BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian
akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
otak. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi biokimia yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel saraf otak.
Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan
oleh jaringan itu. Aliran darah yang berhenti membuat suplai oksigen dan zat
makanan ke otak berhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi
sebagaimana mestinya. WHO (2010) mendefinisikan stroke adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang
berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Gejala stroke yang muncul sangat bergantung pada bagian otak yang
terganggu, gejala kelemahan sampai kelumpuhan anggota gerak, bibir tidak
simetris, bicara pelo atau tidak dapat berbicara (afasia), nyeri kepala, penurunan
kesadaran, dan gangguan rasa (misalnya kebas di salah satu anggota gerak).
Sedangkan stroke yang menyerang cerebellum akan memberikan gejala pusing
berputar (vertigo). Penyakit stroke sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi
sebagian besar masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh cukup tingginya insidensi
(jumlah kasus baru) kasus stroke yang terjadi di masyarakat. Menurut WHO,
setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar lima juta
menderita kelumpuhan permanen. Di kawasan Asia tenggara terdapat 4,4 juta
orang mengalami stroke (WHO, 2010).
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur
55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari. Disatu sisi, modernisasi akan meningkatkan risiko
stroke karena perubahan pola hidup. Sedangkan disisi lain meningkatnya usia
harapan hidup juga akan meningkatkan risiko terjadinya stroke karena
bertambahnya penduduk usia lanjut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama
setelah terjadinya infark miokard.
2. Stroke trombotik
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil ( termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya thrombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turblensi aliran darah (sehingga meingkatkan
resiko pembentukan thrombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya thrombosis adalah
polisitemia, anemia sickle sel, displasma fibromuskuler dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis
kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang
rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam
masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia,
biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal
dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
7
bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitrit oksida /NO), yang akan
merombak molekul di dalam membrane sel, sehingga membrane sel akan bocor
dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah
Thrombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak udara, dan bekuan darah
oklusi
Perfusi jaringan
cerebral↓
Iskemia
Hipoksia
v
Asam laktat ↑ Pompa Na & K gagal kesdaran ↓
Na & K influks
Retensi cairan
Oedema serebral
2.6. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisist neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan iskemik meskipun gejala seprti
mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering
menjadi stroke hemogragik. Beberapa gejala umum yang terajadi pada
stroke meliputi hemiparese, monopaarese, atau quadriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia disartria, vertigo,
afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala tersebut
dapat muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari
gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainana tidak
didapatkan hingga pasien bangun.
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke
Terdapat beberapa elainana yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriiksaan fisik mencakup pemeriksaan kepala dan leher, untuk
mencari trauma,infeksi, dan iritasi meningen. Pemeriksaan juga
dilakukan uuntuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
12
c. Pemeriksaan neurologis
Tujuan utamanya adalah mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang dimiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, sampai reflek
patologis. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahi.
2. Gambaran Radiologi
a. CT-Scan kepala non kontras
Modalitas ini digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke iskemik secara tepat karena pasien stroke iskemik
memerlukan pemberian trombolitik segera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
13
B. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam) perubahan gambaran CT-scan non kontras
akibat iskemi semakin jelas. Hilangnya substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dann
hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang
tersumbat makin jelas pada fase ini.
C. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Contoh obatnya : citicolin,
cinnatrizine,flunatrizine,ergotamine
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada
tindakan rehabilitatif penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakkan penyebab kecacatan pada usia >45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi,
terapi wicara, dan psikoterapi.
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke antara lain:
22
- Pengobatan hipertensi
- Mengobati diabetes melitus
- Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
- Berolahraga secara teratur