Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi
di daerah beriklim tropis dan subtropis.Tidak hanya di Indonesia, tapi hampir di
semua negara miskin dan berkembang, penyakit tropis ini dapat mewabah dengan
cepat dan menjadi salah satu faktor peningkat angka kematian.Untuk mengurangi
angka kematian tersebut, perlu adanya penanggulangan guna menekan
penyebarluasan penyakit tropis yang ternyata semakin lama semakin
mewabah.Masyarakat pun mengharapkan adanya organisasi-organisasi khususnya
instansi pemerintah yang memberikan perhatian dengan melakukan penelitian-
penelitian dalam pemberantasan penyakit-penyakit tropis dan mengadakan
pelayanan kesehatan yang layak untuk masyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tropis ini.Sebagai


contohnya adalah sanitasi yang buruk di lingkungan kumuh dan kotor.Dari hal
tersebut, tidak hanya instansi-instansi pemerintah saja yang diharapkan dapat
melakukan pencegahan penyebaran penyakit tropis, tapi masyarakat juga harus
ikut serta mendukung hal ini dengan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian diri
sendiri terhadap lingkungan. Kehidupan merupakan anugerah dari Allah Yang
Maha Kuasa dan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam
kesejahteraan masyarakat

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan penyakit dangue hemorrhagic fever
(DHF)?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan penyakit penyakit filariasis?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan penyakit SARS (severe acute respiratory
syndrom)?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan penyakit flu burung?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui dan memahami tentang penyakit malaria.
1.3.2 Mengetahui dan memahami tentang penyakit dangue hemorrhagic
fever (DHF).

1
1.3.3 Mengetahui dan memahami tentang penyakit filariasis.
1.3.4 Mengetahui dan memahami tentang penyakit SARS.
1.3.5 Mengetahui dan memahami tentang penyakit flu burung.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 MALARIA
2.1.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam,
anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria merupakan infeksi parasit pada sel darah merah yang
disebkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia
melalui air liur nyamuk.
2.1.2 Etiologi
Plasmodim sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu
plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia
maupun vetebrata lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk Anopheles.
2.1.3 Patofisiologi
Parasit pertama kali menginfeksi sel-sel hati dan kemudian berpindah
ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisis berat sel-sel darah merah. Pada
titik ini semakin banyak parasit yang dibebaskan ke dalam sirkulasi dan timbul
siklus infeksi berikutnya
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara
umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan
skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan
periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan
beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15 menit – 1 jam), puncak demam (2 – 6 jam),

3
dan berkeringat (2 – 4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena
tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon
imun.
2. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas
Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi
keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah
(Corwin , 2000, hal. 571).
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat
adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran
eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced
survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
4. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan sklera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel
darah merah. Periode ini terjadi di luar masa serangan demam saat parasit
tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih
bertahan dalam jaringan hari.
2.1.5 Evaluasi Diagnostik
Analisis darah akan memperlihatkan adanya parasit sel darah merah.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus-kasus malaria dapat diberikan
tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain
sebagai berikut:
1. Malaria Tersiana/Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15
mg/hari selama 14 hari).

4
2. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg
selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10
mg/kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal
dari 3 tablet) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg
selama 3 hari).
3. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam
dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari.
Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari dan
aminosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi
(80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala
klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit
kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan
saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak
(< > 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian
mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia,
penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler,
sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan.
Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang
menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

5
4. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun.

2.2 DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)


2.2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
Virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti.
2.2.2 Etiologi
Virus dengue sejenis arbovirus
2.2.3 Patofisiologi
1. Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
2. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
3. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara
akut.
4. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien
mengalami hypovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
2.2.4 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji

6
turniket positif, Trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derahat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
dingin lembab, gelisah
4. Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat
diukur
Infeksi virus dengue

Kompleks virus antibodi depresi sumsum tulang

Aktivasi komplemen Perdarahan; trombositopenia

Anti histamin dilepaskan

Permeabilitas membran meningkat

Kebocoran plasma

Hipovolemia

Renjatan (Syok) hipovolemia, hipotensi

Asidosis metabolik

7
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Demam tinggi selama 5 7 hari
2. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit; ptevhie, ekhimosis,
hematoma
3. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuri
4. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
5. Nyeri otot, tulang sedni, abdomen, dan ulu hati
6. Sakit kepala
7. Pembengkakan sekitar mata
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah).
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah Lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Serologi : uji HI (hemaoaglutination inhibition test)
3. Rontgen thoraks : effusi pleura
2.2.7 Penatalaksanaan Terapeutik
1. Minum banyak 1,5 2 liter/24 jam dengan air teh, gula, atau susu
2. Antipiretik jika terdapat demam
3. Antikonvulsan jika terdapat kejang
4. Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan
minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat

2.3 FILARIASIS
2.3.1 Definisi Filariasis
Filariasis adalah infeksi yng disebabkan oleh tiga spesies cacing yaitu
, Wuchereria brancofti, Brugia malayi, dan Brugia Timori serta ditularkan
melalui nyamuk ke manusia.

8
2.3.2 Epidemiologi
Filariasi paling banyak disebabkan oleh Wuchereria brancofti, dan
sebagian besar sisanya oleh Brugia malayi, Brugia Timori hanya ditemukan di
Indonesia, biasanya di Indonesia bagian Timur.
2.3.3 Etiologic
Cacing filarial termasuk family Filaridae dan dapat ditemukan dalam
peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat, atau rongga serosa pada vetebrata.
Vektor yang digunakan untuk penularan adalah nyamuk sebagai hospes
perantara. Kera, anjing dan manusia berperan sebagai hospes denitif.
1. W.brancofti
Perioditas keberadaan mikrofilaria dalam darah tepi bergantung spesies.
MIkrofilaria W.brncofti di Indonesia biasanya ditemukan pada malam hari
(nok-turnal). Parasit ini ditularkan melalui nyamuk Culex quinquefasciatus
di daerah perkotaan dan nyamuk di tubuh manusia sangat panjang.
Pertumbuhan dalam tubuh nyamuk sekitar 2 minggu dan pada manusia
bisa hingga 5 tahun.
Mikrofilia yang terisap nyamuk akan masuk lambung, melepaskan kulit,
dan menembus dindingnya untuk bersarang pada otot toraks. Mikrofilaria
kemudian berkembang menjadi larva stadium I. Larva stadium I bertukar
kulit 2 kali menjadi larva stadium II dankemudian larva stadium III yang
sangat aktif. Bentuk aktif ii bermigrasi sampai ke alat penusuk nyamuk.
Melalui gigitan nyamuk, larva stadium III ini masuk tubuh hospes dan
bersarang di saluran limfe. Larva berkembang mennjadi larva stadium IV
dan V atau cacing dewasa yang menimbulkan sumbatan di pembuluh
darah dan limfe. Cacing dewasa memproduksi mikrofilaria yang kemudia
meninggalkan cacing induk dan menembus dinding pembuluh limfe
menuju pembuluh darah terdekat.
2. B.malayi dan B.timori
Mikrofilaria B.malayi memiliki periodisitas nocturnal dan nonperiodik
sedangkan B.Timori bersifat nocturnal. B.malayi yang hidup pada manusia
ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris sedangkan yang hidup
pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansoni. B.timori

9
ditularkan nyamuk Anopheles barbirostris. Daur hidup parasite
dalamtubuh nyamuk 10 hari dan dalam tubuh manusia sekitar 3 bulan.
Fase perkembangan serupa dengan W.brancofti.
2.3.4 Pathogenesis & Patofisiologi
Kerusakan terjadi pada pembuluh getah bening akibat inflamasi yang
disebabkan oleh cacing dewasa. Cacing dewasatinggal di pembuluh getah
bening aferen atau sinus kelenjar sehingga terjadi pelebaran pembuluh getah
bening dan penebalan dinding. Sistem limfatik menjadi berliku – liku dan
terjadi inkompetensi katup pembuluh getah bening. Obstruktif limfatik dan
penurunan fungsi juga disebabkan proses granulomatosa dan proliferasi.
2.3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis secara umum dapat dibagi menjadi 3 stadium, yakni
stadium tanpa gejala, stadium peradangan (akut), dan stadium penyumbatan
(menahun). Stadium ini lebih terlihat pada filariasis brancofti karena dapat
berlangsung lama. Filariasis akibat B.Malayi dan B.Timori tidak pernah
mengenai sistem limfe alat kelamin.
2.3.6 Stadium Tanpa Gejala
Pada daerah endemis hanya ditemukan pembesaran kelenjar limfe
terutama di inguinal sedangkan pada pemeriksaan darah ditemukan
mikrofilaria dalam jumlah besar disertai eosinophilia.
2.3.7 Stadium Peradangan (Takut)
Limfangitis, inflamasi eosinophil akut, demam, menggigil, sakit
kepala, mntah dan kelemahan tubuh dapat terjadi. Stadium ini berlangsung
beberapa hari hingga minggu dan terutama menyerang saluran limfe tungkai,
ketiak, epitrochlear, dan alat kelamin. Pada laki-laki dapt ditemukan funikulitis
epididymitis, orkitis dan pembengkakan skrotum. Ulkus dapat timbul dengan
cairan serosanguin. Terkadang dapat muncul hematuria dan proteinuria yang
menandakan gangguan ginjal. Fenomena lain adalah tropical pulmonary
eosinophilia. Akibat respon imunologik berlebih dengan tanda eosinifilia,
gejala mirip asma/penyakit paru restriktif/obstruktif dan splenomegali.
2.3.8 Stadium Penyumbatan (Menahun)

10
Pada stadium ini dapat ditemukan hidrokel, limfaedema dan
elefantiatis. Limfaedema tungkai dapat dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat 1
Edema pitting tungkai, kembali bila tungkai diangkat.
2. Tingkat 2
Edema piiting/nonpitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai
diangkat, kulit tebal
3. Tingkat 3
Edema nonpiting, tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat, kulit
tebal
4. Tingkat 4
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa kulit
(elephantiasis)
2.3.9 Diagnosis
1. Anamnesis
a) Riwayat berpergian ke daeah endemis
b) Manifestasi klinis sesuai dengan yang telah dituliskan
2. Pemeriksaan fisis
a) Pembengkakan uniterateral (elephantiasis) pada kaki, lengan,
skrotum, vulva, atau payudara
b) Pada tropical pulmonary eosinophilia: mengi dan ronkhi hamper
pada seluruh lapang paru.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah perifer: leukositosis, eosinofillia
b) Ditemukan mikrofilaria dalam darah tepi, cairan hidrokel, atau
kiluria. Pengambilan specimen malam hari (pukul 22.00 – 02.00).
Pengambilan darah tebal atau tipis dapat dipulas dengan pewarnaan
gelmsa atau wright.
c) Biopso kelenjar atau jaringan limfe: ditemukannya potongan cacing
dewasa.
d) ELISA danimmunochromatographic test (ICT) untuk deteksi
antigen.

11
e) Pencitraan: limfoskintigrafi dengan radionuklir, USG Doppler.
2.3.10 Tata laksana
1. Perawatan umum
a) Istirahat dan bila dipindahkan ke daerah dingin dapat mengurangi
derajat serangan akut
b) Antibiotic untuk infeksi sekunder dana abses
c) Pengikatan di daerah bendungan untuk mengurangi edema
2. Medikamentosa
Dietilcarbamazine (DEC) 6mg/Kg/BB?hari selama 12 hari. Pengobatan
dapay diulang 1 hingga 6 bulan atau selama 2 hari per bulan dengan dosis
6- 8 mg/KgBB/hari.
3. Pembedahan
Aspirasi hidrokel, limfangioplasti, prosedur jembatan limfe, transposis flap
omentum, eksisi radikal dan graft kulit, anastomosis pembluh limfe ke
dalam, dan bedah mikrolimfatik.
2.4 SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
2.4.1 Pengertian
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah sekumpulan gejala
sakit pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi
saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus.
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Corona Virus
Pneumonia (CVP) adalah Syndroma pernafasan akut berat yang merupakan
penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang sampai saat ini belum
diketahui pasti penyebabnya.
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis
kegagalan paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang
menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru).
SARS merupakan kedaruratan medis yang dapat terjadi pada orang
yang sebelumnya mempunyai paru-paru yang normal. Walaupun sering
disebut sindroma gawat pernafasan akut dewasa, keadaan ini dapat juga terjadi
pada anak-anak.

12
2.4.2 Etiologi
Etiologi SARS masih dipelajari. Pada 7 April 2003, WHO
mengumumkan kesepakatan bahwa coronavirus yang baru teridentifikasi
adalah mayoritas agen penyebab SARS. Coronavirus berasal dari kata
“Corona” yang berasal dari bahasa Latin yang artinya “crown” atau mahkota.
Ini sesuai dengan bentuk Coronavirus itu sendiri yang kalau dilihat dengan
mikroskop nampak seperti mahkota.
Penyebabnya lain bisa karena penyakit apapun, yang secara langsung
ataupun tidak langsung yang melukai paru-paru, diantaranya :
1. Pneumonia
2. Tekanan darah yang sangat rendah (syok)
3. Terhirupnya makanan ke dalam paru (menghirup muntahan dari lambung)
4. Beberapa transfusi darah
5. Kerusakan paru-paru karena menghirup oksigen konsentrasi tinggi
6. Emboli paru
7. Cedera pada dada
8. Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin
9. Trauma hebat
10. Transfusi darah (terutama dalam jumlah yang sangat banyak).
2.4.3 Faktor Pencetus
Coronavirus adalah mayoritas agen penyebab SARS. Virus ini stabil
pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih
dari 4 hari pada penderita diare. Virus SARS kehilangan infektivitasnya
terhadap berbagai disinfektan dan bahan-bahan fiksasi. Seperti virus lain,
corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu
bersarang di paru-paru. Dalam tempo sekitar dua hingga sepuluh hari, paru-
paru akan meradang, bernapas kian sulit. Metode penularannya melalui udara
serta kontak langsung dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya
terkena ludah saat pasien bersin dan batuk bahkan bisa melalui barang-barang
yang terkontaminasi atau barang yang digunakan oleh pasien SARS.

13
2.4.4 Patofisiologi
Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family
paramoxyviridae) yang pada pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus
ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat
bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti virus lain, corona
menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di
paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru selama 2-10 hari yang kemudian
menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga bernapas menjadi sulit.
Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau
terkena cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien bersin dan
batuk. Dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-alat yang
terkontaminasi.
Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya
pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau
kontak langsung dengan secret atau cairan tubuh dari penderita suspect atau
probable. Penularan melalui udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi,
dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi, asal
tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita SARS. Untuk sementara,
masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda gangguan
pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.
Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan
yang kontak langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi
tertular, lebih-lebih pada petugas yang melakukan tindakan pada sistem
pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.
2.4.5 Manifestasi Klinis
Suhu badan lebih dari 38oC, ditambah batuk, sulit bernapas, dan
napas pendek-pendek. Jika sudah terjadi gejala-gejala itu dan pernah berkontak
dekat dengan pasien penyakit ini, orang bisa disebut suspect SARS. Kalau
setelah di rontgen terlihat ada pneumonia (radang paru-paru) atau terjadi gagal
pernapasan, orang itu bisa disebut probable SARS atau bisa diduga terkena
SARS. Gejala lainnya sakit kepala, otot terasa kaku, diare yang tak kunjung
henti, timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini

14
semua adalah gejala yang kasat mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang
diduga menderita SARS itu. Tapi gejala itu tidak cukup kuat jika belum ada
kontak langsung dengan pasien. Tetap diperlukan pemeriksaan medis sebelum
seseorang disimpulkan terkena penyakit ini. Paru-parunya mengalami radang,
limfositnya menurun, trombositnya mungkin juga menurun. Kalau sudah berat,
oksigen dalam darah menurun dan enzim hati akan meningkat. Ini semua gejala
yang bisa dilihat dengan alat medis. Tapi semua gejala itu masih bisa berubah.
Penelitian terus dilangsungkan sampai sekarang.
2.4.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.
2. Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah
seringkali rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan
(sianosis, karena kekurangan oksigen).
3. Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
a) Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat
yang seharusnya terisi udara)
b) Gas darah arteri
c) Hitung jenis darah dan kimia darah
d) Bronkoskopi.
4. Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit.
5. Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau
transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi,
biopsy
6. Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya
dalam 8 jam dan sangat akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi
antibody.
2.4.7 Penatalaksanaan
1. Terapi supportif umum
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian
multivitamin dan lain-lain.
a) Terapi oksigen

15
b) Humidifikasi dengan nebulizer
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan cairan
e) Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
f) Obat inotropik
g) Ventilasi mekanis
h) Drainase empiema
i) Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
2. Terapi Antibiotik
Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk SARS karena menyajikan
fitur non-spesifik dan cepat tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk
mendiagnosis SARS-cov virus dalam beberapa hari pertama infeksi belum
tersedia. Antibiotik empiris yang sesuai dengan demikian diperlukan untuk
menutupi terhadap patogen pernafasan Common per nasional atau
pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-diperoleh atau nosokomial
pneumonia.
Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat ditarik.
Selain efek antibakteri mereka, beberapa antibiotik immunomodulatory
dikenal memiliki sifat, khususnya quinolones dan makrolid. Efeknya pada
kursus SARS adalah belum ditentukan.
SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan penyakit. Sebagian kecil
pasien dengan penyakit ringan pulih baik bentuk khusus tanpa pengobatan
atau terapi antibiotik saja.
Antibiotik :
a) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b) Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
2.4.8 Komplikasi
1. Abses paru
2. Efusi pleural
3. Empisema
4. Gagal nafas
5. Perikarditis

16
6. Meningitis
7. Atelektasis
8. Hipotensi
9. Delirium
10. Asidosis metabolic
11. Dehidrasi
12. Penyakit multi lobular
13. Septikemi
14. Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi pengobatan farmakologis.

2.5 FLU BURUNG


2.5.1 Definisi
Flu Burung (Avian Influenza -AI) adalah penyakit unggas yang
menular disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae.
Virus ini paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan,
Kalkun, Itik, Puyuh, dan Angsa) juga berbagai jenis burung liar. Beberapa
virus flu burung juga diketahui bisa menyerang mamalia, termasuk manusia
(Darel W. 2008 : 17).
2.5.2 Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza
termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah
bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus
influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua
huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak
jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1,
H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
2.5.3 Klasifikasi
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini :
1. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor
utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab
flu babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih

17
efektif ditularkan lewat manusia. Dalam setiap bersin pasien flu babi,
setidaknya terkandung 100.000 virus H1N1.
2. Tipe H1N2 . Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus influenza A yang
juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini dinyatakan sebagai
virus pandemik pada manusia dan hewan, khususnya babi.
3. Tipe H2N2. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi banyak sekali variasi
virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah H3N2 dan banyak
lagi subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada unggas. Virus
model ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di tahun
1889.
4. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins
sebagai “casing”nya, hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada
umumnya, virus ini dapat menginfeksi manusia dan unggas.
5. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai
penyebab utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya.
Berdasarkan penelitian para ahli, pasien yang terjangkiti virus H5N1
hanya memiliki kemungkinan sembuh kurang dari 20 persen.
6. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7
dan H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang
memiliki daya rusak tingga hingga dapat membunuh pengidapnya.
2.5.4 Patofisiologi
Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung
dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di
saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan
virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam
bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut
WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari
manusia ke manusia.
2.5.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan Gejala pada unggas
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan
(nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari

18
keganasan virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang
timbul seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata
bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan
pernafasan berupa batuk dan bersin.
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi
antara mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari; sementara itu
masa infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari
sesudah gejala timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
2.5.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total.
Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase,
Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan
laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap
tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa
kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah
pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi
hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

19
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan,
dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada
mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi
dan PCR.
2.5.7 Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a) Perhatikan :
 Keadaan umum
 Kesadaran
 Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
 Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse
oxymetry.
b) Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal
infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :
 Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu
madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama
3-5 hari.
 Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b.
Oseltamivir (tami flu). Dengandosis 2x75 mg selama 1 minggu.
2. Medis
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
a) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
b) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
c) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7
hari.
d) Anti replikasi neuramidase (inhibitor): Tamiflu dan Zanamivir.
e) Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam
waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB
perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg
diberikan 100 mg 2 kali sehari.

20
2.5.8 Komplikasi
1. Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu
membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis
dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur
yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak.
2. Encephalitis (bulbar)
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari
otak.
3. Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau Pericarditis
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium, pada
umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai
akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan
kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
4. Paralisis akut flaksid
Kelumpuhan atau paralisis secara fokal yang onsetnya akut tanpa
penyebab lain yang nyata seperti trauma.
5. Pneumonia (peradangan paru)
Penyakit pada paru-paru dengan kondisi (pulmonary alveolus (alveoli)
yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan
terisi oleh cairan.
6. Kematian
Terjadi jika mengalami gagal nafas akut
2.5.9 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, b.d peningkatan produksi sekret,
sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).

21
3. Ketidakseimbanngan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnea dan anorexia.

22
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Penyakit tropis merupakan penyakit yang sering terjadi di daerah tropis


dan subtropis. Penyebab penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perubahan iklim, dan cuaca. Meski sering di daerah tropis dan subtropis, namun
tidak menutup kemungkinan penyakit tropis ini terjadi di daerah beriklim sedang.
Yang membedakan hanya frekuensi penderitanya saja. Penyakit tropis yang
umum terjadi contohnya malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF), filariasis,
SARS (severe acute respiratory syndrom) dan flu burung.

3.2 SARAN

Penyakit tropis sangat erat kaitannya dengan keadaan lingkungan, oleh


karena itu sudah semestinya kita berusaha untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan di sekitar kita.

23
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
3. Jakarta: EGC.

Darrell withworth, dkk. 2008. Burung Liar dan Flu Burung. Jakarta: FAO.

Handayani, Wiwik S. Kep dan Dr Andi Sulistyo Hariwibowo. 2008. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Mansjoer, Arif, dkk. tt. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3. Jakarta:
Media Aesculapius.

Suriadi, Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV.
SAGUNG SETO.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.

Yoga A, Tjandra. 2005. Flu Burung di Manusia. Jakarta: UI-PRESS.

24

Anda mungkin juga menyukai