Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal
mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di
ligamentum treitz ). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai
akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H.
Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol.
Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas yang jarang.1

2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu 1:
1. Duodenal ulcer
2. Gastric atau duodenal erosions
3. Varices
4. Gastric ulcer
5. Mallory – Weiss tear
6. Erosive esophagitis
7. Angioma
8. Arteriovenous malformation
9. Gastrointestinal stromal tumors
Perdarahan Saluran Cerna Atas Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu karena rupture varises dan bukan karena rupture varises.
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif
meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas ,
khususnya pada pasien lanjut usia. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah
mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus
yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.
Gambar 7. Patofisiologi ulkus pada saluran cerna bagian atas

Perdarahan Non Varises

Penyebab perdarahan non varises terbanyak di Indonesia yaitu gastritis erosif, tukak
peptik. Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu
proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.
Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang baik.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs
adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,
penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan
severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak
diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis
kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan
terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk
menimbulkan tukak gaster.11
Gambar 9.Patofisiologi Mucosal Injury & Bleeding akibat NSAID
Gambar 10. Patofisiologi ulkus pada saluran cerna bagian atas

5 Manifestasi Klinik
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari
seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari
esofagus,gaster dan duodenum.2
Manifestasi klinis pasien dapat berupa :
 Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna
atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
 Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.
 Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitas
hemodinamikkarena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit
hati kronis,penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal.1,2

6 Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana
dalammelaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan fisik yang detail.Bila pasiendalam keadaan tidak stabil yang didahulukan
adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lebihseksama.3
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
riwayatdispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –jamuan,obat
untukpenyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,riwayat
penyakitparu dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah
sebelumterjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma
Mallory Weiss.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan4 :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah, demam tifoid,
GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan
8. Riwayat transfusi sebelumnya

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna
Adanya stigmata penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain,
tanda – tanda Langkah awal menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan
status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi :
 Tekanan darah dan nadi posisi baring
 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
 Kelayakan nafas
 Tingkat kesadaran
 Produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20 % volume intravaskular akan


mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda – tanda sebagai berikut:
 Hipotensi ( tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi > 100x/menit )
 Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
 Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
 Akral dingin
 Kesadaran menurun
 Anuria atau oliguria

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik
tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi
pipa nasogastrik dengan, hipotensi persisten, 24 jam menghabiskan transfusi darah
melebihi 800 – 1000 mL.4
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit sistematik. Perlu
juga dicari stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapat
disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu pemeriksaan masa abdomen, nyeri
abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik
dll.Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.Warna feses ini
mempunyai nilai prognostik.
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube
(NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat
berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan
arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas
pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni
ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.4
c. Pemeriksaan penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan4:
1. Elektrokardiogram, terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun.
2. BUN dan kreatinin serum. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas, pemecahan
darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin
serum tetap normal atau sedikit meningkat.
3. Kadar elektrolit (Natrium, Kalium, Clorida) dimana perubahan elektrolit bisa terjadi
karena perdarahan, transfusi, atau kumbah lambung.

4. Pemeriksaan lainnya :
1) Endoskopi

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold


standard.Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk
terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi),
dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan
keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi
dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari
95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena
dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.5
Lokasi dan sumber perdarahan
 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
 Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,varises,gastropati kongestif
 Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis

Di Negara barat tukak peptic berada di urutan pertama penyebab perdarahan


SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.Walaupun pengelolaan perdarahan SCBA
telah banyak berkembang namun mortalitasnya relative tidak berubah. Hal ini
dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat
komorbiditas yang menyertai.5

7 Penatalaksanaan
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan
mencegah terjadinya perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGI – PEGI – PPHI menetapkan
bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa
dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan
yang lebih tinggi. Adapun langkah – langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran cerna
bagian atas adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.
2. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.
3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan.
4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.
5. Menegakkan diangosis pasti penyebab perdarahan.
6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan dan
mencegah terjadinya perdarahan ulang.
Dengan adanya penegakan diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi
yang akan diambil pada tahap selanjutnya.5

Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


A. Non-Endoskopis
a. Kumbah lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian
manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini
sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk
membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan beberapa penelitian, kumbah
lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi
memanjang,perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul ulserasi pada mukosa
lambung.
b. Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami
perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberiaan tersebut tidak
merugikan dan relatif murah.
c. Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta melihat.
Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah
dicobakan pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda
dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang mengandung
vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan
oksitosin. Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin
50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit
dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per
infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan
preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit
kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap
mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.
d. Somatostatin dan analognya (octreotid)
Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah
splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di
klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin
dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat
pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali
dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan
perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

e. Obat-obatan golongan antisekresi asam


Obat-obatan golongan antisekresi asamyang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali
oleh bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam
selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi
omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan
pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini
antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik kurang bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai