Anda di halaman 1dari 13

1.

1 Pengertian Berpikir
Menurut Walgito (2010) berpikir adalah aktivitas mental, aktivitas
kognitif yang berwujud mengolah atau memanipulasi informasi dari
lingkungan dengan symbol atau materi yang disimpan dalam
ingatannya khususnya yang ada dalam long term memory.
Sudut pandang behaviorisme khususnya fungsionalis akan
memandang berpikir itu sebagai penguatan antara stimulus dan
respons. Demikian juga sudut pandang kaum asosiasionis
memandang berpikir sebagai asosiasi antara tanggapan atau
bayangan yang satu dengan yang lainnya yang saling berhubungan.
Salah satu sifat dari berpikir adalah goal directed yaitu berpikir
tentang sesuatu, untuk memperoleh penyelesaian masalah atau
untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Berpikir juga dapat
dipandang sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang ada
(starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position)
atau goal state. Dapat dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan
proses kognitif yang berlangsung antara stimulus dan respons.
Sujanto (2012) menyatakan berpikir adalah gejala jiwa yang
dapat menetapkan hubungan-hubungan antara yang satu dengan
yang lainnya. Berpikir adalah suatu proses dialektis, artinya selama
berpikir, pikiran mengadakan Tanya jawab dengan diri kita. Purwanto
(2012) menyatakan berpikir adalah perilaku yang menggunakan ide
yaitu suatu proses simbolis.
Jadi berpikir adalah suatu aktivitas mengolah atau pemrosesan
suatu informasi karena suatu rasa keingintahuan sampai adanya
penyelesaian masalah (finishing position) atau goal state atau
sampai adanya suatu kesimpulan.

1
1.2 Perkembangan Kognitif
Dalam mempelajari dan memahami hakekat berpikir tingkat tinggi,
ada dua pendekatan teoritik, yaitu pendekatan perkembangan dan
pendekatan definisional. Teori-teori yang menggunakan pendekatan
perkembangan adalah teori Piaget, Vygotsky, Bloom dan teori
novice-expert. Teori-teori ini berasumsi bahwa, terdapat sebuah
kontinum kemampuan berpikir yang merentang dari bentuk yang
paling sederhana ke bentuk yang tinggi, seseorang sampai
menguasai suatu bentuk berpikir yang lebih tinggi. Sebaliknya, teori-
teori dengan pendekatan definisonal berasumsi bahwa seseorang
pada semua level dapat mencapai kemampuan berpikir tinggi.
Piaget berpendapat bahwa dengan bertambahnya usia dan
pengalaman, kemampuan berpikir anak-anak meningkat semakin
abstrak dan logis, mereka dapat mengklasifikasi segala sesuatu
secara tepat dan dapat menyusunnya. Piaget membagi
perkembangan kognitif dalam empat fase. Fase pertama adalah fase
sensorismotoris (0-2 tahun/0-18 bulan). Pada fase ini seorang anak
memperoleh pengetahuan melalui aktivitas tertentu, contohnya bayi
bisa melihat suatu benda, maka ia akan meraba, memasukkannya
ke mulut untuk mengetahui jenis apakah benda itu halus, keras,
manis, dan sebagainya. Anak sampai usia 8 bulan belum
mempunyai konsep bahwa benda itu tetap/permanen, benda itu ada
bila anak bisa memegang dan melihatnya. Melalui proses aksi dan
interaksi, asimilasi dan akomodasi, maka anak mengetahui bahwa
benda itu tetap ada di dalam ruang dan waktu, walaupun tidak bisa
melihat dan memegang. Fase kedua adalah fase preoperasional (2-7
tahun/18 bulan-6 tahu). Pada fase ini anak berpikir didasari oleh
presepsi dan cara berpikir yang masih egosentris. Selain itu anak
belum mengenal konsep invariance benda., bila anak diperlihatkan
sebuah buku yang memiliki dua gambar yang berbeda pada

2
sampulnya, misalnya gambar anjing dan kucing, maka saat ditanya
gambar apa yang dilihat oleh orang di seberangnya, maka anak akan
mengatakan orang tersebut melihat gambar yang sama seperti yang
dilihatnya. Ini menunjukkan bahwa cara berpikir anak masih
egosentris. Fase ketiga adalah fase konkrit Operasional (7-11
tahun/6-12 tahun). Pada fase ini anak sudah mampu melakukan
reversible operation, sudah mengenal konsep invariance, dan sudah
mengenal konsep serration/rangkaian. Contohnya anak sudah bisa
disuruh menyusun balok-balok dengan ukuran berbeda dari yang
paling kecil sampai yang paling besar yang dilakukannya tanpa
mencoba-salah. Pada fase ini anak sudah mengerti hubungan antara
elemen yang satu dengan elemen lainnya pada saat bersamaan.
Periode ini disebut concrete operational karena anak membutuhkan
objek yang konkrit agar bisa berpikir secara logis, bila anak harus
menyelesaikan masalah secara verbal maka ia akan menemukan
kesulitan. Fase keempat adalah fase formal Operasional (11-12
tahun dan selanjutnya). Ciri fase ini adalah anak sudah bisa berpikir
secara abstrak tanpa melihat situasi konkrit. Anak mampu
menghadapi persoalan yang sifatnya hipotesis, ia mengerti dan
dapat menggunakan kemungkinan yang ada, ia mampu mengatasi
masalah yang lebih kompleks yang membutuhkan logika dan
penalaran.
Teori Vygotsky memiliki kesamaan dengan Piaget dalam hal
perkembangan berpikir. Akan tetapi Vygotsky mendefinisikan berpikir
tingkat tinggi sebagai tingkat berpikir yang mengandung empat
syarat, yaitu : ada perubahan control dari lingkungan ke individu
(other-regulation to self-regulation), individu memiliki kesadaran
untuk mengakses aktivitas kognitifnya, aktivitas kognitif tersebut
memiliki sumber social dan individu menggunakan symbol-simbol
atau tanda-tanda untuk memerantarai aktivitas kognitif tersebut.

3
Dalam kaitannya dengan perkembangan berpikir, Bloom
menggambarkan enam level pengetahuan yang terkenal dengan
taksonomi Bloom, yaitu : Level pengetahuan (knowledge), yaitu
mengetahui informasi hanya dengan cara asosiatif atau rote-
learning. Level pemahaman (comprehension), yaitu memahami
informasi secara lebih mendalam dan elaborative. Level aplikasi,
yaitu mengambil definisi-definisi, rumus-rumus, prinsip-prinsip dan
sebagainya dan menggunakannya untuk mengidentifikasi hal-hal
yang ada dalam realita dan memecahkan masalah yang ada. Level
analisis, yaitu membagi informasi yang kompleks ke dalam bagian
komponen dan melihat bagaimana bagian tersebut saling
berhubungan. Level sintesa yaitu mengelompokkan/menyatukan
kembali sesuatu yang telah diuraikan dan yang terakhir level
evaluasi yaitu menilai sesuatu yang ada.

1.3 Cara Penarikan Kesimpulan


Tujuan bepikir adalah mencari penyelesaian masalah yang
dihadapi. Berdasarkan data yang ada ditariklah kesimpulan sebagai
pendapat akhir atas data atau pendapat-pendapat yang mendahului
(Walgito, 2010). Dalam penarikan kesimpulan orang dapat
menempuh bermacam-macam cara. Kesimpulan yang ditarik atas
dasar analogy yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar adanya
kesamaan dari suatu keadaan atau peristiwa dengan keadaan atau
peristiwa yang lain. Kesimpulan ini ditarik dari hal yang khusus ke
khusus. Contohnya, suatu hari seorang anak melihat kulit rambutan
di halaman rumahnya dan ternayat nenek datang dari desa. Lain
waktu anak melihat kulit rambutan di halaman rumahnya, ternyata
nenek datang lagi. Berdasarkan kejadian itu sewaktu anak datang
dari sekolah dan melihat kulit rambutan di halaman rumah, anak
mengambil kesimpulan nenek datang. Kesimpulan ini ditarik karena

4
adanya kesamaan atau adanya analogy dari peristiwa yang satu
dengan peristiwa yang lain. Kesimpulan yang ditarik atas dasar rasa
induktif yaitu kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa menuju hal
yang bersifat umum. Misalnya besi yang dipanaskan mengembang,
seng dipanaskan mengembang, tembaga dipanaskan mengembang.
Atas dasar peristiwa tersebut ditariklah kesimpulan yang bersifat
umum yaitu bahwa logam apabila dipanasi mengembang.
Kesimpulan yang ditarik atas dasar deduktif yaitu kesimpulan yang
ditarik atas hal umum ke hal yang bersifat khusus terhadap suatu
peristiwa. Satu diantaranya bentuk penarikan secara deduktif adalah
silogisme, penarikan kesimpulan secara silogisme merupakan
penarikan kesimpulan yang tidak langsung atau menggunakan
perantara tengah (middle term). Misalnya S mempunyai hubungan
tertentu dengan P, dan S merupakan subjek dan P merupakan
predikat. M merupakan term tengah harus berhubungan sedemikian
rupa sehingga M menjadi jembatan antara S dan P. Secara skematis
:
M-----P
S------M, maka akan dapat disimpulkan S---P

Dari contoh diatas dapat dikemukakan bahwa pada silogisme


didapati adanya tiga pendapat yaitu (1) pendapat pertama yang
mengandung pengertian umum yang disebut dengan premis mayor,
(2) pendapat kedua yang mengandung pengertian khusus yang
disebut premis minor, dan (3) pendapat ketiga adalah pendapat
terakhir yang merupakan kesimpulan.
Jadi dalam silogisme didapati adanya premis mayor, minor dan
kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik dalam silogisme berdasarkan
premis mayor dan minor. Karena itu dalam silogisme apabila
premisnya salah, maka kesimpulannya juga akan salah.

5
1.4 Kelainan/Gangguan Berpikir
Maramis (2005) berpendapat bahwa proses berpikir itu meliputi
proses pertimbangan (judgement), pemahaman (comprehension),
ingatan serta penalaran (reasoning). Proses berpikir yang normal
mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah pada
tujuan dan yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan
yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang berorientasi
pada kenyataan. Berbagai macam factor mempengaruhi proses
berpikir yaitu factor somatic (gangguan otak, kelelahan), factor
psikologik (gangguan emosi, psikosa) dan factor social (kegaduhan
dan keadaan social yang lain) yang sangat mempengaruhi perhatian
dan konsentrasi. Terdapat tiga aspek proses berpikir yaitu bentuk
pikir, arus pikir dan isi pikir, ditambah dengan pertimbangan.
Gangguan bentuk pikir dalam kategori ini termasuk semua
penyimpanan dan pemikiran rasional, logic dan terarah kepada
tujuan. Dereisme atau pikiran dereistik bertitik berat pada tidak
adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan
pengalaman yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai
dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman.
Contohnya seorang kepala kantor pemerintah mengatakan “Seorang
pegawai negeri dan warga negara yang baik harus kebal korupsi,
walaupun gajinya tidak cukup, keluarganya menderita, bila tidak
tahan, silakan keluar…”, atau seorang lain lagi mengatakan “kita
harus memberantas perjudian dan pelacuran karena hal itu
merupakan “exploitation de I’homme par I’homme”; adalah “homo
homini lupus” adalah “machiavellisme”’; karena kita harus mengikis
habis segala bentuknya tanpa kecuali…”. Pikiran otistik menandakan
bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam pasien itu
sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi.

6
Caraberpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang
tak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, hidup dalam
alam pikirannya sendiri. Kadang-kadang istilah ini dipakai juga untuk
dereistik. Bentuk pikiran yang non realistic yaitu bentuk pikiran yang
sama sekali tidak berdasarkan kenyataan, misalnya menyelidiki
sesuatu yang spektakuler/revolusioner bila ditemui, mengambil
kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
Gangguan arus pikir yaitu, tentang cara dan lajunya proses
asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam berbagai jenisnya.
Perserverasi yaitu berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran
atau tema secara berlebihan, contohnya, “Besok saya pulang, ya
saya sudah kangen rumah, besok saya sudah berada di rumah,
sudah makan enak di rumah sendiri, satu hari lagi saya nanti sudah
bisa tidur di rumah, besok ayah akan datang mengambil saya
pulang…”. Asosiasi longgar, yaitu mengatakan hal-hal yang tidak
ada hubungannya satu sama lainnya, contohnya, “Saya mau makan,
semua orang dapat berjalan”, bila extrim, maka akan terjadi
inkoherensi. Asosiasi yang sangat longgar dapat dilihat dari ucapan
seorang penderita contohnya, “… saya yang menjalankan mobil kita
harus membikin tenaga nuklir dan harus minum es krim…”.
Inkoberensi yaitu gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu
kalimatnya sudah sukar ditangkap atau diikuti secara incoherent.
Inkoheransi itu boleh dikatakan asosiasi yang longgar secara extrim,
contohnya, “Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian lengkap
untuk anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan
suami jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”. Kecepatan
bicara untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau
sangat cepat. Benturan (“blocking”) adalah jalan pikiran tiba-tiba
berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Logorea yaitu
banyak bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa control,

7
mungkin koheren ataupun inkohern. Pikiran melayang (“flight of
ideas”) yaitu perubahan yang mendadak lagi cepat dalam
pembicaraan, sehingga suatu idea yang belum selesai diceritakan
sudah disusul oleh indera yang lain, contohnya seorang pasien
bercerita, “waktu saya datang ke rumah sakit kakak saya baru
mendapat rebowes, lalu untung saya pakai kemeja biru, sehingga
pak dokter menanyakan bila sudah makan…”. Asosiasi bunyi (“clang
association”), yaitu mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, contohnya, “Saya mau makan di Tarakan, seakan-
akan berantakan”. Neologisme yaitu membentuk kata-kata baru yang
tidak dipahami oleh umum, contohnya, “Saya radiltu, semua
partimun”. Irelevansi yaitu isi pikiran atau ucapan yang tidak ada
hubungannya dengan pertanyaan atau dengan (“circumstantiality”)
yaitu menuju secara tidak langsung kepada ide pokok dengan
menambahkan banyak hal yang remeh-remeh yang menjemukan
dan tidak relevan. Main-main dengan kata-kata yaitu, menyajak
(membuat sajak) secara tidak wajar, contohnya: Wahai jagoku yang
tersembunyi, meskipun kau jago, tanpa hatiku sunyi, tanpa kau
hatiku mewangi. Afasi mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti
bicara orang lain) atau motoric (tidak dapat atau sukar berbicara),
sering keuda-duanya sekaligus dan terjadi karena kerusakan otak.
Gangguan isi pikir yaitu dapat terjadi baik pada isi pikiran non-
verbal, maupun pada isi pikiran yang diceritakan, misalnya,
kegembiraan yang luar biasa atau ekstasi (“ecstasy”) dapat timbul
secara mengambang pada orang yang normal selama fase
permulaan narkosa (anestesia umum). Kegembiraan juga
disebabkan oleh barkotika (“feeling high atau fligh”) sebagai logat
para narkotik) atau kadang-kadang timbul sepintas pada skizofrenia
yang mengatakan bahwa isi pikirannya tidak dapat diceritakan.
Fantasi adalah isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang

8
diharapkan atau diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
Fantasi yang kreatif menyiapkan si individu untuk bertindak, fantasi
dalam lamunan merupakan pelarian bagi keinginan yang tidak dapat
dipenuhi. Pada psedologia fantastika (“pseudologia fantastica”)
orang itu percaya akan kebenaran fantasinya secara intermiten dan
selama jangka waktu yang cukup lama untuk bertindak sesuai
fantasinya. Fobi adalah rasa takut yang irasional terhadap suatu
benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh
pasien, walaupun diketahuinya bahwa hal itu irasional. Fobi itu dapat
mengakibatkan kompulsi, contohnya fobi kotor atau fobi kuman
menimbulkan kompulsi cuci tangan. Ini perlu dibedakan dari
kecemasan yang mengambang (“free-floating anxiety”) atau
kecemasan terhadap keadaan umum, misalnya takut akan jatuh
sakit, takut gagal dalam usahanya. Fobi itu bermacam-macam,
diantaranya agorafobi (fobi ruang yang luas), akrofobi (fobi tempat
yang tinggi). Astrafobi (fobi badai, Guntur, kilat), bacteriofobi (fobi
kuman), hematofobi (fobi darah), monofobi (fobi keadaan sendirian),
niktofobi (fobi keadaan gelap), akholofobi (fobi keadaan ramai,
banyak orang), pirofobi (fobi terhadap api), zoofobi (fobi terhadap
binatang). Obsesi adalah isi pikiran yang kukuh (“persistent”) timbul,
walaupun tidak dikehendakinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak
waras atau tidak mungkin. Preokupasi adalah pikiran terpaku hanya
pada sebuah ide saja yang biasanya berhubungan dengan keadaan
yang bernada emosional yang kuat dan dapat menjadi obesi.
Contohnya preokupasi dengan ujian, anak yang sakit, atau
perjalanan yang akan dilakukan. Pikiran yang tak memadai
(“inadequate”) adalah pikiran yang eksentrik, tidak cocok dengan
banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.
Pikiran bunuh diri (“suicidal thoughts/ideation”), mulai dari kadang-
kadang memikirkan hal bunuh diri sampai terus menerus memikirkan

9
bagaimana cara membunuh dirinya. Pikiran hubungan (“ideas of
reference”) pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu
kejadian dihubungkan dengan dirinya, contohnya burung bersiul
dianggapnya sebagai sebuah berita baginya, atau temannya
memakai kemeja yang berwarna merah diartikan bahwa teman itu
sedang marah kepadanya. Rasa tersaing (alienasi) adalah perasaan
bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda, asing, contohnya saat
seseorang merasa berbeda sekali dari orang lain. Pikiran isolasi
social (“social isolation”) adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci,
terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, lebih suka menyendiri. Ini
dibedakan dari “menarik diri” yang menunjukkan perilaku dari
“Isolasi” sebagai mekanisme pembelaan psikologik. Pikiran rendah
diri yaitu merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan
dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah
dilakukannya. Merasa dirugikan oleh orang lain adalah mengira atau
menyangka ada orang lain yang telah merugikannya, sedang
mengambil keuntungan dari dirinya atau sedang mencelakakannya.
Merasa dingin dalam bidang sexual adalah acuh tak acuh tentang
hal sexual, kegairahan sexual berkurang secara umum (hiposexual).
Ini dibedakan dari gangguan potensi sexual dan dari impotensia
frigiditas. Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang
tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan
intelegensi dan latar belakang kebudayaannya walaupun dibuktikan
kemustahilannya. Waham terdiri dari banyak jenis, diantaranya,
waham kejaran, contohnya pasien mengganggunya atau bahwa ia
sedang ditipu, dimata-matai atau kejelekannya sedang dibicarakan
orang banyak. Waham somatic atau hipokhondrik adalah keyakinan
tentang (sebagian) tubuhnya tidak mungkin benar, contoh pasien
yakin ususnya sudah busuk, otaknya sudah cair atau ada waham
mempunyai kekuatan pendidikan, kepandaian atau kekayaan yang

10
luar biasa, contohnya pasien yakin dia adalah Ratu Adil yang dapat
membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
Waham keagamaan adalah waham dengan tema keagamaan.
Waham dosa adalah keyakinan bahwa dia telah berbuat dosa atau
kesalahan yang besar, yang tidak dapat diampuni atau bahwa dia
bertanggung jawab atas suatu kejadian yang tidak baik, misalnya
kecelakaan keluarga, karena pikirannya yang tidak baik. Waham
pengaruh adalah keyakinan bahwa pikirannya, emosi atau
perbuatannya diawasi atau dipenuhi oleh orang lai atau suatu
kekuasaan yang aneh. Waham nihlistik adalah keyakinan bahwa
dunia ini sudah hancur atau bahwa dia sendiri dan orang lain sudah
mati.
Gangguan pertimbangan ada hubungannya dengan keadaan
mental yang menghindari kenyataan yang menyakitkan.
Pertimbangan adalah kemampuan mengevaluasi keadaan serta
langkah yang dapat diambi, alternative yang dapat dipilih, atau
kemampuan menarik kesimpulan yang wajar berdasarkan
pengalaman. Dalam pemilihan alternative mungkin juga orang itu
sering keliru, bimbang atau tidak puas dengan pilihannya. Gangguan
ini dapat timbul dalam keadaan seperti, dalam hubungan keluarga
yaitu dalam keluarga inti atau keluarga luas, contohnya tidak insaf
bahwa perilakunya mengganggu keluarganya. Dalam hubungan
social lain contohnya merasa dirinya dirugikan atau dihalangi secara
terus menerus. Dalam pekerjaan contohnya harapan yang tidak
realistic mengenai pekerjaannya. Dalam rancangan untuk hari
kemudiannya pasien tidak mempunyai rancangan apapun atau
bagaimanakah pertimbangannya tentang rancangan yang ada pada
dirinya.

1.5 Penyelesaian Masalah Secara Kreatif

11
Menurut Walgito (2010) masalah itu muncul apabila ada
perbedaan atau konflik antara keadaan satu dengan yang lainnya
dalam rangka untuk mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan
apabila ada kesenjangan antara das Sein dan das Sollen. Contohnya
adanya problem yang harus diselesaikan oleh siswa yang
mendapatkan tugas dari gurunya. Siswa yang mendapat problem itu
akan berpikir untuk mencari penyelesaiannya. Dapat dikemukakan
bahwa dalam problem solving itu adalah directed, yang mencari
penyelesaian dan dipacu untuk mencapai penyelesaian masalah
tersebut. Dalam masalah berpikir orang akan dapat menemukan
sesuatu yang baru, ini sering berkaitan dengan berpikir kreatif
(creative thinking). Dengan berpikir kreatif orang menciptakan
suasana yang baru, timbulnya hal baru tersebut secara tiba-tiba ini
yang berkaitan dengan insight.
Orang yang berpikir kreatif itu mempunyai beberapa macam sifat
mengenai pribadinya yang merupakan original person, yaitu memilih
fenomena atau keadaan yang kompleks, mempunyai psikodinamika
yang kompleks, dan mempunyai skope pribadi yang luas, dalam
judgment-nya lebih mandiri, dominan dan lebih besar pertahanan diri
(more self-assertive), menolak suppression sebagai mekanisme
control.
Proses penyelesaian masalah secara kreatif yang pertama
adalah menemukan fakta dengan cara mengumpulkan fakta tentang
masalah (divergen), ajukan pertanyaan untuk mendapatkan
informasi (divergen), pilih pertanyaan yang paling penting
(konvergen), tahap yang kedua adalah menemukan masalah,
perluas masalah untuk mendapatkan perspektif lain (divergen),
ikatkan masalah menjadi lebih khusus (divergen), tentukan masalah
yang terpenting (konvergen), tahap yang ketiga adalah menemukan
gagasan, kembangkan ide sebanyak-banyaknya untuk problem

12
solving (divergen), tunggu dan pilih ide/gagasan terbaik (konvergen).
Tahap yang keempat adalah menemukan penyelesaian, tentukan
tolak ukur/kriteria untuk menilai gagasan (divergen), pilih gagasan
dengan nilai terbaik/kombinasikan (konvergen). Tahap yang terakhir
adalah menemukan penerimaan, susun rencana tindakan agar
gagasan terbaik dapat diterima atau dilaksanakan.

13

Anda mungkin juga menyukai