Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi adalah program pencegahan penyakit menular yang diterapkan dengan
memberikan vaksin sehingga orang tersebut resisten terhadap penyakit tersebut.
Program imunisasi dimulai sejak usia bayi hinggan masuk usia sekolah. Melalui
program ini, anak akan diberikan vaksin yang berisi jenis bakteri atau virus tertentu
yang sudah dilemahkan atau dinonaktifkan guna merangsang sistem imun dan
membentuk antibodi di dalam tubuh mereka. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi
bermanfaat untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus tersebut di masa
yang akan datang.
Pentingnya pemberian imunisasi juga bertujuan untuk bisa meciptakan generasi
penerus bangsa yang lebih baik. Dengan kesehatan generasi penerus bangsa yang baik,
maka bisa menciptakan masa depan yang cerah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian imunologi?
1.2.2 Apakah macam-macam jenis imunisasi?
1.2.3 Apakah jenis-jenis imunisasi?
1.2.4 Bagaimana indikasi dan kontraindikasi serta efek samping pemberian
imunisasi?
1.2.5 Bagaimana cara penanganan efek samping dari pemberian imunisasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari imunologi
1.3.2 Mengetahui macam-macam jenis imunisaasi
1.3.3 Mengetahui jenis-jenis imunisasi
1.3.4 Mengetahui indikasi dan kontraindikasi serta efek samping pemberian imunisasi
1.3.5 Mengetahui cara penanganna efek samping dari pemberian imunisasi
1.3.6

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Imunologi
Imunologi adalah ilmu yng mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh atau
sistem imunitas. sistem kekebalan berfungsi untuk mengenali dan membedakan
berbagai jenis benda asing, baik yang berasal dari dalam tubuh (self) atau dari luar
tubuh (nonself), Konsep dasar respon imunitas berupa reaksi tubuh terhadap sesuatu
yang dianggap asing. Apabila ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh maka akan
terjadi suatu respon secara selular dan humoral yang terdiri dari respon imunitas
spesifik dan nonspesifik
Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan
morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada
bayi dan anak. Agar bidan dapat memberikan Asuhan yang bemutu tinggi dan
komprehensif pada bayi dan balita, salah satunya adalah memahami hal-hal yang
berkaitan dengan imunisasi, termasuk pengertian-pengertian imunisasi berikut ini :
a. Imunisasi dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten . imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu
saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain , diperlukan imunisasi lainnya.
b. Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukkan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalu
suntikan, seperti vaksin BCG. DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin
polio.
c. Istilah Imunisasi dan Vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi
dimaksudkan segabai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukkan imunitas (antibodi) dari sistem imun didalam tubuh.

2
2.2 Macam-Macam Jenis Imunisasi
A. Aktif
Imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit
penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna
membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang
kuat. Imunisasi aktif dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Imunisasi Aktif Alami
Imunisasi ini diperoleh setelah menagalami atau sembuh dari suatu
penyakit. Contohnya anak yang pernah menderita campak maka tidak akan
terserang campak lagi
2. Imunisasi Aktif Buatan
Imunisasi aktif buatan merupakan pemberian mikroorganisme yang telah
mati atau dilemahkan ke dalam tubuh manusia supaya tubuh membentuk
antibodi. Hal ini menilabtkan pembentukan antibodi di dalam tubuh sebagai
respon terhadap masuknya antigen tertentu ke dalam tubuh. Tujuannya untuk
merangsang tubuh agar membentuk antibodi yang dapat mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh. Pemberiannya dilakukan menggunakan vaksin. Ada 3 contoh
jenis vaksin, yaitu:
a. Live attenuated vaccines
 Virus : Campak, gondongan, rubella, polio, demam kuning
 Bakteri : Kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral
b. Killed, inactivated vaccines
 Virus : Influenza, polio salk, rabies, hepatitis A
 Bakteri : Pertusis (DPT), tipoid, kolera
 Racun kuman toksoid : Difteri toksoid (DPT), tetanus
(TT)
 Polisakarida murni : Pneumokokkus, meningokokkus dan
haemophylus influenza
 Vaksin dari protein : Hepatitis B
c. Sub unit vaccines
Suatu bagian protein virus untuk dibuat vaksin: Hepatitis B dan Influenza

3
B. Pasif
Imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari organisme lain. pada
jenis ini, antibodi langung disuntik ke dalam tubuh. Kelebihannya adalah bahwa
tubuh tidak harus memproduksi antibodi sendiri, dimana proses produksinya bisa
lebih dari seminggu. Serum yang mengandung antibodi yang di suntikkan bisa
segera mengenali kuman (bakteri/virus) yang masuh, sehigga sistem imun dai
pasien tersebut bisa merespon/bereaksi dan akhirnya bisa dihancurkan. Ada 2 jenis,
yaitu:
1. Imunisasi Pasif Alami
Imunisasi ini didapat dari orang lain contihnya adalah yang terdapat pada
bayi BBL di mana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya
melalui darah plasenta selama masa kandungan.
2. Imunisasi Pasif Buatan
Imunisasi pasif buatan yaitu kekeba;an yang diperoleh dari antibodi yang
sudah jadi dan terlarut dalam serum. Sepintas antibodi ini mirip vaksi.
Perbedannya yakn vaksin bersifat sementara, sedangkan serum banyak
digunakan dlama jangka waktu yang relaif lebih lama/ bahkan dapt digunakan
seumur hidup. Sebagai contohnya adalah suntikkan ATS (Anti Tetanus Serum)
dan suntikkan IG

2.3 Jenis-Jensi Imunisasi


A. Imunisasi Booster
1. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg
dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali
dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis ini
melalui intramuskuler. Angka kejadian hepatitis B pada anak blita juga sangat
tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian balita.
Pemberian imunisasi hepatitis B harus berdasarkan status HbsAg ibu pada
saat melahirkan, sebagai berikut :
a. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. Diberikan
vaksin rekombinan (HB Vax-11 5 mikro gram) atau vaksin plasma derived
10 mikro gram, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan
4
umur 1-2 bulan dan ketiga umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui ibu HbsAg-nya positif, segera berikan 0,5 ml HBIG
(sebelum 1 minggu)
b. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif. Dalam waktu 12 jam setelah lahir secara
bersamaan, diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan intramuskuler
di sisi tubuh yang berlainan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya
dan dosis ketiga diberikan pada usia 6 bulan.
c. Bayi lahir dari ibu dengan HbsAg negatif. Diberikan aksin rekombinan
atau vaksin plasma derived secara intramuskuler pada mur 2-6 bulan.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6
bulan setelah dosis pertama.

2. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Basillus Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab
terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun
sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada
selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin
BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. Imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada umur ≤ 2 bulan. Namun
pada jadwal imunisasi PPI, BCG dapat diberikan pada umur 0-12 bulan
dengan tujuan untuk mendapat cakupan imunisasi yang lebih luas.
Dosis untuk bayi dan anak < 1 tahun adalah 0,05 ml. Cara pemberian
intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan. BCG ulangan tidak
dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat efektivitas
perllindungan hanya 40% , 70% kasus TB berat (misalnya meningitis) ternyata
mempunyai parus BCG, dan kasus dewasa dengan BTA (Bakteri Tahan Asam)
positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapat
BCG pada masa anak-anak. BCG tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, Infeksi HIV, dll).

3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada
5
anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio
diberikan secara oral.
Untuk imunisasi dasar (polio 1,2,3) vaksin diberikan 2 tetes peroral
dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. PPI menambahkan imunisasi
polio segera setelah lahir (polio 0 pada kunjungan 1) dengan tujuan untuk
meningkatkan cakupan imunisasi. Polio 0 diberikan saat bayi akan
dipulangkan dari rumah bersalin/rumah sakit, agar tidak mencemari bayi lain
mengingat virus polio hidup dapat diekskresikan melalui tinja. Imunisasi polio
ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio 4 selanjutnya saat masuk
sekolah (5-6 tahun).

4. Imnunisasi Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi campak
diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti
terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga
tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. Vaksin
campak diberikan pada umur 9 bulan, dalam satu dosis 0,5 ml.

5. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT (dipteria, pertussis, tetanus) merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang
telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang
pembentukkan zat anti (toksoid). Pemberian pertama zat anti terbentuk masih
sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-
organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat
anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan secara intramuskular. Pemberian
DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan biasanya terjadi
pembengkakan, nyeri pada temapt penyuntikan, dan demam. Efek berat
misalnya terjadi menanis hebat, kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit
difteri, pertusis dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena
6
penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan
anak balita.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan interval
4-6 minggu. DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2 pada umur 3-5
bulan, DPT 3 pada umur 4-6 bulan. Ulangan selanjutnya (DPT 4) diberikan
satu tahun setelah DPT 3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT 5 pada saat
masuk sekolah 5-7 tahun. DT 5 diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah
dasar. Ulangan DT 6 diberikan pada umur 12 tahun. Sebaiknya untuk ulangan
pada umur 12 tahun diberikan dT (adt-adult dose untuk vaksin difteria).

B. Imunisasi Tambahan
1. Imunisasi PCV
Imunisasi PCV atau imunisasi dengan Pneumococcal Vaccine
merupakan imunisasi yang tergolong baru di Indonesia. Sejak ditentukannya
jadwal imunisasi pada tahun 2007, imunisasi PCV dimasukkan ke dalam
kelompok imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan yang direkomendasikan
oleh IDAI pada tahun 2006. Di Indonesia pada saat ini terdapat 2 jenis vaksin
pneumokokus yaitu vaksin pneumokokus polisakarida murni 23 serotipe
yang disebut PPV23 dan vaksin pneumokokus polisakarida konjugasi 7
serotipe yang disebut PCV7.
Tujuan pemberian imunisasi PCV adalah untuk merangsang
pembentukan imunitas atau kekebalan terhadap infeksi kuman Streptococcus
Pneumoniae atau kuman Pneumokokus yang dapat menular melalui udara.
Manfaat pemberian imunisasi PCV adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit Invasive Peumococcal Diseases (IPD) yang dapat berupa
meningitis atau peradangan pada selaput otak, bakteremia atau infeksi bakteri
dalam darah, dan pneumonia atau peradangan pada paru – paru. Penyakit
IPD ini sangat berbahaya karena kuman kuman Streptococcus Pneumoniae
dapat menyebar melalui peredaran darah sehingga dapat memperluas
jangkauan infeksi. Gejala yang dtimbulkan umumnya berupa demam yang
tinggi, menggigil, hipotensi, mengigau, penurunan kesadaran hingga koma.
2. Imunisasi Rotavirus
Rotavirus adalah penyebab utama diare pada bayi. Rotavirus
termasuk dalam famili reoviridae. Rotavirus dibagi menjadi 7 grup, A-G
7
dan hanya grup A, B dan C yang menginfeksi manusia. Rotavirus
memiliki sedikitnya 14 serotipe G dan 20 serotipe P. Rotavirus memiliki
RNA untai ganda dan kapsid ganda tanpa amplod. Rotavirus
ditransmisikan melalui jalur fecal oral dan menginfeksi 2/3
proksimal ileum. Gejalanya khas meliputi diare, demam, nyeri perut,
dan muntah-muntah diikuti dehidrasi. Diagnosis laboratorium
bergantung dari terlihatnya virus pada feses yang dikumpulkan secara
dini dan pada kenaikan titer antibody.
Gastroenteritis (diare) merupakan penyebab utama kematian anak
(5-10 juta per- tahun) pada negara berkembang dimana kasus malnutrisi
masih umum terjadi. Perkiraan terkini gastroenteritis virus memegang
persentase sebanyak 30-40 % infeksi diare di Amerika Serikat dari kasus
kasus diare yang terdokumentasi (diare yang disebabkan oleh bakteri
dan parasit). Di Amerika Serikat, diare yang disebabkan rotavirus
sebanyak 3,5 juta kasus. Persentase angka rawat inap yang disebabkan oleh
rotavirus sebanyak 35% dan angka kematian 75-150 per tahun.
Gastroenteritis virus paling sering terjadi pada bayi usia 1-11 bulan,
dimana virus menyerang sel epitel usus halus bagian atas, yang menyebabkan
gangguan absorbsi, transport sodium dan diare. Manifestasi klinis bervariasi
dari asimptomatik, diare yang ringan dengan sakit kepala dan demam, sampai
dengan diare yang berat yang menyebabkan dehidrasi yang fatal.Gejala
muntah hampir selalu ada. Gastroenteritis virus biasanya akan sembuh
sendiri. Penatalaksanaan dilakukan dengan terapi penggantian cairan dengan
cairan yang bersifat isotonis, analgesik dan obat antiperistaltik.

Terdapat 3 macam vaksin rotavirus, yaitu (Firmansyah dan Soenarto,


2011). :
a. Vaksin monovalen
Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalam
kemasannya.Rotarix diberikan dalam 2 dosis (106 CFU/ mL/ dosis)
dengan rentang waktu lebih kurang 8 minggu setiap pemberian vaksin.
Dosis pertama diberikan pada rentang usia 6-14 minggu dan dosis kedua
pada umur 24 minggu.
b. Vaksin tetravalen
8
Vaksin ini merupakan vaksin rotavirus yang mengandung 4 strain
rotavirus.Vaksin ini ditarik dari peredaran karena berkaitan dengan
reaksi KIPI berupa intususepsi.
c. Vaksin pentavalen
Vaksin ini dikembangkan dari serum bovine yang dikenal dengan
nama dagang Rotateq (Merck).Rotateq diberikan secara oral dan
dilakukan dalam 3 dosis. Jarak pemberian antar dosis berkisar 1 bulan
sejak pemberian dosis pertama.Dosis pertama diberikan pada saat bayi
berumur 2 bulan.Dosis kedua diberikan pada saat bayi berumur 4 bulan
dan dosis ketiga diberikan pada saat bayi berumur 6 bulan.

3. Imunisasi Influenza
a. Pengertian
Influenza yang dikenal sebagai flu adalah penyakit pernapasan yang
sangat menular dan disebabkan oleh virus influenza tipe A, B dan bisa
juga C. Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran
pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit
kepala dan sering disertai flu, sakit tenggorok dan batuk non produktif.
Influenza adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang burung dan
mamalia yang disebabkan oleh virus RNA famili orthomyxoviridae.

b. Etiologi
Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B dan C. Ketiga
tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixasion test. Tipe A
merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. Tipe B
biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan dari tipe A dan
kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe
yang diragukan patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya
9
menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza
merupakan suatu orthomixovirus golongan RNA dan berdasarkan
namanya sudah jelas bahwa virus ini
Virus influenza A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan
tanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein
petanda virus influenza A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan
dengan H dan protein neuraminidase dilambangkan dengan N. Ada 15
macam protein H, H1 hingga H15, sedangkan N terdiri dari sembilan
macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa
menghasilkan banyak sekali varian subtipe dari virus influenza tipe A.
Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas
yang merupakan pejamu alaminya, sehingga virus influenza tipe A
disebut juga sebagai avian influenza
atau flu burung. Sebagian virus influenza A juga menyerang
manusia, anjing, kuda dan babi. Variasi virus ini sering dinamai dengan
hewan yang terserang, seperti flu burung, flu manusia, flu babi, flu kuda
dan flu anjing. Subtipe yang lazim dijumpai pada manusia adalah dari
kelompok H1, H2, H3 serta N1, N2 dan disebut human influenza.
Sekarang ini dihebohkan dengan penyakit flu burung atau avian
influenza dimana penyebabnya adalah virun influenza tipe A subtipe
H5N1. Virus avian influenza ini digolongkan dalam Highly Pathogenic
Avian Influenza (HPAI).

c. Sifat Virus Influenza


Virus influenza mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai
4 hari pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Mati pada
pemanasan 60C selama 30 menit atau 560C selama 3 jam dan
pemanasan 800C selama 1 jam. Virus akan mati dengan deterjen,
disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin dan
alkohol 70%.
Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian
utama berupa: antigen S (atau soluble antigen), hemaglutinin dan
neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri
atas ribonukleoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.
10
Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung virus dan memegang peran
pada imunitas terhadap virus. Neuramidase juga menonjol keluar dari
selubung virus dan hanya memegang peran yang minim 8 pada
imunitas. Selubung inti virus berlapis matriks protein sebelah dalam dan
membran lemak disebelah luarnya.
Salah satu ciri penting dari virus influenza adalah kemampuannya
untuk mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat atau
mendadak maupun lambat. Peristiwa terjadinya perubahan besar dari
struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic
shift.
Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit,
disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza
A dan antigenic drift hanya terjadi pada virus influenza B, sedangkan
virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasari terjadinya antigenic
shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen-gen pada H dan N
diantara human dan avian influenza virus melalui perantara host ketiga.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift
akan memungkinkan terbentuknya virus yang lebih ganas, sehingga
keadaan ini menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena
sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat terbentuk.
Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift
adalah adanya penduduk yang bermukim didekat daerah peternakan
unggas dan babi. Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh
avian maupun human virus makan hewan tersebut dapat berperan
sebagai lahan pencampur (mixing vesel) untuk penyusunan kembali gen-
gen yang berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan
terbentuknya subtiper virus baru.

d. Pemberian Imunisasi
Yang paling pokok dalam menghadapi influenza adalah pencegahan.
Infeksi dengan virus influenza akan memberikan kekebalan terhadap
infeksi virus yang homolog. Karena sering terjadi perubahan akibat
mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah, sehingga
seseorang masih mungkin diserang berulang kali dengan jalur (strain)
11
virus influenza yang telah mengalami perubahan ini. Kekebalan yang
diperoleh melalui vaksinasi sekitar 70%. Vaksin influenza mengandung
virus subtipe A dan B saja karena subtipe C tidak berbahaya. Diberikan
0,5 ml subkutan atau intramuskuler. Vaksin ini dapat mencegah tejadinya
mixing dengan virus yang sangat pathogen H5N1 yang dikenal sebagai
penyakit avian influenza atau flu burung. Nasal spray flu vaccine (live
attenuated influenza vaccine) dapat juga digunakan untuk pencegahan
flu pada usia 5-50 tahun dan tidak sedang hamil. Vaksinasi perlu
diberikan 3-4 minggu sebelum terserang influenza. Karena terjadi
perubahan-perubahan pada virus maka pada permulaan wabah influenza
biasanya hanya tersedia vaksin dalam jumlah terbatas dan vaksinasi
dianjurkan hanya untuk beberapa golongan masyarakan tertentu
sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi dengan kemungkinan
komplikasi yang fatal.

4. Imunisasi MMR
a. Pengertian
Imunisasi MMR merupakan imunisasi yang termasuk dalam
kelompok imunisasi yang dianjurkan yaitu sejumlah Imunisasi yang
tidak termasuk ke dalam program imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah namun dianjurkan untuk diberikan kepada bayi atau anak.
Imunisasi MMR ini dianjurkan untuk diberikan mengingat burden of
disease atau beban penyakit yang ditimbulkannya
Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi
yang digunakan dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit
campak (measles), gondong, parotisepidemika (mumps), dan campak
jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah
virus campak strain edmoson yang dilemahkan, virus rubella strain RA
27/3, dan virus gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan untuk bayi usia
dibawah 1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi dengan
antibodi maternal yang masih ada. Khusus pada daerah endemik,
sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia
4-6 bulan atau 9-11 bulan dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR
pada usia 15-18 bulan.
12
b. Tujuan
Tujuan pemberian imunisasi MMR adalah untuk merangsang
terbentuknya imunitas atau kekebalan terhadap penyakit gondong,
campak, dan campak jerman. Gondong adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus yang dapat mengakibatkan terjadinya demam, nyeri sendi,
sakit kepala dan pembengkakan pada kelenjar parotis yang terletak di
bagian bawah telinga. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus yang dapat mengakibatkan terjadinya demam, nyeri sendi, batuk,
pilek, mata merah, dan bercak-bercak berwarna merah pada kulit.
Campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat
mengakibatkan terjadinya demam, nyeri sendi, batuk, pilek,
pembengkakan kelenjar di sekitar leher, dan bercak – bercak berwarna
merah pada kulit. Manfaat pemberian imunisasi MMR adalah untuk
memberikan perlindungan terhadap ketiga penyakit tersebut pada saat
yang bersamaan.

c. Jadwal Imunisasi MMR


Jadwal pemberian imunisasi MMR dilakukan pada saat seorang
anak berusia antara 15 – 18 bulan dan pemberian imunisasi MMR
tambahan dilakukan pada saat anak berusia 6 tahun. Pemberian
imunisasi MMR dilakukan dengan interval atau jarak pemberian
minimal 6 bulan setelah pemberian imunisasi dasar campak (pada saat
anak berusia 9 bulan) dan minimal 1 bulan sebelum pemberian imunisasi
lain. Apabila seorang anak sudah mendapatkan imunisasi MMR pada
saat anak tersebut berusia 15 – 18 bulan dan imunisasi MMR tambahan
pada saat anak berusia 6 tahun, maka pemberian imunisasi dasar campak
tambahan pada saat anak berusia 5 – 6 tahun tidak perlu diberikan lagi.

d. Cara Pemberian dan Dosis


Cara pemberian imunisasi MMR adalah dengan menyuntikan vaksin
MMR pada sudut 30 derajat untuk mencapai daerah subkutan (di bawah
kulit), dengan dosis penyuntikan vaksin MMR untuk satu orang anak
adalah 0,5 mili liter.
13
Cara Pemberian dan Dosis Cara pemberian imunisasi MMR adalah
dengan menyuntikan vaksin MMR pada sudut 30 derajat untuk mencapai
daerah subkutan (di bawah kulit), dengan dosis penyuntikan vaksin
MMR untuk satu orang anak adalah 0,5 mili liter.

e. Efek Samping Imunisasi MMR


Efek samping pemberian imunisasi MMR amat bervariasi antara
anak yang satu dengan anak yang lain. Efek samping yang paling sering
dan umum terjadi pada anak adalah demam, dan efek samping yang
jarang terjadi diantaranya dapat berupa sakit kepala, muntah, bercak
berwarna ungu pada kulit, nyeri di daerah tangan atau kaki dan leher
yang terasa kaku. Ada banyak sekali isu-isu negatif yang beredar di
masyarakat luas yang berhubungan dengan pemberian imunisasi, salah
satu diantaranya isu negatif yang berhubungan dengan pemberian
imunisasi MMR yaitu isu terjadinya autisme pada anak yang timbul
sebagai akibat dari pemberian imunisasi MMR. Isu negatif ini tentunya
sama sekali tidak benar, karena banyak para ahli yang telah melakukan
penelitian secara mendetail, dalam skala besar, dan hasil penelitian para
ahli tersebut menyatakan bahwa hingga saat ini tidak terdapat korelasi
atau hubungan yang kuat antara pemberian imunisasi MMR dengan
kejadian autisme pada anak.

5. Imunisasi Tifoid
Tifoid (demam tifoid) merupakan salah satu penyakit yang serius.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut Salmonella Typhi. Tifoid
menyebabkan demam tinggi, lemes, kelemahan, nyeri perut, pusing,
berkurangnya nafsu makan, dan kadang kemerahan. Jika tidak diobati,
penyakit ini dapat membunuh 30% penderitanya. Beberapa orang yang
menderita tifoid menjadi “carrier”/”pembawa” yang dapat menyebarkan
penyakit ke orang lain. Umumnya, seseorang mendapatkan penyakit tifoid
dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Tifoid jarang terjadi di
U.S., dan kebanyakan penduduk U.S. yang menderita penyakit ini
mendapatkannya ketika sedang bepergian. Tifoid menyerang 21 juta orang
dalam setahun di seluruh dunia dan membunuh 200.000 penderitanya.
14
Imunisasi tifoid dapat mencegah tifoid. Terdapat dua vaksin untuk
mencegah tifoid. Salah satunya adalah vaksin inaktif (mati) yang
disuntikkan. Yang lainnya adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang
diberikan secara per oral (lewat mulut).

Vaksinasi tifoid rutin tidak direkomendasikan di Amerika Serikat, tetapi


vaksin direkomendasikan kepada:
 Pelancong ke belahan dunia lainnya dimana tifoid sering terjadi.
(PERHATIAN: vaksin tifoid tidak 100% efektif dan tidak menggantikan
kehati-hatian anda dalam memperhatikan apa yang anda makan atau
minum).
 Orang-orang yang kontak dekat dengan “pembawa” tifoid.
 Pekerja laborat yang bekerja dengan bakteri Salmonella Typhi.

Ada dua macam jenis vaksin tifoid, yaitu:


a. Vaksin tifoid inaktif (suntikan)
 Satu dosis akan memberikan perlindungan. Ini sebaiknya diberikan
paling tidak 2 minggu sebelum bepergian untuk memberikan waktu
agar vaksin bekerja.
 Dosis booster (penguat) dibutuhkan tiap 2 tahun kepada orang-orang
yang beresiko.
b. Vaksin tifoid hidup (per oral)
 Empat dosis: satu kapsul setiap hari berikutnya dalam seminggu
(hari ke 1, ke 3, ke 5, dan ke 7). Dosis terakhir sebaiknya diberikan
paling tidak 1 minggu sebelum bepergian untuk menyediakan waktu
untuk vaksin agar bekerja.
 Telan masing-masing dosis sekitar satu jam sebelum makan dengan
minuman dingin atau hangat-hangat kuku .Kapsul jangan dikunyah.
 Dosis booster (penguat) dibutuhkan tiap 5 tahun untuk orang-orang
yang beresiko.
Kedua vaksin dimungkinkan aman untuk diberikan dalam waktu
bersamaan dengan vaksin lainnya.

15
6. Imunisasi Hepatitis A
Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakithepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat
diberikan untuk usia di atas 2 tahun. Imunisasi awal mengunakan vaksin
Havrix (berisi virus hepatitis A strain HM175 yang dinonaktifkan) dengan 2
suntikan dan interval 4 minggu, booster pada 6 bulan setelahnya. Jika
menggunakan vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan
12 bulan.

7. Imunisasi Varisela
Imunisasi varisela adalah imunisasi yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit cacar air yang disebabkan oleh virus varisela. Cacar air
(chicken pox), diwajibkan oleh America Academy of Pediatric untuk
diberikan kepada balita yang berusia di atas 1 tahun. Sementara itu, Ikatan
Dokter Anak Indonesia hanya menganjurkan pemberian vaksin tersebut.
Walaupun jarang, vaksin ini dapat berakibat komplikasi berat seperti radang
otak atau infeksi kulit yang menyeluruh dan bersifat berat. Menurut Dr.
William Sears, setelah imunisasi, anak juga mungkin mengalami gejala
seperti flu selama beberapa hari. Kondisi ini dapat terjadi dengan segera atau
mungkin memerlukan waktu selama beberapa minggu untuk muncul.
Penyakit cacar air sendiri berbeda dengan cacar yang menyebabkan parut
yang berbekas seumur hidup.

8. Imunisasi HPV
Vaksin HPV adalah vaksin untuk mencegah penyakit yang disebabkan
oleh virus HPV. Virus tersebut dapat menginfeksi manusia pada sel epitel di
kulit dan membran mukosa (salah satunya adalah daerah kelamin), dan dapat
menyebabkan keganasan atau kanker.
Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks (kanker mulut rahim) yaitu
salah satu metode pencegahan dengan cara pemberian vaksin yang bisa
merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi yang dapat
mencegah Human papilloma virus menginfeksi sel yang bisa menyebabkan
kanker leher rahim dan beberapa jenis kanker lain.

16
Virus ini memiliki banyak tipe, di antaranya tipe HPV 16 dan 18 yang
paling sering ditemukan di seluruh dunia dan diketahui sebagai penyebab
70% kasus keganasan di serviks/leher rahim wanita. Tipe HPV 6 dan 11
diketahui sebagai penyebab dari 90% kasus kutil kelamin. Cara penularannya
terutama melalui kontak atau hubungan seksual.
Di Indonesia, ada 2 jenis vaksin HPV yaitu bivalen dan tetravalen yang
beredar. Bivalen mengandung 2 tipe virus HPV (16 dan 18) yang dapat
mencegah kanker leher rahim, sedangkan tetravalen mengandung 4 tipe virus
HPV (6,11,16,dan 18) yang dapat mencegah sekaligus kanker leher rahim
dan juga kutil kelamin atau genital ward.
9. Imunisasi Hib
Imunisasi HiB (haemophilus influenzae tipe b) merupakan imunisasi
yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe b. Vaksin
ini adalah bentuk polisakarida murni (PRP:purified capsular polysacharide)
kuman H.influenzae tipe b. Antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugani
dengan protein-protein yang lain, seperti toksoid tetanus (PRT-T), toksoid
difteri ( PRP-D atau PRPCR50), atau dengan kuman monongokokus (PRP-
OMPC). Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3 suntikan
dengan interval 2 bulan, sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan
dengan interval 2 bulan, kemudian boosternya dapat diberikan pada usia 18
bulan.

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi serta Efek Samping Pemberian Imunisasi


A. Imunisasi Booster
1. Imunisasi Hepatitis B
a. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan
virus hepatitis B.
b. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat
disertai kejang.
c. Efek samping

17
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan
disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari. (Departemen Kesehatan RI,2006,p.28)

2. Imunisasi BCG
a. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
b. Kontraindikasi
 Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksim,
furunkulosis dan sebagainya.
 Mereka yang sedang menderita TBC.
c. Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut dengan diameter 2-10 mm. Kadang-kadang
terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat,
tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya
(Departemen Kesehatan RI,2006,p.21-22).

3. Imunisasi Polio
 Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine (OPV))
a. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis 10
b. Kontra indikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak
yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang
menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
c. Efek samping

18
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping
berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
(Departemen Kesehatan RI,2006,p.26)

 Vaksin Polio Inaktif (Inactive Polio Vaccine (IPV))


a. Indikasi
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada
individu dimana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
b. Kontra indikasi
 Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis
progresif
 Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
 Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
 Alergi terhadap Streptomycin.
c. Efek samping
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan,
indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah
penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.

4. Imunisasi Campak
a. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
b. Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
c. Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Departemen
Kesehatan RI,2006,p. 27).

5. Imunisasi DPT
a. Indikasi

19
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis,
dan tetanus.
b. Kontra indikasi
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan
saraf serius.
c. Efek samping
Reaksi local sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada
lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus.
Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel),
dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah
pemberian.

B. Imunisasi Tambahan
1. Imunisasi PCV
a. Indikasi
Imunisasi aktif untuk bayi dan anak usia 2 bulan sampai 9 tahun,
melawan penyakit invasif, pneumonia dan otitis media yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F dan 23F.
b. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap latex atau komponen vaksin termasuk
toksoid difteri; imunisasi harus ditunda jika demam atau adanya penyakit
akut/kronis.
c. Efek Samping
Efek samping imunisasi PCV yang muncul bervariasi namun secara
umum sifatnya ringan dan dapat hilang dengan sendirinya. Efek samping
tersebut antara lain demam ringan dengan suhu rata – rata kurang dari 38
derajat celcius, mengantuk, nafsu makan yang berkurang, muntah,
mencret, reewel, dan muncul bercak kemerahan pada kulit. Pada
kelompok anak dengan risiko tinggi yang berumur antara 2 tahun sampai
5 tahun, Imunisasi PCV harus menggunakan vaksin PCV7 diberikan
secara kombinasi bersamaan dengan vaksin PPV23 karena anak – anak
pada kelompok ini lebih rentan terhadap infeksi semua serotipe
pneumokokus. Kelompok anak dengan risiko tinggi tersebut antara lain
anak – anak yang memiliki penyakit kronik seperti penyakit infeksi HIV,
20
defisiensi imun bawaan, penyakit paru kronik, penyakit asma yang
mendapat terapi kortikosteroid oral dosis tinggi, penyakit jantung bawaan,
penyakit gagal jantung, peyakit ginjal kronik, sindrom nefrotik, anemia
sickle cell, aslenia kongenital / didapat, disfungsi limpa, penyakit yang
mendapat terapi imunosupresif atau radiasi termasuk keganasan dan
transplantasi organ, serta penyakit diabetes melitus.

2. Imunisasi Rotavirus
a. Indikasi
Pencegahan gastro-enteritis yang disebabkan rotavirus serotipe g1 dan
non-g1 (seperti g2, g3, g4, g9).
b. Kontraindikasi
Riwayat hipersensitif terhadap vaksin rotavirus.
c. Efek Samping
Iritabilitas, kehilangan nafsu makan, diare, muntah, kembung, nyeri
perut, regurgitasi makanan (naiknya makanan dari kerongkongan atau
lambung tanpa disertai rasa mual), demam, rewel, menangis, gangguan
tidur, kelelahan, konstipasi.

3. Imunisasi Influenza
a. Indikasi
Profilaksis terhadap influenza pada anak di atas 6 bulan dan dewasa.
b. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap zat aktif dan bahan tambahannya, telur,
protein yang berasal dari ayam, neomisin, formaldehid, dan oktoksinol-9.
Imunisasi harus ditunda sekurangnya 2 minggu pada pasien yang
mengalami demam dan infeksi akut.
c. Efek Samping
Reaksi lokal: kemerahan, nyeri, bengkak, indurasi dan tekanan, tetapi
dapat hilang segera. Reaksi sistemik: malaise, fatigue, gemetar, demam,
berkeringat, sakit kepala, nyeri sendi dan otot. Gejala di atas hilang dalam
1-2 hari tanpa obat. Jarang: neuralgia, paraestesia, kejang dan
trombositopenia sementara, alergi yang dapat menjadi renjatan, vaskulitis,

21
gangguan saraf seperti ensefalomielitis, neuritis dan sindrom Gulliain-
Barre.

4. Imunisasi MMR
a. Indikasi
 Anak-anak harus mendapatkan vaksinasi MMR 2 dosisi
 Dosis pertama usia 12-15 bulan
 Dosis kedua usia 4-6 tahun (dapat diberikan lebih cepat, dengan
interval dosis pertama dan kedua berjarak paling sedikit 28 hari)
b. Kontraindikasi
 Anak dengan penyakit keganasan yang tak ditangani atau yang
kekebalannya berubah, dan mereka yang menerima obat
imunosupresif atau radioterapi, atau kortikosteroid dosis tinggi;
 Anak yang menerima injeksi vaksin hidup lain dalam 4 minggu;
 Anak yang alergi terhadap neomisin atau gelatin;
 Anak yang demam akut (imunisasi harus ditunda);
 Bila diberikan pada wanita usia subur, kehamilan harus dihindari
untuk 1 bulan (seperti pada vaksin rubela);
 Tidak boleh diberikan dalam 3 bulan setelah injeksi imunoglobulin
c. Efek Samping
Efek samping pemberian imunisasi MMR amat bervariasi antara anak
yang satu dengan anak yang lain. Efek samping yang paling sering dan
umum terjadi pada anak adalah demam, dan efek samping yang jarang
terjadi diantaranya dapat berupa sakit kepala, muntah, bercak berwarna
ungu pada kulit, nyeri di daerah tangan atau kaki dan leher yang terasa
kaku. Ada banyak sekali isu – isu negatif yang beredar di masyarakat luas
yang berhubungan dengan pemberian imunisasi, salah satu diantaranya isu
negatif yang berhubungan dengan pemberian imunisasi MMR yaitu isu
terjadinya autisme pada anak yang timbul sebagai akibat dari pemberian
imunisasi MMR. Isu negatif ini tentunya sama sekali tidak benar, karena
banyak para ahli yang telah melakukan penelitian secara mendetail, dalam
skala besar, dan hasil penelitian para ahli tersebut menyatakan bahwa

22
hingga saat ini tidak terdapat korelasi atau hubungan yang kuat antara
pemberian imunisasi MMR dengan kejadian autisme pada anak.

5. Imunisasi Tifoid
a. Indikasi
 Wisatawan yang akan pergi ke negara yang endemik tifoid (Catatn:
vakisn ini tidak akan melindungi dari penyakit tifoid 100% jika tidak
memperhatikan makanan dan minuman jajanan)
 Mereka yan kontak dekat dengan carrier thypoid
 Laboran yang bekerja dengan kuman Samonella typhi
b. Kontraindikasi
 Tidak diberikan untuk anak <2 tahun
 Siapa saja yang pernah mendapat efek samping yang berat disebabkan
vaksin ini tidak perlu mendapat vaksinasi lagi
 Siapa saja yang pernah mendapatkan reaksi alergi yang berat
disebabkan vaksin ini
 Apabila sedang sakit berat vaksinasi harus ditunda pemberiannya
sampai sembuh
 Siapa saja yang sedang sakit berat/sedang pada suntikan harus
menunda pemebriannya sampai sembuh
 Penderita dengan defisinensi imun harus mendapatkan vaksin yang
kumna mati (disuntik). Contoh, penderita AIDS/HIV atau penyakit
mengenai sistem imun penderita kanker yang sedang mendapat
pengobatan kanker
 Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dengann pengobatan
antibiotik(jarak waktu >3 hari setelah antibiotik dihentikan)
c. Efek Samping
 Demam (1 dari 100 dosis)
 Sakit kepala (1 dari 30 dosis)
 Kemerahan dan bengkak pada tempat suntikkan (1 setiap 15 dosis)
 Demam atau sakit kepala (1 diantara 20 dosis)
 Nyeri perut, enek, muntah dan ruam (jarang)

23
 Efek samping berat seperti biduran seluruh badan, muka bengkak,
bengkak pada bibir, kelopak mata, sesak nafas, denyit jantung/nadi
meningkat, pusing dan lemas dengan intervalnya beberapa menit
sampai 2 jam setelah vaksinasi

6. Imunisasi Hepatitis A
a. Indikasi
Profilaksis pre-pemaparan virus hepatitis A pada individu usia 2 tahun
atau lebih yang berisiko terkena infeksi, seperti wisatawan ke daerah
endemik tinggi hepatitis A, tentara, individu yang tinggal di daerah
endemik tinggi, individu dengan aktivitas seksual yang tinggi, pengguna
obat suntik terlarang, hemofiliak dan penerima produk darah.
b. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap seluruh komponen vaksin, imunisasi harus
ditunda jika demam atau adanya penyakit akut/kronis.
c. Efek Samping
Umumnya ringan dan sementara yaitu reaksi pada tempat penyuntikan
(sakit, tenderness, eritema, bengkak, warmth). Juga dilaporkan sakit
kepala dan sakit abdomen.

7. Imunisasi Varisela
a. Indikasi
 Anak-anak yang belum menderita cacar air harus diberikan imunisasi
pada umur 12-15 bulan
 Anak yang berusia 13 tahn ke atas (yang belum pernah menderita
cacar air atau belum pernah mendapat imunisasi) harus diberikan dua
dosis dengan interval sekurang-kurangnya 28 hari
 Imunisasi varisela dapat diberikan pada setiap orang yang belum
mendapatkan imunisasi atau belum pernah menderita cacar air.
Imunisasi diberikan dua dosis
 Imunisasi dapat diberikan bersamaan vaksin-vaksin lainnya

24
b. Kontraindikasi
 Menderita sakit berat pada saat jadwal imunisasi, maka harus
menunggu sembuh
 Wanita hamil dan tidak boleh hamil dalam waktu 1 bulan setelah
mendapat vaksin cacar air
 Keadaan yang menurunkan kekebalan tubuh
 Menderita HIV/AIDS atau penyakit ain yang mempengaruhi sistem
imun
 Sedang mendapat terapi dengan obat yang mempengaruhi sistem
imun
 Menderita kanker dan sedang menjalani pengobatan
 Baru menerima transfusi darah atau prosuk darah lainnya, imunisasi
perlu ditunda 2 minggu
c. Efek Samping
 Bengkak dan nyeri di daerah suntikkan (pada sekitar 1 dari 5 anak dan
pada 1 dari 3 orang dewasa)
 Demam (pada 1 dari 10 orang)
 Ruam ringan
 Kejang yang disebabkan oleh demam
 Alergi dapat berupa gatal, bengkak, atau sulit bernafas

8. Imunisasi HPV
a. Indikasi
Saat ini, pemberian vaksin HPV di Indonesia disarankan pada remaja
perempuan mulai dari usia 10 tahun ke atas sedangkan di luar negeri
vaksinasi HPV juga disarankan untuk remaja laki-laki. Pada remaja,
biasanya penyuntikan vaksin dilakukan secara intramuskular di deltoid
yaitu otot bahu yang terbesar. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dengan
jadwal pemberian vaksin pada bulan 0, lalu 1 atau 2 bulan setelah
penyuntikan pertama tergantung jenis vaksin (bivalen atau tetravalen), dan
terkahir 6 bulan setelah penyuntikan pertama. Apabila ada jadwal
pemberian vaksin yang terlewat karena sakit atau hal lain maka pemberian

25
vaksin tidak harus diulang dari awal, cukup dengan melengkapi dosis
yang tertinggal tersebut.
Selama ini beberapa kaum masyarakat beranggapan bahwa vaksinasi
HPV pada anak-anak tidak perlu diberikan karena pada usia tersebut
hubungan seksual belum dilakukan. Namun, sebenarnya vaksin HPV
justru harus diberikan sebelum seseorang berhubungan seksual. Akan
terlambat jika vaksin HPV baru diberikan saat seseorang sudah melakukan
hubungan seksual, karena bisa saja orang tersebut sudah terinfeksi HPV.
Selain belum aktif berhubungan seksual, pemberian vaksin HPV saat
anak-anak memiliki manfaat lain yaitu pemberian vaksin hanya
membutuhkan 2 dosis untuk usia 10-13 tahun, sedangkan untuk usia 16-18
tahun atau remaja akhir pemberian vaksin membutuhkan 3 dosis.
Berdasarkan penelitian, pemberian vaksin HPV 2 dosis pada usia 10-13
tahun terbukti membentuk kadar antibodi yang tidak lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian 3 dosis pada usia 16-18 tahun. Perlu
diketahui harga vaksin HPV masih cukup mahal sehingga pemberian 2
dosis merupakan suatu solusi yang efisien.
b. Kontraindikasi
 Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi
diberikan setelah persalinan.
 Sedangkan pada ibu
 menyusui vaksinasi belum direkomendasikan.
 Hipersensitivitas.
c. Efek Samping
Efek samping yang terjadi setelah pemberian vaksin ini pada
umumnya ringan, berupa nyeri dan kemerahan pada daerah bekas
suntikan. Efek samping yang berat yang tidak umum tapi bisa terjadi yaitu
pingsan dan pembekuan darah balik. Untuk menghindari pingsan,
duduklah selama minimal 15 menit setelah pemberian vaksin. Pembekuan
darah balik biasanya terjadi pada pasien yang mengonsumsi obat
kontrasepsi oral.
Wanita hamil tidak boleh menggunakan vaksin ini karena sampai saat
ini belum ada penelitian yang jelas mengenai efek samping vaksin ini

26
pada kehamilan. Vaksin ini juga tidak boleh diberikan jika Anda memiliki
riwayat alergi terhadap komponen-komponen yang ada dalam vaksin ini
(seperti lateks atau yeast). Bila sedang menderita sakit sedang maupun
berat, pemberian vaksin ini sebaiknya ditunda sampai sehat benar.

9. Imunisasi Hib
a. Indikasi
 Vaksin Hib diberikan 3 atau 4 dosis, tergantung dari umur anak
 Vaksin Hib dapat mencegah penyakit Hib. Sejka vaksin mulai
digunakan, jumlah kasus penyakit Hib menurun lebih dari 99%
 Imunisasi Hib direkomendasikan pada umur 2,4,6 bulan dan diulang
pada umur 12-15 bulan
 Vaksin Hib aman dan dapat diberikan sebagai bagian dari vaksin
kombinasi yang disatukan menadi satu suntikkan. Anak yang berusia
lebih dari 5 tahun tidak membutuhkan vaksin Hib, kecuali bila anak
atau orang dewasa akan menjalani penganngkatan limpa atau setelah
transplantasi sumsum tulang
b. Kontraindikasi
Vaksin Hib tidak boleh diberikan pada bayi yang berusia kurang dari
6 minggu
c. Efek Samping
Efek samping vaksin Hib ringan dan dapat menghilang dengan
sendirinya. Kebanyakan orang yang mendapat vaksin Hib tidak
mengalami efek samping sama sekali. Efek samping serius sangat jarang.

Efek samping yang dapat terjadi stelah pemberian vaksin Hib adalah:
 Kemerahan, rasa panas, atau bengkak pada lokasi suntikan
 Demam
Efek samping yang ringanini dapat terjadi segera setelah vaksin
disuntikkan dan berlangsung selama 2-3 hari.

27
2.5 Penanganan Efek Samping
A. Vaksin
1. Reaksi Lokal Ringan
a. Gejala
 Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan < 1 cm
 Timbul <48 jam setelah imunisasi.
b. Tindakan
Kompres hangat, jika nyeri mengganggu beri parasetamol 10 mg/kg
BB/kali pemberian. < 6 bulan: 60 mg/kali pemberian, 6–12 bl:90 mg/kali
pemberian, 1–3 tahun: 120 mg/ kali pemberian.
c. Keterangan
Pengobatan dapat dilakukan oleh guru UKS atau orangtua. Berikan
pengertian kepada ibu/keluarga bahwa hal ini dapat sembuh sendiri
walaupun tanpa obat.

2. Reaksi Lokal Berat (jarang terjadi)


a. Gejala
 Eritema/indurasi >8 cm
 Nyeri
 Bengkak dan manifestasi sistemis.
b. Tindakan
 Kompres hangat
 Parasetamol.
c. Keterangan
Jika ada perubahan, hubungi puskesmas.

3. Reaksia Arthus
a. Gejala
 Nyeri, bengkak, indurasi dan edema.
 Terjadi reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi yang masih
tinggi.
 Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12–36 jam setelah imunisasi.
b. Tindakan

28
 Kompres hangat
 Parasetamol.
4. Reaksi Umum
a. Gejala
 Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, dan menggigil.
b. Tindakan
 Berikan minum hangat dan selimut
 Parasetamol.
5. Kolaps/ keadaan seperti syok.
a. Gejala
 Episode hipotonik-hiporesponsif.
 Anak tetap sadar, tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan.
 Pada pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap
dalam batas normal.
b. Tindakan
 Rangsangan dengan wewangian atau bau-bauan yang merangsang.
 Apabila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit, segera rujuk ke
puskesmas terdekat.
6. Reaksi Khusus: Sindrom Guillain-Barre (jarang terjadi).
a. Gejala
 Lumpuh layu, asendens (menjalar ke atas), biasanya tungkai, ataksia,
penurunan refleksi tendon, gangguan menelan dan pernafasan,
parestasi, meningismus, tidak demam, peningkatan protein dalam
cairan serebrospinal tanpa pleositosis.
 Terjadi antara 5 hari s.d. 6 minggu setelah imunisasi, perjalanan
penyakit dari 1 s.d. 3–4 hari, prognosis umumnya baik.
b. Tindakan
 Rujuk ke rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut.
c. Keterangan
 Perlu untuk survei AFP.
7. Nyeri brakialis (neuropati pleksus brakialis).
a. Gejala
 Nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas.
29
 Terjadi 7 jam s.d. 3 minggu setelah imunisasi.
b. Tindakan
 Parasetamol.
 Apabila gejala menetap rujuk ke rumah sakit untuk fisioterapi.
8. Syok anafilaktis
a. Gejala
 Terjadi mendadak, gejala klasik: kemerahan merata, edema, urtikaria,
sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi, jantung berdebar
kencang, tekanan darah menurun, anak pingsan/tidak sadar, dapat
pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan
tanpa didahului oleh gejala lain.
b. Tindakan
 Suntikan adrenalin 1:1.000 dosis 0,1–0,3 ml,sk/im, jika pasien
membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1
ampul) secar intravena/intramuskuler.
 Segera pasang infus NaCl 0,9%, rujuk ke rumah sakit terdekat.

B. Tata Laksana Program


1. Abses Dingin
a. Gejala
 Bengkak dan keras, nyeri daerah bekas suntikan, terjadi karena vaksin
disuntikkan masih dingin.
b. Tindakan
 Kompres hangat
 Parasetamol.
c. Keterangan
 Jika tidak ada perubahan, hubungi puskesmas terdekat
2. Pembengkakkan
a. Gejala
 Bengkak di sekitar suntikan, terjadi karena penyuntikan kurang
dalam.
b. Tindakan
 Kompres hangat.

30
c. Keterangan
 Jika tidak ada perubahan, hubungi puskesmas terdekat.
3. Sepsis
a. Gejala
 Bengkak di sekitar bekas suntikan, demam, terjadi karena jarum
suntik tidak steril.
 Gejala timbul 1 minggu atau lebih setelah penyuntikan.
b. Tindakan
 Kompres hangat, parasetamol, rujuk ke rumah sakit terdekat.
4. Tetanus
a. Gejala
 Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar.
b. Tindakan
 Rujuk ke rumah sakit terdekat
5. Kelumpuhan/Kelemahan otot
a. Gejala
 Lengan sebelah (daerah yang disuntik) tidak bisa digerakkan, terjadi
karena daerah penyuntikan salah.
b. Tindakan
 Rujuk untuk difisoterapi

C. Faktor Penerima/Penjamu
1. Alergi
a. Gejala
 Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak nafas, eritema, papula,
terasa gatal, tekanan darah menurun.
b. Tindakan
 Suntikkan dexametason 1 ampul im/iv, jika berlanjut pasang infus
NaCl 0,9%.
c. Keterangan
 Tanyakan kepada orangtua, adakah penyakit alergi.
2. Faktor Psikologis
a. Gejala

31
 Ketakutan, berteriak, pingsan.
b. Tindakan
 Tenangkan penderita.
 Beri minum air hangat, beri wewangian/ alkohol, setelah sadar beri
minum air teh manis hangat.
c. Keterangan
 Sebelum penyuntikan, guru sekolah dapat memberikan pengertian dan
menenangkan murid.
 Apabila berlanjut, hubungi Puskesmas.

D. Koinsiden (faktor kebetulan)


a. Gejala
 Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu
imunisasi.
 Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut di atas atau bentuk
lain.
b. Tindakan
 Tangani penderita sesuai gejala.
 Cari informasi di sekitar anak, apakah ada kasus lain yang mirip, tetapi
anak tidak diimunisasi.
 Kirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut

32
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Imunisasi merupakan bagian dari bentuk pencegahan terhadap peyakit dengan
memberikan vaksin. Program imunisasi dimulai sejak usia bayi hinggan masuk usia
sekolah. Melalui program ini, anak akan diberikan vaksin yang berisi jenis bakteri atau
virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dinonaktifkan guna merangsang sistem imun
dan membentuk antibodi di dalam tubuh mereka.
Banyak jenis imunisasi yang bisa diberikan sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan. Imunisasi harus diberikan untuk bisa menciptakan generasi emas untuk
kemajuan bangsa Indonesia. Jika generasi emas telah bisa dipersiapkan dengan baik,
maka kemajuan bangsa Indonesia dapat kita raih.

33
DAFTAR PUSTAKA

 Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No


16611/Menkes/SK/XI/205 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Dirjen
PP & PL Depkes RI.
 mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public.
 http://rumahvaksinasigrogol.org/wp-content/uploads/2014/11/IVO-Rotavirus.pdf
 http://digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY-Books-702-
LayoutBukuAjarImunisasi06102015small.pdf
 www.mediskus.com
 www.alodokter.com
 www.organisasi.org › Artikel › ID › Kesehatan
 www.medkes.com › Infeksi Masa Kanak-kanak › Parenting
 www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-imunisasi-dasar-campak-bcg.html
 Nur, Wafi Muslihatun. 2010. Asuhan neonates, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit
Fitramaya

34

Anda mungkin juga menyukai