Anda di halaman 1dari 3

1.

Strategi Mitigasi
Identifikasi awal inkompakbilitas pada bahan tambahan atau cemaran pada obat
dengan memperhatikan proses cara pengerjaan. Pemilihan bahan tambahan yang
menunjukkan ketidaksesuaian dalam kompatibilitas pada zat aktif atau mengganggu
stabilitas sebaiknya dihindari kecuali pengganti yang sesuai tidak tersedia. Beberapa
strategi mitigasi lain, seperti memodifikasi ukuran kristal API, komposisi formulasi, proses
manufaktur, dan kondisi pengemasan / penyimpanan dapat diterapkan.
2. Mengubah ukuran rasio API
Degradasi kimia obat dalam suatu produk dapat dipengaruhi oleh bentuk API dan
karakteristik bubuk. Contohnya bentuk garam mesilat dari DMP 754 memiliki stabilitas
yang lebih baik daripada garam asetat dalam bentuk sediaan tablet. Cara untuk mengurangi
ketidakstabilan hidrolitik dari DMP 754 adalah penggabungan memodifikasi pH. Contoh
lainnya seperti menurunkan pH dalam larutan oral akan mengurangi reaktivitas nitrogen
piperazine, sehingga mengurangi reaksi obat dengan pengotor hidrogen peroksida untuk
membentuk degradasi N-oksida.
Pengaruh karakteristik bubuk pada stabilitas produk obat dapat dilihat dalam reaksi
solid-state yang bergantung pada permukaan partikel obat yang terbuka. Hal ini dapat
dilihat dari seberapa besar serbuk amorf yang dihasilkan, serta pada konsentrasi berapa
suatu serbuk dapat meningkatkan reaktivitas. Dengan demikian, tablet hidroklorida
metoklopramid yang memiliki ketiga jenis laktosa (anhidrat, monohidrat, dan amorf)
memiliki tingkat reaksi Maillard lebih tinggi daripada campuran fisik masing-masing
bubuk. Oleh karena itu, pemilihan ukuran partikel obat yang tepat dapat mempengaruhi
stabilitas produk obat. Selain itu, reaksi permukaan yang bergantung pada paparan dari
gugus fungsi reaktif yang dipengaruhi oleh bentuk polimorfik API.
3. Antioksidan dan Stabilisator Lainnya dalam Eksipien dan Formulasi Produk Obat
Oksidasi selama proses pembuatan dan penyimpanan sering menghasilkan pengotor
eksipien yang bersifat reaktif. Misalnya, pembentukan asam format dari PEG
menggunakan penambahan antioksidan dalam eksipien (seperti BHT dalam PEG) sebagai
stabilisasi umum suatu produk obat.
Reaksi oksidasi radikal bebas melibatkan logam berat, peroksida, atau oksigen yang
bersamaan dipengaruhi tekanan lingkungan seperti panas atau cahaya. Reaksi-reaksi ini
dapat diakhiri oleh reaksi biomolekuler dari satu radikal bebas dengan radikal bebas
lainnya atau sistem konjugasi stabil, yang dapat menghasilkan produk yang relatif tidak
reaktif.
Reaksi degradasi oksidatif berperan dalam menstabilkan radikal bebas dengan cara
menghambat fase inisiasi atau propagasi. Salah satu pendekatan stabilisasi yang biasa
digunakan dalam formulasi produk obat dari senyawa yang rentan adalah dengan
menggunakan antioksidan.
Berdasarkan mekanisme aksi, antioksidan dapat bertindak sebagai:
a. Inisiasi inhibitor: Antioksidan dapat bereaksi dengan menghilangkan pengotor reaktif
yang dapat bertindak sebagai inisiator katalitik reaksi radikal bebas, seperti
peroksida. Antioksidan juga dapat bereaksi dengan mengakhiri reaksi, sehingga
mencegah jalur reaksi kaskade. Antioksidan tersebut dapat termasuk etilena diamina
tetra asetat (EDTA), yang bertindak sebagai agen pengkhelat logam berat.
b. Terminator radikal bebas: Beberapa antioksidan, seperti BHA dan BHT, dapat
bereaksi dengan radikal bebas untuk menghambat fase propagasi dari reaksi berantai
radikal bebas.
c. Antioksidan sebagai agen pereduksi: Antioksidan dapat memiliki potensi redoks
yang lebih rendah daripada substrat yang mengalami oksidasi dalam formulasi.
Antioksidan dapat bertindak sebagai agen pereduksi sehingga melindungi substrat
oleh reaktivitas kompetitif. Asam askorbat, tiol, dan polyphenol dapat bertindak
sebagai agen pereduksi.
Misalnya, α-tokoferol lebih efektif daripada BHA, yang pada gilirannya, lebih efektif
daripada propil gallate dalam mencegah degradasi oksidatif lovastatin dalam larutan berair.
Selain antioksidan, pembentukan kompleks nonkovalen antara obat dan eksipien
dapat menstabilkan obat. Misalnya, hidrolisis benzocaine, prokain, tetracaine, riboflavin,
dan fenil benzoat dalam larutan berair dapat dihambat oleh kompleksasi dengan kafein.
Pembentukan struktur kompleks oleh molekul kafein akan menghambat akses pelarut ke
tempat reaksi pada molekul obat, yang diaplikasikan sebagai mekanisme perlindungan.
Efek perlindungan yang sama sering ditemukan saat penggunaan siklodekstrin dalam
kasus di mana siklodekstrin membentuk kompleks inklusi dengan obat dan menghalangi
akses pelarut ke tempat reaktif pada molekul. Dengan demikian, prostaglandin dan
prostasiklin dapat distabilkan dalam larutan dan keadaan padat oleh kompleksasi dengan
siklodekstrin. Namun perlu diperhatikan, kompleksasi siklodekstrin juga dapat
meningkatkan degradasi obat.
Stabilisator lain yang dapat digunakan dalam formulasi produk obat yaitu modifikasi
pH yang mampu mempengaruhi pH mikro-lingkungan disekitar partikel obat. Sebagai
contoh, senyawa ester sangat sensitif terhadap degradasi hidrolitik dalam bentuk sediaan
padat, terutama ketika diproduksi oleh proses granulasi basah. Oleh karena itu, proses
granulasi basah umumnya tidak disukai untuk formulasi senyawa ester kecuali laju
hidrolisis dapat dikontrol menggunakan modifikasi pH mikro-lingkungan. Dengan
demikian, ester prodrug dapat distabilkan oleh modulasi pH dalam bentuk sediaan yang
diformulasikan dengan granulasi basah daripada dengan granulasi kering. Hal ini dikaitkan
dengan distribusi modifikasi pH yang lebih seragam dalam formulasi granulasi basah.
Sebagai contoh, modifikasi pH mengurangi tingkat degradasi obat asam asetilsalisilat
dalam formulasi granulasi basah.

Anda mungkin juga menyukai