Indra Bachtiar, PhD, peneliti stem cell di Bifarma Adiluhung menjelaskan stem cell di tubuh manusia
berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Saat stem cell di tubuh jumlahnya banyak, maka akan
membuat luka lebih mudah sembuh.
"Pada saat manusia lahir, jumlah stem cell yang dimiliki 1/10 ribu. Saat remaja, 1/100 ribu. Saat usia 30
tahun, 1/250 ribu. Saat usia 50 tahun, 1/400 ribu. Dan saat usia 80 tahun adalah 1 per 2 juta," terang Indra
dalam media workshop 'Stem Cell Technology for A Better Life' dan grand launching Regenic,
laboratorium stem cell milik anak perusahaan Kalbe di Novotel Hotel, Golf Estate Bogor Raya, Bogor,
Jawa Barat, dan ditulis pada Minggu (9/3/2014).
"Karena itu anak kecil lebih cepat sembuh, sedangkan pada nenek lebih susah sembuh," sambung Indra.
Karena semakin bertambah usia stem cell semakin berkurang, maka para ilmuwan pun mencoba
melakukan terobosan. Ilmuwan menumbuhkan stem cell di laboratorium, sehingga kemudian bisa
ditambahkan ke dalam tubuh seseorang. Dengan demikian bisa dilakukan produksi dan perbaikan jaringan
dan organ baru untuk menggantikan yang rusak karena cedera atau penyakit. Stem cell juga bisa digunakan
untuk memperbaiki jaringan dengan cara menstimulasi sel yang sudah ada di dalam tubuh.
"Sumber stem cell ada di semua organ tubuh, tidak hanya di tali pusat. Ada stem cell kulit, stem cell sum-
sum tulang belakang, stem cell lemak, dan lain-lain. Beda sumber, beda kapasitasnya," terang Indra.
Dijelaskan Indra, ada 3 jenis stem cell dewasa. Pertama, hematopoietic stem cells (HSC) yang fungsinya
untuk pembentukan darah, seperti pembuluh darah, darah putih, dan darah merah. Sumber HSC dari darah
tali pusat dan darah tepi.
Kedua, mesenchymal stem cells (MSC) yang fungsinya untuk pembentukan jaringan, seperti jaringan
tulang, liver, dan lain-lain. Sumber MSC dari sum-sum tulang belakang, jaringan adipose, dan tali pusat.
Ketiga, neural stem cells (NSC) untuk pembentukan otak, di mana berguna untuk mengobati penyakit
parkinson dan neurodegeneratif. Sumber NSC dari otak.
(vit/up)
ABSTRACT
Background: We saw the circumcision can be done at any age. The community did not
know about the effect of the age of circumcision done. The study about the correlation between
circumcision wound healing and the age of circumcision done, still rare to be
found. Purpose: Find out the correlation between the time of circumcision wound healing in
the different age at minor surgery clinic Mataram public hospital during February to April
2008. Method: Observational study research with cohort prospective research design. Subject
of the study is 64 circumcision patients at under 12 years old in minor surgery clinic Mataram
public hospital during February until April 2008.
Result: All of the circumcision patients who had normal healing time was 58% and had
elongation time was 42%. The healing of patient at age 1 months old- 1 years oldwas 0%, at 1
years old - < 6 years old was 58% and 6 years old -12 years old was 60%. The delayed
inflammation at 1 years old - < 6 years old was 43% and at 6 years old – 12 years old was
60%. The delayed proliferation at 1 years old - < 6 years old was 43% and at 6 years old- 12
years old was 40%.
Conclusion: There is no correlation between time of circumcision wound healing and the
age of circumcision.
Keyword ; Circumcision, Wound Healing, Age
LATAR BELAKANG
Penelitian di Amerika hampir 1,2 juta neonatus disirkumsisi. Di India sekitar 33%
penduduk pria mengalami sirkumsisi. Menurut asosiasi anak (Texas Pediatric Surgical
Associates, 1999) sirkumsisi dilakukan pada beberapa hari setelah kelahiran atau dengan
indikasi adanya infeksi penis berulang, inflamasi frenulum dan fimosis. Canadian Paediatric
Society (1996) dan Williams N. (1993) menjelaskan bahwa insiden terjadinya komplikasi
sirkumsisi pada usia neonatus, yaitu bekisar 0,2%-2%. Selain itu sirkumsisi pada usia neonatus
akan mencegah terjadinya infeksi traktus urinarius dan insiden infeksi tersebut pada usia anak
dilaporkan dari hasil penelitian sebanyak 1%-2% (American Academy of Pediatrics, 1999).
Pemilihan usia anak untuk disirkumsisi sangat beragam di beberapa derah di Indonesia
sepeti di Jawa dan Sumatra mereka memilih waktu menjelang pubertas untuk disirkumsisi.
Kebiasaan yang ada di masyarakat Lombok, sirkumsisi dilakukan pada waktu tertentu dan usia
1 sampai 10 tahun (data poloklinik bedah minor, 2007). Dalam penelitian ini akan dilakukan
analisis masa penyembuhan luka dengan perbedaan usia pasien yang disirkumsisi. Apakah
semakin dini usia pelaksanaan sirkumsisi dapat mempengaruhi waktu penyembuhan luka?
Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka yaitu kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi
oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, respon tubuh pada luka lebih
efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, respon tubuh secara sistemik pada trauma serta
vaskularisai yang baik ke jaringan yang luka (Taylor, 1997).
Proses penyembuhan luka mencakup reaksi kimia dan seluler dan berhubungan dengan
penyatuan jaringan-jaringan setelah adanya jejas. Proses perbaikan pada jaringan manusia
berhubungan pula dengan sistem jaringan dan regenerasinya. Proses penyembuhan luka ada 3
tipe atau bentuk, yakni penyembuhan primer, penyembuhan sekunder dan penyembuhan
tersier (De Jong, 2005).
Fase Hemostasis
Proses inflamasi didahului oleh proses hemostatis. Adanya luka akan meyebabkan
rusaknya pembuluh darah dan pembuluh limfatik. Vasokonstriksi akan segera terjadi
selanjutnya pada proses hemostasis platelet yang berperan mengatasi pardarahan dan
mengeluarkan faktor pembekuan untuk selanjutnya memproduksi fibrin dan menghasilklan
sitokin yang membantu proses penyembuhan.
Hemostasis yang efektif membutuhkan kooordinasi fungsi pembuluh darah, platelet, faktor
koagulasi dan sistem fibrinolisis. Respon awal pembuluh darah terhadap jejas atau trauma
adalah vasokonstriksi arteriolar yang akan mengurangi aliran darah lokal dan menghindari
kehilangan banyak darah. Selanjutnya akan diikuti oleh aktivasi platelet yang melekat pada
dinding pembuluh darah di daerah jejas atau luka kemudian terjadilah agregasi platelet yang
membentuk massa oklusi yang merupakan plak hemostasis primer. Jejas atau luka akan
menyebabkan kerusakan vascular, kemudian kerusakan vaskular akan mengaktifkan faktor
koagulasi dan terbentuklah trombin yang akan mengkonversi fibrinogen plasma yang larut
dalam sirkulasi menjadi bentuk tidak larut atau fibrin (Lowe, 2003).
Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah fase yang selalu terjadi dan berperan sebagai prekursor proses
penyembuhan. Proses inflamasi memiliki karakteristik adanya migrasi leukosit ke daerah luka
dan sel-sel inflamasi akan meregulasi matriks jaringan ikat (Schwartz. et. al., 1998). Cairan
eksudat dan abses akan tampak pada inflamasi akut. Sel yang mengalami jejas akan
melepaskan katekolamin dan prostaglandin dan segera setelah jejas akan terjadi vasokonstriksi.
Selanjutnya permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi edema lokal. Reaksi
pembengkakan ini dimediasi oleh histamine, kinin, prostaglandin, leukotrien dan produk sel
endothelial (Kumar, 2007).
Fase inflamasi dipengaruhi oleh usia. Sel – sel yang berperan dalam fase ini adalah
makrofag, limposit dan leukosit, sel-sel ini juga dipengaruhi oleh usia. Leukosit akan
meningkat pada orang tua. Jumlah makrofag dan limposit akan menurun seiring semakin tua
usia individu, begitu pula dengan produksi faktor pertumbuhan seperti VEGF.
Transformasi limposit juga dipengaruhi keadaan nutrisi pasien ( Gosain dan Dipietro, 2004).
Fase Proliferasi
Fase proliferasi meliputi tahap angiogenesis, deposit kolagen, pembentukan jaringan
granulasi dan kontraksi luka. Fase ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-
21(Midwood. et. al., 2004).
Keratinosit, fibroblas dan sel endotel vaskular sangat berperan dalam proses proliferasi.
Proses fibroplasi lebih cepat pada usia muda.Penurunan jumlah dan ukuran fibroblas dan hasil
akhir penutupan luka dipengaruhi oleh usia. Angiogenesis akan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Produksi kolagen pun menurun pada usia tua ( Howard, E. Dan Harvey, S.,
2008).
Fase maturasi ( proses akhir dalam penyembuhan luka)
Fase akhir dalam masa penyembuhan, skar akan terbentuk pada akhir proses penyembuhan
luka. Degradasi kolagen seimbang dengan sintesis kolagen. Kolagen akan
menggantikan daerah yang mengalami jejas atau luka, jika daerah yang tergantikan
kolagen tergolong luas maka daerah kulit itu akan tersusun dari jaringan yang lebih kuat atau
lebih keras. Semakin banyak kolagen menggantikan daerah luka maka semakin luas pula area
kerusakan jaringan, selanjutnya akan terjadi tarikan daerah kulit sekitar dan timbullah sikatriks
atau skar (Kumar, 2007). Proses ini berlangsung 6 minggu awal dan diteruskan sampai 6-12
bulan setelah itu dan dapat diamati dari perubahan warna kulit, tekstur dan ketebalan kulit di
daerah luka (Bertschinger, 1991).
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian kohort
prospektif untuk mengetahui hubungan antara usia anak dengan masa penyembuhan luka
sirkumsisi. Populasi penelitian ini adalah semua pasien sirkumsisi di Poliklinik RSU Mataram
selama bulan Februari 2008 sampai April 2008. Subyek penelitian adalah pasien sirkumsisi
yang berusia di bawah 12 tahun di Poliklinik RSU Mataram selama bulan Februari 2008 sampai
April 2008. Variabel bebas penelitian ini adalah rentang( kelompok) usia pasien sirkumsisi.
Variabel terikat yaitu penyembuhan luka.
Cara pengambilan sampel dengan consecutive sampling yaitu mengumpulkan semua pasien
sirkumsisi yang datang dan memenuhi kriteria sampai memenuhi subyek penelitian yang
diperlukan. Jumlah subyek penelitian sebanyak 64 anak. Pengumpulan data dikumpulkan dari
data primer pasien yang menjalani sirkumsisi di poliklinik bedah RSU Mataram. Data primer
ini diperoleh dengan cara wawancara langsung orang tua yang merawat pasien sirkumsisi
menggunakan lembar observasi.
HASIL
Pasien sirkumsisi yang diambil dari data klinik bedah minor RSU Mataram tercatat
sejumlah 64 orang selama tiga bulan (Februari sampai April 2008). Karakteristik pasien dilihat
dari usia, asal dan tujuan sirkumsisi.
Tabel 4.1 Distribusi Pasien
PEMBAHASAN
Pemilihan usia bayi baru lahir (<1 bulan) tidak dominan di daerah penelitian, yaitu di
Mataram dan sekitarnya. Orang tua cenderung memilih usia 1 tahun sampai 6 tahun untuk
pelaksanaan sirkumsisi, namun tidak ada alasan spesifik untuk pemilihan usia ini, menurut
mereka pemilihan usia ini mengikuti saudara dan tetangga mereka yang sudah memiliki
pengalaman mensirkumsisi anaknya.
Penelitian ini hanya mengambil dua fase penyembuhan, yaitu fase inflamasi dan fase
proliferasi. Fase hemostasis berlangsung segera setelah terjadi luka dan pada anak tanpa
gangguan pembekuan darah fase ini tidak akan lama. Jahitan pada luka sirkumsisi berperan
pula dalam proses peneymbuhan awal ini dan semua pasien mendapat perlakuan sama dari
rumah sakit tempat mensirkumsisi. Observasi dilakukan pada pasien dengan melihat tanda
proliferasi yaitu jaringan granulasi pada hari ke-12 sampai ke-14 setelah sirkumsisi, jika
didapatkan jaringan granulasi pada observasi hari itu maka pasien tersebut mengalami
pemanjangan proliferasi.
Pemanjangan fase inflamasi tidak selalu diikuti pemanjangan fase proliferasi. Berdasarkan
observasi, 15% pasien dengan fase inflamasi normal mengalami fase proliferasi memanjang
ataupun sebaliknya fase inflamasi memanjang namun fase proliferasi normal. Hasil ini
menunjukkan fase inflamasi dan fase proliferasi pada penyembuhan luka dipengaruhi faktor-
faktor yang dapat memperpanjang masa tersebut, misalnya saja perawatan luka, aktifitas anak
ataupun nutrisi, seperti yang dijelaskan oleh Gosain dan Dipietro (2004).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut
Tidak ada perberbedaan waktu penyembuhan luka sirkumsisi pada setiap kelompok usia, Usia
pelaksanaan sirkumsisi yang paling banyak dipilih oleh orang tua di daerah penelitian
(Mataram, Lombok Barat dan Lombok Tengah) adalah usia 1 – 6 tahun., Dalam waktu 12 hari
luka sirkumsisi sudah dapat sembuh dengan tidak menunjukkan tanda proliferasi., Faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka sirkumsisi selain usia adalah imunitas anak, perawatan luka
dan nutrisi anak.
KEPUSTAKAAN
American Academy of Pediatrics, (1999- released: March 1), New AAP Circumcision Policy
Released.
Baharestani Mylene Mona, (2003), An Overview of Neonatal and Pediatric Wound Care
Knowledge and Considerations: Wound Managemet Journal; 165: 728-737,Available
from: http://www.o-wm.com/ostemywoundmanagemetjournal.html.
Bertschinger, Julia, (1991), Circumcision, Noharmm Journal; 17: 22-23, Available from
: http://www.emedicine.com/ped/pedindex.shtml.
Butler Colleen T, (2006), Pediatric Skin Care, Pediatric Nursing Magazine. Pitman; 32(5):
443.
De Jong dan Sjamsuhidajat. R, (2004), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2; EGC: Jakarta.
Gosain Ankush and Dipetro Luisa, (2004), Aging and Wound Healig; World Journal Surgery;
28:321-326.
Howard, C., Howard, F., & Weitzman, M, (1994), The Effect on Pain, Acetaminophen
Analgesis In Neonatal Circumcision: Pediatrics Journals; 93: 645.
Kumar Abbas Fausto and Mitchell Robbins, (2007), Basic Pathology, Eighth Edition: Elsevier-
Saunders.
Lerman SE, Liao JC, (2001), Neonatal circumcision: Pediatric Clinics of North America,
48(6): 1539–1557.
Lowe, G, (2004), Hemostatis and Thrombosis In Medical Biochemistry; Mosby: London, Pp:
55-65.
Midwood K.S., Williams L.V., and Schwarzbauer J.E, (2004), Tissue Repair And The
Dynamics of The Extracellular Matrix: The International Journal Of Biochemistry & Cell
Biology; 36(6): 1031-1037.
Schwartz Seymour I (editor., et. al,), (1998), Principles of Surgery, Companion Handbook 7th
edition Spencer: McGraw-Hill Professional. Electronic book.
Valencia Isabel. P, Falabela Anna. F, Lawrence Schachner. A, (2001), New Development in
Wound Care for Infant and Children; Pediatric Journals: Proquest Medical Library,
Available from: http://www.proquest.umi.com, (Accessed: 2007, June 20)
nutrisi dan kaitannya dengan kesehatan rongga mulut
August 8, 2011alihalih
BAB I
PENDAHULUAN
Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam makanan
dan diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara normal. Zat gizi ini kita
dapat dari bahan makanan. Sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang
mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur kimia yang dapat berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh.
Nutrisi atau zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh
pada umumnya, dan kesehatan rongga mulut pada khususnya. Nutrisi
mempengaruhi kesehatan mulut dalam banyak hal. Misalnya, berpengaruh pada
perkembangan cranio-wajah, kanker mulut dan penyakit menular mulut.
Nutrisi juga penting peranannya dalam setiap tahap tumbuh kembang gigi dan
dalam menjaga keseimbangan lingkungan mulut yang dihubungkan dengan
kesehatan gigi. Nutrisi untuk pertumbuhan optimal gigi sama dengan nutrisi yang
diperlukan tubuh karena masa pertumbuhan gigi sejalan dengan masa pertumbuhan
tubuh secara keseluruhan. Nutrisi penting untuk kalsifikasi optimal gigi sulung,
sedangkan nutrisi pada masa balita dan anak-anak penting untuk pertumbuhan gigi
tetap.
Dari uraian diatas maka penting agar setiap orang untuk mengetahui pengaruh
nutrisi pada jaringan mulut. Hal ini memnbuat penulis merasa tertarik untuk
membuat makalah yang mengangkat nutrisi dan kaitannya dengan kesehatan
jaringan gigi dan mulut.
BAB II
PEMBAHASAN
Karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral
Dalam bidang kedokteran gigi, pengetahuan tentang nutrisi sangat penting karena
pada kedokteran gigi belajar mengenai jaringan lunak dan keras yang sensitif
terhadap kebutuhan gizi. Nutrisi adalah pemasukan, penyerapan, pemakaian dan
penyimpanan makanan oleh jaringan tubuh. Berdasarkan komposisi/
penggunaannya dalam tubuh, nutrisi dibagi atas
1. Protein
2. Karbohidrat
3. lemak
4. Mineral
5. Vitamin
1. Pertunbuhan
2. Pemelihara dan perbaikan jaringan tubuh
3. Mekanisme pertahanan tubuh
4. Proses metabolisme dalam tubuh
1. 1. Protein
Adalah komponen organik yang terdiri dari elemen-elemen seperti nitrogen, karbon,
sulfur, fosfat, oksigen yang membentuk asam amino
1. Asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesisi oleh
tubuh tapi terdapat dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh
2. Asam amino non esensial yaitu asam amino yang bisa disintesis oleh tubuh
Klasifikasi protein :
Berdasarkan jumlah dan macam asam amino yang terdapat dalam bahan makanan
Kebutuhan protein pada tingkatan umur juga berbeda dimana untuk anak-anak yaitu
1,6-3,3 gr/KgBB dan dewasa yaitu 1gr/KgBB atau dapat meningkat
1. 2. Karbohidrat
1. 3. Lemak
Lemak atau lipid mengengkut vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E,
K. Lemak juga merupakan sarana sirkulasi energi di dalam tubuh dan komponen
utama yang membentuk membran semua jenis sel.
1. 4. Mineral
1. Mineral esensial dan terdapat dalam jumlah banyak contohnya adalah Ca, P,
Na, K, Mg
2. Mineral non esensial yang diperlikan tubuh tapi hanya dalam jumlah sedikit
seperti Fe, Co, Cu dan I
1. Kalsium (Ca)
2. Phospor
1. Flour
2. Iodin
3. Ferum
4. Kalium
5. Magnesium
1. 5. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang esensial bagi pertimbuhan, pemeliharaan, dan
menjamin berlangsungnya proses faal dalam tubuh sehingga dapat
mempertahankan kesehatan tubuh, vitamin dibagi atas :
1. Vitamin A
2. Vitamin B1 (aneurin)
3. Vitamin B2 (riboflavin)
4. Vitamin B3 ( niacin= asam nikonat)
5. Vitamin B12 ( anti pernicious anemia factor)
6. Vitamin C
7. Vitamin D
8. Vitamin K
Peran zat gizi dalam pencapaian kesehatan gigi yang optimal adalah sebagai berikut
:
Karbohidrat
Lemak
Lemak berperan sebagai pengangkut vitamin yang memiliki peran dalam menjaga
kesehatan gigi yang mulut. Salah satu jenis lemak adalah lemak jenuh. Lemak ini
memainkan peranan penting terhadap kesehatan tulang dan gigi. Agar kalsium
dapat bersatu dengan struktur tulang kerangka dan gigi secara efektif, sedikitnya 50
persen lemak makanan seharusnya mengandung lemak jenuh.
Protein
Vitamin
Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk kesehatan gingiva. Penting untuk menjaga selaput lendir
mulut dan jaringan mukosa mulut. Memelihara jaringan epitel, membantu
perkembangan gigi serta pertahanan terhadap infeksi. Vitamin A banyak terdapat
pada sayuran yang berwarna hijau atau kuning, buah dengan warna yang mencolok,
susu, telur dan minyak ikan.
Vitamin D
Meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat yang sangat berperan pada pembentukan
dan pertahanan gigi. Absorpsi ini berlangsung di usus halus. Selain itu berperan
penting pada pembentukan rahang. Vitamin ini paling banyak terdapat pada susu,
minyak ikan dan sereal.
Vitamin E
Vitamin K
Vitamin C
Vitamin B kompleks
Membantu struktur wajah berkembang dengan benar sehingga wanita hamil perlu
mengkonsumsi vitamin ini untuk perkembangan janinnya. Selain itu fungsi vitamin B
kompleks adalah mencegah timbulnya rasa sakit, warna kemerahan dan
pendarahan givival, keretakan dan luka di sudut mulut dan lidah. Vitamin ini banyak
terdapat pada kacang-kacngan, ragi, sayuran hijau, hati, susu, beras, jagung dan
lain-lain.
Mineral
Peran atau fungsi dari mineral umumnya menyusun struktur dasar tulang dan gigi.
Berikut fungsi beberapa mineral yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut :
Kalsium
Membantu dalam pembentukan serta memperkuat gigi dan tulang. Kalsium banyak
terdapat pada susu, keju, telur, dan sayuran berwarna hijau tua.
Fosfor
Diperlukan untuk perkembangan tulang yang sehat terutama pada pembentukan
dan pertumbuhan rahang, dan pola erupsi gigi. Fosfor banyak terdapat pada Susu,
keju, daging, biji-bijian, telur, dan kacang-kacangan.
Magnesium
Besi
Berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan gusi dan lidah serat jaringan
mukosa mulut. Mineral ini banyak terdapat pada daging, bayam, dan sayuran
berwarna hijau.
Flour
Mempertahankan tulang dan gigi yang kuat sehingga mencegah terjadinya karies
gigi, selain itu flour juga berfungsi mengatur pH asam-basa dalam rongga mulut.
Flour banyak terdapat pada teh, brokoli, dagaing ayam dan air floridasi.
Seng
Berperan besar dalam penyembuhan luka pada mukosa mulut. Seng banyak
terdapat pada seafood, hati, daging, dan sereal gandum.
Penyakit infeksi melibatkan interaksi 4 faktor yang saling memiliki keterkaitan yang
erat
1. Kerantanan hospes
2. Agen virulen
3. Faktor lingkungan
4. Waktu
Faktor lingkungan dalam hal ini nutrisi sangat berperan pada resistensi atau
ketahanan jaringan mulut pada invasi bakteri. Dimana peranan saliva sebagai
antibakteri sangat rentan dengan ketersediaan nutrisi.
Defisiensi Nutrisi/malnutrisi
Defisiensi protein :
berubah
saliva
Kelainan dan penyakit mukosa mulut biasa disebabkan oleh reaksi jaringan mukosa
mulut akibat trauma. Trauma sendiri sebagai suatu reaksi dari sel-sel pada jaringan
yang terkena paparan bergantung pada :
Trauma yang paling sering terjadi di mukosa mulut adalah trauma mekanis. Pada
trauma mekanis terjadi edema intraseluler pada epitel dan bila berlanjut dapat terjadi
peradangan. Contoh trauma pada mukosa bukal disebut linea alba akibat iritasi
permukaan gigi yang kasar. Macam-macam kelainan pada mukosa mulut akibat
trauma gigitan yang kronis :
1. Hyperkeratosis
2. Vakuolisasi
3. Mucocella, yaitu kista jernih kebiruan pada bibir bawah akibat kerusakan
duktus kelenjar saliva minor
4. Ranula, yaitu kista didasar mulut akibat kerusakan duktus submandibula
5. Epulis fibromatosa
Kelainan dan penyakit mukosa mulut biasa juga diakibatkan oleh Infeksi jaringan
mukosa mulut oleh bakteri
Infeksi pada jaringan mukosa dapat berupa bakteri aerob dan anaerob. Penyakit
infeksi mukosa mulut kurang lebih 6-12 % dibandingkan dengan gingivitis,
periodontitis atau karies gigi. Infeksi sendiri terjadi manakala ketahanan jaringan
menurun sedangkan jumlah bakteri meningkat, sehingga mampu menekan
perlindungan oleh bakteri.
menuju otak terutama oleh bakteri anaerob spt Bacteroides dan Fusobacterium jenis
infeksi dan bakteri yang sering ditemukan
1. Infeksi submukosa
Disebabkan oleh gabungan bakteri aerob dan anaerob
Hubungan antara nutrisi dengan kesehatan mulut mempunyai pengaruh yang besar
baik lokal maupun sistemik. Ketersediaan nutrisi sangat diperlukan khususnya pada
tahap pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan jaringan. Dalam mencegah
terjadinya penyakit dan kerusakan sel membuat keseimbangan nutrisi wajib
terpenuhi.manifestasi ekstra oral terlihat perubahan pada keutuhan kulit, sedangkan
manifestasi intra oral dapat dilihat adanya perubahan pada gigi, jaringan mukosa,
dan lidah
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai
dengan gingival yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi. Permulaan terjadinya kerusakan
biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas
disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva
disekitarnya.
Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat
dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan
perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni
mikroorganisme berkembang. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu
gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai
adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi
tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila
penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan
terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau
sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.
Defisiensi mineral
Defisiensi kalsium
Manifestasi defisiensi kalsium dalam rongga mulut adalah terjadi absorpsi tulang
rahang yang merata dan destruksi ligamentum periodontal dan berkurangnya
kekuatan gigi.
Defisiensi fosfor
Defisiensi magnesium
Defisiensi magnesium dalam jangka waktu yang lama dapat terjadi hipoplasia
enamel.
Defisiensi besi
Manifestasi defisiensi besi dalam rongga mulut adalah terjadinya glossitis yang
merupakan penyakit pada lidah, di mana lidah tampak merah dan sakit.
Defisiensi flour
Manifestasi Defisiensi flour dalam rongga mulut yang paling utama adalah
kerentakan gigi terhadap terjadinya karies gigi.
Defisiensi protein
Protein banyak terdapat pada daging, telur, susu, ikan dan jagung. Manifestasi
defisiensi protein dalam rongga mulut adalah lidah tampak berwarna merah karena
hilangnya papila, terjadi angular cheilitis dan fissura bibir atau bibir pecah-pecah.
Selain itu rongga mulut terasa kering dan nampak kotor. Resistensi terhadap infeksi
mengalami penurunan sehingga mudah terjadi infeksi pada jaringan periodontal.
Defisiensi vitamin
Defisiensi vitamin A
Xeropthalmia
Darriers disease
Defisiensi vitamin D
Pada masa pembentukan gigi yaitu hipoplasia email, erupsi gigi terhambat,
kadang-kadang pigmentasi pada gigi
Pada masa sesudah pertumbuhan yaitu mempengaruhi struktur jaringan
periodontal
Defisiensi vitamin E
Defisiensi vitamin K
Defisiensi vitamin C
Scurvy akut : gingival membesar, warna merah tua dan mudah berdarah
Mukosa mulut mudah terkena infeksi sekunder
Gigi mudah terlepas
Tiamin ( B 1 )
Defisiensi Tiamin menyebabkan terjadinya pembesaran papila fungiformis pada
perifer lidah, adanya retakan pada bibir dan sensitifitaspada gigi dan mukosa mulut
meningkat. Manifestasi defisiensi vitamin B1 di mulut
Ribofavin ( B 2 )
B3
Glositis yang ditandai dengan warna merah terang, papila lidah hilang,
ulserasi sepanjang tepi lidah
Lidah kering dan licin
Keadaan lebih berat kadang terasa sakit dan ada plak putih pada punggung
lidah yang sulit diangkat
Asam nikotinat ( B 5 )
Peridoksin ( B 6 )
Asam Pentotenat
Asam Folat
Manifestasi defisiensinya adalah gingival nampak pucat dan mudah terjadi ulserasi.
Lidah tampak merah licin dan mengkilat serta lebih sensitiv (glositis hurteri).
Manifestasi defisiensi B12 dalam mulut lainnya adalah :