Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MEMBANDINGKAN PERBEDAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN


BEHAVIOR, KOGNITIF DAN KONSTRUKTIVIS DALAM BELAJAR SESUAI
DENGAN TUJUAN, PROSES DAN EVALUASINYA

DISUSUN OLEH :
SAMALI 7153144032

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
Kata Pengantar
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Karena rahmat dan taufik-
Nya jugalah penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam isi maupun penyusunan-nya, baik dalam
penyajian data, bahasa maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan atau keritikn maupun saran yang bersifat membangun demi ke-
sempurnaan dimasa yang akan datang.
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini sedikit banyaknya dapat membawa
manfaat bagi kita semua dan juga dapat menjadi referensi bagi pembuat makalah selanjunya,
dan kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.

Medan, April 2018

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................................ i

Daftar Isi ....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pendekatan Pembelajaran Behavior Dalam Belajar .................................................... 2

2.2. Pendekatan pembelajaran Kognitif dalam belajar ....................................................... 6

2.3. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis dalam belajar ............................................ 10

2.4. Perbandingan Pendekatan Pembelajaran Dalam Belajar .......................................... 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belajar dapat didefenisikan sebagai proses menciptakan hubungan sesuatu yang
sudah ada dengan sesuatu yang baru. Sebagaimana halnya yang dikemukanakan Bruner
dalam Romberg (1999) bahwa belajar adalah proses aktif siswa dalam mengkonstuk
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sesuatu yang baru
tidak hanya berupa pengetahuan akan tetapi dapat berupa keterampilan, sikap kemauan,
kebiasaan maupun perbuatan. Secara konsep, belajar diartikan sesuai dengan
pendekatannya
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia
belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari
belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori
kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak
dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori
tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita
pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori
mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
1.2. Rumusan Masalah
Meninjau latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka merumuskan beberapa
pokok permasalahan sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana pendekatan pembelajaran behavior dalam belajar ?
1.2.2. Bagaimana pendekatan pembelajaran kognitif dalam belajar ?
1.2.3. Bagaimana pendekatan pembelajaran konstruktivis dalam belajar ?
1.2.4. Bagaimana perbandingan pendekatan pembelajaran dalam belajar ?
1.3. Tujuan
Adapun manfaat dari pembahasan materi ini yaitu :
1.3.1. Mengetahui pendekatan pembelajaran behavior dalam belajar
1.3.2. Mengetahui pendekatan pembelajaran kognitif dalam belajar
1.3.3. Mengetahui pendekatan pembelajaran konstruktivis dalam belajar
1.3.4. Mengetahui perbandingan pendekatan pembelajaran dalam belajar ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Pembelajaran Behavior Dalam Belajar
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain
proses pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran
lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak
pada stimulus respon (S-R).

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan


pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian
yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan

2
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan


biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban
yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).

2.1.1. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik


a. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
2.1.2. Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a. Edward Lee Thorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran,
perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh
Thorndike yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
a) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3
c) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.
b. John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau
Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana
dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.
c. Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai
sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup.
d. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
e. Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana
konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioning adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F.
Skinner yang melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya:
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

4
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

2.1.3. Kelemahan Teori Behavioristik


a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
2.1.4. Kelebihan Teori Behavioristik

Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan


pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflex.

2.1.5. Implikasi Teori Behaviorisme


Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap,
tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa
saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons.
Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap
dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya

5
ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement.
Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin
giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui
pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami
perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa
diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak
bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari
penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku.

2.2. Pendekatan pembelajaran Kognitif dalam belajar


Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang
Jerman yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar
konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan
transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang
sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi
baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi
prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar
siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada. Teori ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat
dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan
dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang
bersifat relatif dan berbekas.
2.2.1. Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c. Mementingkn peranan kognitif

6
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat
itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan
dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.

2.2.2. Tokoh-tokoh
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai
hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak;
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam
kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.

7
b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya
digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan
teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana
materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara
belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu
masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model
mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba
menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam
rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya
c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi
jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru. Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang
sudah dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa
(advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan
kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum
yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced

8
organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual
untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah

2.2.3. Aplikasi teori Kognitivisme

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus


memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-
benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.

2.2.4. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme


a. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan;
sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi
sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
2.2.5. Implikasi Teori Kognitivisme
Implikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan
perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat secara aktif
dalam kegiatan belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya perbedaan individual
dalam hal kemajuan per- kembangan. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya
untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam
bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut
Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses
belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan
pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.

9
Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya
memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru
melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat
berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang
perlu sebagai berikut:
a. Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan
suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
b. Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
c. Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur
sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
d. Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa
dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
e. Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing
penyajian secara logis.

2.3. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis dalam belajar


Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor
ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

10
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif
membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa
menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat
pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan
bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri
pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses
menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan
mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk
mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang
ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga
diperoleh konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan
dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan
teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam
pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih
mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai
berikut:

11
a) Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur
kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap
perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki
dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak
terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua.
Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya.
Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan
akomodasi.
b) Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema
atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu
proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata
melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
pengertian orang itu berkembang.
c) Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang
telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d) Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya
antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan
pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila

12
ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan
bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang
diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak
mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori
Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan
yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas
yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang
efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua,
pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding).
Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi
perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan
jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky
dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai
kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut
masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985),
yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut
Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri
akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
2.3.1. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:

13
a. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi,
b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan peserta didik diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis
hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a) Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan;
b) Pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata;
c) Pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai;
d) Memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran;
e) Pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social
peserta didik;
f) Pembelajaran menggunakan barbagia sarana;
g) Melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

2.4. Perbandingan Pendekatan Pembelajaran Dalam Belajar


Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati
dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Teori behavioristik banyak
dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks,
sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan

14
respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang
mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya
setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa
dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya
sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk
kepentingan dirinya.
Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha
memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi
yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan baru, keterampilan
baru, sikap/ kemauan yang baru, kebiasaan baru dan ketulusan dalam membatu siswa
dalam proses belajar memberikan manfaat pada lingkungan. Pendekatam perilaku
mendefenisiskan bahwa belajar adalah perubahan prilaku yang relatif menetap didalam
diri sesseorng sebagai hasil adanya hubungan antara stimulus dan respon yang
diperkuat oleh reward atau reinforcement. Sedangkan pendekatan kognitif
menekankan bahwa belajar merupakan proses aktif individu untuk memaknai
informasi yang diterimanya.
Sebagai implikasi dari pendekatan belajar behavior dan kognitif maka dalam
belajar dapat digunakan teknik-teknik mempersiapkan diri dalam belajaar maupun
dalam mendukung proses belajar.

16
Daftar Pustaka

Milfayetty, Sri. Psikologi Pendidikan. Unimed Press. Medan : 2018


Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Syah, Muhibddin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai