Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN TUGAS AKHIR PRAKTIKUM REGIONAL

PROVINSI SULAWESI SELATAN

NAMA : ANDI MUH FATHIRUL FAJRI H


NIM : 201410180311107
KELAS : IESP V-B2

ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
KEADAAN GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan
Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut ”Ujung pandang”. Sampai dengan Juni
2006, jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 7.520.204 jiwa, dengan
pembagian 3.602.000 laki-laki dan 3.918.204 orang perempuan dan memiliki relief berupa
jazirah-jazirah yang panjang serta pipih yang ditandai fakta bahwa tidak ada titik daratan yang
jauhnya melebihi 90 km dari batas pantai. Kondisi yang demikian menjadikan pulau Sulawesi
memiliki garis pantai yang panjang dan sebagian daratannya bergunung-gunung.

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12′ – 8° Lintang Selatan dan 116°48′ – 122°36′
Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat
Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.

Kombinasi ini meghamparkan alam yang mempesona dipandang baik dari daerah
pesisir maupun daerah ketinggian. Sekitar 30.000 tahun silam, pulau Sulawesi telah dihuni oleh
manusia. Peninggalan peradaban di masa tersebut ditemukan di gua-gua bukit kapur daerah
Maros kurang lebih 30 km dari Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Peninggalan
prasejarah lainnya yang berupa alat batu peeble dan flake serta fosil babi dan gajah yang telah
punah, dikumpulkan dari teras sungai di Lembah Wallanae, diantara Soppeng dan Sengkang,
Sulawesi Selatan.

Pada masa keemasan perdagangan rempah-rempah di abad ke – 15 sampai dengan abad


ke – 19, Kerajaan Bone dan Makassar yang perkasa berperan sebagai pintu gerbang ke pusat
penghasil rempah, Kepulauan Maluku. Sejarah itu telah memantapkan opini bahwa Sulawesi
Selatan memiliki peran yang sangat strategis bagi perkembangan Kawasan Timur Indonesia.

Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas empat suku utama yaitu Toraja, Bugis,
Makassar, dan Mandar. Suku Toraja terkenal memiliki keunikan tradisi yang tampak pada
upacara kematian, rumah tradisional yang beratap melengkung dan ukiran cantik dengan warna
natural. Sedangkan suku Bugis, Makassar dan Mandar terkenal sebagai pelaut yang patriotik.
Dengan perahu layar tradisionalnya, Pinisi, mereka menjelajah sampai ke utara Australia,
beberapa pulau di Samudra Pasifik, bahkan sampai ke pantai Afrika.

Hasil penelitian sejarahwan Australia Utara bernama Peter G. Spillet M,


mengungkapkan salah satu fakta yang tidak terbantahkan bahwa orang Sulawesi Selatanlah
yang pertama mendarat di Australia dan bukannya Abel Tasman (Belanda) atau James Cook
(Inggris) tahun 1642. Upaya pelurusan fakta sejarah tersebut dilakukan Peter yang kemudian
dijuluki Daeng Makulle dengan sangat hati-hati melalui jejak, buku-buku sejarah berupa
hubungan orang Makassar dengan orang Aborigin (Merege). Orang Makassar tiba di sana
dengan menggunakan transportasi perahu.
KEADAAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI SELATAN
Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan
oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu sektor industri pengolahan, sektor
transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi
pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah
tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan
ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan
laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik dan sistem pembayaran yang meningkat.
Peluang ekonomi Sulsel di tahun 2016 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan
terjadi koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah.

Tekanan inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,70% (yoy).
Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun inflasi
Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 2016.
Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan tekanan harga kelompok bahan makanan yang
masih cukup tinggi, akibat bergesernya musim panen padi, terbatasnya pasokan cabe dan
bawang merah. Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya permintaan dari wilayah di luar
Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah. Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik
(TTL) menjaga inflasi tidak terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan
inflasi di Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan
baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan
dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0%
(yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0%
(yoy), membaik dibandingkan 2015. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan
masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor
luar negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada
sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa
kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar
rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring
Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada
pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat
waktu; (b) Program peningkatan ekspor diiringi dengan peningkatan kualitas transportasi dan
infrastruktur darat dan laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di
pelabuhan; (c) Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium
technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor,
tenaga kerja, hingga pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang
pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang
tahun; (e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota,
seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata,
pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang
mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta penggunaan pembayaran nontunai.

Sementara rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama
komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut: (a) Meyakinkan
kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah, bahwa terdapat indikasi telah
terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan
sempurna; (b) Mendorong pemerintah pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar
merumuskan kebijakan dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak
market failures; (c) Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic
market obligation (DMO); (d) Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi
kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif; (e)
Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan bantuan dengan
menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG
dinilai kurang berjalan efektif; (f) Pemerintah perlu merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD)
dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG
dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan; (g) Memberikan masukan kepada Pemerintah
Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra produktif
misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor atau
menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan
beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang
mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional,
nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha
di bidang perberasan, terutama petani; (j) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan
lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan
inklusif.

Anda mungkin juga menyukai