Anda di halaman 1dari 21

Jakarta - Jika anak kecil terluka, lukanya akan lebih mudah sembuh ketimbang luka pada orang dewasa,

apalagi pada orang yang sudah tua. Mengapa bisa demikian?

Indra Bachtiar, PhD, peneliti stem cell di Bifarma Adiluhung menjelaskan stem cell di tubuh manusia
berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Saat stem cell di tubuh jumlahnya banyak, maka akan
membuat luka lebih mudah sembuh.

"Pada saat manusia lahir, jumlah stem cell yang dimiliki 1/10 ribu. Saat remaja, 1/100 ribu. Saat usia 30
tahun, 1/250 ribu. Saat usia 50 tahun, 1/400 ribu. Dan saat usia 80 tahun adalah 1 per 2 juta," terang Indra
dalam media workshop 'Stem Cell Technology for A Better Life' dan grand launching Regenic,
laboratorium stem cell milik anak perusahaan Kalbe di Novotel Hotel, Golf Estate Bogor Raya, Bogor,
Jawa Barat, dan ditulis pada Minggu (9/3/2014).

"Karena itu anak kecil lebih cepat sembuh, sedangkan pada nenek lebih susah sembuh," sambung Indra.

Karena semakin bertambah usia stem cell semakin berkurang, maka para ilmuwan pun mencoba
melakukan terobosan. Ilmuwan menumbuhkan stem cell di laboratorium, sehingga kemudian bisa
ditambahkan ke dalam tubuh seseorang. Dengan demikian bisa dilakukan produksi dan perbaikan jaringan
dan organ baru untuk menggantikan yang rusak karena cedera atau penyakit. Stem cell juga bisa digunakan
untuk memperbaiki jaringan dengan cara menstimulasi sel yang sudah ada di dalam tubuh.

"Sumber stem cell ada di semua organ tubuh, tidak hanya di tali pusat. Ada stem cell kulit, stem cell sum-
sum tulang belakang, stem cell lemak, dan lain-lain. Beda sumber, beda kapasitasnya," terang Indra.

Dijelaskan Indra, ada 3 jenis stem cell dewasa. Pertama, hematopoietic stem cells (HSC) yang fungsinya
untuk pembentukan darah, seperti pembuluh darah, darah putih, dan darah merah. Sumber HSC dari darah
tali pusat dan darah tepi.

Kedua, mesenchymal stem cells (MSC) yang fungsinya untuk pembentukan jaringan, seperti jaringan
tulang, liver, dan lain-lain. Sumber MSC dari sum-sum tulang belakang, jaringan adipose, dan tali pusat.
Ketiga, neural stem cells (NSC) untuk pembentukan otak, di mana berguna untuk mengobati penyakit
parkinson dan neurodegeneratif. Sumber NSC dari otak.

(vit/up)
ABSTRACT
Background: We saw the circumcision can be done at any age. The community did not
know about the effect of the age of circumcision done. The study about the correlation between
circumcision wound healing and the age of circumcision done, still rare to be
found. Purpose: Find out the correlation between the time of circumcision wound healing in
the different age at minor surgery clinic Mataram public hospital during February to April
2008. Method: Observational study research with cohort prospective research design. Subject
of the study is 64 circumcision patients at under 12 years old in minor surgery clinic Mataram
public hospital during February until April 2008.
Result: All of the circumcision patients who had normal healing time was 58% and had
elongation time was 42%. The healing of patient at age 1 months old- 1 years oldwas 0%, at 1
years old - < 6 years old was 58% and 6 years old -12 years old was 60%. The delayed
inflammation at 1 years old - < 6 years old was 43% and at 6 years old – 12 years old was
60%. The delayed proliferation at 1 years old - < 6 years old was 43% and at 6 years old- 12
years old was 40%.
Conclusion: There is no correlation between time of circumcision wound healing and the
age of circumcision.
Keyword ; Circumcision, Wound Healing, Age

LATAR BELAKANG
Penelitian di Amerika hampir 1,2 juta neonatus disirkumsisi. Di India sekitar 33%
penduduk pria mengalami sirkumsisi. Menurut asosiasi anak (Texas Pediatric Surgical
Associates, 1999) sirkumsisi dilakukan pada beberapa hari setelah kelahiran atau dengan
indikasi adanya infeksi penis berulang, inflamasi frenulum dan fimosis. Canadian Paediatric
Society (1996) dan Williams N. (1993) menjelaskan bahwa insiden terjadinya komplikasi
sirkumsisi pada usia neonatus, yaitu bekisar 0,2%-2%. Selain itu sirkumsisi pada usia neonatus
akan mencegah terjadinya infeksi traktus urinarius dan insiden infeksi tersebut pada usia anak
dilaporkan dari hasil penelitian sebanyak 1%-2% (American Academy of Pediatrics, 1999).
Pemilihan usia anak untuk disirkumsisi sangat beragam di beberapa derah di Indonesia
sepeti di Jawa dan Sumatra mereka memilih waktu menjelang pubertas untuk disirkumsisi.
Kebiasaan yang ada di masyarakat Lombok, sirkumsisi dilakukan pada waktu tertentu dan usia
1 sampai 10 tahun (data poloklinik bedah minor, 2007). Dalam penelitian ini akan dilakukan
analisis masa penyembuhan luka dengan perbedaan usia pasien yang disirkumsisi. Apakah
semakin dini usia pelaksanaan sirkumsisi dapat mempengaruhi waktu penyembuhan luka?

Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka yaitu kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi
oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, respon tubuh pada luka lebih
efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, respon tubuh secara sistemik pada trauma serta
vaskularisai yang baik ke jaringan yang luka (Taylor, 1997).
Proses penyembuhan luka mencakup reaksi kimia dan seluler dan berhubungan dengan
penyatuan jaringan-jaringan setelah adanya jejas. Proses perbaikan pada jaringan manusia
berhubungan pula dengan sistem jaringan dan regenerasinya. Proses penyembuhan luka ada 3
tipe atau bentuk, yakni penyembuhan primer, penyembuhan sekunder dan penyembuhan
tersier (De Jong, 2005).

Fase Hemostasis
Proses inflamasi didahului oleh proses hemostatis. Adanya luka akan meyebabkan
rusaknya pembuluh darah dan pembuluh limfatik. Vasokonstriksi akan segera terjadi
selanjutnya pada proses hemostasis platelet yang berperan mengatasi pardarahan dan
mengeluarkan faktor pembekuan untuk selanjutnya memproduksi fibrin dan menghasilklan
sitokin yang membantu proses penyembuhan.
Hemostasis yang efektif membutuhkan kooordinasi fungsi pembuluh darah, platelet, faktor
koagulasi dan sistem fibrinolisis. Respon awal pembuluh darah terhadap jejas atau trauma
adalah vasokonstriksi arteriolar yang akan mengurangi aliran darah lokal dan menghindari
kehilangan banyak darah. Selanjutnya akan diikuti oleh aktivasi platelet yang melekat pada
dinding pembuluh darah di daerah jejas atau luka kemudian terjadilah agregasi platelet yang
membentuk massa oklusi yang merupakan plak hemostasis primer. Jejas atau luka akan
menyebabkan kerusakan vascular, kemudian kerusakan vaskular akan mengaktifkan faktor
koagulasi dan terbentuklah trombin yang akan mengkonversi fibrinogen plasma yang larut
dalam sirkulasi menjadi bentuk tidak larut atau fibrin (Lowe, 2003).

Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah fase yang selalu terjadi dan berperan sebagai prekursor proses
penyembuhan. Proses inflamasi memiliki karakteristik adanya migrasi leukosit ke daerah luka
dan sel-sel inflamasi akan meregulasi matriks jaringan ikat (Schwartz. et. al., 1998). Cairan
eksudat dan abses akan tampak pada inflamasi akut. Sel yang mengalami jejas akan
melepaskan katekolamin dan prostaglandin dan segera setelah jejas akan terjadi vasokonstriksi.
Selanjutnya permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi edema lokal. Reaksi
pembengkakan ini dimediasi oleh histamine, kinin, prostaglandin, leukotrien dan produk sel
endothelial (Kumar, 2007).
Fase inflamasi dipengaruhi oleh usia. Sel – sel yang berperan dalam fase ini adalah
makrofag, limposit dan leukosit, sel-sel ini juga dipengaruhi oleh usia. Leukosit akan
meningkat pada orang tua. Jumlah makrofag dan limposit akan menurun seiring semakin tua
usia individu, begitu pula dengan produksi faktor pertumbuhan seperti VEGF.
Transformasi limposit juga dipengaruhi keadaan nutrisi pasien ( Gosain dan Dipietro, 2004).

Fase Proliferasi
Fase proliferasi meliputi tahap angiogenesis, deposit kolagen, pembentukan jaringan
granulasi dan kontraksi luka. Fase ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-
21(Midwood. et. al., 2004).
Keratinosit, fibroblas dan sel endotel vaskular sangat berperan dalam proses proliferasi.
Proses fibroplasi lebih cepat pada usia muda.Penurunan jumlah dan ukuran fibroblas dan hasil
akhir penutupan luka dipengaruhi oleh usia. Angiogenesis akan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Produksi kolagen pun menurun pada usia tua ( Howard, E. Dan Harvey, S.,
2008).
Fase maturasi ( proses akhir dalam penyembuhan luka)
Fase akhir dalam masa penyembuhan, skar akan terbentuk pada akhir proses penyembuhan
luka. Degradasi kolagen seimbang dengan sintesis kolagen. Kolagen akan
menggantikan daerah yang mengalami jejas atau luka, jika daerah yang tergantikan
kolagen tergolong luas maka daerah kulit itu akan tersusun dari jaringan yang lebih kuat atau
lebih keras. Semakin banyak kolagen menggantikan daerah luka maka semakin luas pula area
kerusakan jaringan, selanjutnya akan terjadi tarikan daerah kulit sekitar dan timbullah sikatriks
atau skar (Kumar, 2007). Proses ini berlangsung 6 minggu awal dan diteruskan sampai 6-12
bulan setelah itu dan dapat diamati dari perubahan warna kulit, tekstur dan ketebalan kulit di
daerah luka (Bertschinger, 1991).

Pemilihan Usia Sirkumsisi


Sejauh ini tidak ada batasan umur melakukan khitan. Sirkumsisi di Amerika Serikat banyak
dilakukan pada bayi baru lahir. Biasanya, ukuran penis dan kesiapan emosional anak juga
merupakan pertimbangan. Waktu yang baik untuk melakukan sirkumsisi adalah selama periode
neonatus (<28 hari). Resiko pasca sirkumsisi berupa nyeri, perdarahan dan infeksi akan
bertambah setelah melewati periode tersebut dan membutuhkan anestesi lebih banyak
dibanding dengan usia neonatus. Orang tua di Amerika Serikat memilih untuk melakukan sunat
pada anaknya pada neonatus karena alasan kesehatan (Lerman, 2001).

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian kohort
prospektif untuk mengetahui hubungan antara usia anak dengan masa penyembuhan luka
sirkumsisi. Populasi penelitian ini adalah semua pasien sirkumsisi di Poliklinik RSU Mataram
selama bulan Februari 2008 sampai April 2008. Subyek penelitian adalah pasien sirkumsisi
yang berusia di bawah 12 tahun di Poliklinik RSU Mataram selama bulan Februari 2008 sampai
April 2008. Variabel bebas penelitian ini adalah rentang( kelompok) usia pasien sirkumsisi.
Variabel terikat yaitu penyembuhan luka.
Cara pengambilan sampel dengan consecutive sampling yaitu mengumpulkan semua pasien
sirkumsisi yang datang dan memenuhi kriteria sampai memenuhi subyek penelitian yang
diperlukan. Jumlah subyek penelitian sebanyak 64 anak. Pengumpulan data dikumpulkan dari
data primer pasien yang menjalani sirkumsisi di poliklinik bedah RSU Mataram. Data primer
ini diperoleh dengan cara wawancara langsung orang tua yang merawat pasien sirkumsisi
menggunakan lembar observasi.

HASIL
Pasien sirkumsisi yang diambil dari data klinik bedah minor RSU Mataram tercatat
sejumlah 64 orang selama tiga bulan (Februari sampai April 2008). Karakteristik pasien dilihat
dari usia, asal dan tujuan sirkumsisi.
Tabel 4.1 Distribusi Pasien

Kelompok Usia Jumlah Persentase Kelompok Usia


<1bulan 0 0%
1bulan-<1tahun 1 1,60%
1-<6tahun 58 90,60%
6-12tahun 5 7,80%
Total 64 100%
Tabel 4.2. Fase Inflamasi Memanjang
Jumlah anak Persentase anak
Kelompok dengan inflamasi dengan fase inflamasi
usia Jumlah memanjang memanjang
<1bulan 0 0 0%
1bulan-<1tahun 1 0 0%
1-<6tahun 58 25 43%
6-12tahun 5 3 60%

Tabel 4.3 Fase Proliferasi Memanjang


Jumlah anak dengan Persentase anak dengan
proliferasi fase
Kelompok usia Jumlah memanjang proliferasimemanjang
<1bulan 0 0 0%
1bulan-<1tahun 1 1 100%
1-<6tahun 58 25 43%
6-12tahun 5 2 40%

Tabel 4.4 Kesembuhan tiap Kelompok Usia


rentang usia anak disirkumsisi
Derajat 1 bulan- <1 tahun 1-<6tahun 6-12tahun
kesembuhan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Sembuh 33 56.9% 3 60.0%
Belum
1 100.0% 25 43.1% 2 40.0%
sembuh
Total 1 100.0% 58 100.0% 5 100.0%

PEMBAHASAN
Pemilihan usia bayi baru lahir (<1 bulan) tidak dominan di daerah penelitian, yaitu di
Mataram dan sekitarnya. Orang tua cenderung memilih usia 1 tahun sampai 6 tahun untuk
pelaksanaan sirkumsisi, namun tidak ada alasan spesifik untuk pemilihan usia ini, menurut
mereka pemilihan usia ini mengikuti saudara dan tetangga mereka yang sudah memiliki
pengalaman mensirkumsisi anaknya.
Penelitian ini hanya mengambil dua fase penyembuhan, yaitu fase inflamasi dan fase
proliferasi. Fase hemostasis berlangsung segera setelah terjadi luka dan pada anak tanpa
gangguan pembekuan darah fase ini tidak akan lama. Jahitan pada luka sirkumsisi berperan
pula dalam proses peneymbuhan awal ini dan semua pasien mendapat perlakuan sama dari
rumah sakit tempat mensirkumsisi. Observasi dilakukan pada pasien dengan melihat tanda
proliferasi yaitu jaringan granulasi pada hari ke-12 sampai ke-14 setelah sirkumsisi, jika
didapatkan jaringan granulasi pada observasi hari itu maka pasien tersebut mengalami
pemanjangan proliferasi.
Pemanjangan fase inflamasi tidak selalu diikuti pemanjangan fase proliferasi. Berdasarkan
observasi, 15% pasien dengan fase inflamasi normal mengalami fase proliferasi memanjang
ataupun sebaliknya fase inflamasi memanjang namun fase proliferasi normal. Hasil ini
menunjukkan fase inflamasi dan fase proliferasi pada penyembuhan luka dipengaruhi faktor-
faktor yang dapat memperpanjang masa tersebut, misalnya saja perawatan luka, aktifitas anak
ataupun nutrisi, seperti yang dijelaskan oleh Gosain dan Dipietro (2004).

Hubungan Usia dan Masa Penyembuhan Luka


Berdasarkan analisa data dengan menggunakan metode analisis ”chi-square” pada data
pasien sirkumsisi yang berjumlah 64 anak dengan pembagian usia 1 bulan - < 1 tahun, 1- < 6
tahun dan 6 -12 tahun, dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p= 0,6 (> 0,05) yang
menunjukkan tidak ada perbedaan masa penyembuhan sirkumsisi bermakna pada
kelompok usia anak.
Hasil penelitian ini didukung oleh Baharestani (2003) yang melakukan penelitian pada
populasi pediatrik dengan ulkus ataupun luka bekas operasi. Penelitian tersebut menjelaskan
tentang karakteristik khusus dari penyembuhan luka pada anak-anak dan bayi baru lahir.
Menurut Baharestani, meskipun pola penyembuhan luka pada anak sama dengan pola
penyembuhan orang dewasa, namun luka pada bayi baru lahir dan anak-anak adalah tipe yang
lebih cepat menutup dibanding luka tipe ulkus juga yang terjadi pada orang dewasa karena
pada bayi dan anak jumlah fibroblas lebih banyak, produksi kolagen dan elastin lebih cepat
dan pembentukan jaringan granulasi yang lebih cepat pula dibanding orang
dewasa (Baharestani, 2003) .
Secara normal, kecepatan respon penyembuhan luka pada bayi baru lahir dan anak-anak
akan rendah pada kondisi malnutrisi protein kalori, hipotensi, edema, infeksi dan
ketidakstabilan psikologi, ini termasuk faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada
anak dan bayi baru lahir. Bayi baru lahir memiliki resiko tinggi untuk mengalami sepsis karena
infeksi sekunder dari proliferasi bakteri pada daerah luka, sehingga memungkinkan terjadi
penurunan daya kohesi antara dermis dan epidermis (Baharestani, 2003).
Penelitian ini didukung pula oleh penelitian mengenai hubungan antara usia dengan masa
penyembuhan luka yang dipaparkan oleh Valencia (2001) pada usia tua dan muda (orang tua
dan remaja atau anak). Penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tua usia pasien maka
angka komorbiditasnya akan meningkat. Respon terhadap fase inflamasi, fase proliferasi dan
maturasi mengalami perubahan dengan pengaruh usia.
Usia tua akan berhubungan dengan perubahan pada penyembuhan luka yang berkaitan
dengan penurunan respon inflamasi, angiogenesis yang tertunda, penurunan sintesis dan
degradasi kolagen serta penurunan kecepatan epitelisasi (Butler, 2006). Hal ini mendukung
hasil penelitian bahwa penyembuhan pada kelompok usia anak (usia muda) termasuk
penyembuhan normal sehingga pemanjangan waktu luka disebabkan ada faktor lain yang
mempengaruhi penyembuhan luka tersebut dan bukan karena perbedaan usia.
Penelitian hubungan masa penyembuhan luka dan usia ini dilakukan pada usia anak
dengan rentang yang tidak ekstrim dalam artian setiap kelompok memiliki interval yang dekat
satu dengan kelompok usia lainnya. Penyembuhan luka yang dijelaskan pada penelitian
sebelumnya (Valencia, 2001) adalah perbandingan penyembuhan luka usia muda dan usia tua
(usia <20tahun dan usia >50 tahun).

Perawatan Luka dengan Kesembuhan Luka


Secara keseluruhan orang tua pasien yang disirkumsisi di RSU Mataram diberi edukasi
untuk melakukan perawatan luka selama satu minggu setelah sirkumsisi. Berdasarkan analisis
didapatkan p=0,04 (p<0,05) yang dapat disimpulkan perawatan luka mempengaruhi masa
penyembuhan. Pencegahan infeksi akan mempengaruhi proses penyembuhan luka.

Pengaruh Nutrisi Pada Penyembuhan Luka


Hubungan nutrisi dengan penyembuhan luka dipaparkan dalam penelitian yang
menyebutkan bahwa jaringan tubuh akan dipengaruhi nutrisi, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Iskemi jaringan dan kerusakan jaringan akan terjadi jika sel kekurangan oksigen dan nutrisi.
Anak-anak harus diberikan nutirsi yang adekuat untuk mendukung proses penyembuhan.

Pengaruh Sistem Imun pada Penyembuhan Luka


Penelitian ini menilai sistem imun pasien sirkumsisi dengan indikator sedang
mengalami sakit atau tidak. Hasil analisis data keadaan imun dengan kesembuhan luka,
diperoleh p=0,019 (p<0,05) sehingga dsimpulkan keadaan umum anak mempengaruhi
kesembuhan luka sirkumsisi.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut
Tidak ada perberbedaan waktu penyembuhan luka sirkumsisi pada setiap kelompok usia, Usia
pelaksanaan sirkumsisi yang paling banyak dipilih oleh orang tua di daerah penelitian
(Mataram, Lombok Barat dan Lombok Tengah) adalah usia 1 – 6 tahun., Dalam waktu 12 hari
luka sirkumsisi sudah dapat sembuh dengan tidak menunjukkan tanda proliferasi., Faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka sirkumsisi selain usia adalah imunitas anak, perawatan luka
dan nutrisi anak.

KEPUSTAKAAN
American Academy of Pediatrics, (1999- released: March 1), New AAP Circumcision Policy
Released.
Baharestani Mylene Mona, (2003), An Overview of Neonatal and Pediatric Wound Care
Knowledge and Considerations: Wound Managemet Journal; 165: 728-737,Available
from: http://www.o-wm.com/ostemywoundmanagemetjournal.html.
Bertschinger, Julia, (1991), Circumcision, Noharmm Journal; 17: 22-23, Available from
: http://www.emedicine.com/ped/pedindex.shtml.
Butler Colleen T, (2006), Pediatric Skin Care, Pediatric Nursing Magazine. Pitman; 32(5):
443.
De Jong dan Sjamsuhidajat. R, (2004), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2; EGC: Jakarta.
Gosain Ankush and Dipetro Luisa, (2004), Aging and Wound Healig; World Journal Surgery;
28:321-326.
Howard, C., Howard, F., & Weitzman, M, (1994), The Effect on Pain, Acetaminophen
Analgesis In Neonatal Circumcision: Pediatrics Journals; 93: 645.
Kumar Abbas Fausto and Mitchell Robbins, (2007), Basic Pathology, Eighth Edition: Elsevier-
Saunders.
Lerman SE, Liao JC, (2001), Neonatal circumcision: Pediatric Clinics of North America,
48(6): 1539–1557.
Lowe, G, (2004), Hemostatis and Thrombosis In Medical Biochemistry; Mosby: London, Pp:
55-65.
Midwood K.S., Williams L.V., and Schwarzbauer J.E, (2004), Tissue Repair And The
Dynamics of The Extracellular Matrix: The International Journal Of Biochemistry & Cell
Biology; 36(6): 1031-1037.
Schwartz Seymour I (editor., et. al,), (1998), Principles of Surgery, Companion Handbook 7th
edition Spencer: McGraw-Hill Professional. Electronic book.
Valencia Isabel. P, Falabela Anna. F, Lawrence Schachner. A, (2001), New Development in
Wound Care for Infant and Children; Pediatric Journals: Proquest Medical Library,
Available from: http://www.proquest.umi.com, (Accessed: 2007, June 20)
nutrisi dan kaitannya dengan kesehatan rongga mulut
August 8, 2011alihalih

BAB I

PENDAHULUAN

Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam makanan
dan diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara normal. Zat gizi ini kita
dapat dari bahan makanan. Sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang
mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur kimia yang dapat berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh.

Nutrisi atau zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh
pada umumnya, dan kesehatan rongga mulut pada khususnya. Nutrisi
mempengaruhi kesehatan mulut dalam banyak hal. Misalnya, berpengaruh pada
perkembangan cranio-wajah, kanker mulut dan penyakit menular mulut.

Nutrisi juga penting peranannya dalam setiap tahap tumbuh kembang gigi dan
dalam menjaga keseimbangan lingkungan mulut yang dihubungkan dengan
kesehatan gigi. Nutrisi untuk pertumbuhan optimal gigi sama dengan nutrisi yang
diperlukan tubuh karena masa pertumbuhan gigi sejalan dengan masa pertumbuhan
tubuh secara keseluruhan. Nutrisi penting untuk kalsifikasi optimal gigi sulung,
sedangkan nutrisi pada masa balita dan anak-anak penting untuk pertumbuhan gigi
tetap.

Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada peningkatan prevalensi


penyakit gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah buruknya masalah
gizi tersebut. Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat dan kesehatan gigi
dan mulut menjadi penting karena seringkali terdapat karakteristik yang khas dari
berbagai jaringan dalam rongga mulut yang lebih sensitif terhadap defisiensi nutrisi,
sehingga apabila tubuh mengalami defisiensi nutrisi seringkali jaringan dalam
rongga mulutlah yang pertama kali memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut.
(Moyers 1988)

Dari uraian diatas maka penting agar setiap orang untuk mengetahui pengaruh
nutrisi pada jaringan mulut. Hal ini memnbuat penulis merasa tertarik untuk
membuat makalah yang mengangkat nutrisi dan kaitannya dengan kesehatan
jaringan gigi dan mulut.

BAB II

PEMBAHASAN
Karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral

Dalam bidang kedokteran gigi, pengetahuan tentang nutrisi sangat penting karena
pada kedokteran gigi belajar mengenai jaringan lunak dan keras yang sensitif
terhadap kebutuhan gizi. Nutrisi adalah pemasukan, penyerapan, pemakaian dan
penyimpanan makanan oleh jaringan tubuh. Berdasarkan komposisi/
penggunaannya dalam tubuh, nutrisi dibagi atas

1. Protein
2. Karbohidrat
3. lemak
4. Mineral
5. Vitamin

Fungsi nutrisi adalah

1. Pertunbuhan
2. Pemelihara dan perbaikan jaringan tubuh
3. Mekanisme pertahanan tubuh
4. Proses metabolisme dalam tubuh

Dari pembagian nutrisi diatas dapat di jelaskan sebagai berikut

1. 1. Protein

Adalah komponen organik yang terdiri dari elemen-elemen seperti nitrogen, karbon,
sulfur, fosfat, oksigen yang membentuk asam amino

Asam amino terdiri dari 2 macam

1. Asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesisi oleh
tubuh tapi terdapat dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh
2. Asam amino non esensial yaitu asam amino yang bisa disintesis oleh tubuh

Klasifikasi protein :

Berdasarkan struktur kimia

1. Simple protein, hanya terdiri dari asam amino

Contoh: albumin, globulin

1. Compound protein, terdiri dari simple protein dan non protein


Contoh: glikoprotein

Berdasarkan jumlah dan macam asam amino yang terdapat dalam bahan makanan

1. Protein lengkap / sempurna


2. Protein tidak lengkap / tidak sempurna

Kebutuhan protein pada tingkatan umur juga berbeda dimana untuk anak-anak yaitu
1,6-3,3 gr/KgBB dan dewasa yaitu 1gr/KgBB atau dapat meningkat

1. 2. Karbohidrat

Karbohidrat berfungsi sebagai

 Sebagai sumber energi


 Mempertahankan suhu tubuh
 Membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh

Karbohidrat terbagi dalam monosakarida (glukosa, fruktosa), disakarida (sukrosa,


laktosa, maltosa), dan polisakarida (selulosa, glikogen, pati)

1. 3. Lemak

Lemak atau lipid mengengkut vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E,
K. Lemak juga merupakan sarana sirkulasi energi di dalam tubuh dan komponen
utama yang membentuk membran semua jenis sel.

Lemak berfungsi sebagai:

 Mengatur suhu tubuh


 Menghasilkan asam lemak esensial untuk pembangunan dan perawatan
jaringan tubuh
 Mengangkut vitamin yang larut dalam lemak ke peredaran darah

1. 4. Mineral

Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan menjadi 2


kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah
mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia dan dibutuhkan
dengan jumlah lebih dari 1000 mg/hari, sedangkan mineral mikro (Trace )
merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg /hari dan
menyusun lebih kurang dari 0.01% dari total berat badan. Mineral yang termasuk di
dalam kategori mineral makro utama adalah kalsium (Ca), fosfor (P),
magnesium(Mg), sulfur (S), kalium (K), klorida (Cl),dan natrium (Na). Sedangkan
mineral mikro terdiri dari kromium (Cr), tembaga (Cu), fluoride (F), yodium (I) , besi
(Fe), mangan (Mn), silisium (Si) and seng (Zn).
Mineral adalah zat anorganik dari bahan makanan atau bahan anorganik lain,
digolongkan atas:

1. Mineral esensial dan terdapat dalam jumlah banyak contohnya adalah Ca, P,
Na, K, Mg
2. Mineral non esensial yang diperlikan tubuh tapi hanya dalam jumlah sedikit
seperti Fe, Co, Cu dan I

Fungsi umum dari mineral adalah

 Bahan pembentuk tulang dan gigi


 Pengatur fungsi tubuh
 Pembentuk garam-garam dalam cairan tubuh

Mineral-mineral yang penting bagi tubuh

1. Kalsium (Ca)
2. Phospor
1. Flour
2. Iodin
3. Ferum
4. Kalium
5. Magnesium

1. 5. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang esensial bagi pertimbuhan, pemeliharaan, dan
menjamin berlangsungnya proses faal dalam tubuh sehingga dapat
mempertahankan kesehatan tubuh, vitamin dibagi atas :

 Vitamin yang larut dalam lemak : A, D, E, K


 Vitamin yang tidak larut dalam lemak : B, C
 Vitamin yang di butuhkan tubuh adalah

1. Vitamin A
2. Vitamin B1 (aneurin)
3. Vitamin B2 (riboflavin)
4. Vitamin B3 ( niacin= asam nikonat)
5. Vitamin B12 ( anti pernicious anemia factor)
6. Vitamin C
7. Vitamin D
8. Vitamin K

Peranan nutrisi terhadap kesehatan gigi dan mulut


Zat gizi atau nutrisi juga memainkan peran penting dalam perkembangan dan
pemeliharaan mulut yang sehat, khususnya gigi dan gusi. The food we eat affects
our teeth. Makanan yang kita makan mempengaruhi gigi kita. At the same time, the
health or lack of health of our teeth and gums affects what we can eat. Pada saat
yang sama, kesehatan atau kurangnya kesehatan gigi dan gusi mempengaruhi apa
yang kita bisa makan. Good dental health begins early in life and must be practiced
throughout life. Kesehatan gigi yang baik dimulai dari awal dalam kehidupan dan
harus dipraktekkan sepanjang hidup.

Peran zat gizi dalam pencapaian kesehatan gigi yang optimal adalah sebagai berikut
:

Karbohidrat

Meskipun banyak penelitian menyebutkan bahwa karbohidrat sebagai penyebab


timbulnya berbagai penyakit gigi dan mulut, namun dari fungsinya sebagai katalis
dalam proses metabolisme terhadap zat gizi lain ( mineral, vitamin, dan lemak ) dan
meningkatkan konsumsi zat gizi lain serta peran sebagai imunopolisakarida dalam
menangkal infeksi,berperan penting pada masa pra erupsi dan pasca erupsi, maka
karbohidrat juga memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulut.

Lemak

Lemak berperan sebagai pengangkut vitamin yang memiliki peran dalam menjaga
kesehatan gigi yang mulut. Salah satu jenis lemak adalah lemak jenuh. Lemak ini
memainkan peranan penting terhadap kesehatan tulang dan gigi. Agar kalsium
dapat bersatu dengan struktur tulang kerangka dan gigi secara efektif, sedikitnya 50
persen lemak makanan seharusnya mengandung lemak jenuh.

Protein

Protein sangat berperan terutama pada masa pertumbuhan jaringan termasuk


perkembangan gigi sejak awal pertumbuhannya. Selain itu protein berperan dalam
pembentukan antibodi yang melindungi seluruh jaringan termasuk mukosa mulut
dan darerah sekitarnya terutama dari infeksi yang mungkin menyerang jaringan
periodontal serta mencegah terjadinya angular cheilitis.

Vitamin

Vitamin A

Vitamin A diperlukan untuk kesehatan gingiva. Penting untuk menjaga selaput lendir
mulut dan jaringan mukosa mulut. Memelihara jaringan epitel, membantu
perkembangan gigi serta pertahanan terhadap infeksi. Vitamin A banyak terdapat
pada sayuran yang berwarna hijau atau kuning, buah dengan warna yang mencolok,
susu, telur dan minyak ikan.
Vitamin D

Meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat yang sangat berperan pada pembentukan
dan pertahanan gigi. Absorpsi ini berlangsung di usus halus. Selain itu berperan
penting pada pembentukan rahang. Vitamin ini paling banyak terdapat pada susu,
minyak ikan dan sereal.

Vitamin E

Mencegah pertumbuhan bercak putih tebal di mulut (leukoplakia). Mencegah kanker


oral selain itu vitamin E juga berperan sebagai anti oksidan. Vitamin E banyak
terdapat pada telur, susu, daging, dan kacang-kacangan.

Vitamin K

Berperan dalam proses pembekuan darah dan mencegah terjadinya pendarahan


spontan dalam rongga mulut. Vitamin K banyak terdapat pada sayuran berwarna
hijau.

Vitamin C

Diperlukan untuk kesehatan periodontal dan gingiva, faktor dalam penyembuhan


luka. Diperlukan untuk produksi kolagen dan mencegah perdarahan gingival. Vitamin
C banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran hijau dan tomat.

Vitamin B kompleks

Membantu struktur wajah berkembang dengan benar sehingga wanita hamil perlu
mengkonsumsi vitamin ini untuk perkembangan janinnya. Selain itu fungsi vitamin B
kompleks adalah mencegah timbulnya rasa sakit, warna kemerahan dan
pendarahan givival, keretakan dan luka di sudut mulut dan lidah. Vitamin ini banyak
terdapat pada kacang-kacngan, ragi, sayuran hijau, hati, susu, beras, jagung dan
lain-lain.

Mineral

Peran atau fungsi dari mineral umumnya menyusun struktur dasar tulang dan gigi.
Berikut fungsi beberapa mineral yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut :

Kalsium

Membantu dalam pembentukan serta memperkuat gigi dan tulang. Kalsium banyak
terdapat pada susu, keju, telur, dan sayuran berwarna hijau tua.

Fosfor
Diperlukan untuk perkembangan tulang yang sehat terutama pada pembentukan
dan pertumbuhan rahang, dan pola erupsi gigi. Fosfor banyak terdapat pada Susu,
keju, daging, biji-bijian, telur, dan kacang-kacangan.

Magnesium

Mencegah terjadinya hipoplasia enamel dan membantu dalam proses mineralisasi


tulang dan gigi. Magnesium banyak terdapat pada kacang kedelai, kerang dan
gandum.

Besi

Berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan gusi dan lidah serat jaringan
mukosa mulut. Mineral ini banyak terdapat pada daging, bayam, dan sayuran
berwarna hijau.

Flour

Mempertahankan tulang dan gigi yang kuat sehingga mencegah terjadinya karies
gigi, selain itu flour juga berfungsi mengatur pH asam-basa dalam rongga mulut.
Flour banyak terdapat pada teh, brokoli, dagaing ayam dan air floridasi.

Seng

Berperan besar dalam penyembuhan luka pada mukosa mulut. Seng banyak
terdapat pada seafood, hati, daging, dan sereal gandum.

Resistensi jaringan mukosa mulut pada infeksi

Penyakit infeksi melibatkan interaksi 4 faktor yang saling memiliki keterkaitan yang
erat

1. Kerantanan hospes
2. Agen virulen
3. Faktor lingkungan
4. Waktu

Bagan gambar interaksi 4 faktor yang mempengaruhi penyakit infeksi

Faktor lingkungan dalam hal ini nutrisi sangat berperan pada resistensi atau
ketahanan jaringan mulut pada invasi bakteri. Dimana peranan saliva sebagai
antibakteri sangat rentan dengan ketersediaan nutrisi.

Nutrisi dan mekanisme pertahanan jaringan mukosa mulut


Nutrisi sangat erat kaitannya dengan perkembangan berbagai jaringan tubuh lebih
khusus lagi mukosa mulut. Dalam jaringan mukosa mulut terdapat flora normal dan
pathogen. Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena
pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi
mikroorganisme.

Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan dalam


saliva. Lisozim mempunyai aktivitas bakterisidal yang kerjanya memecah ikatan
antara N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat dalam komponen
mukopeptida dinding sel. Antibody yang paling penting di dalam air liur, adalah
immunoglobulin A (IgA) sekresi kelenjar liur. Sumber immunoglobulin ini berasal dari
kelenjar saliva utama. Kurangnya asupan gizi khususnya protein akan berdampak
langsung dengan proses sintesa IgA. Hal ini akan mempengaruhi fungsi saliva
sebagai alat mekanisme pertahanan rongga mulut. Perkembangan dan fungsi saliva
berubah hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas dari saliva yang dihasilkan
oleh kelenjar air liur.

Pengaruh nutrisi pada mekanisme pertahanan jaringan mukosa mulut dapat


digambarkan seperti dibawah ini

Defisiensi Nutrisi/malnutrisi

Defisiensi protein :

Perkembangan dan fungsi saliva

berubah

Komposisi & aliran saliva/ flow rate

saliva

Penurunan sintesis sIgA, lisozim

Defisiensi mineral imunitas tubuh


Kelainan dan penyakit mukosa mulut

Kelainan dan penyakit mukosa mulut biasa disebabkan oleh reaksi jaringan mukosa
mulut akibat trauma. Trauma sendiri sebagai suatu reaksi dari sel-sel pada jaringan
yang terkena paparan bergantung pada :

 Daya tahan jaringan yang terkena


 Lamanya paparan trauma
 Adanya kemungkinan disertai infeksi

Trauma yang paling sering terjadi di mukosa mulut adalah trauma mekanis. Pada
trauma mekanis terjadi edema intraseluler pada epitel dan bila berlanjut dapat terjadi
peradangan. Contoh trauma pada mukosa bukal disebut linea alba akibat iritasi
permukaan gigi yang kasar. Macam-macam kelainan pada mukosa mulut akibat
trauma gigitan yang kronis :

1. Hyperkeratosis
2. Vakuolisasi
3. Mucocella, yaitu kista jernih kebiruan pada bibir bawah akibat kerusakan
duktus kelenjar saliva minor
4. Ranula, yaitu kista didasar mulut akibat kerusakan duktus submandibula
5. Epulis fibromatosa

Kelainan dan penyakit mukosa mulut biasa juga diakibatkan oleh Infeksi jaringan
mukosa mulut oleh bakteri

Infeksi pada jaringan mukosa dapat berupa bakteri aerob dan anaerob. Penyakit
infeksi mukosa mulut kurang lebih 6-12 % dibandingkan dengan gingivitis,
periodontitis atau karies gigi. Infeksi sendiri terjadi manakala ketahanan jaringan
menurun sedangkan jumlah bakteri meningkat, sehingga mampu menekan
perlindungan oleh bakteri.

Ada beberapa kemungkinan apabila terkena infeksi

 Mungkin dapat dilokalisir oleh tubuh dan akan sembuh sendiri,


 Bertambah aktif dan menyebar kedaerah sekitarnya,
 Menyerang organ tubuh yang sangat penting, emboli pd pembuluh darah yg

menuju otak terutama oleh bakteri anaerob spt Bacteroides dan Fusobacterium jenis
infeksi dan bakteri yang sering ditemukan

Infeksi pada mulosa mulut dapat digolongkan menjadi

1. Infeksi submukosa
Disebabkan oleh gabungan bakteri aerob dan anaerob

1. Infeksi pada permukaan mukosa

Paling sering dari golongan anaerob fakultatif

Malnutrisi oral dan penyakit periodontal

Hubungan antara nutrisi dengan kesehatan mulut mempunyai pengaruh yang besar
baik lokal maupun sistemik. Ketersediaan nutrisi sangat diperlukan khususnya pada
tahap pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan jaringan. Dalam mencegah
terjadinya penyakit dan kerusakan sel membuat keseimbangan nutrisi wajib
terpenuhi.manifestasi ekstra oral terlihat perubahan pada keutuhan kulit, sedangkan
manifestasi intra oral dapat dilihat adanya perubahan pada gigi, jaringan mukosa,
dan lidah

Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai
dengan gingival yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi. Permulaan terjadinya kerusakan
biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas
disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva
disekitarnya.

Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat
dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan
perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni
mikroorganisme berkembang. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu
gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai
adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi
tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila
penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan
terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau
sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.

Seperti diketahui Permulaan terjadinya kerusakan jaringan periodontal biasanya


timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya
dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya.
Respon imunitas dari tubuh sangat berhubungan erat dengan status gizi yang dapat
membuat periodonsium rentan terhadap infeksi. Apabila sudah mengalami malnutrisi
maka besarnya respon inflamasi akan terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu
penyebab terjadinya penyakit pada jaringan periodontal.

Manifestasi oral pada defisiensi nutrisi

Kurangnya konsumsi makanan bergizi dapat menyebabkan terjadinya defisiensi zat


gizi. Defisiensi zat gizi ini akan menimbulkan gejala pada tubuh bila berlangsung
lama dan bersifat kronis. Gejala pada tubuh antara lain dapat terjadi di dalam rongga
mulut. Biasanya yang bermanifestasi pada rongga mulut adalah defisiensi mineral,
protein, dan vitamin.

Defisiensi mineral

Defisiensi mineral yang bermanifestasi dalam rongga mulut adalah defisiensi


kalsium, fosfor, magnesium, besi dan flour.

Defisiensi kalsium

Manifestasi defisiensi kalsium dalam rongga mulut adalah terjadi absorpsi tulang
rahang yang merata dan destruksi ligamentum periodontal dan berkurangnya
kekuatan gigi.

Defisiensi fosfor

Manifestasi defisiensi fosfor dalam rongga mulut adalah terjadinya gangguan


pertumbuhan rahang dan erupsi gigi. Juga adanya pertumbuhan kondili yang lambat
disertai maloklusi.

Defisiensi magnesium

Defisiensi magnesium dalam jangka waktu yang lama dapat terjadi hipoplasia
enamel.

Defisiensi besi

Manifestasi defisiensi besi dalam rongga mulut adalah terjadinya glossitis yang
merupakan penyakit pada lidah, di mana lidah tampak merah dan sakit.

Defisiensi flour

Manifestasi Defisiensi flour dalam rongga mulut yang paling utama adalah
kerentakan gigi terhadap terjadinya karies gigi.

Defisiensi protein

Protein banyak terdapat pada daging, telur, susu, ikan dan jagung. Manifestasi
defisiensi protein dalam rongga mulut adalah lidah tampak berwarna merah karena
hilangnya papila, terjadi angular cheilitis dan fissura bibir atau bibir pecah-pecah.
Selain itu rongga mulut terasa kering dan nampak kotor. Resistensi terhadap infeksi
mengalami penurunan sehingga mudah terjadi infeksi pada jaringan periodontal.

Defisiensi vitamin
Defisiensi vitamin A

Defisiensi vitamin A menyebabkan terjadinya gingivitis, hiperplasia gingiva serta


penyakit periodontal dan hipoplasia enamel. Defisiensi vitamin A juga
mengakibatkan :

 Xeropthalmia
 Darriers disease

Mulut kering (xerostomia), hyperplasia gingival, gingivitis dan lesi-lesi periodontal

Defisiensi vitamin D

Defisiensi vitamin D menyebabkan terjadinya hipoplasia enamel yang melibatkan


gigi insisivus dan molar permanen yang umumnya terdapat pada penderita rhiketsia.
Manifestasi defisiensi dalam mulut pada masa pembentukan dan sesudah
pertumbuhan gigi :

 Pada masa pembentukan gigi yaitu hipoplasia email, erupsi gigi terhambat,
kadang-kadang pigmentasi pada gigi
 Pada masa sesudah pertumbuhan yaitu mempengaruhi struktur jaringan
periodontal

Defisiensi vitamin E

Defisiensi vitamin E menyebabkan terjadinya pendarahan gingival, keluarnya pus


dari poket dan penyakit periodontal serta leukoplakia.

Defisiensi vitamin K

Defisiensi vitamin K menyebabkan terjadinya pendarahan spontan pada gingival


atau setelah menggosok gigi.

Defisiensi vitamin C

Defisiensi vitamin C menyebabkan rentannya gingival terhadap iritasi lokal sehingga


terjadi hiperplasia gingival, mudah berdarah dan dapat terjadi ulserasi yang biasa
disebut Scurvy.

 Scurvy akut : gingival membesar, warna merah tua dan mudah berdarah
 Mukosa mulut mudah terkena infeksi sekunder
 Gigi mudah terlepas

Defisiensi vitamin B kompleks

Tiamin ( B 1 )
Defisiensi Tiamin menyebabkan terjadinya pembesaran papila fungiformis pada
perifer lidah, adanya retakan pada bibir dan sensitifitaspada gigi dan mukosa mulut
meningkat. Manifestasi defisiensi vitamin B1 di mulut

 Gigi, mukosa mulut sensitif


 Mukosa mulut merah tua, mengkilat kadang-kadang ada ulserasi
 Papila fungiformis banyak dan lidah menjadi merah terang, licin, mengkilat
 Gingival berwarna merah tua, mengkilat
 Neuralgia

Ribofavin ( B 2 )

Defisiensi ribofavin menyebabkan terjadinya angular cheilitis dan atrofi papilla


fungiformis. Manifestasi dalam mulut adalah sebagai berikut angular chelitis,
glosotis, papila fungi formis besar, lidah berwarna magenta (merah terang)

B3

Manifestasi desisiensi dalam mulut

 Glositis yang ditandai dengan warna merah terang, papila lidah hilang,
ulserasi sepanjang tepi lidah
 Lidah kering dan licin
 Keadaan lebih berat kadang terasa sakit dan ada plak putih pada punggung
lidah yang sulit diangkat

Asam nikotinat ( B 5 )

Defisiensi Asam Nikotinat menyebabkan terjadinya atrofi papilla di mana lidah


tampak merah, gingivitis kronis dan periodontitis.

Peridoksin ( B 6 )

Defisiensi Peridoksin menyebabkan terjadinya angular cheilitis, glossis, serta rasa


tidak enak pada mulut.

Asam Pentotenat

Defisiensi Asam Pentotenat menyebabkan terjadinya angular cheilitis, ulserasi, dan


nekrosis pada gingiva. Terlihat juga mukosa mulut dan bibir warna merah mengkilat.

Asam Folat

Manifestasi defisiensinya adalah pembengkakan pada lidah, gingivitis, angular


cheilitis dan ulkus pada lidah.
Sianokobalamin ( B 12 )

Manifestasi defisiensinya adalah gingival nampak pucat dan mudah terjadi ulserasi.
Lidah tampak merah licin dan mengkilat serta lebih sensitiv (glositis hurteri).
Manifestasi defisiensi B12 dalam mulut lainnya adalah :

 Glosodynia (rasa sakit pada lidah)


 Glssopyrosis (rasa terbakar pada lidah)

Anda mungkin juga menyukai