Anda di halaman 1dari 13

Asuhan Keperawatan Bronkitis

by Dhika Novia Prameswari 09.17 0 komentar

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS


I. DEFINISI
 Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan
tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah,
2007).
 Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga
minggu (Samer Qarah, 2007).
 Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan
dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
 Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2,
1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna.
Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung
atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
 Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam
waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total
tanpa masalah yang lain.
 Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam
jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti
menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga
tahunan.
II. ETIOLOGI
1. Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting. Peningkatan
resiko mortalitas akibat bronkitis hampir berbanding lurus dengan jumlah rokok
yang dihisap setiap hari (Rubenstein, et al., 2007).
2. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren
karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang
dapat juga menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie dan organisme lain seperti Mycoplasma pneumonia.
4. Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5%
pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein
alfa-1 antitripsin ini memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan
alveoli oleh neutrofil elastase (Rubenstein, et al., 2007).
5. Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan lingkungan
industri banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin, hidrogen sufilda,
sulfur dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
6. Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada
penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah.

Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat
tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
III. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan
awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan
mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi
sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua
tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non
infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan
napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga
meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus
akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah)
sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial
meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan
mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan
kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi
bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan
ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi
juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan
CHF (Congestive Heart Failure).
IV. TANDA DAN GEJALA
Gejalanya berupa:
 Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul
siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya
jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau
bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat
berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum
jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak
( celluler debris ).
 Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen
dan kental.
 Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda –
tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat
infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang
menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat
adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi
kelainannya
 sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
 sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
 bengek
 lelah
 pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
 wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
 pipi tampak kemerahan
 sakit kepala
 gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna
putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau
hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang
terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu.
Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi,
terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
  Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi
paruUntuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi. TLC : Meningkat. Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC :
Rasio volume meningkat. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH
Normal. BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,
pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial, peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF
VI. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi
pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) ,
cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi
haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da
luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran
hati dan limpa serta proteinurea.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya
tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada
penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin.
Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumoniae. Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus,
tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
 Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
 Mencegah / menghentikan rokok
 Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai
berikut :
 Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 –
20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan
dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan
punggung jari.
 Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya.Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
 Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar
infeksi tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
 Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya
digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic
antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara
empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak
pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi
infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan
beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna
kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila
berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama
pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat
permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain:
o Menentukan dari mana asal secret
o Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
o Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
 Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
mebahayakan pasien.
 Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1
< 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
 Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
 Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari
berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan
walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
 Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-
lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan
obat antipiretik.
 Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
o Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu
dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe
dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan
operasi.
o Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan
koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
o Syarat-ayarat operasi.
- Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
- Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis
kronik.
o Cara operasi.
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi,
yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi.
Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat
darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi
syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
o Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.
VIII. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
 Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari–hari,Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
 Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi.
 Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
 Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan untuk
makan, Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, Penurunan berat badan,
palpitasi abdomen.
 Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
 Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3
bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, Penggunaan otot bantu pernafasan,
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, Bunyi nafas ronchi, Perkusi
hyperresonan pada area paru, Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu
– abu keseluruhan.
 Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, Adanya/berulangnya
infeksi.
 Seksualitas
Gejala : Penurunan libido.
 Interaksi sosial.
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang
dekat, Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
f. Intervensi
1. Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.

Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi nafas. Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat dimanifestasikan dengan
adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Tachipnoe biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama / adanya proses
infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas Memberikan cara untuk mengatasi
abdomen atau bibir dan mengontrol dispoe dan
menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk Batuk dapat menetap tetapi tidak
efektif, khususnya pada lansia,
penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan Hidrasi membantu menurunkan
sampai 3000 ml/hari kekentalan sekret mempermudah
pengeluaran.
2. Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat
pernafasan. distress pernafasan dan kronisnya
proses penyakit.

Tinggikan kepala tempat tidur, Pengiriman oksigen dapat diperbaiki


dorong nafas dalam. dengan posisi duduk tinggi dan
latihan nafas untuk menurunkan
kolaps jalan nafas, dispenea dan
kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas. Bunyi nafas makin redup karena
penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.

Awasi tanda vital dan irama Takikardia, disritmia dan perubahan


jantung tekanan darah dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Awasi GDA PaCO2 biasanya meningkat, dan
PaO2 menurun sehingga hipoksia
terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai Dapat memperbaiki/mencegah
dengan indikasi hasil GDA buruknya hipoksia.
3. Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.

Intervensi Rasional
Ajarkan pasien pernafasan Membantu pasien
diafragmatik dan pernafasan bibir memperpanjang waktu ekspirasi.
Dengan teknik ini pasien akan
bernafas lebih efisien dan
efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi memungkinkan pasien untuk
aktivitas dan periode istirahat melakukan aktivitas tanpa
distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan menguatkan dan
pelatihan otot-otot pernafsan jika mengkondisikan otot-otot
diharuskan pernafasan
4. Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.

Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan diet. Pasien distress pernafasan akut,
anoreksia karena dispnea,
produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan
motilitas gaster.
Berikan perawatan oral Rasa tidak enak, bau adalah
pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai Berguna menentukan kebutuhan
indikasi. kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan
individu memberikan nutrisi
maksimal.
5. Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi

Intervensi Rasional
Awasi suhu. Demam dapat terjadi karena
infeksi atau dehidrasi
Observasi warna, bau sputum Sekret berbau, kuning dan
kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang mencegah penyebaran patogen.
pembuangan sputum.
Diskusikan kebutuhan masukan Malnutrisi dapat mempengaruhi
nutrisi adekuat kesehatan umum dan
menurunkan tekanan darah
terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi Dapat diberikan untuk organisme
khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.

g. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat
tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran
gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
h. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena
setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya
dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada
tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat,
kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya

Anda mungkin juga menyukai