Anda di halaman 1dari 6

Dermatophagoides pteronyssinus (Tungau debu rumah/ TDR)

Taksonomi:

Secara ilmiah, taksonomi dan klasifikasi tungau debu adalah seagai berikut:

 Superkingdom : Eukaryota
 Kingdom : Animalia
 Subkingdom : Metazoa
 Filum : Arthropoda
 Subfilum : Chelicerata
 Kelas : Arachnida
 Ordo : Acariformes
 Subordo : Astigmata
 Famili : Pyroglyphidae
 Genus : Dermatophagoides
 Spesies : Dermatophagoides pteronyssinus
Dermatophagoides farinae

Morfologi

Bentuk TDR bervariasi, tetapi umumnya lebih kurang bulat atau oval, kepala, toraks,
dan abdomennya menyatu membentuk suatu badan tanpa segmen. Tubuh tungau dibagi
menjadi empat bagian, yaitu daerah mulut dan bagian-bagiannya (gnatosoma), daerah
pasangan kaki I dan II (propodosoma), daerah pasangan kaki III dan IV (metapodosoma), dan
daerah posterior (opistosoma).
Tungau dewasa dan nimfa memiliki 8 kaki, sedangkan larva mempunyai 6 kaki.
Ukuran tubuhnya berkisar antara 0,2 – 0,3 mm. Tubuhnya ditutupi oleh rambut-rambut
panjang yang disebut setae. Permukaan tubuhnya tampak transparan. TDR bersifat ovipar dan
dalam perkembangannya melalui empat tahapan, yaitu telur, larva, nimfa, dan bentuk dewasa.
Waktu yang dibutuhkan oleh TDR dari stadium telur sampai menjadi dewasa kira-kira 20
hari. Stadium dewasa jantan berumur 60 – 80 hari, sedangkan tungau betina 100 – 150 hari
tergantung suhu, kelembapan, serta jumlah makanan yang tersedia. Dalam berkembang biak,
tungau debu rumah dapat berkembang paling baik pada suhu 25⁰C dengan kelembapan rerata
75%. Pada suhu kurang dari 15⁰C atau lebih dari 35⁰C, perkembangan tungau debu rumah
akan jauh lebih lambat.

Habitat

Tungau ini banyak ditemukan pada debu yang terdapat pada berbagai peralatan rumah
tangga, khususnya perabotan yang terdapat disekitar kamar tidur, seperti kasur, seprei,
selimut, wool, dan peralatan lain. Banyak terdapat disekitar kamar tidur dikarenakan debu di
sekitar kamar tidur biasanya terdapat makanan tugau tersebut,seperti skuama atau runtuhan
sel-sel kulit manusia yang banyak ditemukan di tempat tidur. Dermatophagoides menyukai
tempat yang hangat, kering dan lembab. Meskipun tungau ini tidak menggigit dan tidak
menularkan suatu penyakit, namun tungau ini menghasilkan material atau bahan yang bersifat
alergen. Material tersebut berukuran sangat kecil dan ringan sehingga mudah terbang dan
bersatu dengan debu di udara. Bila terhisap dapat menimbulkan reaksi alergi pada orang yang
sensitif, sehingga menimbulkan pembengkakan pada saluran pernafasan yang akan memicu
munculnya serangan asma, terutama individu yang sensitif.
Jenis tungau debu yang banyak ditemukan di Indonesia adalah dua jenis yaitu
Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae. Keduanya merupakan
tungau debu yang umum tersebar secara kosmopolit, di seluruh dunia. Selain itu, mungkin
banyak jenis lainnya namun belum diteliti lebih mendalam. Distribusi atau sebaran spesies
berbeda-beda di setiap wilayah. Sebagai contoh, Dermatophagoides pteronyssinus lebih
banyak ditemukan di daerah yang memiliki kelembaban yang tinggi seperti di negara-negara
Eropa dan Inggris, sedangkan Dermatophagoides farinae lebih banyak ditemukan di daerah
yang memiliki cuaca kering yang panjang seperti di benua Amerika. Dominasi habitat tungau
di suatu tempat tersebut menyebabkan orang awam menamakannya European house dust
mite atau tungau debu Eropa untuk Dermatophagoides pteronyssinus, dan American house
dust mite atau tungau debu Amerika untuk Dermatophagoides farinae. Meskipun demikian
penamaan ini sebenarnya kurag tepat mengingat kedua jenis tungau tersebut dapat ditemukan
dimana-mana di dunia.

Daur hidup

Secara umum semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang mirip dengan
tungau lainnya. Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau debu dimulai dari telur, larva,
protonimfa, tritonimfa dan dewasa. Siklus hidup ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban, dan suhu optimal bagi pertumbuhan tungau adalah 25-30 ⁰C pada kelembaban
70-80%. Waktu yang diperlukan perkembangan kedua spesies dari periode telur hingga
dewasa adalah rata-rata 35 hari, tetapi yang betina lebih panjang yaitu sekitar 70 hari. Makin
tinggi suhu periodesiklus hidup makin lambat. Adapun periode bertelur D. farinae
berlangsung selama 30 hari, dan mampu memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan
D. pteronyssinus mampu bertelur sekitar 80-120 telur selama periode 4-5 hari.

Patologi dan gejala klinis

Tungau debu merupakan alergen hirup sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit
alergi seperti dermatitis atopik, asma bronkial, dan rinitis. Tungau merupakan komponen
alergenik utama dari debu rumah. Bagian TDR yang mengandung alergen adalah kutikula,
organ seks dan saluran cerna. Selain bagian badan, feses TDR juga mempunyai sifat
antigenik. Antigen yang berasal dari tubuh TDR masuk kedalam tubuh manusia melalui
penetrasi kulit, sedangkan yang berasal dari feses masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi.

Penelitian terbaru menjelaskan bahwa perana LPS dan β-glukan mengontrol


kecenderungan inisiasi menjadi Th2 dalam respons alergi terhadap TDR. Adjuvan non-
alergenik ini berikatan dengan alergen TDR grup 1, sehingga merangsang sel dendritik dan
epitel saluran napas, dan mendukung pembentukan Th2. Atas dasar temuan-temuan ini,
mekanisme respons alergi terhadap TDR dapat diilustrasikan. Diperlukan pembelajaran yang
lebih luas mengenai faktor-faktor selain TDR yang dapat mempengaruhi respons alergi
terhadap TDR. Karakteristik lingkungan senyawa pada TDR dapat membuka harapan untuk
pendekatan terapeutik terbaru.

Epidemiologi

Populasi tungau debu di dalam rumah bergantung pada faktor-faktor:

1) Tinggi rendahnya rumah dari permukaan laut


2) Daerah dengan musim panas yang lebih panjang dari musim hujan
3) Adanya berbagai macam binatang di dalam rumah
4) Rumah yang kotor dan banyak debu
5) Suhu dan kelembaban optimum optimal bagi perkembangan populasi TDR adalah 25-
30 ⁰C pada kelembaban 70-80% dengan kelembaban kritis 60-65%.
Perkembangbiakan TDR terganggu pada suhu di atas 32⁰C dan jika tungau
dipanaskan selama 6 jam pada suhu 51⁰C dengan kelembaban udara 60% maka
tungau akan mati.

Diagnosis

Diagnosis asma yang disebabkan oleh D. pteronyssinus dapat ditegakkan denagn tes
kulit yang menggunakan ekstrak tungau debu.

Pengobatan

Untuk mengatasi serangan asma dapat diberikan bronkodilator dan kortikosteroid.

Pemberantasan TDR

untuk mencegah penyakit alergi cara terbaik adalah menghindarkan alergen dengan
mengurangi pajanan debu rumah. Penghindaran TDR dapat mengurangi gejala asma dan obat
yang dipakai penderita dengan syarat penghidaran TDR dilakukan secara agresif.
Menghindari pajanan dan pemberantasan TDR dapat dilakukan dengan:

1. Menjaga kebersihan
Untuk menghidari TDR, rumah dibersihkan dari debu dengan cara disapu dan dipel
setiap hari dan perabot rumah dibersihkan dengan penyedot debu. Jangan
membersihkan rumah dengan kemoceng karena debu tidak hilang tetapi justru
beterbangan. TDR mudah hidup dan berkembang biak di dalam kasur dan bantal yang
berisi kapuk, oleh karena itu sebaiknya kasur dan bantal diganti dengan yang tebuat
dari karet busa atau poliester. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, maka kasur dan
bantal yang berisi kapuk dibungkus dengan plastik atau karet sebelum dibungkus
seprei dan sarung bantal. Seprei dan sarung bantal diganti sekurang-kurangnya
seminggu sekali sedangkan kasur, bantal, dan guling dijemur seminggu sekali.

2. Memindahkan penderita ke daerah yang lebih tinggi


Upaya mengurangi pajanan alergen dengan memindahkan penderita ke daerah yang
lebih tinggi dan kelembaban rendah telah dilakukan di Davos, Swiss. Dengan upaya
tersebut penderita asma mengalami perbaikan dan serangan asma berkurang. Terdapat
hubungan antara ketinggian suatu daerah dengan populasi TDR. Makin tinggi suatu
daerah, jumlah TDR makin sedikit.

3. Mengatur kelembaban
Untuk mengurangi kelembaban rumah, ventilasi harus diperbaiki. Upayakan agar
sinar matahari dapat masuk kedalam rumah dengan membuka jendela, memasang
genteng kaca, atau fiberglass. Pengurangan populasi TDR juga dapat dilakukan
dengan menggunakan air conditioner untuk mengurangi kelembaban udara.
Mempertahan kelembaban udara di bawah 35% selama sedikitnya 2 jam perhari
sampai 8 jam dapat memperlambat pertumbuhan populasi TDR.

4. Penggunaan zat kimia


Akarisida seperti benzil benzoat, pirimifos metil, permetrin, fenil salisilat adalah zat
kimia yang dapat membunuh tungau.
Sumber

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4 FKUI

Peranan Alergen Tungau Debu Rumah dalam Reaksi Alergi FK Univ. Tanjungpura,
pontianak

Tungau Debu, Dermatophagoides IPB


Tungau Debu Rumah
Dermatophagoides pteronyssinus

Disusun oleh:
Kelompok 9

blok Tropical Medicine TA 2015-2016


Universitas Malahayati Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai