kepada observer menganai cara mengamati sikap
ilmiah siswa. Berikut ini hasil penelitian sikap ilmiah dapat dideskripsikan
sebagai berikut :
47

1) Rasa Ingin Tahu


Selama pembelajaran IPA hanya sebagian kecil siswa yang antusias
terhadap pembelajaran, sisanya hanya mengikuti pembelajaran seperti biasa tanpa
antusias untuk bertanya, mencari informasi dan melakukan pengamatan. Pada saat
proses pengamatan siswa tidak perhatian terhadap objek sehingga proses
mengamati tidak berjalan maksimal. Presentase ketercapaian aspek rasa ingin tahu
adalah 47%.
2) Ketekunan
Pada saat proses pembelajaran hampir seluruh siswa tidak mengeluh
mengenai tugas dan menyelesaikan proses pembelajaran dengan baik. Namun
pada saat pengumpulan hasil diskusi ada beberapa siswa yang tidak
menyelesaikan tugas dan memilih langsung mengumpulkan. Presentase
ketercapaian aspek ketekunan adalah 54%.
3) Peka Terhadap Lingkungan
Hampir seluruh siswa membuang sampah pada tempatnya, dan tidak
menyisakan sampah pada akhir pembelajaran. Hanya saja ada beberapa siswa
yang tidak membersihkan alat dan bahan hasil pengamatan, walaupun alat dan
bahan hanya LKS dan gambar namun hanya beberapa siswa yang membersihkan
alat dan bahan selama pengamatan. Presentase ketercapaian aspek peka terhadap
lingkungan adalah 78,25%.
4) Peka terhadap Data atau Fakta
Pada proses pembelajaran siswa mengalami kesulitan karena siswa tidak
berusaha mencari sumber lain, siswa hanya bertanya terhadap guru, sehingga pada
saat pengumpulan lembar kerja kelompok siswa menambahkan pendapat
subjektif, namun pada saat test hasil belajar siswa tidak terpengaruh dengan teman
sekelompoknya. Presentase ketercapaian aspek peka terhadap data atau fakta
adalah 51,75%.
5) Kerjasama dan terbuka
Selama proses pembelajaran proses kerjasama dan terbuka sudah cukup
baik dibandingkan dengan prapenelitian, walaupun ada beberapa siswa yang
48

masih mengandalkan teman sekelompoknya. Presentase ketercapaian aspek


terbuka dan kerja sama 60%.
Kegiatan observasi sikap ilmiah siswa ini dilakukan selama proses
kegiatan belajar mengajar. Observer diberikan lembar observasi berupa daftar cek
pencapaian sikap ilmiah siswa, observer pun mendapatkan rubrik penilaian sikap
ilmiah siswa untuk memudahkan pengamatan sikap ilmiah siswa. Observer
bertugas untuk mengisi kolom pencapaian indikator sikap ilmiah siswa, sikap
ilmiah siswa sudah terlihat atau belum terlihat saat proses pembelajaran
dilakukan. Observasi sikap ilmiah juga dilakukan dari hasil kerja siswa selama
proses kegiatan belajar mengajar berlangsung yaitu berupa tes tulis dan hasil
produk siswa. Di bawah ini akan disajikan tabel 4.4 yang menunjukan hasil
observasi terhadap indikator sikap ilmiah yang dicapai oleh 32 siswa kelas IV
setelah diterapkannya pendekatan keterampilan proses.
Tabel 4.6 Presentase Ketercapaian Aspek Sikap Ilmiah Siswa

No Sikap
Aspek Sikap Ilmiah Presentase (%) Kategori
Ilmiah
1 Rasa ingin tahu 47% Kurang
2 Ketekunan 54% Kurang
3 Peka terhadap lingkungan 78,25% Baik
4 Peka terhadap data/ fakta 51,75% Kurang
5 Kerjasama dan terbuka 60% Cukup
Presentase Ketercapaian 58,1% Cukup

Berdasarkan hasil observasi sikap ilmiah siswa, sikap ilmiah siswa di


kelas IV masih perlu peningkatan karena masih banyak aspek sikap ilmiah yang
berkategori kurang cukup dan hanya satu aspek yang sudah mencapai kategori
baik. Berdasarkan hasil observasi dan penilaian produk maka dapat dideskripsikan
temuan-temuan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
1) Rasa ingin tahu, aspek rasa ingin tahu yang berada pada presentase dibawah
50% hal ini disebabkan antusias siswa terhadap pembelajaran kurang terlihat.
49

2) Ketekunan, Pada saat proses pembelajaran siswa tidak mengeluh kepada


tugas yang diberikan guru dan menjalankan setiap langkah pembelajaran
dengan cukup baik dan kondusif. Namun pada saat pengumpulan tugas ada
beberapa siswa yang memilih langsung mengumpulkan hasil kerja kelompok
walaupun masih ada beberapa soal yang belum terisi.
3) Peka terhadap lingkungan, pada saat guru memulai pembelajaran hampir
seluruh siswa mengambil sampah dan membuangnya ketempat sampah tanpa
meninggalkan sampah di kelasnya. Hampir seluruh siswa tidak
membersihkan alat dan bahan setelah proses pengamatan, hal ini dikarenakan
alat dan bahan pada saat pengamatan hanya LKS dan gambar saja sehingga
mayoritas siswa hanya mengandalkan teman sekelompoknya.
4) Peka terhadap data atau fakta, Pada saat test hasil belajar siswa percaya diri
dan tidak mencontek sehingga hasil belajar adalah hasil yang objektif hasil
sendiri. Hampir seluruh siswa tidak membersihkan alat dan bahan setelah
proses pengamatan, hal ini dikarenakan alat dan bahan pada saat pengamatan
hanya LKS dan gambar saja sehingga mayoritas siswa hanya mengandalkan
teman sekelompoknya.
5) Peka terhadap data atau fakta, Pada saat test hasil belajar siswa percaya diri
dan tidak mencontek sehingga hasil belajar adalah hasil yang objektif hasil
sendiri. Hampir seluruh siswa tidak membersihkan alat dan bahan setelah
proses pengamatan, hal ini dikarenakan alat dan bahan pada saat pengamatan
hanya LKS dan gambar saja sehingga mayoritas siswa hanya mengandalkan
teman sekelompoknya.
6) Kerjasama dan terbuka, mayoritas siswa sudah menunjukkan sikap
Kerjasama dan terbuka dibandingkan dengan prapenelitian, siswa terlihat
senang dan mulai saling bekerja sama satu sama lain walaupun masih perlu
diberikan tindakan agar seluruh siswa dapat Kerjasama dan terbuka dan
berdiskusi.
Berdasarkan temuan-temuan di atas secara lebih terperinci dapat
disampaikan dalam bentuk grafik 4.4 sebagai berikut :
50

100%
90% 78.25%
80%
70% 60%
60% 54% 51.75%
47%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Rasa Ingin Ketekunan Peka Terhadap Peka Terhadap Kerjasama dan
Tahu Lingkungan data atau Fakta Terbuka

Siklus I

Grafik 4.4 Presentase Ketercapaian Sikap Ilmiah Siswa

4. Tahap Refleksi Pembelajaran (Reflection)


Pada tahap refleksi pembelajaran, peneliti bersama dengan guru kelas,
observer serta dosen bekerja sama untuk membuat solusi atas temuan-temuan
yang ada saat melakukan tindakan siklus I. Solusi tersebut yang nantinya akan
dijadikan perbaikan pada tindakan siklus II. Refleksi ini dilakukan dari mulai
tahap pelaksanaan aktivitas guru dan siswa serta ketercapaian sikap ilmiah siswa.
a. Aktivitas Guru dan Siswa
Berdasarkan data hasil observasi diketahui aktivitas guru mengajar
terkait pendekatan keterampilan proses pada siklus 1 sebesar 85,5% maka dari itu
perlu adanya upaya perbaikan untuk meningkatkan ketercapaian mengajar guru
terutama dalam tahap memprediksi dan menggunakan bahasa tulisan yang masih
tergolong kategori cukup.
Sedangkan jika melihat data aktivitas belajar siswa terkait pendekatan
keterampilan proses sebesar 73% , hal tersebut tentunya perlu benar-benar
ditingkatkan kembali pada setiap aspek yang diamati.
Berdasarkan temuan-temuan pelaksanaan penelitian siklus 1 dengan
menerapkan pendekatan keterampilan proses didapatkan temuan yang masih
diperlukan perbaikan yaitu pada tahap mengamati, memprediksi, menyimpulkan
dan mengkomunikasikan. Maka dari itu peneliti menuliskan hasil temuan negatif
sebagai bahan refleksi menunjukan hal sebagai berikut :
51

Tabel 4.7 Alternatif Pemecahan Masalah Pada Temuan Siklus I


Tahap Solusi / alternatif
Faktor Penyebab
Pembelajaran pemecahan
Guru tidak menjelaskan Ketika mengamati diperlukan
indikator mengamati kehati-hatian dan ketelitian
yang baik, yaitu : agar diperoleh data yang
menyentuh objek, lengkap dan akurat. Guru
mengamati objek dengan harus membimbing dan
teliti, teliti terhadap memfasilitasi siswa agar
setiap informasi yang di mampu mengamati dengan
Mengamati
dapat. lebih teliti, lengkap dan
akurat. Dan sebelumnya guru
harus menjelaskan indikator
mengamati yang baik dan
benar sehingga siswa mampu
mengamati objek dengan
seksama.
Bahasa dalam LKS yang Untuk mengarahkan siswa
di anggap sulit, dan siswa pada kemampuan
tidak dapat memprediksi yang
membayangkan hal yang merupakan keterampilan
akan terjadi karena tidak dasar yang tergolong abstrak
ada pertanyaan pengantar maka siswa harus diberi
Memprediksi sebelum siswa pertanyaan pengantar untuk
memprediksi jawaban. mengarahkan siswa pada
pertanyaan inti dari tahap
memprediksi, soal yang
digunakan juga harus
menggunakan pengalaman
atau fakta yang mampu
52

dijangkau oleh penalaran


siswa, sehingga siswa mudah
memprediksi suatu fenomena
dengan tepat. Dan siswa pun
mampu menentukan sumber
data yang tepat untuk
memprediksi suatu fenomena.
Siswa kesulitan untuk
Guru juga harus lebih
mencari point penting
membimbing siswa agar
dalam pembelajaran,
mempermudah
guru pun tidak
menyimpulkan suatu materi
menjelaskan secara lebih
yang telah dipelajari dengan
lanjut hal yang perlu
memberikan kata kunci pada
disampaikan di
LKS, dan memberikan tanda
kesimpulan karena
pada setiap tahap
alokasi yang kurang.
keterampilan mendasar.
Menyimpulkan
Sehingga guru dapat
membimbing siswa untuk
mempertimbangkan
kesimpulan berdasarkan hasil
pengamatan, prediksi, dan
pengukuran, dan selanjutnya
siswa dapat menyimpulkan
berdasarkan kegiatan yang
telah dilakukan.

Setiap siswa tidak Guru harus lebih melatih


Mengkomunikasika menyampaikan hasil kemampuan komunikasi
n diskusi dengan suara siswa agar jelas dan mudah
yang lantang. Sehingga dipahami, selain itu siswa
53

kelompok yang tidak akan terbiasa untuk berbicara


presentasi mengobrol di depan kelas. Selain itu,
dengan teman sekelasnya guru pun harus mampu
tanpa memperhatikan membiasakan anak untuk
temannya di depan mampu berkomunikasi
padahal guru telah dengan baik baik secara
meminta siswa untuk tulisan maupun secara tulisan.
memperhatikan. Sehingga siswa merasa
percaya diri dan
menggunakan bahasa yang
baik saat terjadi proses
komunikasi secara lisan.

b. Sikap Ilmiah Siswa


Berdasarkan observasi sikap ilmiah siswa ketercapaiannya sebesar
58,1%, maka dari itu diperlukan beberapa perbaikan terutama aspek rasa ingin
tahu, ketekunan, dan peka terhadap data atau fakta. Temuan-temuan pelaksanaan
penelitian siklus 1 dengan meneliti peningkatan sikap ilmiah didapatkan hasil
sebagai bahan refleksi menunjukan hal sebagai berikut :
1) Aspek rasa ingin tahu, siswa yang masih dibawah rata-rata hal ini disebabkan
karena siswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran, dan proses
pengamatan yang masih menggunakan media gambar, bahwa aspek rasa ingin
tahu siswa harus menunjukan Antusias mencari jawaban, perhatian pada
objek yang diamati, antusias pada proses sains dan menanyakan setiap
langkah kegiatan. Selain itu pembelajaran harus multi media agar siswa tidak
bosan dan tetap antusias mengikuti pembelajaran.
2) Aspek Ketekunan, pada saat pengumpulan tugas siswa masih melewatkan
beberapa soal saat teman yang lain telah mengumpulkan, hal ini dikarenakan
siswa ingin cepat selesai dan ada rasa ketakutan tertinggal dari teman yang
lain. Sikap ketekunan terlihat apabila siswa melanjutkan meneliti sesudah
“kebaruannya” hilang, mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan,
54

melengkapi satu kegiatan meskipun teman kelasnya selesai lebih awal.


Sehingga guru harus membimbing siswa agar siswa mneyelesaikan seluruh
pekerjaannya walaupun teman sekelasnya telah menyelesaikan tugas lebih
awal.
3) Peka terhadap data atau fakta, siswa tidak antusias mencari sumber belajar
yang sesuai hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap
pembelajaran, pada aspek peka terhadap data atau fakta siswa menggunakan
fakta-fakta untuk dasar konklusi, menunjukkan laporan berbeda dengan
teman kelas, merubah pendapat dalam merespon fakta, menggunakan alat
tidak seperti biasanya, menyarankan percobaan-percobaan baru, dan
menguraikan konklusi baru hasil pengamatan. Sehingga sebelum
pembelajaran guru selaku orang yang memiliki peran penting dalam
pembelajaran harus mampu membimbing siswa menemukan sumber belajar
yang relevan dengan materi.

A. Pembahasan Siklus I
Berikut akan dibahas mengenai hasil temuan-temuan yang ada pada saat
pelaksanaan tindakan siklus I, pembahasan ini membahas mengenai tujuan dalam
penelitian ini. Maka dari itu berdasarkan tujuan penelitian, maka akan dibahas
mengenai ketercapaian pelaksanaan pembelajaran yang meliputi hasil observasi
aktivitas guru dan aktivitas siswa serta hasil ketercapaian sikap ilmiah siswa.
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan data hasil observasi diketahui aktivitas guru mengajar
terkait pendekatan keterampilan proses pada siklus 1 sebesar 85,5%, sedangkan
jika melihat data aktivitas belajar siswa terkait pendekatan keterampilan proses
sebesar 73% tercatat keberhasilan kesesuaian penampilan mengajar dengan
menerapkan pendekatan keterampilan proses hasil penelitian siklus I dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
a. Tahap Mengamati
Tahap mengamati siklus I mengamati gambar dan lingkungan sekolah
siswa yang mampu mengamati dengan teliti hanya mencapai 33.3%. Siswa tidak
55

mengamati lingkungan sekolah dengan seksama karena guru tidak memberikan


petunjuk dan penjelasan cara mengamati yang baik dan benar kepada siswa untuk
memperhatikan contoh sumber daya alam berdasarkan cirinya dengan seksama,
selain itu pertanyaan di LKS tidak menuntun siswa untuk menyentuh objek dan
teliti terhadap objek yang diamati hal ini bertentangan dengan pendapat Dewi, S
(2008, hlm. 53) bahwa “pada tahap mengamati merupakan tahap yang paling
penting karena dari proses pengamatan informasi awal yang diperoleh dari
pengamatan, ketika mengamati diperlukan kehati-hatian dan ketelitian agar
diperoleh data yang lengkap dan akurat”. Dalam proses mengamati merupakan
dasar dan hal yang paling penting agar siswa mampu menemukan fakta baru atau
mengasosiasikan fakta lama dan fakta baru sehingga terdapat proses berpikir bagi
siswa.
b. Tahap Mengelompokkan
Pada tahap mengelompokkan sumber daya alam siswa telah dapat
mengelompokkan sumber daya alam berdasarkan ketersediaanya dan jenisnya,
sehingga pada tahap ini baik siklus I telah mencapai 100%. Hal ini dikarenakan
pada tahap mengelompokkan telah disampaikan di kelas sebelumnya sehingga
siswa telah mengetahui secara garis besar.
c. Tahap Mengukur
Tahap mengukur merupakan tahap yang jarang dilakukan pada
pembelajaran IPA, pada materi sumber daya alam siswa mengukur kelangkaan
sumber daya alam berdasarkan peningkatan jumlah manusia di alam. Pada siklus I
semua kelompok mampu mengukur sumber daya alam akan habis jika manusia
terus bertambah sehingga keterlaksanaannya mencapai 100%.
d. Tahap memprediksi
Tahap memprediksi merupakan tahap yang abstrak bagi siswa karena
menduga jawaban dari fenomena yang belum tentu terjadi, namun untuk materi
sumber daya alam karena masih tergolong materi fenomena maka fenomena
sudah terjadi alam, pada sat siklus I siswa memprediksi manusia tidak bisa hidup
tanpa sumber daya alam ketercapaiannya hanya 50%. Siswa kesulitan
memprediksi hal yang akan terjadi pada manusia jika sumber daya alam tidak ada
56

di bumi, hal ini dikarenakan siswa kebingungan untuk memahami pertanyaan


yang ada pada LKS, pada tahap ini guru memberikan kegiatan memprediksi
menggunakan kata yang terlalu sulit dan abstrak. Hal ini bertentangan dengan
pendapat ahli menurut Piaget (dalam Samatowa, U. 2010, hlm. 5) mengatakan
bahwa “Peranan langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong
lajunya perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif siswa yang masih
berada pada tahap operasionl konkret menuntut guru untuk memberikan
permasalahan sesuai tingkat perkembangan kognitif dan pengalaman siswa”. Dari
pendapat ahli tersebut guru harus mencari bahasa yang sesuai dengan tahap
perkembangan linguistik siswa, guru pun harus memberikan contoh yang lebih
konkret karena pada tahap memprediksi diperlukan penalaran mendalam dari
siswa sehingga diperlukan penggunaan bahasa yang lebih konkret sesuai daya
tangkap dan pemahaman siswa.
e. Tahap Menyimpulkan
Tahap menyimpulkan merupakan tahap yang dianggap sulit oleh siswa
karena siswa tidak terbiasa untuk menyimpulkan pembelajaran, pada saat siklus I
presentase ketercapaiannya adalah 56%. beberapa kelompok kesulitan untuk
menyimpulkan hasil diskusi kelompok dikarenakan proses mengamati yang
dilakukan siswa tidak berjalan baik, hal ini bertentangan dengan pendapat ahli
menurut Dewi, S (2008, hlm. 53) “keterampilan mengamati adalah keterampilan
mendasar yang harus dimiliki, dengan melakukan pengamatan yang lebih teliti
dan akurat siswa akan mudah untuk menyimpulkan hasil pengamatannya”. Proses
menyimpulkan yang tidak sesuai ini berkorelasi dengan proses pengamatan yang
belum sesuai dengan indikator mengamati yang baik dan benar, sehingga pada
tahap menyimpulkan siswa kesulitan untuk menyimpulkan hasil diskusi dan
pengamatannya.
f. Tahap Mengkomunikasikan
Tahap mengkomunikasikan telah berjalan dengan baik, walaupun pada
siklus I masih terdapat beberapa kelemahan, ketercapaian tahap ini baik siklus I
dan siklus II 100%. siswa tidak kondusif dan tidak mendengarkan temannya di
depan kelas, hal ini dikarenakan penggunaan bahasa sebagian siswa yang sulit
57

dipahami dan berbicara dengan suara yang pelan. Hal ini bertentangan dengan
pendapat ahli menurut Dewi, S (2008, hlm.63) “komunikasi sebagai dasar
keterampilan proses IPA berjalan saling beriringan dengan pengamatan,
komunikasi yang dijalin harus jelas dan efektif agar siswa lain dapat memahami
informasi yang disampaikan”. Hal ini dapat terjadi karena biasanya siswa
mengkomunikasikan hasil melalui tulisan saja tanpa diimbangi kemampuan
komunikasi secara lisan, hal ini berdampak pada penggunaan bahasa siswa yang
masih tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan siswa, serta tidak adanya
pembiasaan pengkomunikasian secara lisan membuat siswa tidak percaya diri
untuk mengkomunikasikan, dan siswa pun mengkomunikasikan hasil diskusinya
dengan suara yang pelan.
Hasil observasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diamati oleh
observer dapat dilihat pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
(lampiran). Berdasarkan penjelasan diatas penerapan pendekatan keterampilan
proses mengalami peningkatan secara keseluruhan rata-rata pencapaian aktivitas
guru 85,5% dengan kategori baik sekali , serta ketercapaian aktivitas siswa
sebesar 73% dengan kategori baik.

2. Sikap Ilmiah Siswa


Berdasarkan temuan masalah sikap ilmiah siswa, terdapat peningkatan
dari setiap aspek sikap ilmiah, secara terperinci dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
a. Rasa Ingin Tahu
Sikap ingin tahu dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu: (1) Saat
melakukan pengamatan siswa perhatian terhadap objek yang diamati 50%
kategori kurang. (2) Antusias dalam proses pembelajaran 50% kurang . (3) Siswa
berani dalam bertanya 44% kategori kurang dan (4) Antusias mencari sumber
informasi untuk mencari jawaban 44% kategori kurang . Selama pembelajaran
IPA hanya sebagian kecil siswa yang antusias terhadap pembelajaran, sisanya
hanya mengikuti pembelajaran seperti biasa tanpa antusias untuk bertanya,
mencari informasi dan melakukan pengamatan. Presentase ketercapaian aspek
58

rasa ingin tahu adalah 47% kategori kurang. Aspek rasa ingin tahu siswa yang
masih dibawah rata-rata hal ini disebabkan karena siswa yang kurang antusias
terhadap pembelajaran, dan proses pengamatan yang masih menggunakan media
gambar, hal ini bertentangan dengan pendapat Herlen (dalam Bundu 2006, hlm.
141) menyatakan bahwa :
Aspek rasa ingin tahu siswa harus menunjukan “Antusias mencari
jawaban, perhatian pada objek yang diamati, antusias pada proses sains
dan menanyakan setiap langkah kegiatan”. Selain itu pembelajaran harus
multi media agar siswa tidak bosan dan tetap antusias mengikutin
pembelajaran.

b. Ketekunan
Sikap ketekunan terdiri dari indikator : (1) Melengkapi kegiatan
walaupun teman sekelasnya telah selesai 44% kategori kurang (2) Siswa tidak
mengeluh mengenai tugas yang di berikan guru 72% kategori baik (3) Siswa
menyelesaikan seluruh pekerjaan tanpa melewatkan satu pekerjaan 28% kategori
kurang sekali (4) Siswa melakukan tahap pengerjaan tugas dengan baik dan benar
72% kategori baik. Pada saat proses pembelajaran hampir seluruh siswa tidak
mengeluh mengenai tugas dan menyelesaikan proses pembelajaran dengan baik.
Namun pada saat pengumpulan hasil diskusi ada beberapa siswa yang tidak
menyelesaikan tugas dan memilih langsung mengumpulkan. Presentase
ketercapaian aspek ketekunan adalah 54% kategori kurang. Pada saat
pengumpulan tugas siswa masih melewatkan beberapa soal saat teman yang lain
telah mengumpulkan, hal ini dikarenakan siswa ingin cepat selesai dan ada rasa
ketakutan tertinggal dari teman yang lain, hal ini bertentangan dengan pendapat
Herlen (dalam Bundu 2006, hlm. 141) bahwa “Sikap ketekunan terlihat apabila
siswa melanjutkan meneliti sesudah “kebaruannya” hilang, mengulangi percobaan
meskipun berakibat kegagalan, melengkapi satu kegiatan meskipun teman
kelasnya selesai lebih awal”. Sehingga guru harus membimbing siswa agar siswa
mneyelesaikan seluruh pekerjaannya walaupun teman sekelasnya telah
menyelesaikan tugas lebih awal.
59

c. Peka Terhadap Lingkungan


Peka terhadap indikator memiliki empat indikator yaitu : (1) Siswa
mengambil sampah saat siswa diminta guru mengecek kebersihan di sekeliling
siswa 97% kategori baik sekali. (2) Membuang sampah pada tempatnya 22%
kategori kurang sekali. (3) Membersihkan alat dan bahan yang telah digunakan
dalam pengumpulan data 97% kategori baik sekali dan (4) Siswa tidak
meninggalkan sampah pada akhir pembelajaran 97% kategori baik sekali. Hampir
seluruh siswa membuang sampah pada tempatnya, dan tidak menyisakan sampah
pada akhir pembelajaran. Hanya saja ada beberapa siswa yang tidak
membersihkan alat dan bahan hasil pengamatan, walaupun alat dan bahan hanya
LKS dan gambar namun hanya beberapa siswa yang membersihkan alat dan
bahan selama pengamatan. Presentase ketercapaian aspek peka terhadap
lingkungan adalah 78,25% kategori baik. Pada saat proses pembelajaran
mayoritas siswa mengandalkan teman sekelompoknya untuk membersihkan alat
dan bahan hasil pengamatan seperti LKS dan gambar. Hal ini dikarenakan pada
proses pembelajaran alat dan bahan hanya LKS dan gambar. Hal ini bertentangan
dengan pendapat Dewi, S (2008, hlm. 52) bahwa “pembelajaran IPA harus
menghayati proses percobaan dan penemuan, sehingga ada baiknya pembelajaran
selanjutnya menggunakan percobaan”.

d. Peka terhadap Data atau Fakta


Peka terhadap data atau fakta memiliki empat indikator yaitu : (1)
Mengerjakan tugas individu tanpa mencontek terhadap teman 53% kategori
kurang (2) Menyampaikan data sesuai fakta hasil pengamatan bersifat objektif
50% kategori kurang. (3) Siswa tidak menambahkan pendapat subjektif pada hasil
pengamatan tanpa sumber dan fakta yang akurat 41% kategori kurang. (4) Saat
menjawab pertanyaan siswa tidak terpengaruh dengan teman yang lain dan
memilih jawabannya sendiri 63% kategori cukup. Pada proses pembelajaran siswa
mengalami kesulitan karena siswa tidak berusaha mencari sumber lain, siswa
hanya bertanya terhadap guru, sehingga pada saat pengumpulan lembar kerja
kelompok siswa menambahkan pendapat subjektif, namun pada saat test hasil
60

belajar siswa tidak terpengaruh dengan teman sekelompoknya. Presentase


ketercapaian aspek peka terhadap data atau fakta adalah 51,75% kategori kurang.
Peka terhadap data atau fakta, Siswa tidak antusias mencari sumber belajar yang
sesuai hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap
pembelajaran, hal ini bertentangan dengan pendapat ahli Herlen (dalam Bundu
2006, hlm. 141) “Pada aspek peka terhadap data atau fakta siswa menggunakan
fakta-fakta untuk dasar konklusi, menunjukkan laporan berbeda dengan teman
kelas, merubah pendapat dalam merespon fakta, menggunakan alat tidak seperti
biasanya, menyarankan percobaan-percobaan baru, dan menguraikan konklusi
baru hasil pengamatan”. Sehingga sebelum pembelajaran guru selaku orang yang
memiliki peran penting dalam pembelajaran harus mampu membimbing siswa
menemukan sumber belajar yang relevan dengan materi.

e. Kerjasama dan terbuka


Kerjasama dan terbuka memiliki indikator : (1) Berpartisipasi aktif dalam
kelompok 59% kategori cukup (2) Siswa menunjukkan kerja sama dalam
kelompok pada saat proses pembelajaran 59% kategori cukup. (3) Menghargai
pendapat orang lain 63% kategori cukup (4) Mengganggap setiap kesimpulan
adalah tentatif (sementara) 59% kategori cukup. Selama proses pembelajaran
proses Kerjasama dan terbuka sudah cukup baik dibandingkan dengan
prapenelitian, walaupun ada beberapa siswa yang masih mengandalkan teman
sekelompoknya. Presentase ketercapaian aspek terbuka dan kerja sama 60%
kategori cukup.
Berdasarkan rata-rata presentase sikap ilmiah pada siklus I adalah 58,1%
tergolong kategori cukup, beberapa aspek sikap ilmiah yang masih ada pada
kategori kurang terutama aspek rasa ingin tahu, ketekunan, dan peka terhadap data
atau fakta, maka dari itu masih diperlukan tindak lanjut penelitian siklus 2.
Berdasarkan hasil test belajar yang dilaksanakan di akhir penelitian, hasil belajar
menunjukan peningkatan dibandingkan dengan hasil pretest. Pada saat
pelaksanaan pretest rata-rata nilai siswa adalah sebesar 40,94 dan siswa yang
mencapai KKM dan hanya 6 orang siswa yang tuntas, artinya hanya 17,6% siswa
61

yang mencapai ketuntasan. Sedangkan pada saat posttest siklus I hasil belajar
siswa mencapai rata-rata nilai 66,17 dan siswa yang tuntas ada 18 siswa yang
tuntas, artinya 56,25 % siswa telah mencapai ketuntasan minimal. Peningkatan
hasil belajar ini bisa didukung oleh hasil angket yang disebar ke 30 responden
siswa yang mengikuti pembelajaran 83% senang mengikuti pembelajaran.

B. Temuan Masalah Siklus II


Temuan dan pembahasan ini berdasarkan pada prinsip penelitian
tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi komponen-
komponen sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan Pembelajaran (Planing)
Perencanaan pada siklus II merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya
berdasarkan rekomendasi yang telah ditentukan. Pada tahap perencanaan, peneliti
menganalisis rekomendasi siklus sebelumnya dengan memperhatikan langkah-
langkah pelaksanaan pendekatan keterampilan proses. Selanjutnya, peneliti
menyusun ulang dan menganalisis standar kompetensi, kompetensi dasar, analisis
mata pelajaran, dan indikator capaian kompetensi. Perencanaan siklus II masih
menggunakan KD yang sama dengan siklus sebelumnya, dikarenakan hasil
observasi sikap ilmiah dan hasil belajar siswa yang masih perlu peningkatan.
Materi yang akan dibahas pada siklus II masih mengenai sumber daya alam
dengan alokasi waktu 4 x 35 menit. Kemudian peneliti mulai menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi aktivitas guru, lembar aktivitas siswa
dan lembar sikap ilmiah, serta lembar evaluasi.
Dalam perencanaan siklus II teknik pengolahan data dan instrumen
penelitian sama dengan siklus sebelumnya, hanya saja pada rencana pelaksanaan
pembelajaran terdapat refleksi dari siklus sebelumnya.

2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran (Action)


Pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 10 Mei 2016
pukul 12.30 WIB, siswa yang hadir pada pelaksanaan penelitian adalah 34 siswa
namun peneliti hanya terfokus pada 32 siswa yang telah diteliti sebelumnya.
62

Penelitian di observasi oleh 6 orang observer, yaitu : Ika Rosdiana, S.Pd, Azizah
Zahra, Hanna Karimah, Fauziah Sri, Fina Fidiana, dan Afni Nuraisyah.
Dalam pelaksanaan tindakan siklus II melakukan tahap berdasarkan
prinsip pendekatan keterampilan proses dengan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendahuluan
Siswa menyiapkan siswa duduk bersama kelompoknya duduk yang rapi
dan menempelkan media gambar, serta menyiapkan media video. Guru meminta
ketua murid memimpin berdo’a. Guru mengabsen setiap siswa dan siswa BB serta
FL tidak hadir karena sakit. Guru menyampaikan perjanjian mengenai
pembelajaran hari ini yaitu :
a) Setiap guru berkata 4A siswa menjawab “semangat”
b) Setiap siswa yang ingin menjawab dan bertanya harus mengangkat tangan
terlebih dahulu
c) Siswa yang aktif akan menyumbangkan stiker untuk kelompoknya dan
kelompok yang tidak disiplin mendapat stiker punishment. Kelompok yang
banyak mendapat stiker reward akan mendapat hadiah dan kelompok yang
mendapat stiker punishment terbanyak akan mendapat hukuman.
d) Setiap siswa harus mengecek sampah terlebih dahulu di sekililingnya, dan
tidak boleh meninggalkan sampah setelah pembelajaran.

b. Tahap Mengamati
Siswa telah duduk rapi bersama kelompoknya. Guru berkata “Setiap
siswa harus duduk yang rapi bersama kelompoknya, dan bagi siswa yang
membawa alat dan bahan simpan dulu di bawah agar rapi.”Perwakilan siswa
membawa LKS yang diberikan guru. Sebagai rekomendasi dari hasil refleksi
siklus I Sebelum mengerjakan LKS guru menjelaskan petunjuk pengerjaan LKS
terlebih dahulu. Berdasarkan rekomendasi dari hasil refleksi siklus I Guru
menjelaskan indikator mengamati yang baik dan benar sebelum siswa
melaksanakan tahap pengamatan. Siswa mengamati video mengenai kerusakan
lingkungan. Guru menjelaskan langkah-langkah percobaan sesuai petunjuk yang
ada pada LKS agar meminimalisir kesalahan yang terjadi pada saat percobaan.
63

Guru mengecek alat dan bahan serta syarat dari setiap alat dan bahan yang telah
di bawa. Siswa melakukan percobaan untuk mengamati hal yang akan terjadi
berdasarkan kegiatan yang dilakukan.

c. Tahap mengelompokkan
Siswa mengelompokkan gambar yang ditunjukkan guru. Siswa
mengelompokkan sumber daya alam berdasarkan ketersediaan dan jenisnya dari
alat dan bahan yang ada. Pada tahap ini tidak ada siswa yang bertanya satu orang
pun hal tersebut menunjukan siswa mengerti pengelompokkan sumber daya alam.
Karena pada siklus sebelumnya tahap ini siswa sudah baik, maka pada
pelaksanaan siklus ke II siswa sudah sangat baik.

d. Tahap mengukur
Siswa mengukur panjang dan tinggi pot yang telah dibawa. Siswa
mengukur pengaruh kenaikan jumlah penduduk terhadap ketersediaan sumber
daya alam yang ada dialam terutama sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Sama halnya dengan siklus sebelumnya yang dianggap sudah baik
maka pada siklus ini siswa sudah mampu membandingkan hal yang akan terjadi
jika ketersediaan sumber daya alam terus berkurang sementara sumber daya
tidak dapat diperbaharui.

e. Tahap memprediksi
Berdasarkan refleksi siklus I diperlukan pertanyaan pengantar untuk
mengarahkan siswa pada prediksi yang tepat, siswa ditunjukan gambar hutan
yang baik dan hutan yang telah mengalami kerusakan. Siswa bertanya jawab
dengan guru mengenai kegunaan pohon dan becana yang akan ditimbulkan jika
tidak ada pohon. Siswa memprediksi hal yang akan terjadi jika manusia tanpa
pohon.
64

f. Tahap menyimpulkan
Siswa menyimpulkan hasil percobaan, pada saat percobaan ada tiga
kelompok yang belum mampu menyimpulkan, kelompok pertama membawa alat
dan bahan yang tidak sesuai yaitu ukuran pot yang berbeda, kelompok kedua
memadatkan tanah sehingga laju air tidak keluar, kelompok tiga pot yang
digunakan tidak memiliki lubang. Sehingga kesimpulan dan tujuan percobaan
ketiga kelompok ini berbanding terbalik, dan hal tersebut cukup membuat ketiga
siswa kebingungan. Namun guru langsung mengkonfirmasi dan memberitahukan
letak kesalahannya setelah siswa mencari faktor penyebab terlebih dahulu. Siswa
dijelaskan guru dalam menyimpulkan harus dengan mempertimbangkan tahap
mengamati, mengukur dan memprediksi sesuai dengan rekomendasi siklus I.
Siswa menyampaikan kesulitan selama pengambilan kesimpulan.

g. Tahap mengkomunikasikan
Setiap kelompok mengkomunikasikan hasil diskusinya secara bergantian.
Karena diterapkan reward dan punishment kondisi kelas menjadi kondusif sesuai
dengan rekomendasi siklus I. Siswa melaksanakan tahap mengkomunikasikan
dengan kondusif karena akan ada hadiah bagi yang kondusif.

h. Kegiatan Penutupan
Pada saat kegiatan penutupan guru bersama siswa menyimpulkan
pembelajaran hari ini, guru mengkonfirmasi pembelajaran hari ini, tidak ada siswa
yang bertanya sehingga setelah siswa mengerjakan lembar evaluasi guru menurup
pelajaran.

3. Tahap Observasi Pembelajaran (Observation)


Tahap observasi tindakan peneliti menggunakan tiga instrumen, yaitu :
Lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa dan instrumen
sikap ilmiah siswa. Hasil observasi observer dapat dideskripsikan sebagai berikut
:
65

a. Aktivitas Guru
Observasi pelaksanaan aktivitas guru dilakukan oleh tiga orang observer.
Observer mengamati sejauh mana keterlaksanaan pembelajaran dapat dicapai,
pengamatan yang dilakukan observer berlangsung selama kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh siswa dan guru sebagai peneliti. Pengisian lembar observasi sama
dengan lembar observasi pada siklus sebelumnya dengan memberikan tanda
ketercapaian aktivitas dan memberikan deskripsi pelaksanaan aktivitas guru dan
siswa.
Hasil observasi yang dilakukan observer, keterlaksanaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru sudah terlaksana dengan baik. Presentase ketercapaian
aktivitas guru dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.8 Presentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru
No Aspek yang Diamati % Kategori
1 Kegiatan Pra pembelajaran 100% Baik Sekali
2 Kegiata Pendahuluan 100% Baik Sekali
3 Kegiatan Inti Pembelajaran
A. Pendekatan Keterampilan Proses
1) Mengamati 100% Baik sekali
2) Mengelompokkan/mengklasifikasikan 100% Baik Sekali
3) Memprediksi 100% Baik sekali
4) Mengukur 100% Baik Sekali
5) Menyimpulkan 100% Baik sekali
6) Mengkomunikasikan 100% Baik Sekali
B. Penilaian proses dan hasil belajar 100% Baik sekali
C. Penggunaan bahasa 100% Baik Sekali
4 Penutup 100% Baik Sekali
Rata-rata Presentase keterlaksanaan 100% Baik Sekali
66

Dari tabel di atas ketercapaian aktivitas guru adalah sebesar 100%,


berdasarkan lembar observasi guru temuan selama penelitian adalah sebagai
berikut :
1) Pra Pembelajaran, guru telah menyiapkan media pembelajaran baik gambar,
dan video serta telah mengkondisikan siswa dalam kelompok sebelum
pembelajaran.
2) Pendahuluan, guru melaksanakan semua kegiatan pendahuluan dengan
rancangan pelaksanaan pembelajaran tanpa ada tahap yang terlewatkan.
3) Tahap Mengamati, Guru membimbing siswa dalam pengamatan video dan
pengamatan percobaan dengan sebelumnya menjelaskan terlebih dahulu
indikator mengamati yang baik, sehingga siswa sudah dapat mengamati
dengan baik.
4) Tahap mengelompokkan, guru telah mampu membimbing dan memfasilitasi
siswa untuk dapat mengelompokkan sumber daya alam berdasarkan jenis dan
ketersediaanya.
5) Tahap memprediksi, pada saat tahap ini guru menunjukkan gambar hutan dan
memberikan pertanyaan pengantar untuk memudahkan siswa memprediksi
sehingga siswa sudah mampu menangkap prediksi yang akan terjadi.
6) Tahap mengukur, guru telah mampu membimbing dan memfasilitasi siswa
pada tahap mengukur sehingga seluruh kelompok mampu mengukur
ketersediaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui akan habis jika
jumlah manusia semakin bertambah karena konsumsi sumber daya alam yang
terus meningkat.
7) Tahap menyimpulkan, pada tahap menyimpulkan guru telah membimbing
dan memfasilitasi siswa dengan memberikan kata bantu pada LKS, dan
meberikan petunjuk agar siswa mengambil kesimpulan dengan
memperhatikan hasil kegiatan penagamatan, pengukuran dan prediksi.
8) Tahap mengkomunikasikan, guru telah memberikan kesempatan kepada
setiap siswa untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
67

9) Mengukur penilaian hasil dan proses, guru telah melaksanakan penilaian hasil
di akhir pembelajaran dengan lembar evaluasi, sedangkan penilaian proses
guru melakukan dengan mengukur reward yang di miliki siswa.
10) Penutup, Siswa menarik kesimpulan, memberikan refleksi menggunakan
angket dan guru mengkonfirmasi pembelajaran. Lalu dilanjutkan dengan
berdo’a.
Berdasarkan deskripsi pelaksanaan aktivitas guru, hal ini dapat
disampaikan dalam bentuk grafik 4.5 sebagai berikut :
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Siklus II

Grafik 4.5 Presentase Pelaksanaan Aktivitas Guru

b. Aktivitas Siswa
Berdasarkan lembar observasi aktivitas yang terlihat dari siswa pada
pembelajaran yang menerapkan pendekatan keterampilan proses ini juga
mendapat pengamatan dari observer. Observer pada aktivitas siswa dilakukan oleh
enam observer dengan hasil pengamatan tersebut akan digambarkan pada tabel
4.7 berikui ini :
68

Tabel 4.9 Presentase Ketercapaian Aktivitas Siswa

Langkah-langkah Aktivitas Siswa Presentase


Kategori
ketercapaian
Mengamati 83,3% Baik Sekali
Mengelompokkan 100% Baik Sekali
Memprediksi 100% Baik Sekali
Mengukur 100% Baik Sekali
Menyimpulkan 77,7% Baik
Mengkomunikasikan 100% Baik Sekali
Persentase Ketercapaian Aktivitas
93% Baik Sekali
Siswa

Berdasarkan pengamatan observer temuan-temuan dalam aktivitas siswa


sudah dalam kategori baik sekali, hanya saja tahap menyimpulkan merupakan
tahap yang masih dianggap sulit oleh siswa setelah dilakukan perbaikan pun
peningkatan masih dalam kategori baik, maka dari itu pelaksanaan tindakan
diperlukan beberapa perbaikan. Berdasarkan pelaksanaan lembar observasi
aktivitas siswa pada siklus II temuan-temuan dapat di deskripsikan dalam bentuk
tabel 4.8 sebagai berikut :
Tabel 4.10 Temuan Lapangan Siklus II

Tahap
Temuan Lapangan Faktor Penyebab
Pembelajaran
Siswa mengamati video Ada tiga kelompok
kerusakan lingkungan dan mendapatkan kesulitan dalam
mengamati percobaan mengamati laju air yang
berdasarkan kegiatan yang terjadi karena terdapat
Mengamati
dilakukan. Pada tahap ini kesalahan pada alat dan
ada tiga kelompok yang bahan. Kelompok pertama,
masih belum dapat menggunakan pot yang
mengkorelasikan antara berbeda ukuran sehingga
69

hasil percobaan dan tujuan tidak dapat di bandingkan,


percobaan, sehingga tahap kelompok kedua tanah nya
pengamatan mengalami terlalu padat sehingga air
sedikit kesalahan. Namun, tidak mengalir ke lubang pot,
secara garis besar proses kelompok ketiga pot yang
pengamatan telah digunakan tidak ada lubang
dilaksanakan siswa dengan untuk laju air.
baik karena siswa telah
mengetahui indikator
mengamati yang baik.
Seluruh kelompok mampu
Siswa secara garis besar telah
mengelompokkan sumber
mampu mengelomppokan
daya alam berdasarkan jenis
macam-macam sumber daya
dan ketersediaanya
alam dilihat dari lembar
walaupun ada beberapa hal
Mengelompokk evaluasi siklus I
yang masih keliru namun
an
jika berdasarkan proses
pembelajaran dan evaluasi
siswa telah dapat
mengelompokkan macam-
macam sumber daya alam.
Seluruh kelompok mampu Sebelum tahap ini guru
memprediksi hal yang akan menunjukan gambar hutan
terjadi pada manusia jika baik dan hutan yang
tanpa sumber daya alam mengalami kerusakan lalu
Memprediksi contohnya pohon. guru memberikan pertanyaan
pengantar yang bertujuan
mengarahkan pikiran siswa
pada prediksi yang akan
dilakukan, sehingga seluruh
70

kelompok sudah dapat


memprediksi dengan tepat.
Setiap kelompok sudah Pada pelaksanaan siklus I pun
mampu mengukur siswa sudah mampu
ketersediaan sumber daya mengukur dengan baik
alam yang tidak dapat di sehingga lebih baik lagi pada
Mengukur perbaharui akan habis jika siklus II
jumlah manusia semakin
bertambah karena konsumsi
sumber daya alam akan
meningkat.
Tahap menyimpulkan masih Siswa salah dalam proses
dianggap sulit oleh siswa mengamati percobaan karena
walalupun guru telah kesalahan pemilihan dan
memberikan kata kunci perlakuan pada alat dan
dalam tahap menyimpulkan, bahan, walaupun guru telah
tiga kelompok belum menjelaskan sebelumnya
mampu menyimpulkan hasil mengenai petunjuk
Menyimpulkan
kerja kelompok berdasarkan pelaksanaan percobaan serta
kegiatan yang telah syarat alat dan bahan agar
dilakukan dengan tidak percobaan sesuai dengan
mengkorelasikan antara tujuan yang diharapkan.
hasil percobaan dengan
fenomena yang terjadi
dialam.
Semua siswa Karena ada hadiah dan
mengkomunikasikan hasil hukuman siswa menjadi
Mengkomunikas
diskusi kelompoknya, termotivasi untuk menjadi
ikan
yang terbaik dan disiplin
maka pelaksanaan tahap ini
71

sudah baik dan kondusif.

Berdasarkan temuan penelitian di atas pelaksanaan observasi aktivitas


siswa dapat disampaikan dalam bentuk grafik 4.6 sebagai berikut :

1 100% 100% 100% 100%


0.9 83%
78%
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Siklus II

Grafik 4.6 Presentase Pelaksanaan Aktivitas Siswa

Hasil observasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diamati oleh


observer dapat dilihat pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
(lampiran). Hasil dari pengamatan aktivitas guru dan siswa dapat digambarkan
melalui grafik 4.7 dibawah ini:

100% 100% 93%


90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Grafik 4.7 Presentase Hasil Observasi Akivitas Guru dan Siswa


72

Berdasarkan penjelasan diatas penerapan pendekatan keterampilan proses


mengalami peningkatan secara keseluruhan rata-rata pencapaian aktivitas guru
100% dengan kategori baik sekali, serta ketercapaian aktivitas siswa sebesar
93,5% dengan kategori baik sekali. Hal ini disebabkan pada saat pelaksanaan
peneliti melaksanakan semua hasil refleksi dan hasil angket siklus I.
c. Sikap Ilmiah Siswa
Penelitian ini dilaksanakan pada saat pembelajaran IPA materi sumber
daya alam tentang sikap ilmiah siswa kelas IV di salah satu SD Kota Bandung
yang meliputi sikap ingin tahu, ketekunan, peka terhadap lingkungan, peka
terhadap data atau fakta, dan Kerjasama dan terbuka. Observasi sikap ilmiah
siswa dilakukan oleh lima observer, kegiatan ini bertujuan untuk mengukur
pencapaian indikator sikap ilmiah siswa yang telah ditentukan oleh peneliti.
Sebelum melakukan observasi, peneliti melakukan pengarahan kepada observer
menganai cara mengamati sikap ilmiah siswa. Berikut ini hasil penelitian sikap
ilmiah dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1) Rasa Ingin Tahu
Aspek rasa ingin tahu siswa mengalami peningkatan, rasa antusias siswa
sudah terlihat dari awal pembelajaran karena guru memberikan permainan
sederhana tebak gambar dan siswa yang menjawab dengan tepat akan mendapat
hadiah. Pelaksanaan aspek ini sudah sangat baik karena siswa sudah menunjukan
rasa ingin tahu terhadap pembelajaran. Rata-rata siswa yang mencapai aspek rasa
ingin tahu adalah 82,25%.
2) Ketekunan
Pada saat proses pembelajaran sikap ketekunan sudah meningkat
dibandingkan dengan siklus sebelumnya, siswa yang mencapai aspek ini ada
87,75% dari jumlah keseluruhan siswa. Karena adanya reward dan punishment
membuat persaingan sehat antar kelompok mulai terasa sehingga pada saat
pengerjaan siswa tidak banyak mengeluh dan siswa mampu menyelesaikan
seluruh pekerjaannya tanpa melewatkan pertanyaan yang ada pada LKS.
3) Peka Terhadap Lingkungan
73

Hampir seluruh siswa membuang sampah pada tempatnya, dan siswa


yang mencapai aspek ini sudah sangat baik, siswa pun mengecek sampah
dikolong meja di sekelilingnya secara menyeluruh dan saat pembelajaran selesai
siswa tidak meninggalkan sampah, rata-rata presentase pencapaian aspek ini dari
jumlah siswa ada 94,5%.
4) Peka terhadap Data atau Fakta
Pada proses pembelajaran siswa sudah berusaha untuk mencari fakta dan
data dalam pembelajaran, aspek ini pun sudah menunjukkan peningkatan dari
siklus sebelumnya, siswa sudah menunjukan antusias mencari informasi terlihat
saat pembelajaran siswa tidak bergantung pada guru dan tidak banyak siswa yang
bertanya terkait materi maupun pelaksanaan proses pembelajaran, rata-rata
presentase pencapaian aspek ini adalah 97,75% dibandingkan seluruh siswa.
5) Kerjasama dan terbuka
Selama proses pembelajaran proses Kerjasama dan terbuka sudah cukup
baik dibandingkan dengan siklus sebelumnya walaupun peningkatan tidak cukup
signifikan seperti aspek sikap yang lain, siswa yang bergender wanita masih
mendominasi proses diskusi. Rata-rata presentase ketercapaian aspek Kerjasama
dan terbuka adalah 76,25%.
Kegiatan observasi sikap ilmiah siswa ini dilakukan selama proses
kegiatan belajar mengajar. Observer diberikan lembar observasi berupa daftar cek
pencapaian sikap ilmiah siswa, observer pun mendapatkan rubrik penilaian untuk
memudahkan pengamatan. Observer bertugas untuk mengisi kolom pencapaian
indikator sikap ilmiah siswa sudah terlihat atau belum terlihat saat proses
pembelajaran dilakukan. Di bawah ini akan disajikan tabel 4.9 yang menunjukan
hasil observasi terhadap indikator sikap ilmiah yang dicapai oleh 32 siswa kelas
IV setelah diterapkannya pendekatan keterampilan proses.
74

Tabel 4.11 Presentase Ketercapaian Aspek Sikap Ilmiah Siswa


No Sikap
Aspek Sikap Ilmiah (%) Kategori
Ilmiah
1 Rasa ingin tahu 82,25% Sangat Baik
2 Ketekunan 87,75% Sangat Baik
3 Peka terhadap lingkungan 94,5% Sangat Baik
4 Peka terhadap data/ fakta 97,75% Sangat Baik
5 Kerjasama dan terbuka 76,25% Baik
Presentase Ketercapain 87% Sangat Baik

Berdasarkan hasil observasi sikap ilmiah siswa, sikap ilmiah siswa di


kelas IV sudah dalam kategori sangat baik, dan semua aspek sikap ilmiah sudah
mengalamai peningkatan, walaupun pada aspek Kerjasama dan terbuka masih
dalam kategori baik tetapi sudah mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya,
secara lebih terperinci dapat terlihat hasil observasi pada lampiran. Berdasarkan
hasil observasi dapat dideskripsikan temuan-temuan pada pelaksanaan penelitian
adalah sebagai berikut :
1) Rasa ingin tahu, aspek rasa ingin tahu siswa sudah meningkat dikarenakan
pada saat apersepsi guru memberikan permainan tebak gambar dan siswa
yang mengangkat tangan terlebih dahulu mendapat reward, hal tersebut
membuat antusias yang sangat baik, pada saat masuk ke inti pembelajaran
guru memperlihatkan video kerusakan alam dan respon dari siswa terhadap
video memang lebih antusias dibanding gambar, pada saat percobaan pun
rasa ingin tahu siswa sudah sangat baik. Dari empat indikator rasa ingin tahu
indikator aktif bertanya masih perlu penigkatan karena presentase
ketercapaian hanya 63% dan masih dalam kategori cukup, hal ini dikarenakan
saat siswa ingin bertanya siswa meminta keteman sekelompoknya untuk
menyampaikan ke guru.
2) Ketekunan, Pada saat proses pembelajaran siswa tidak mengeluh kepada
tugas yang diberikan guru dan menjalankan setiap langkah pembelajaran
dengan cukup baik dan kondusif. Karena ada reward dan punishment dalam
75

pembelajaran siswa berusaha menyelesaikan semua tugas sampai selesai dan


soal dalam LKS pun tidak terlalu banyak sehingga siswa menyelesaikan
semua tugas sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan. Pada aspek
ketekunan ada empat indikator, hampir semua indikator sudah sangat baik
hanya saja indikator pertama yaitu siswa melengkapi tugas walaupun teman
sekelasnya telah mengumpulkan tugas masih dalam kategori baik, presentae
ketercapaian masih berada pada presentase 75% hal ini dikarenakan siswa
merasa terburu-buru saat siswa yang lain telah mengumpulkan tugas.
3) Peka terhadap lingkungan, pada saat guru memulai pembelajaran seluruh
siswa mengambil sampah dan membuangnya ketempat sampah tanpa
meninggalkan sampah di kelasnya. Pada saat membersihkan alat dan bahan
masih ada beberapa siswa yang tidak membersihkan hasil percobaan dan
mengandalkan teman sekelompoknya. Maka pada indikator membersihkan
alat dan bahan masih dalam kategori baik dan presentase pencapaian 78%
dari jumlah keseluruhan siswa.
4) Peka terhadap data atau fakta, Pada saat test hasil belajar siswa percaya diri
dan tidak mencontek sehingga hasil belajar adalah hasil yang objektif hasil
sendiri. Hampir seluruh siswa tidak membersihkan alat dan bahan setelah
proses pengamatan, hal ini dikarenakan alat dan bahan pada saat pengamatan
hanya LKS dan gambar saja sehingga mayoritas siswa hanya mengandalkan
teman sekelompoknya.
5) Kerjasama dan terbuka, mayoritas siswa sudah menunjukkan sikap
Kerjasama dan terbuka dibandingkan dengan prapenelitian, siswa terlihat
senang dan mulai saling bekerja sama satu sama lain walaupun masih perlu
diberikan tindakan agar seluruh siswa dapat Kerjasama dan terbuka dan
berdiskusi. Pada aspek kerjasama dan terbuka ada dua indikator yang masih
dalam kategori baik yaitu indikator siswa melakukan kerjasama antar anggota
kelompoknya presentase ketercapaian indikator ini 78% hal ini dikarenakan
anggota dalam kelompok masih mengandalkan teman yang dianggap
memiliki kemampuan akademik tinggi. Serta, pada indikator siswa
menganggap kesimpulan sementara presentase ketercapaian masih dalam
76

kategori cukup karena siswa kesulitan menyimpulkan hasil diskusinya dan


sulit membedakan kesimpulan yang dianggap tepat.
Berdasarkan data pengolahan data di atas secara lebih terperinci dapat
disampaikan dalam bentuk grafik 4.8 sebagai berikut :
1 95% 98%
88%
0.9 82%
76%
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Rasa Ingin Ketekunan Peka Terhadap Peka Terhadap Kerjasama dan
Tahu Lingkungan data atau Fakta Terbuka

Siklus II

Grafik 4.8 Presentase Ketercapaian Sikap Ilmiah Siswa

4. Tahap Refleksi Pembelajaran (Reflection)


Pada tahap refleksi pembelajaran, peneliti bersama dengan guru kelas,
observer serta dosen bekerja sama untuk membuat solusi atas temuan-temuan
yang ada saat melakukan tindakan siklus II. Refleksi ini dilakukan dari mulai
tahap pelaksanaan aktivitas guru dan siswa serta peningkatan sikap ilmiah siswa.
a. Aktivitas Guru dan Siswa
Berdasarkan temuan-temuan pelaksanaan penelitian siklus II dengan
menerapkan pendekatan keterampilan proses telah mengalami peningkatan yang
baik, hasil observasi aktivitas guru pada siklus II adalah 100% dengan kategori
baik sekali, tetapi untuk hasil observasi aktivitas siswa masih ada beberapa yang
masih didapatkan temuan yang masih diperlukan perbaikan yaitu pada tahap
mengamati dan menyimpulkan. Maka dari itu peneliti menuliskan hasil temuan
negatif sebagai bahan refleksi menunjukan hal sebagai berikut :
77

Tabel 4.12 Alternatif Pemecahan Masalah Pada Temuan Siklus II


Tahap Solusi/ alternatif Pemecahan
Faktor Penyebab
Pembelajaran Masalah
Siswa salah dalam proses Pada tahap ini, guru harus terus
mengamati percobaan menerus menjelaskan hal yang
karena kesalahan harus disampaikan di
pemilihan dan perlakuan kesimpulan lebih jelas.
pada alat dan bahan, Menjelaskan tahap yang dapat
walaupun guru telah mempengaruhi kesimpulan,
Menyimpulkan menjelaskan sebelumnya menjelaskan kemungkinan
mengenai petunjuk faktor penyebab hasil
pelaksanaan percobaan percobaan menjadi berbeda
serta syarat alat dan bahan dengan tujuan yang
agar percobaan sesuai diharapkan.
dengan tujuan yang
diharapkan.

Berdasarkan temuan di atas peneliti dapat mendeskripsikan sebagai


berikut : Tahap menyimpulkan, ada tiga kelompok kesulitan untuk menyimpulkan
hasil diskusi kelompok dikarenakan mereka kesulitan menghubungkan antara
hasil percobaan dengan fakta atau fenomena yang terjadi dilingkungan. Karena
hasil pengamatan tidak sesuai dengan tujuan maka siswa kebingungan mencari
alasan hal yang menyebabkan itu terjadi, sehingga pada tahap menyimpulkan
siswa kesulitan untuk menyimpulkan hasil diskusi dan pengamatannya. Walaupun
guru meminta siswa untuk memperhatikan hasil kegiatan bukan hanya
pengamatan, tetapi pada tahap prediksi dan pengukuran lalu menghubungkannya
siswa tetap kesulitan.
Hasil observasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diamati oleh
observer dapat dilihat pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
(lampiran). Berdasarkan analisis temuan masalah di atas dapat dilihat bahwa
aktivitas guru dan aktivitas siswa mengalami peningkatan, presentase
78

ketercapaian pelaksanaan aktivitas guru pada siklus I adalah 85,5%, dan pada
siklus II mencapai 100%, maka terjadi peningkatan 16,9%. Hasil dari peningkatan
aktivitas guru dapat digambarkan melalui grafik 4.9 Sebagai berikut :

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Siklus I Siklus II

Grafik 4.9 Presentase Peningkatan Aktivitas Guru

Berdasarkan penjelasan diatas penerapan pendekatan keterampilan proses


mengalami peningkatan secara keseluruhan rata-rata pencapaian ketercapaian
pada siklus I adalah 73%, sedangkan pada siklus II rata-rata pencapaiannya 93,5%
maka peningkatan rata-rata presentase ketercapaian tindakan meningkat 28%.
Presentase keterlaksanaan pendekatan keterampilan proses dapat disampaikan
dalam bentuk grafik 4.10 mengenai peningkatan ketercapaian tindakan sebagai

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%


83% 78%
90%
80%
70% 56%
60% 50%
50% 33%
40%
30%
20%
10%
0%

Siklus I Siklus II
79

berikut :
Grafik 4.10 Presentase Peningkatan Aktivitas Siswa

Hasil dari pengamatan aktivitas guru dan siswa dapat digambarkan


melalui grafik 4.9 dibawah ini:

100% 100% 94%


90% 85%
80% 73%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Siklus I Siklus II

Grafik 4.11 Presentase Hasil Observasi Akivitas Guru dan Siswa

Dalam segi pelaksanaan pembelajarannya dengan menggunakan


pendekatan keterampilan proses ini terjadi peningkatan, temuan-temuan negatif
pada siklus II tidak sebanyak temuan negatif yang ada pada siklus I namun, pada
siklus II ini terdapat temuan baru. Gambaran temuan dari siklus I dan siklus II
dapat dijabarkan ada tabel 4.11 Dibawah ini:
Tabel 4.13 Perkembangan Proses Pembelajaran IPA dengan menerapkan
Pendekatan keterampilan Proses
Tahapan Siklus I Siklus II
Siswa tidak mengamati secara Siswa mengamati objek
seksama, siswa hanya dengan seksama dan teliti
Mengamati mengamati benda dari jauh karena sebelumnya guru telah
tidak menyentuh objek dan menjelaskan Indikator
teliti mengamati ciri-cirinya. mengamati yang baik.
80

seluruh kelompok mampu Seluruh kelompok mampu


mengelompokkan sumber mengelompokkan sumber
Mengelompok daya alam berdasarkan jenis daya alam dengan tepat,
kan dan ketersediaanya walaupun tanpa banyak bertanya
ada beberapa hal yang masih kepada guru.
keliru.
Tiga kelompok mampu Seluruh kelompok mampu
memprediksi hal yang akan memprediksi dengan tepat,
terjadi pada kehidupan karena sebelumnya guru
manusia jika tidak ada menunjukan gambar objek
sumber daya alam. Tahap dan memberikan pertanyaan
memprediksi ini membuat pengantar untuk
enam kelompok kesulitan mengarahkan penalaran siswa
untuk memprediksi hal yang pada tahap prediksi yang
Memprediksi
akan terjadi pada manusia diharapkan.
jika sumber daya alam tidak
ada di bumi. Siswa tidak
berusaha mencari data atau
buku sumber untuk
membantu memprediksi hal
yang akan terjadi di
lingkungan.
Setiap kelompok sudah Setiap kelompok mampu
mampu mengukur mengukur ketersediaan
ketersediaan sumber daya sumber daya alam tanpa
alam yang tidak dapat di banyak bertanya ke guru dan
Mengukur
perbaharui akan habis jika dengan alokasi waktu yang
jumlah manusia semakin sebentar
bertambah karena konsumsi
sumber daya alam akan
81

meningkat.
lima kelompok mampu Semua kelompok mampu
menyimpulkan hasil menyimpulkan dengan baik
pengamatan, mendefinisikan karena guru mengarahkan
sumber daya alam dan siswa untuk memperhatikan
menuliskan penggolongan tahap mengamati, mengukur,
macam-macam sumber daya dan memprediksi dalam
alam. Temuan observer dan menyimpulkan. Namun, pada
hasil diskusi lembar kerja saat percobaan masih ada tiga
kelompok menunjukkan kelompok yang salah dalam
bahwa empat kelompok proses dan persiapan alat dan
Menyimpulkan
kesulitan untuk bahan.
menyimpulkan hasil diskusi
kelompoknya. Dan pada saat
menyimpulkan hubungan
antara sumber daya alam dan
lingkungannya hanya tiga
kelompok yang mampu
menyimpulkan hubungannya.
Guru masih dominan dalam
proses menyimpulkan.
semua siswa Semua siswa
mengkomunikasikan hasil mengkomunikasikan dengan
Mengkomunik diskusi kelompoknya, hanya kondusif karena ada
asikan saja kondisi kelas tidak peraturan dalam
kondusif pembelajaran yaitu reward
dan punishment

Pada proses pelaksanaan pendekatan keterampilan proses masih terdapat


beberapa yang perlu disempurnakan, Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh peneliti bersama siswa dinilai berlangsung cukup baik. Peningkatan
82

pelaksanaan pendekatan keterampilan proses dapat dideskripsikan sebagai berikut


:
1) Mengamati, pada proses mengamati siswa sudah dianggap baik karena
sebelumnya guru memberi tahu indikator mengamati yang baik, maka saat
siswa mengamati video dan melakukan pengamatan percobaan siswa sudah
baik, setiap siswa memegang objek, teliti dan setiap siswa ikut dalam proses
pengamatan.
2) Mengelompokkan, pada tahap ini siswa sudah dapat mengelompokkan
sumber daya alam, walaupun ada beberapa orang yang masih ceroboh dalam
mengelompokkan macam-macam sumber daya alam.
3) Memprediksi, pada saat memprediksi guru memberikan pertanyaan pengantar
sehingga siswa mudah untuk memprediksi manusia tidak akan bisa hidup
tanpa pohon.
4) Mengukur, siswa dapat mengukur kelangkaan sumber daya alam disebabkan
pertambahan penduduk yang terus menerus dan sumber daya alam tidak
diperbaharui dan dilestarikan.
5) Menyimpulkan, tiga kelompok tidak dapat menyimpulkan hasil percobaan
dengan tepat hal ini disebabkan siswa kesulitan untuk mencari point penting
dalam kegiatan , dan mengkorelasikan antara fakta baru dan fakta lama, siswa
mengalami kesalahan pada saat percobaan karena perbedaan alat dan bahan,
selain itu siswa juga memadatkan tanah pada pot yang hanya berisi tanah
sehingga air tidak mengalir kebawah, selain itu pot yang baru digunakan
sehingga lubang pot menghambat laju air. Namun, siswa kesulitan untuk
mencari penyebab hasil percobaan berbading terbalik dengan tujuan yang
diharapkan. siswa memiliki keterampilan menyimpulkan harus difasilitasi
dengan keterampilan mengamati, memprediksi, dan mengukur yang baik.
Siswa juga harus peka terhadap data atau fakta yang ada sehingga dapat
menghubungkan fenomena yang terjadi di alam dengan hasil kegiatan siswa,
sehingga dalam tahap menyimpulkan diperlukan sumber belajar yang banyak
bukan hanya mengandalkan satu buku saja tetapi harus menggunakan
handout atau tugas sebelumnya dari internet, sehingga siswa dapat
83

menyimpulkan dengan tepat. Selain itu siswa harus selalu dibiasakan untuk
teliti mengambil hal penting dalam sebuah kegiatan agar siswa peka terhadap
informasi sekecil apapun.
6) Mengkomunikasikan, karena pada tahap ini reward dan punishment sudah
diterapkan sehingga setiap siswa memperhatikan proses mengkomunikasikan
setiap kelompok.
4.3 Analisis dan Pembahasan Hasil Pembelajaran

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa tes dilaksanakan

secara tertulis. Bentuk soal tematik dengan spesifik untuk mata pelajaran IPA

bentuk soal pilihan ganda dan untuk soal Matematika berbentuk uraian.

Berdasarkan deskripsi penelitian yang telah penulis kemukakan di awal bab ini,

tampak bahwa rata-rata perolehan skor akhir peserta didik pada pra siklus adalah

57, angka yang masih sangat kurang untuk mencapai target perolehan nilai

berdasarkan KKM.

Sesuai dengan KKM yang harus dicapai, peserta didik yang mencapai
target KKM 75 pada pra siklus yaitu 8 peserta didik atau 26,7%untuk pelajaran
IPA, 3 peserta didik atau 10% untuk pelajaran Matematika selebihnya belum
mencapai KKM sebanyak 19 peserta didik atau 46% untuk IPA, 27 peserta didik
atau 90% untuk Matematika. Untuk lebih melihat gambaran yang jelas, hasil dari
pembelajaran pada pra siklus disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.12
REKAPITULASI HASIL PEMBELAJARAN PRASIKLUS
Kualifikasi Ketuntasan
No IPA Matematika
Pembelajaran
1 Tuntas 8 3
2 Belum Tuntas 22 27
Jumlah Peserta Didik 30 30
Prosentase Tuntas 26,7% 10%
Prosentase Belum Tuntas 63,3% 90%
84

Setelah mendapat gambaran dari hasil tes awal pada kegiatan prasiklus

sebagaimana tertera pada tabel 4.8, pada siklus 1 diperoleh rata-rata sebesar 91.

Peserta didik yang mencapai ketuntasan minimal sebanyak 22 orang atau 73%

untuk pelajaran IPA, 29 orang atau 96,7% untuk Matematika. Adapun perolehan

kualifikasi peserta didik yang belum mencapai ketuntasan minimal sebanyak 8

peserta didik atau 27% untuk IPA, 1 orang atau 3,3% untuk Matematika.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi model

pembelajaran CTL di kelas II SDN ! CIBODAS yang penulis laksanakan belum

berhasil dengan baik karena masih kurang dari 75% peserta didik yang seluruh

pembelajarannya tuntas. Agar gambaran kualifikasi tersebut, penulis tuangkan

dalam tabel berikut:

Tabel 4.13
REKAPITULASI HASIL PEMBELAJARAN SIKLUS 1
Kualifikasi Ketuntasan
No IPA Matematika
Pembelajaran
1 Tuntas 22 29
2 Belum Tuntas 8 1
Jumlah Peserta Didik 30 30
Prosentase Tuntas 73% 96,7%
Prosentase Belum Tuntas 27% 3,3%

Pada siklus 2 diperoleh rata-rata sebesar 97. Peserta didik yang mencapai

ketuntasan minimal sebanyak 30 orang atau 100% perolehan kualifikasi peserta

didik yang belum mencapai ketuntasan minimal sebanyak 1 peserta didik atau

3,3%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi model


85

pembelajaran CTL di kelas II SDN 1 CIBODAS yang penulis laksanakan

berhasil dengan baik. Memperoleh peningkatan yang sangat signifikan

dibandingkan dengan siklus 1 Agar gambaran kualifikasi tersebut, penulis

tuangkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.14
REKAPITULASI HASIL PEMBELAJARAN SIKLUS 2
Kualifikasi Ketuntasan
No IPA Matematika
Pembelajaran
1 Tuntas 30 29
2 Belum Tuntas 0 1
Jumlah Peserta Didik 30 30
Prosentase Tuntas 100% 96,7%
Prosentase Belum Tuntas 0% 3,3%

Data yang diperoleh dari hasil penelitian di atas adalah data kuantitatif

yang diperoleh dari hasil tes. Data-data tersebut berupa skor kemampuan peserta

didik pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Agar data-data tersebut lebih

bermakna, berikut ini penulis sajikan peningkatan peserta didik dalam bentuk

perbandingan pada grafik berikut:


86

Grafik 4.15
KETUNTASAN KEMAMPUAN PESERTA DIDIK

30 30
29
30

25 22

20
Prasiklus
15
Siklus 1
10 Siklus 2

5 3
1
0
IPA Bahasa
Indonesia

1. Pembahasan Hasil Pembelajaran

Rata-rata skor pada pra siklus, peserta didik dengan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) 75 yaitu baru mencapai nilai rata-rata kelasnya adalah 57 yang

berarti 23% peserta didik yang baru tuntas dalam pembelajaran ini, dalam

pembelajaran IPA ada 8 peserta didik yang belum tuntas namun secara

keseluruhan pencapaian kompetensi dasar pada tema tumbuhan memberikan

gambaran bahwa prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA dan

Matematika masih rendah dan dinyatakan belum tuntas. Setelah mendapatkan

pembelajaran kontekstual, pembelajaran pada siklus 1 ditunjukkan oleh perolehan

rata-rata skor yaitu 91 atau 96,7% artinya berada pada kualifikasi sangat baik,

namun belum mencapai target ketuntasan minimal karena pada materi pelajaran

IPA masih ada yang nilainya masih di bawah kriteria ketuntasan minimal
87

sebanyak 8 orang. Hasil ini belum mencapai sesuai target, sebab belum mencapai

75% yang terserap oleh peserta didik. Keberhasilan pembelajaran kontekstual

dibuktikan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didik yang mencapai

KKM 75 mencapai 30 orang atau sekitar 100% dari total peserta didik 30 orang.

Hal ini memberikan gambaran bahwa materi tersebut sudah dipahami oleh peserta

didik, karena ketuntasan dikatakan selesai apabila materi telah diserap sekitar

minimal 75%.

Berdasarkan hasil perolehan nilai, terjadi peningkatan yang signifikan

pada nilai peserta didik maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja dalam

penelitian adalah benar yakni model pembelajaraan kontekstual (CTL) efektif

dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran tematik di

kelas II Sekolah Dasar Negeri CIBODAS Kecamatan Lembang Kabupaten

Bandung Barat

Adapun distribusi nilai tes awal dan tes akhir diambil dari nilai Pra Siklus

dan tes akhir diambil dari siklus 1 sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 4.16

DISTRIBUSI NILAI TES AWAL DAN TES AKHIR

IPA Matematika
No Nama Pra Deviasi Pra Siklus Deviasi
Siklus 1 (d2) (d2)
Siklus (d) Siklus 1 (d)
1 Adika Pratama 60 80 20 400 50 100 50 2500
2 Aji Agung Ahdiatna 20 70 50 2500 50 80 30 900
Aldhi Ramadhani
3 70 100 30 900 60 100 40 1600
N.
4 Amalia Fajar Rini 80 100 20 400 60 100 40 1600
Annisa Maya
5 40 90 50 2500 70 100 30 900
Patama
6 Anis Safangah 60 60 0 0 80 100 20 400
88

IPA Matematika
No Nama Pra Deviasi Pra Siklus Deviasi
Siklus 1 (d2) (d2)
Siklus (d) Siklus 1 (d)
7 Danu Pranata 70 90 20 400 50 100 50 2500
Fabian Yusuf
8 30 100 70 4900 60 100 40 1600
Prasetyo
Giovanny Putra
9 70 60 -10 100 60 100 40 1600
Yudha
10 Keysa Novia Luana 60 80 20 400 50 100 50 2500
Muhammad Daffa
11 40 90 50 2500 60 100 40 1600
Al Fatih
Muhammad
12 40 100 60 3600 60 100 40 1600
Dzulfikry
Mutia Safarotun
13 40 90 50 2500 50 100 50 2500
Nisa
14 Nabila Nurcahyani 40 100 60 3600 50 100 50 2500
Nayla Sabila
15 50 70 20 400 70 100 30 900
Ramadani
Nazwa Maharani
16 80 100 20 400 50 100 50 2500
Zyfana
Raden Gelar Satria
17 60 70 10 100 50 100 50 2500
P.P.
Raditya Rafa
18 50 60 10 100 50 100 50 2500
Prapdipta
Rafka Nova
19 40 90 50 2500 50 100 50 2500
Pratama
Rahma Amelia
20 80 100 20 400 60 100 40 1600
Faizah
21 Rahsya Tri Aditya 40 90 50 2500 50 100 50 2500
Raihanah Putri
22 50 90 40 1600 70 100 30 900
Ramadhani
23 Ralita Juliyani 50 100 50 2500 50 100 50 2500
Revandra Ali
24 30 80 50 2500 50 100 50 2500
Ramdan
25 Rezky Ramdhani 40 70 30 900 40 80 40 1600
Rifky Baruno
26 70 90 20 400 70 100 30 900
Wibowo
27 Satrio Ari Rivianto 70 80 10 100 60 100 40 1600
28 Sri Hardiyanti 40 100 60 3600 50 100 50 2500
29 Taufik Fajar Sidik 40 80 40 1600 50 100 50 2500
30 Wulan Wulandari 40 70 30 900 50 70 20 400
4520 293 5470
Jumlah 1550 2550 1000 1680 1250
0 0 0
1506, 97,6 1823,
Rata-rata 51,67 85,00 33,33 56,00 41,67
7 7 33
89

Berdasarkan data di atas maka dapat dijabarkan analisis peningkatan hasil

pembelajaran sebagai berikut :

1. Analisis hasil pembelajaran tematik mata pelajaran IPA.

Mean tes awal pelajaran IPA:

M = ∑X1
N

= 1550
30

= 51,67

Mean tes akhir

M = ∑X2
N

= 2550
30

= 85

Mean deviasi

Md = ∑d
N

= 1000
30

= 33,33

Db = N–1

= 30 – 1

= 29
90

Menghitung tingkat kebebasan dengan menggunakan rumus uji t:

t = Md

√ ∑xd²
N(N – 1)

= 33,33

√ 45.200
870

= 33,33 .

√ 52

= 33,33

7,2

= 4,6

Dari penghitungan tes awal dan tes akhir, diketahui thitung adalah 4,6.

Hipotesis untuk mencapai harus dicari ttabel dengan ketentuan sebagai

berikut :

 Jika t hitung < t tabel, maka hipotesis nol diterima ataupun hipotesis

kerja ditolak.

 Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis nol ditolak ataupun hipotesis

kerja diterima.

 t tabel = √ t hitung = √ 4,6 = 2,15

Nilai t hitung = 4,6 dikonsultasikan dengan t tabel (db) = 29 - 5 = 24,

tarap signifikan 5% atau tarap kepercayaan 95%. Karena db = 29 orang,


91

maka harga t (tabel) – 2,15 dengan demikian thitung = 4,6 > dari ttabel =

2,4. Hal ini berarti hipotesis kerja untuk penelitian diterima.

2. Analisis hasil pembelajaran tematik mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Mean tes awal pelajaran Bahasa Indonesia:

M = ∑X1
N

= 1680
30

= 56

Mean tes akhir

M = ∑X2
N

= 2930
30

= 97,7

Mean deviasi

Md = ∑d
N

= 1250
30

= 41,67

Derajat kebebasan

Db = N–1

= 30 – 1

= 29
92

Menghitung tingkat kebebasan dengan menggunakan rumus uji t:

t = Md

√ ∑xd²
N(N – 1)

= 41,67

√ 54.700
870

= 41,67 .

√ 62,87

= 41,67

7,9

= 5,3

Dari penghitungan tes awal dan tes akhir, diketahui thitung adalah 5,3. Hipotesis

untuk mencapai harus dicari t tabel dengan ketentuan sebagai berikut :

 Jika t hitung < t tabel, maka hipotesis nol diterima ataupun hipotesis kerja

ditolak.

 Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis nol ditolak ataupun hipotesis kerja

diterima.

 t tabel = √ thitung = = √ 5,3 = 2,3

Nilai t hitung = 5,3 dikonsultasikan dengan t tabel (db) = 29 - 5 = 24, taraf

signifikan 5% atau tarap kepercayaan 95%. Karena db = 29 orang, maka harga t


93

(tabel) – 2,3 dengan demikian thitung = 5,3 > dari ttabel = 2,3. Hal ini berarti

hipotesis kerja untuk penelitian diterima.


BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis, refleksi, dan pembahasan mengenai
peningkatan kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa kel;as II melalui
kegiatan Hans On Activity, maka dapat dikemukakan simpulan dan rekomendasi
yang terkait dengan penelitian ini.
A. Simpulan
Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan kerjasama
siswa dapat meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan Hans On Activity
siswa kelas II di salah satu sekolah dasar di kota Bandung Barat dengan
menerapkan pendekatan keterampilan proses. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, ada beberapa simpulan yang diperoleh sebagai berikut :
1. Secara umum pelaksanaan penerapan pendekatan keterampilan proses untuk
meningkatkan kemampuan bekerjasama siswa sekolah dasar kelas II dapat
terlaksana dengan baik. Pada saat proses pembelajaran terdapat
perkembangan proses disetiap tahapan pendekatan, hasil observasi aktivitas
guru mengalami peningkatan presentase ketercapaian pelaksanaan aktivitas
guru pada siklus I adalah 85,5%, dan pada siklus II mencapai 100%, maka
terjadi peningkatan 16,9%. Selain itu peningkatan pun terjadi pada hasil
observasi aktivitas siswa rata-rata pencapaian ketercapaian pada siklus I
adalah 73%, sedangkan pada siklus II rata-rata pencapaiannya 93,5% maka
peningkatan presentase ketercapaian tindakan meningkat 28%.
2. Peningkatan pada aktivitas mengajar guru dan aktivitas siswa pun
mempengaruhi peningkatan sikap ilmiah siswa dari semua aspek yang diteliti,
aspek tersebut adalah rasa ingin tahu, ketekunan, peka terhadap data atau
fakta, peka terhadap lingkungan serta kerjasama dan terbuka. Peningkatan
tersebut terjadi pada antusias siswa terhadap pembelajaran, antusias mencari
informasi, tekun dalam menyelesaikan tugas, dan siswa dapat menyelesaikan
tugas dengan sesuai alokasi waktu yang ditentukan sebelumnya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan peneliti peningkatan sikap ilmiah siswa terlihat
pada semua aspek, aspek rasa ingin tahu mengalami peningkatan 35,25%,

94
95

ketekunan 33,75%, peka terhadap lingkungan meningkat 17%, peka terhadap


data atau fakta meningkat 46%, serta kerjasama dan terbuka mengalami
peningkatan 16%. Rata-rata presentase sikap ilmiah pada siklus I adalah
58,6% tergolong kategori cukup dan pada siklus II 87,7% sangat baik,
peningkatan dari siklus I ke siklus II meningkat 29,1%.
B. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan diatas, peneliti mengemukakan beberapa
rekomendasi sebagai bahan tindak lanjut atau evaluasi dari penelitian yang
dilakukan yaitu meningkatkan kemampuan kerjasama dalam kelompok siswa
kelas II melalui kegiatan Hans On Activity di kelas II SD, berikut rekomendasi
yang peneliti tujukan untuk siswa, guru, sekolah, serta pihak yang berkepentingan
terhadap pendidikan di sekolah dasar :
1. Bagi Guru
Pendekatan keterampilan proses melalui kegiatan Hans On Activity
merupakan pendekatan yang harus dilaksanakan pada pembelajaran IPA,
pendekatan keterampilan ini merupakan keterampilan dasar yang harus
dimiliki siswa, dengan menerapkan kegiatan hans on activiy siswa akan lebih
aktif dalam pembelajaran, dan akan menumbuhkan sikap ilmiah. Namun
dalam kegiatan Hans On Activity harus memperhatikan jumlah siswa, dan
alokasi waktu karena menggunakan kegiatan Hans On Activity
membutuhkan pemantauan kemajuan belajar setiap siswa maka
membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pembelajaran.
2. Bagi Sekolah
Penerapan pendekatan Proses menghayati proses pengamatan dan
penemuan maka untuk menunjukan suatu fakta atau fenomena diperlukan
media yang konkret, maka diperlukan sarana dan prasarana yang memadai
untuk mengembangkan cara pikir anak secara ilmiah.
3. Bagi Siswa
Pada pelaksanaan pembelajaran sebaiknya siswa dapat
memperhatikan prosedur atau langkah-langkah dalam melakukan percobaan,
agar percobaan yang dilakukan dapat berhasil, selain itu sikap ilmiah siswa
96

juga harus selalu dikembangkan, karena pada hakikatnya hal yang


mempengaruhi sikap menjadi karakter adalah pembiasaan, hal ini untuk
menumbuhkan kepekaan siswa terhadap masalah-masalah praktis yang terjadi
di alam.
97

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Djuwairiah. 2014. “Understanding the 2013 Curriculum of English


Teaching through the Teachers and Policymeckers” Perspective”.
International Journal of Enhance Research in Educational Development,
4(2): 6-15. Diakses pada 4 November 2017
(http://www.erpublications.com/uploaded_files/download/download_25_0
7_2014_16_32_27.pdf)

Dewi, S. (2008). Keterampilan Proses Sains. Bandung : Tinta Emas Publishing

Herry, A. Asra, Dewi, L. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung :


Universitas Pendidikan Indonesia

Nuryati, W. Surya, G. & Kristiantari, R. (2014). Penerapan pendekatan


keterampilan proses berbasis lingkungan berpengaruh terhadap hasil
belajar IPA siswa kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha. 2 (1). Hlm. 1-11

Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, pasal 5 ayat
(2).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sanjaya, Wina. (2012). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta : Kencana


Prenada Media Group.

Widodo, A, Wusyastuti, S, & Margaretha. (2009). Pembelajaran IPA di SD.


Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanjaya, Wina. (2012). Media komunikasi Pembelajaran. Jakarta : Kencana


Prenada Media Group.

Ningrum, Epon. "Kompetensi Profesional Guru dalam Konteks Strategi


Pembelajaran." Bandung: Buana Nusantara (2009).
98

Tambunan, Husna Parluhutan. Upaya Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar


Siswa Dengan Menggunakan Metode Inkuiri Di Kelas Iv Sdn 060843
Medan TA 2013/2014. Diss. Unimed, 2014.

Ahmad, Djuwairiah. 2014. “Understanding the 2013 Curriculum of English


Teaching through the Teachers and Policymeckers” Perspective”.

International Journal of Enhance Research in Educational Development,


4(2): 6-15. Diakses pada 4 November 2017
(http://www.erpublications.com/uploaded_files/download/download_25_0
7_2014_16_32_27.pdf)

Aulia, D. 2016. Peningkatan Kemampuan Kerjasama Menggunakan Metode


Group Resume pada Mata Pelajaran PKN Kelas V Di SDN Jaranan
Tahun Ajaran 2015/2016. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta

Keban, Yeremias T. 2007. Pembangunan Birokrasi di Indonesia: Agenda


Kenegaraan yang Terabaikan, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi ( Suatu Pengantar). Jakarta. PT Raja


Grafindo Persada.

Waluya, Bagja. 2009. Sosiologi 2 Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat


untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu
Pengetahuan Sosial. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.

Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi: Konsep Dan Teori. Bandung: PT Refika


Aditama

Haury dan Rillero. (1994). Perspectives of Hands-On Science Teaching. Ohio:


Educational Resources Information Center (ERIC)-The Ohio University.

Nuryati, W. Surya, G. & Kristiantari, R. (2014). Penerapan pendekatan


keterampilan proses berbasis lingkungan berpengaruh terhadap hasil
99

belajar IPA siswa kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan


Ganesha. 2 (1). Hlm. 1

Witarsa, Ramdhan. "Meningkatkan Kemampuan Aspek Psikomotorik Siswa


Sekolah Dasar Melalui Hands On Activity di Kota Cimahi." Jurnal
Basicedu 1.1 (2017): 62-72.

Amir, Mohammad Faizal. "Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar."
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. 2015.

Suryanto, Adi. "Evaluasi Pembelajaran di SD." (2014): 1-49

Waseso, Ikhsan, Mukti Amini, and Sri Tatminingsih. "Evaluasi pembelajaran


TK." (2014): 1-31.

Somantri, Manap. "Perencanaan pendidikan." (2014).

Arikunto, Suharsimi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Sanjaya, Wina. (2012). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Wiriaatmadja, R. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan


Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai