Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Uji Laboratorium adalah suatu pemeriksaan yang mutlak dilakukan
untuk menegakkan suatu diagnosa penyakit klien atau pasien. Melalui
pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien
terhadap status kesehatan.
Perawat terlibat secara aktif dalam penyusun protokol uji laboratorium
pada kilen. Sementara beberapa orang mengasumsikan bahwa kerap perawat
memberikan instruksi sederhana dilakukannya uji laboratorium, baik dalam
bentuk permintaan melalui resep maupun melalui komputer. Peran perawat
adalah penting untuk mendapatkan hasil uji laboratorium yang andal dan
sahih. Dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan dan pendidik,
perawat harus berkomunikasi dengan klien, dokter, dan petugas laboratorium
untuk memperoleh informasi yang mungkin memengaruhi hasil uji.
Tanggung jawab perawat meliputi penjelasan uji laboratorium, memastikan
bahwa klien dan petugas lainnya mematuhi prosedur , mengkaji temuan klinis
yang didapati pada hasil uji laboratorium, mencatat informasi yang relevan
pada formulir permintaan laboratorium misal asupan obat yang mungkin
dapat memengaruhi hasil uji, serta pengumpulan spesimen.
WHO merekomendasikan selruh jajaran komunitas medis dan ilmiah di
belahan dunia untuk mengadopsi Satuan Sistem Internasional (Satuan SI)
agar dapat mengembangkan bahasa internasional umum yang diberlakukan
untuk mengomunikasikan pengukuran laboratorium. Dewasa ini, tidak hanya
penggunaan SI, tetapi penggunaan unit metrik telah dilaporkan.
Berbagai macam pemeriksaan uji laboratorium berbeda anatar
pemeriksaan satu dengan pemeriksaan lainnya. Berdasarkan uraian di atas
makalah ini membahas tentang berbagai macam uji laboratorium beserta
prosedur dan satuan SI berbagai contoh pemeriksaan laboratorium.

1
2

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan
Hematologi?
1.2.2 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan Faal
Hati?
1.2.3 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan Faal
Ginjal?
1.2.4 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan
Elektrolit?
1.2.5 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan
Analisa Lemak?
1.2.6 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan
Imunologi?
1.2.7 Bagaimana pengertian beserta penjelasan dari contoh pemriksaan
Diabetes Mellitus (Gula Darah)?
1.3. TUJUAN PENULISAN
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Hematologi
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Faal Hati
1.3.3. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Faal Ginjal
1.3.4. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Elektrolit
1.3.5. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Analisa Lemak
1.3.6. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Imunologi
1.3.7. Untuk mengetahui pengertian beserta penjelasan dari contoh
pemriksaan Diabetes Mellitus (Gula Darah)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HEMATOLOGI
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel-sel darah dan
faktor-faktor yang memengaruhi fungsinya. Untuk mengetahui kelainan dari
kualitas maupun kuantitas sel darah dilakuan pemeriksaan hematologi dengan
mengambil sampel darah. Beberapa pemeriksaan Hematologi yang dilakukan
dengan uji laboratorium sebagai berikut
2.1.1. Pemeriksaan Hemoglobin Total (darah)
2.1.1.1. Pengertian
Hemoglobin (Hb) merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel
darah merah (SDM), yang memberi warna merah pada darah.
Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen.
Pemeriksaan Hematologi digunakan untuk mengukur jumlah Hb yang
ditemukan dalam setiap desiliter (dl atau 100 ml) whole blood. Uji
tesebut biasanya merupakan bagian dari hitung darah lengkap.
Konsentrasi Hb berhubungan erat dengan hitung sel darah merah
(SDM) dan memengaruhi rasio Hb-RBC (MCH dan MCHC).
2.1.1.2. Prosedur Pemeriksaan
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan Hemoglobin
1. Jangan mengambil sempel darah dari tangan atau lengan yang
menerima cairan IV.
2. Turniket yang terpasang harus kurang dari satu menit.
3. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman

Ada 2 jenis pengambilan sampel darah yaitu:

a. Pengambilan Darah Vena


Pemeriksaan Hemoglobin dengan pengambilan sampel darah Vena
dilakukan pada pasien dewasa atau anak-anak. Prosedur :
Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
lembayung. Hindari terjadinya himolisi

3
4

b. Pengambilan Darah Kapiler


Pemeriksaan Hemoglobin dengan pangambilan sampel darah
dilakukan pada pasien anak kecil dan bayi. Prosedur : Kapiler
Tindik area daun telinga, jari, atau tumit yang sudah dibersihkan
dengan lanset steril. Jangan memeras area tusukan dengan keras
pada saat mengumpulkan cairan derosa dan darah. Bersihkan
tetasan darah yang pertama. Ambil tetesan darah dengan cepat
menggunakan mikropipet dengan karet penghisap kecil diatasnya
atau tabung mikrohematokrit. Masukkan darah ke dalam tabung
dengan pelarut yang telah disiapkan.
2.1.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Anak
Bayi baru lahir 14-24 g/dl
Bayi 10-17 g/dl
Anak 11-16 g/dl
b. Dewasa
Pria 13,5-17 g/dl
Wanita 12-15 g/dl
2.1.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
mendeteksi anemia atau polisitemia, juga untuk menilai
responynya terhadap terapi.
2. Beritahukan kepada pasien bahwa suatu sempel darah akan
diambil. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Jika pasien adalah bayi atau anak-anak, jelaskan kepada orang
tuanya bahwa sedikit darah akan diambil dari jari atau daun
telinganya.
5

5. Beri tahu pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan dan


cairan.
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres
hangat. Jika hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di
bagian distal dari lokasi pungsi.
2. Pastikan perdarahan subdermal telah terhenti sebelum
melepaskan penekanan
2.1.1.5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Nilai Normal
Kadar hemoglobin yang tinggi abnormal terjadi karena keadaan
hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi (kehilangan cairan). Kadar
hemoglobin yang rendah berkaitan dengan berbagai masalah klinis,
misal perdarahan dapat menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin
jika drah tidak segera diganti. Anemia merupakan penyebab
rendahnya kadar hemoglobin.
Jumlah SDM dan kadar hemoglobin tidak selalu meningkat
atau menurun bersamaan. Sebagai contoh penurunan jumlah SDM
disertai kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau normal terjadi
pada kasus anemia pernisiosa, serta kadar SDM yang sedikit
meningkat atau normal disertai dengan kadar hemoglobin yang
menurun, terjadi pada anemia defisiensi zat besi (mikrositik).
Faktor yang mempengaruhi nilai normal:
a. Tidak menggunakan antikoagulan yang tepat, atau mencampur
sampel dan antikoagulan secara adekuat.
b. Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniket yang lama
c. Hitung sel darah putih yang tinggi, lipemia, atau SDM yang
resisten terhadap lisis (memberikan hasil yang tinggi semu).
2.1.2. Pemeriksaan Hematokrit (HCT) (darah)
2.1.2.1. Pengertian
Uji Hematokrit (HCT) mungkin dilakukan terpisah atau sebagai
bagian dari hitung darah total. Uji hematokrit mengukur persentase
melalui volume dari sel darah merah (SDM) konsentrat dalam suatu
6

sampel darah lengkap; misalnya, suatu HCT 40% menunjukkan


bahwa 100 ml darah mengandung 40 ml SDM konsentrat. Konsentrat
diperoleh dengan melakukan sentrifugasi darah lengkap yang telah
diberi antikoagulan dalam tabung kapiler sehingga sel darah merah
dikonsentratkan tanpa hemolisis.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosis
polisitemia, anemia, atau keadaan hidrasi abnormal dan untuk
membantu perhitungan indeks eritrosit. Pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk memantau volume SDM dalam darah.
2.1.2.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Jelaskan prosedur kepada klien jka akan digunakan metode
mikrohemtokrit, jelaskan bahawa terleih dahulu jari akan
dibersihkan dengan alkohol.
b. Lakukan penusukan jari dengan menggunakan tabung kapiler yang
berisi heparin yang diberi tanda pita merah pada batas
antikoagulan.
c. Isilah tabung kapiler dari ujung pita merah kurang lebih dua
pertiganya; tutuplah ujungnya dengan tanah liat.
d. Sebagai alternatif, lakukan pungsi vena dan isilah tabung
berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi EDTA.
e. Pastikan perdarahan subdermal teah berhenti sebelum melepaskan
penekanan
f. Kirimkan sampel ke laboratorium segera
g. Tempatkan tabung ke dalam alat sentrifugasi dengan ujung merah
mengarah ke luar.
h. Isilah tabung pengumpul sampai penuh
i. Balikkan tabung perlahan-lahanbeberapa kali untuk mencampur
sampel
2.1.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Anak
Bayi Baru Lahir 44-65%
Usia 1 sampai 3 Tahun 29-40%
7

Usia 4 sampai 10 Tahun 31-43%


b. Dewasa
Pria 40-54%; 0,40-0,54 Satuan SI.
Wanita 36-46%; 0,36-0,46 Satuan SI.
Nilai Panik: <15% dan >60%
2.1.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
mendeteksi anemia dan keadaan darah abnormal lainnya.
2. Beritahukan kepada pasien bahwa suatu sampel darah akan
diambil. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Jika pasien seorang anak kecil, jelaskan padanya (jika telah
cukup umur) dan orang tuanya bahwa sedikit darah akan
diambil dari jari atau daun telinganya.
5. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
b. Sesudah Pemeriksaan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan
kompres hangat. Jika hematom yang terjadi besar, pantau denyut
nadi di bagian distal dari lokasi pungsi.
Hasil Pemeriksaan HCT yang rendah mengarah pada
dugaan adanya anemia, hemodulasi, atau kehilangan darah masif.
Hasil pemerikasaan HCT yang tinngi menunjukkan adanya
polisitemia atau hemokonsentrasi akibat kehilangan darah dan
dehidrasi.
2.1.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak mengisi tabung dengan tepat, menggunakan antikoagulan
yang tepat, atau mencampur sampel dan antikoagulan secara
adekuat.
8

b. Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau


pengambilan darah melalui jarum pungsiberukuran kecil.
c. Hemokonsentrasi akibat kontriksioleh turniket selama lebih dari 1
menit (meningkatkan HCT, khususnya sebanayak 2,5% sampai
5%)
d. Hemodilusi akibat pengambilan darah dari lengan di atas lokasi
infus IV
2.1.3. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) (darah)
2.1.3.1. Pengertian
Pemeriksaan laju endap darah (LED) mengukur derajat
endap eritrosit dalam suatu sampel darah selama perode waktu
tertentu. LED adalah uji yang sensitif tapi tidak spesifik namun sering
menjadi indikator paling awal dari penyakit apabila tanda-tanda kimia
atau fisik normal. LED biasanya meningkat secara bermakna pada
penyakit inflamasi yang terlokalisir dan keganasan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau penyakit
inflamasi atau keganasan dan dilakukan untuk membantu untuk
mendeteksi dan mendiagnosis penyakit yang tersembunyi, seperti
tuberkulosis, nekrosis jaringan, dan penyakit jaringan penyambung.
2.1.3.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan 7 ml sampel darah dalam
tabung bertutup lembayung berukuran 4,5yang berisi EDTA atau
tabung yang berisi natrium sitrat.
b. Pastikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum melepaskan
penekanan
c. Isilah tabung pengumpulan sampai penuh dan balikkan perlahan
beberapa kali untuk mencampurkan sampel dan antikoagulan.
d. Periksalah sampel terhadap adanya bekuan atau gumpalan darah
dan kirimkanlah ke laboratorium secepatnya. Sampel harus
dipperiksa dalam 2 sampai 4 jam.
e. Tabung tidak boleh berada dalam posisi tegak karena LED dapat
meningkat
9

f. Jika spesimen darah disimpan dalam lemari pendingin , sebelum


diuji spesimen harus dibiarkan hingga kembali ke suhu rangan.
g. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis
2.1.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Anak
Bayi Baru Lahir 0-2 mm/jam
4-14 Tahun 0-10 mm/jam
b. Dewasa
Metode wintrobe Pria 0-9 mm/jam
Wanita 0-15 mm/jam
Metode Westergren Pria <50 tahun 0-15 mm/ jam
Wanita <50 tahun 0-20 mm/jam
Pria >50 tahun 0-20 mm/jam
Wanita >50 tahun 0-30 mm/jam
2.1.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menilai
keadaan sel-sel darah merah.
2. Beritahukan kepada pasie bahwa suatu sampel darah akan
diambil. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi Vena
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia mungkin akan
mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan
turniket
4. Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
b. Sesudah Pemeriksaan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres hangat.
Jika hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian
distal dari lokasi flebotomi.
10

2.1.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal


a. Tidak mengguankan antimkoagulan yang tepat atau mencampur
sampel dan antikoagulan secara adekuat, atau mengirimkan
sampel ke laboratorium secepatnya.
b. Menggunakan jarum berukuran kecil untuk aspirasi darah
c. Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel yang
berlebihan
d. Hemokonsentrasi akibat kontriksi oleh turniket yang lama.
LED meningkat pada kehamilan, anemia, inflamasi akut atau
kronis, tuberkulosis, paraproteinemia (khususnya meiloma multipel
dan mikroglobulinemia Waldenstrom), demam reumatoid, artritis
reumatoid, dan beberapa kanker.
Polisitemia, anemia bulan sabit, hiperviskositas, dan kadar
fibrinogen atau globulin plasma yang rendah cenderug untuk
menurunkan LED.
2.2. FAAL HATI
Hati merupakan organ yang terbanyak melakukan fungsi metabolik
dibanding organ lain seperti metabolisme makanan yang masuk, menyaring
detoksifiaksi, neutralisasi racun dala darah, melepas komponen toksik. Hati
juga memproduksi zat-zat untuk kontrol infeksi dan dapat meregenerasi bila
ada kerusakan hati.
Faal hati merupakan pusat berbagai proses metabolime, hal ini
dimungkinkan hati menerima darah baik dari sirkulasi system dan juga dari
system porta. Hati merupakan organ metabolik terbesar dan tubuh manusia.
Faal hati adalah hasil akhir dari semua penyakit hati yang parah dan ganas.
Faal hati adalah suatu syndrome kompleks yang ditandai oleh gangguan pada
banyak organ dan fungsi tubuh. Dua keadaan faal hati adalah ensefalopati dan
syndrome hepatorenal.
Pemeriksaan faal hati dilakukan untuk mengetahui kelainan pada hati.
Walaupun telah banyak dicapai kemajuan dalam bdang biokimia namun
hingga kini pertanyaan seputar kelaina hati tak dapat dijawab dengan hanya
memeriksa satu jenis tes. Kombinasi dari bermacam-macam jenis tes faal hati
11

mungkin dapat memberikan jawaban . pada saat ini banyak jenis tes faal hati
dapat diperiksa . sherlock, seorang tokoh dalam bidang penyakit hati,
menyarankan agar hanya menggunakan beberpa jenis tes yang sederhana dan
memberi manfaat.
Pemeriksaan faal hati secara sederhana dapat digunakan untuk
mendapat informasi mengenai bebeapa jenis disfunsi hati:
a. Penanda nekrosis sel hati : SGOT, SGPT, LDH
b. Penanda kolestasis : Bilirubin direk, gama-GT, fosfatase alkali
c. Penilaian faal sintesis : kadar albumin serum, kadar prealbumin
(transtiretin) Kolinesterase, masa protombin.
2.2.1. Pemeriksaan Bilirubin (urine)
2.2.1.1. Pengertian
Uji skrining bilirubin merupakan uji yang didasarkan pada
reaksi warna dengan suatu reagen spesifik yang mendeteksi bilirubin
direk (terkonjugasi) larut air dalam urin. Jumlah bilirubin yang dapat
terdeteksi dalam urin dapat menunjukkan penyakit hati yang
diseabkan oleh infeksi, penyakit bilier, atau hepatotoksisitas.
Bila digabung dengan pengukuran urobilinogen, uji biliruboin
membantu mencari kelainan yang dapat menyebabkan ikterus.
Analisis ini dapat dilakukan di bangsal, dengan menggunakan vcarik
reagen bilirubin, atau dalam laboratorium.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu mencari penyebab
ikterus, untuk membandingkan kadar bilirubin urin dan serum serta uji
–uji enzim hati.
2.2.1.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Kumpulkan spesimen urin acak dalam wadah yang disediakan.
b. Gunakan hanya spesimen segar yang baru dikeluarkan. Bilirubin
berdidintregrasi setelah 30 menit bila terpajan suhu kamar atau cahaya.
c. Anilisis bedside menggunakan prosedur carik celup.
d. Pastikan pencahayaan mencukupi untuk membuat penentuan warna.
e. Celupkan carik reagen ke dalam spesimen dan angkat segera.
f. Bandingkan warna carik dengan standar warna setelah 20 detik.
12

g. Catat hasil uji pada buku pasien Analisis bedside menggunakan


prosedur ictotest.
h. Berikan 5 tetes urin pada papan uji asbestos-selulosa. Bila terdapat
bilirubin, bilirubin aka diserap ke dalam papan.
i. Letakkan tablet reagen pada daerah papan yang basah, dan berikan
dua tetes air pada tablet. Bila terdaoat bilirubin, akan timbul warna
biru sampai ungu pada papan. Merah muda atau merah menandakan
tidak terdpatnya bilirubin.
2.2.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Normalnya Bilirubin tidak ditemukan dalam urine pada uji skrining
rutin. Tetepi tingginya konsentrasi bilirubin direk dalam urin dapat
diketahui dari penampakan spasimen (gelap, dengan busa kuning).
Untuk mendiagnosa ikterus, atau adanya bilirubin direk dalam urin
harus dibandingkan dengan hasil uji serum serta dengan kadar
urobilinogen urine dan feses.
2.2.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan sebelum Pemeriksaan
1. jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu menentukan
penyebab ukterus
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan atau minumam sebelum uji.
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini memerlukan
spesimen urin acak.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa spesimen akan diuji di
bangsal atau di laboratorium
5. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter tentang
obat-obatan yang sedang diminum pasien yang dapat
memengaruhi hasil uji. Obat-obatan ini mungkin harus
dihentikan.
b. Sesudah Pemeriksaan
Berita tahukan kepada pasien untuk menjalankan kembali jadwal
obat-obatan seperti biasa sebelum uji.
13

2.2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal


a. Tidak menguji spesimen atau mengirimkannya ke laboratorium
segera setelah pengumpulan.
b. Fenazopiridin, derivat fenotiazin (klorpomazin dan asetofenazin
maleat) (positif semu).
c. Asam aorbat dan nitrit dalam jumlah besar (negatif semu bila
menggunakan uji carik celup, sperti chemstrip atau N-multistix).
d. Terpajannya spesimen dengan suhu kamar atau cahaya
(menurukan karena degradasi bilirubin)
2.2.2. Pemeriksaan Urobilinogen (urine)
2.2.2.1. Pengertian
Uji urobilinogen mendetksi gangguan fungsi hati dengan mengukur
kadar urobilinogen dalam urin, suatu produk tidak berwarna, larut air
yang dihasilkan dari reduksi bilirubin oleh bakteri usus. Ketiadaan
atau berubahnya kadar urobilinogendapat menunjukkan kerusakan
atau disfungsi hati. Peningkatan kadar urobilinogen dapat
menunjukkan hemolisis sel-sel darah merah.
Anilisis kuantitatif urobilinogen urin menggunakan penambahan suatu
reagen pada spesimen urine 2 jam. Reaksi warna yang dihasilkan
segera dibaca dengan spektrofotometri.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosis obstruksi ekstra
hepatik, sperti hambatan pada duktus koledokus, dapat dilakukan juga
untuk membantu diagnosis banding kelainan hati dan hematologi.
2.2.2.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Sebagian besar laboratorium meminta spesimen urin acak.
Labortaorium lain meminta spesimen urin 2 jam, biasanya pada
waktu sore hari (yang ideal antara jam 1 sampai 3 sore), saat kadar
urobilinogen mencpai puncaknya.
b. Kirim spesimen ke laboratorium segera setelah pengumpulan.
c. Uji ini harus dilakukan dalam 30 menit setelah pengumpulan
karena urobilinogen capat mengalami oksidasi menjadi senyawa
jingga yang disebut urobilin.
14

2.2.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa


Normalnya, nilai urobilinogen urin adalah 0,1 sampai 0,8 EU/2 jam
(SI, 0,1 sampai 0,8 EU/2 jam ) atau 0,5 sampai 4,0 EU /24 jam (SI, 0,5
sampai 4,0 EU /hari)
2.2.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu menilai fungsi
saluran hati dan bilier.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatsi
makanan atau cairan yang harus dihindari selama 48 jam
sebelum uji, kecuali pisang.
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini memerlukan
spesimen urin 2 jam. Ajarkan pasien bagaimana
mungumpulkannya.
4. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter
mengenai obat-obatanyang sedang diminum pasien yang dapat
memengaruhi hasil uji. Obat-obatan ini mungkin harus
dihentikan.
b. Sesudah Pemeriksaan
Beritahukan kepada pasien untuk menjalankan kembali diet dan
jadwal obat-obatan seperti biasa sebelum uji.
2.2.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak berpuasa sebelum uji atau tidak mengirikan spesimen ke
laboratorium segera setelah pengumpulan.
b. Asam para-aminosalislat, fenazopiridin, prokain, fenotiazin, dan
sulfonamid (dapat menurunkan)
c. Asetazolamid, natrium bikarbonat (meningkatkan).
d. Pisang yang dimakan dalam 48 jam sebelum uji.
Tidak adanya urobilinogen urin dapat disebabkan oleh ikterus
obstruktif komplet atau pengobatan dengan antibiotik spektrum luas
yang menghancurkan flora bakteri usus. Rendahnya kadar urobilingen
urin dapat disebabkan oleh iktrus enzimatik kongenital (sindrom
15

hiperbilirubinemia) atau akibat pengobatan dengan obata yang


mengasamkan urin, seperti amonium klorida atau asam askorbat.
Peningkatan kadarnya dapat menunjukkan ikterus hemolitik,
hepatitis, atau sirosis.
2.2.3. Pemeriksaan Aminotransferase alanin (ALT)/ Serum Glutamic Pyruvic
Transmirase (SGPT) (serum)
2.2.3.1. Pengertian
Aminotransferase alanin (ALT)// SGPT merupakan enzim yang
utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam
mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini juga ditemukan
dalam jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka.
Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari kadar sekelompok
transferase lainnya (transminase), aminotransferase aspartat (aspartate
aminotransferase, AST)/ serum glutamic axotoacetic transminase
(SGOT), dalam kasus hepatitis akut serta kerusakan hati akibat
penggunaan obat dan zat kimia, dengan stiap serum mencapai 200-400
U/L ALT digunakan untuk membedakan antara penyebab karena
kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Meninjau ikterik, kadar ALT
serum yang berasal dari hati, temuannya bernilai lebih tinggi dari 300
unit; yang berasal dari buka hati, temuan bernilai <300 unit. Kadar
ALT serum biasanya meningkat sebelum tampak ikterik.
Kadar ALT/SGPT sering kali dibandingkan dengan AST/SGOT
untuk tujuan diagnostik. ALT meningkat kebih khas daripada AST
pada kasus nekrosis hati dan hepatitis akut, sedangkan AST meningkat
lebih khas pada nekrosis miokardium (infark miokardium akut),
sirosis, kanker hati, hepatitis kronis, dan kongesti hati. Kadar AST
ditemukan normal atau meningkat sedikit pada kasus nekrosis
miokardium. Kadar ALT kembali lebih lambat ke kisaran normal
daripada kadar AST pada kasus hati.
16

2.2.3.2. Prosedur Pemeriksaan


a. Tampung 3-5 ml darah vena dalam tabung tertutup merah. Hindari
hemolisis karena sel darah merah yang ada mengandung
konsentrasi ALT tinggi.
b. Obat yang dapat memberikan temuan positif palsu harus
dicantumkan dalam formulir laboratorium, lengkap dengan
tanggalnya.
2.2.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Dewasa
SI, 10-35 U/l: 4-36 U/l pada suhu 370C
b. Anak
Bayi : Temuan bisa dua kali lipat setinggi dewasa.
Anak : Sama dengan dewasa
c. Usia Lanjut
Sedikit lebih tinggi dari dewasa
2.2.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu mendeteksi
penyakit hati .
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan atau minumam sebelum uji.
4. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa sedikit tidak
nyaman akibat tusukan jarum dan turniket
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan
kompres hangat.
2. Jika hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian
distal dari lokasi pungsi.
17

2.2.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal


a. Hemolisis spesimen darah mungkin menyebabkan hasil uji palsu.
b. Aspirin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan ALT
serum.
c. Obat tertentu dpat meningkatkan kadar ALT serum seperti,
Antibiotik (karbonilsilin, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), Narkotik
(meperidin, morfin, kodein), Antihipertensi (metildopa,
guanetidin) Persiapan digitalis, Indometasin , Salisilat, Rifampin,
Flurazepam, Propanolol, Kontrasepsi Oral, Lead heparin.
2.3. FAAL GINJAL
Ginjal termasuk salah satu organ tubuh manusia yang vital. Organ ini
berperan dalam metabolism tubuh seperti fungsi eksresi,keseimbangan air
dan elektrolit, serta endokrin. Fungsi ginjal secara keseluruhan didasarkan
oleh fungsi nefron dan gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh menurunnya
kerja nefron. Gejala gangguan ginjal stadium dini cenderung ringan, sehingga
sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laboratorium
dapat mengidentifikasi gangguan fungsi ginjal lebih awal pemeriksaan antara
lain kadar kreatinin, ureum,asam urat, macroglobulin, insulin, dan juga zat
berlabel radioisotope.
2.3.1. Pemeriksaan Kreatinin (serum)
2.3.1.1. Pengertian
Analisis kadar kreatinin serum memberikan pengukurang yang
lebih sensitif terhadap kerusakna ginjal daripadakadar nitrogen urea
darah. Kreatinin adalah produk akhir nonprotein dari metabolisme
kreatinin yang tampak di serum dengan jumlah yang sesuia dengan
massa otot tubuh.
Pemeriksaan ini dilakukuan untuk menilai filtrasi
glomerulusuntuk skrining adanya kerusakan ginjal.
2.3.1.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakuakan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung
yang berisi 3 sampai 4 ml aktivator pembekuan
18

b. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai


perdarahan berhenti
2.3.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Konsentrasi kreatinin normalnya
a. Pada Pria berkisar antara 0,8 sampai 1,2 mg/dl (SI, 62 sampai 115
µmol/L)
b. Pada Wanita berkisar antara 0,6 sampai 0,9 mg/dl (SI, 53 sampai
97 µmol/L)
2.3.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Beri tahukan kepada pasien uji ini dilakuakn untuk menilai
fungsi ginjal.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
3. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan tidak nyaman akibat dari pungsi dan turniket
4. Perintahkan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
5. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter
mengenai obat-obatan yang digunakan pasien yang mungkin
memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin perlu
dibatasi.
b. Sesudah Pemeriksaan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi,berikan kompres hangat.
2.3.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Asam askorbat, barbiturat, dan deuretik (mungkin meningkatkan
kada kreatinin)
b. Pengecualian pada massa otot tubuh yang besar, seperti yang
ditemukan pada atlet (mungkin meningkatkan kadar kreatinin
walaupun fungsi ginjal normal)
c. Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel
19

d. Sulfabromoftalein atau fenosulftalein yang diberikan 2 jam


sebelum pemeriksaan dapat menaikkan kadar kreatinin jika uji
tersebut didasarkan pada reaksi Jaffe.
Kadar kreatinin serum yang tinggi umumnya menunjukkan
adanya penyakit ginjal yang 50% nefronnya telah mengalami
kerusakan serius. Kadar yang tinggi mungkin juga dihubungkan
dengan gigantismedan akromegali.
2.3.2. Pemeriksaan Asam Urat (urine)
2.3.2.1. Pengertian
Uji asam urat dugunakan untuk mengukur kadar asam urat
serum, matabolit purin yang utama. Penyakit metabolisme purin,
destruksi asam nukleat yang cepat, dan keadaan-keadaan yang
ditandai oleh ekskresi ginjal yang terganggu secara khas menaikkan
kadar asam urat serum.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan diagnosa penyakit
gout, untuk dan juga untuk membantu mendeteksi gangguan fungsi
ginjal.
2.3.2.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung
yang berisi 3 sampai 4 ml aktivator pembekuan.
b. Perlakuakan sampel darah dengan lembut.
2.3.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Konsentrasi asam urat normalnya
a. Pada Pria berkisar antar 3,4 sampai 7 mg/dl (SI, 202 sampai 416
µmol/L)
b. Pada Wanita berkisar antara 2,3 sampai 6 mg/dl (SI, 143 SAMPAI
357 µmol/L)
2.3.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ni digunakan untuk
mendeteksi penyakit gout dan gangguan fungsi ginjal
20

2. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami


perasaan sedikit tidak nyaman akibat dari pungsi dan turniket
3. Perintahkan kepada pasien untuk berpuasa selama 8 jam
sebelum uji
4. Beri tahukan kepada petugas laboatorium dan dokter
mengenai obat-obatan yang digunakan pasien yang mungkin
memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin perlu
dibatasi.
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres
hangat.
2. Perintahkan kepada pasien bahwa ia dapat melanjutkan
kembali diet dan obat-obatan yang putus sebelum uji.
2.3.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak mematuhi larangan sebelum uji
b. Deuretik loop, etambutol, vinkristin, pirazinamid, tiazid, dan
aspirin dosis rendah (mungkin meningkatkan kadar asam urat)
c. Asetaminofen, asam akkorbat, dan levodopa (mungkin tinggi
semua jika menggunakan metode kalorimetri)
d. Aspirin dosis tinggi (mungkin menurunkan kadar asam urat).
e. Kelaparan, diet tinggi purin, stres, dan penyalahgunaan alkohol
(mungkin meningkatkan kadar asam urat)
Kadar asam urat yang tmeningkat mungkin menunjukkan
adanya penyakit gout atau fungsi ginjal yang terganggu. Kadar
mungkin juga meningkat pada gagal jantung, penyakit penyimpangan
glikogen (tipe I, penyakit von Gierke), infeksi, hemolisis dan anemia
bulan sabit, olisitemia, neoplasma, dan psoriasis.
Kadar asam urat yang rendah mungkin menunjukkan absorbsi
tubular yang terganggu (seperti pada sindrom Fanconi) atau
atrofihepatik akut.
21

2.3.3. Pemeriksaan Klirens Kreatinin (urine)


2.3.3.1. Pengertian
Kretinin merupukan produk metabolik kreatin fosfat dalam otot
rangka, dan substansi tersebut diekskresikan oleh ginjal. Klirens
kreatinin dipandang sebagi pemeriksaan yang andal untuk
mengestimasi LFG. Pada insufidiensi ginjal, LPG akan menurun,
sementara kadar kadar kreatinin serum meningkat. LPG menurun
seiring pertambahan usia, dan pada dewasa tua, klirens kreatinin
mungkin akan berkurang sampai serendah 60 ml/ menit.
Klirens kreatinin memerlukan pengumpulan urine selama 12
atau 24 jam dan pengumpulan sampel darah.
Rumus untuk menghitung pemeriksaan klirens kreatinin adalah :

Kreatinin urine (mg⁄dl)xVolume urine (dl)


Klirens Kreatinin =
Kreatinin serum (mg⁄dl)

Klirens Kreatinin <40ml/menit menunjukkan adanya kerusakan


ginjal sedang sampai berat.
Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi disfungsi ginjal dan
memantau fungsi ginjal.
2.3.3.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Darah: Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung
bertutup merah di pagi hari saat pengujian dilakukan.
b. Urine :
1. minta klien berkemih sebelum uji dimulai dan buang urine
yang keluar.
2. Perhatikan waktunya.
3. Tampung semua urine yang dikeluarkan selam waktu tertentu
( 12 jam atau 24 jam) dalam wadah urine, tanpa penambahan
zat pengawet, yang kemudian disimpan dalam lemari
pendingin atau dalam es.
22

4. Tulis dengan tepat waktu dan tanggal pengumpulan urine


dimulai dan berakhir pada label wadah
2.3.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Dewasa
Pria : 85-135 ml/menit
Wanita : Pada wanita kadarnya dapat lebih rendah
b. Anak
85-135 ml/menit
c. Lansia
d. Kadarnya agak berkurang dibandingkan dengan kadar dewasa
akibat penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), yang disebabkan
oleh penurunan aliran plasma ginjal.
e. Kreatinin Urine : 1-2 g/24 jam
2.3.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tentang prosedur pengumpulan urine
dan darah. Pengambilan darah dialakukan di pagi hari. Klien
berkemih dan urine.
2. Beri minum sebelum pemeriksaan
3. Anjurkan klien tidak mengonsumsi daging sapi, unggas, ikan,
teh, dan kopi selama 6 jam sebelum pengujian, dan selam
pengujian berlangsung atas seizin pemberi layanan kesehatan.
4. Catat jenis obat yang dikonsumsi klien yang dapat
memengaruhi temuan pengujian pada formulir laboratorium.
5. Ber tahu pemberi layanan kesehatan tentang obat yang
dikonsumsi klien yang dapat menyebabkan temuan palsu.
6. Anjurkan klien banyak minum selama beberapa jam seelum
pengujian agar urine yag dikeluarkan mencukupi.
b. Sesudah Pemeriksaan
Perintahkan kepada pasien bahwa ia dapat melanjutkan
kembali diet dan obat-obatan yang putus sebelum uji.
23

2.3.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal


a. Fenasitin dapat menurunkan nilai klirens kreatinin
b. Tisu toilet dan feses dapat mengkontaminasi urine
Penurunan kadar terjadi ketika keruskan ginjal yang ringan sampai
berat, hipertiroidisme, distrofi otot progresif, sklerosis lateral
amilotrofik. Dan pengaruh obat seperti fenasetin, steroid anabolik
dan tiazid.
Peningkatan kadar terjadi karena hipotiroidisme, hipertensi, olah
raga dan pengaruh obata seperti asam askorbat, steroid, levodopa,
metildopa, dan uji fenolsufoftalein (PSP)
2.4. ELEKTROLIT
Pemeriksaan Elektrolit merupakan uji laboratorium untuk
mngetahu kadar zat elektrolit yang terkandung dalam tubuh. Elektrolit
adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk ion-ion dan
selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-
atom bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa
senyawa kimia lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa atau
garam. Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai elektrolit pada
kondisi tertentu misalnya pada suhu tinggi atau rendah. Elektrolit kuat
identik dengan asam, basa, dan garam kuat. Elektrolit merupakan senyawa
yang berikatan ion dan kovalen polar. Sebagian besar senyawa yang
berikatan ion merupakan elektrolit sebagai contoh ikatan ion NaCl yang
merupakan salah satu jenis garam yakni garam dapur. NaCl dapat menjadi
elektrolit dalam bentuk larutan atau lelehan atau bentuk liquid dan aqueous.
Sedangkan dalam bentuk solid atau padatan senyawa ion tidak dapat
berfungsi sebagai elektrolit.
2.4.1. Pemeriksaan Kalsium (serum)
2.4.1.1 Pengertian
Sekitar 99% kalsium tubuh ditemukan di gigi. Tepat 1% kalsium
total dalam tubuh bersirkulasi dalam darah. Dari jumlah kalsium yang
bersirkulasi, 50% terikat dengan protein plasma dan 40% terionisasi,
atau dalam bentuk bebas. Pemeriksaan kadar kalsiumserum mengukur
24

jumlah kalsium total dalam darah, dan pemeriksaan kalsium yang


terionisasi, mengukur fraksi kalsium serum dalam bentuk terionisasi.
Pemeriksaan ini dilakukakn untuk menilai fungsi endokrin,
metabolisme kalsium, dan keseimbangan asam-basa.
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengarahkan terapi pada
pasien gagal ginjal, penyakit endokrin, keganasan, penyakit jantung,
dan gangguan rangka.
2.4.1.2 Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena tanpa turniket jika mungkin dan kumpulkan
sampel dalam tabung berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi aktivator
bekuan
b. Lakukan perekaman langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti.
2.4.1.3 Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Anak
Pada anak Kadar kalsium total normal berkisar 8,6 sampai 11,2
mg/dl (SI, 2,15 sampai 2,79 mmol/L)
b. Dewasa
Pada dewasa kadar kalsium total normal berkisar 8,2 sampai 10,2
mg/dl (SI, 2,05 sampai 2,54 mmol/L)
2.4.1.4 Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kadar kalsium darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelasakn kapan dan siapa yang kan melakukan
pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin menglami perasaan
sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dam cairan sebelumnya.
25

b. Sesudah Pemeriksaan
Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres
hangat.
2.4.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Stasis vena akibat pemakaian turniket yang lama (mungkin
memberikan hasil tinggi semu)
b. Konsumsi vitamin D dan derivatnya (dihidrotakisterol,
kalsiterol) dalam dosis yang berebihan, pengguanaan endrogen,
garam kalsium yang diaktivasi kalsiferol, progesteron-estrogen,
dan deuretik tiazid (meningkatkan kadar kalsium serum)
c. Asetazolamid, kortikosteroid, mitramisin, penggunaan laksatif
kronis, tranfusi darah sitrat yang berlebihan (mungkin
meningkatkan atau menurunkan kadar kalsium serum).
Kadar kalsium serum yang tinggi secara abnormal
(hiperkalsemia) mungkin terdapat pada paratiroidisme dan tumor
hiperparatiroid, penyakit paget pada tulang, mieloma multipel,
karsinoma metastik, fraktur multipeldan imobilisasi yang lama.
Kadar yang tinggi mungkin juga diakibatkan oleh ekskresi kalsium
yang tidak adekuat, seperti pada insufisiensi adrenal dan penyakit
ginjal. Hal ini akibata konsumsi kalsium yang berlebihan serta akibat
pengguanaan antasid seperti kalsium karbonat yang berlebihan.
Kadar kalsium yang rendah (hiperkalsemia) mungkin
diakibatkan oleh hipoparatiroidisme, paratiroidektomi total dan
malabsorbsi. Kadar kalsium yang menurun mungkin juga terdapat
pada sindrom Cushing, gagal ginjal, pankreatitis akut, peritonitis
akut, peritonitis, malnutrisi dengan hipoalbuminemia, dan transfusi
darah (akibat sitrat)
2.4.2. Pemeriksaan Kalium (serum)
2.4.2.1 Pengertian
Uji kalium digunakan untuk mengukur kadar kalium dalam serum,
kation intrseluler utama. Kalium membantu mempertahankan
keseimbangan osmotik seluler dan membantu mengatur aktivitas otot,
26

aktivitas enzim, dan keseimbangan asam-basa. Kalium juga


memengaruhi fungsi ginjal.
Tubuh tidak mempunyai metode yang efesiensi untuk
mempertahankan kalium sebab ginjal mengekskresi hampir semua
kalium yang ditelan bahkan ketika persediaan tubh berkurang.
Defidsiensi kalium dapat terjadi dengan cepat dan cukup sering.
Asupan dari makanan sedikitnya 40 mEq/hari adalah penting.
Pemeriksaan ini dilakukan untu menilai tanda-tanda klinis
kelebihan kalium (Hiperkalemia) atau deplesi kalium (Hipokalemia).
Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk memantau fungsi ginjal,
keseimbangan asam-basa, dan metabolisme glukosa, untuk menilai
gangguan neuromuskular dan endokrin, untuk mendeteksi penyebab
terjadinya aritmia
2.4.2.2 Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel dalam tabung
berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi aktivator bekuan
b. Ambil sampel secepatnya setelah pemakaian turniket karena
pengambilan yang terlambat dapat meningkatkan kadar kalium
dengan memungkinkan kalium intraseluler bocor ke dalam serum.
c. Perlakuakan sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis
d. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai perdarahan
berhenti
2.4.2.3 Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Nilai normal kadar kalium serum berkisar antar 3,5 sampai 5 mEq/L (SI,
3,5 sampai 5 mmol/L)
2.4.2.4 Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kandungan kalium dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang melakukan pungsi
vena.
27

3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi


makanan dan cairan
4. Beritahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai
obat-obatan yang digunakan pasien yang digunakan pasien yang
mungkin mempengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin
perlu dibatasi.
b. Sesudah Pemeriksaan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres hangat
2.4.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Pengepalan tangan yang dilakukan berulang kali sebelum pungsi
vena (mungkin meningkatkan kadar kalium serum)
b. Keterlambatan dalam pengambilan darah setelah pemakaian turniket
atau hemolisis sampel yangberlebihan (meningkatkan kaadar
kalium serum)
c. Infus kalium yang berlebihan atau berlangsung cepat, terapi
spironolakton atau kalium penisilin G, dan toksisitas ginjal akibat
pemberian amfoterisin B, metisilin, tetrasiklin (meningkatkan
kaadar kalium serum)
d. Pemberian insulin dan glukosa, terapi deuretik (khususnya dengan
tiazid tapi bukan dengan triamteren, amilorid atau apironolakton );
infus IV tanpa kalium (menurunkan kaadar kalium serum)
Kadar kalium serum yang tinggi secara abnormal sering terdapat
pada keadaan-keadaan kalium intrasel yang berlebihan memasuki darah,
seperti luka bakar, cidera remuk, ketoasidosis diabetik, transfusi darah
dalam jumlah besar , dan infark miokard. Hiperkalemia juga
menunjukkan ekskresi natrium yang berkurang, mugkin akibat gagal
ginjal (yang mencegah pertukaran natrium dan kalium yang normal)
atau penyakit Addison (akibat kelebihan kalum dan deplesi natrium).
Kadar kalium serum yang dibawah normal seringkali
diakibatkan oleh aldosteronisme atau sindrom Cushing, kehilangan
cairan tubuh (seperti pada terapi deuretik jangka panjang, muntah, dan
diare) serta menelan licorice yang berlebihan. Meskipun nilai serum
28

dan gejal klinis menunjukkan ketidakseimbangan kalium. EKG


mungkin dapat memastikan diagnosis
2.4.3. Pemeriksaan Natrium (serum)
2.4.3.1 Pengertian
Uji Natrium digunakan untuk mengukur kadar natrium dalam
serum yang berhubungan dengan jumlah air dalam tubuh. Natrium,
kation utama ekstraseluler, memengaruhi distribusi air tubuh,
mempertahankan tekanan osmotik cairan ekstrakseluler, dan
membantu funsi neuromuskuler. Natrium juga membantu
mempertahankan keseimbangan asam-basa dan memengaruhi kadar
klorida dan kalium.
Pemeriksaan ini dialakukan untuk menilai keseimbangan cairan
elektrolit dan keseimbangan asam-basa serta menilai fungsi
neuromuskular, ginjal, dan adrenal yang berhubungan dengan
keseimbangan tersebut
2.4.3.2 Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan punsi vena dan kumpulkan sampel dalam tabung
berukuran 3 samopai 4 ml yang berisi aktivator bekuan.
b. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti
c. Perlakukan sampel dengan hati –hati untuk mencegah hemolisis.
2.4.3.3 Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Nilai normal kadar natrium serum berkisar antara 135 sampai 145
mEq/L (SI, 135 sampai 145 mmol/L).
2.4.3.4 Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kandungan natrium dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelasakan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
29

3. Jeaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan


sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan
5. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter
mengenai obat –obay yang digunakan pasien yang mungkin
memengaruhi hasil uji obat-obatan tersebut mungkin perlu
dibatasi
b. Sesudah Pemeriksaan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres hangat.
2.4.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Hemolisis akibat perlakuan kasar pada sampel
b. Sebagian besar deuretik (menurunkan kadar natrium serum dengan
memudahkan ekskresi natrium)
c. Litium, klorpropamid dan vasopresin (menurunkan kadar natrium
serum dengan menghabat ekskresi air)
d. Kortikosteroid (meningkatkan kadar natrium serum dengan
meningkatkan retensi natrium)
Antihipertensi, seperti metildopa, hidralazin, dan reserpin
(meningkatkan kadar natrium serum akibat retensi natrium dan air)
Ketidakseimbangan natrium dapat diakibatkan oleh kehilangan
atau bertambahnya natrium atau akibat perubahan dalam keadaan
hidrasi. Kadar natrium yang meningkat (hiperntremia) mungkin akibat
asupan air yang tidak adekuat, kehilangan air pada kelebihan natrium
(seperti pada diabetes insipidus, hiperventilasi yang berlangsung lama,
dan kadangkala, muntah atau diare hebat), dan retensi natrium
(seperti pada aldosteronisme). Hipernatremia dapat juga diakibatkan
asupan natrium yang berlebihan.
Kadar natrium serum yang rendah secara abnormal
(hiponatremia) mungkin diakibatkan oleh asupan natrium yang tidak
adekuat atau kehilangan natrium yang berlebihan akibat banyak
keringat, tidakan hisap lambung, terapi deuretik, diare, muntah,
30

insufisiensi adrenal, luka bakar, dan insufisiensi ginjal kronis dengan


asidosis. Penentuan natrium urin biasanya lebih sensitif terhadap
perubahan keseimbanagan natrium awal dan sebaiknya dinilai secara
bersamaan dengan temuan natrium serum.
2.5. ANALISA LEMAK
Lemak adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang
tidak larut dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik.
Komponen lipid utama yang dapat dijumpai dalam plasma adalah trigliserida,
kolesterol dan fosfolipid. Kelainan lipid darah (dislipidemia) telah diakui
sebagai salah satu faktor utama penyakit jantung koroner atau kardiovaskular
atau aterosklerosis pada umumnya. Analisis lipid darah merupakan salah satu
panel pemeriksaan laboratorium yang paling sering diminta dan sudah
merupakan bagian penting dari panel atau paket pemeriksaan kesehatan
dalam perkembangannya telah terjadi pergeseran parameter dan juga cara
analisis lipid darah untuk mencapai tingkat ketepatan yang terbaik.
2.5.1. Pemeriksaan Kolesterol Total (serum)
2.5.1.1. Pengertian
Uji Kolesterol Total, suatu analisis kolesterol serum kuantitatif,
digunakan untuk mengukur kadar kolesterol bebas dan ester kolesterol
daklam sirkulasi darah; uji tersebut memberikan dari dua kadar dari
dua bnetuk kolesterol yang kombinasinya tampak dalam tubuh. Kadar
kolesterol serum yang tinggi mungkin disertai dengan resiko penyakit
arteri koronaria (CAD).
Pemeriksaan ini dlakukan untuk menilai resiko CAD, menilai
metabolisme lemak, untuk membentuk diagnosis sindrom nefrotik,
pankreatitis, penyakit hati, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme, untuk
menilai efektivitas terapi obat penurun lemak serum.
2.5.1.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung
berukuran 4 ml yang berisi EDTA
b. Pasien seharusnya duduk selama 5 menit sebelum pengambilan
darah.
31

c. Fingerstick dapat juga digunakan untu skrining awal bila


mengguankan penganalisis automatis
d. Lakakan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti.
e. Kirimkan sampel ke laboratorium secepatnya
2.5.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Konsentrasi Kolesterol total bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.
a. Anak
Usia 12 ampai 18 tahun : <170 mg/dl (SI, <4,40 mmol/L)
b. Dewasa
Pria : <205 mg/dl (SI, <5,30 mmol/L)
Wanita : <190 mg/dl (SI, <4,90 mmol/L)
2.5.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan sebelum pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menilai
metabolisme tubuh
2. Beri tahu pasien bahwa uji tersebut membutuhakan sampel
darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akam melakukan pungsi
vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket
4. Perintahkan kepada pasien untuk tidak makan dan minum
selama paling sedikit 12 jam sebelum uji. Beri tahukan kepada
pasien bahwa ia bpleh meminum air
5. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter
mengenai obat-obatan yang digunakan pasien yang mungkin
memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin peru
dibatasi.
b. Sesudah pemeriksaan
1. Jika terjad hematom pada lokasi pungsi,, berikan kompres
hangat.
32

2. Perintahkan kepada pasien bahwa ia dapat melanjutkan


kembali diet dan obat-obatan yang putus sebelum uji.
2.5.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak mentaati pembatasan sebelum uji
b. Tidak mengirikan sampel ke laboratorium secepatnya
c. Kolestiramin, klofibrat, kolestipol, dekstrotiroksin, halopridol,
neomisin, dan klortetrasiklin (menurunkan kadar kolesterol serum)
d. Epinepfrin, klorpromazin, trifluoperazin, kontrasepsi oral, dan
trimetadion (meningkatkan kadar kolesterol serum)
e. Androgen (mungkin memberikan hasil yang bervariasi)
Kadar kolesterol serum yang tinggi (hiperkolesterolemia) mungkin
menunjukkan adanya resiko CAD juga resiko hepatitis, penyakit
lemak, hambatan duktus koledokus, sindrom nefrotik, ikerus
obstruktif, pankreatitis dan hipotirodisme.
Kadar kolesterol serum yang rendah (hiperkolesterolemia)
umumnya disertai dengan malnutrisi, nekrosis sel hati, dan
hipertiroidisme. Kadar kolesterol yang abnormal seringkali
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyebab
yang pasti.
2.5.2. Pemeriksaan Fosfolipid (serum)
2.5.2.1. Pengertian
Uji fosfolipid adalah analisis kuantitatif pada fosfolipid, bentuk
utama lipid dalam membran sel. Fosfolipid terlibat dalam komposisi
membran sel dan permeabilitas sel dan membantu mengendalikan
aktivitas enzim dalam membran tersebut. Fosfolipid dalam
mengangkut asam lemak dan lipid menembus barier dan dari hati dan
depot lemak lainnya ke jaringan tubuh lainnya. Fosfolipid penting
pada pertukaran gas di paru-paru.
Pemerikasaan ini dilakukan untuk membantu penilaian
metabolisme lemak, untuk membantu diagnosa hipotiroidisme lemak,
untuk membantu diagnosa hipotiroidisme, diabetes militus, sindrom
nefrotik, pankreatitis kronis, ikterus obstruktif, hipopolipoproteiemia.
33

2.5.2.2. Prosedur Pemeriksaan


a. Lakukan pungsi Vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung
berukuran 10 ml sampai 15 ml tanpa zat tambahan
b. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti.
2.5.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Kadar Fosfolipid normal berkisar antara 180 sampai 320 mg/dl (SI,
1,80 sampai 3,20 g/L). Meskipun lelaki biasanya mempunyai kadar
yang lebih tinggi daripada perempuan, nilai pada perempuan yang
sedang hamil melebihi nilai pada laki-laki.
2.5.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menilai
metabolisme lemak tubuh
2. Beritahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membuthkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi Vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyamanakibat pungsi dan turniket.
4. Perintahkan kepada pasien untuk berhenti meminum alkohol
selama 24 jam sebelum uji dan tidak memakan atau meminum
apapun setelah tengah malam sebelum uji.
5. Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter
mengenai obat-obatan yang digunakan padapasien yang
mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mugkin
perlu dibatasi.
b. Sesudah pemeriksaan
1. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres
hangat
2. Perintahkan kepada pasien bahwa ia dapat melanjutkan
kembali diet dan obat-obatan yang putus sebelum uji.
34

2.5.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal


a. Tidak menaati pembatasan prauji
b. Klofibrat dan antilipidemia (mungkin menurunkan kadar
fosfolipid plasma)
c. Estrogen, epineprin, dan beberapa fenotiazin (meningkatkan kadar
fosfolipid plasma)
Kadar fosfolipid yang tinggi mungkin menunjukkan adanya
hipotiroidisme, diabetes melitus, sindrom nefrotik, pankreatitis
kronis, atau ikterus obstruktif. Kadar fosfolipid yang menurun
mungkin menunjukkan adanya hipolipoproteinemia primer.
2.5.3. Pemeriksaan Trigliserida (serum)
2.5.3.1. Pengertian
Analisis Trigleserida serum memberikan analisis kuantitatif dari
trigliserida-bentuk cadangan l emak utama yang membentuk sekitar
95% jaringan lemak. Meskipun bukan merupakan uji diagnotik, uji
trigliserida memungkinkan untuk identifikasi awal terhadap adanya
hiperlipidemia dan resiko penyakit arteri koronaria (CAD [Coronary
Artery Disease])
Pemeriksaan ini dilakukan untuk skrining terhadap adanya
hiperlipidemia atau pankreatitis, untuk membantu mengidentifikasi
sindrom nefrotik dan individu yang menderita diabetes melitus dengan
pengendalian gula darah yang buruk, untuk menentukan resiko CAD,
untuk menghitung kadar kolesterol lipoprotein dengan densitas rendah
dengan menggunakan persamaan freidewald.
2.5.3.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung
berukuran 10 ml sampai 15 ml tanpa zat tambahan
b. Hindarilah oklusi vena yang lama, lepaskan turniket dalam 1 menit
setelah digunakan.
c. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti.
d. Kirimkan nilai rujukkan sampel ke laboratorium secepatnya.
35

2.5.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa


Kadar trigliserida bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.
Terdapat kontroversi mengenai kisaran normal yang paling tepa, tapi
kadar trigliserida antara 0,44 SAMPAI 180 mg/dl (SI,0,44 sampai
2,01 mmol/L) pada Pria dewasa 10 sampai 190 mg/dl (SI,0,11 sampai
2,21 mmol/L) pada perempuan dewasa diterima luas sebagai kadar
yang normal.
2.5.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
mendeteksi penyakit metabolisme lemak.
2. Beri tahu kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Perintahkan kepada pasien untuk berpuasa paling sedikit 12
jam sebelum uji dan berhenti meminum alkohol selama 24 jam
sebelum uji. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia boleh
meminum air.
5. Beri tahukan kepada petugas dan dokter mengenai obat-obatan
yang pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-obtan
tersebut mungkin bisa dibatasi.
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres
hangat.
2. Perintahkan pasien bahwa ia dapat melanjutkan kembali diet
dan obat-obatan yang terputus sebelum uji.
2.5.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak menaati pembatasan sebelum uji
b. Penggunaan tabung pengumpulan yang dilumasi dengan glikol
c. Tidak mengirimkan sampel ke laboratorium secepatnya.
36

d. Antilpemia (menurunkan kadar lipid serum)


e. Kolestiramin dan kolestipol (menurunkan kadar kolesterol tapi
meningkatkan atau tidak mempunyai efek pada kadar trigliserida)
f. Kortikosteroid (penggunaan jangka panjang), kontrasepsi oral,
estrogen, etil alkohol, furosemid, dan mikonazol (menurunkan
kadar trigliserida serum)
g. Klofibrat, dekstrotiroksin, gemfibirozil, dan niasin (menurunkan
kadar kolesterol dan trigliserida serum)
h. Probukol (menurunkan kadar kolesterol serum tapi mempunyai
efek yang bervariasi pada kadar trigliserida serum)
Kadar trigliserida serum yang meningkat atau menurun
mengarahkan kepada dugaan adanya abnormalitas klinis; uji
tambahan diperlukan untuk diagnosis pasti.
Peningkatan kadar trigliderida yang ringan sampai sedang
menunjukkan adanya obstruksi biliar, diabetes militus, sindrom
nefrotik, endrikinopati, atau konsumsi alkohol yang berlebihan.
Kadar yang meningkat tajam tanpa penyebab yang pasti
mencerminkan hiperlipoproteinemia dan perlunya pemeriksaan
fenotipe lipoproteinemia untuk memastikannya.
Kadar trigliserida yang menurun jarang terjadi dan hanya
terdapat pada malnutrisidan abetalipoproteinemia.
2.6. IMUNOLOGI
Untuk menghadapi lingkungan dimana terdapat berbagai patogen antar
lain virus, kuman, parasit, dan lain-lain, tubuh manusia mempunyai sistem
pertahan tubuh. Bila patogen dapat melewati pertahanan tubuh tahap pertama,
yaitu kulit dan selaput lendir, maka patogen tersebut akan berhadapan dengan
sistem fagositosis sel netrofil dan makrofag (reaksi nonspesifik). Untuk
mengetahui kondisi sistem pertahan tubuh dalakukan uji laboratorium
imunologi seperti Pemeriksaan Imunoglobulin G, A, dan M kuantitatif
(serum), Pemeriksaan Assay Limfosit-T dan Limfosit-B (serum),
Pemeriksaan Tranformasi Limfosit (serum), dan lain-lain.
37

2.6.1. Pemeriksaan Imunoglobulin G, A, dan M kuantitatif (serum)


2.6.1.1. Pengertian
Imunoglobulin merupakan protein yang berfungsi sebagai
antibodi spesifik dalam respons terhadpa perangsangan antigen. Ia
berperan sebagai asperk humoral imunitas. Deviasi dari persentase
imunoglobulin normal khas pada banyak kelainan imun. Antara lain
kanker, kelainan hati, artritis reumatoid, dan lupus
eritematosusnsistemik.
Imunoelektroforesis mengenal imunoglobulin (Ig) G, IgA,
dan IgM dalam sampel serum. Kadarnya masing-masing diukur
dengan imunodifusi radial atau nefelometri. Beberapa laboratorium
mendeteksi imunoglobulin dengan imunofluoresens dan
radioimmunoassa.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis
paraproteinemia, seperti mieloma multipel dan makroglobulinemia
waldenstrom, untuk mendeteksi hipogamaglobulinemia dan
hipergamaglobulinemia dan juga penyakit non imunologik, sperti
sirosis dan hepatitis, yang disertai kadar imunoglobulin yang tinggi
abnormal, untuk menilai keefektifan kemoterapi dan terapi radiasi.
2.6.1.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan sampel dalam tabung
aktivator-bekuan 7 ml.
b. Nasehati pasien dengan kadar imunoglobulin yang rendah
abnormal (terutama IgG atau IgM) untuk melindungi diri
terhadap infeksi bakteri. Saat merawat pasien demikian, awasi
tanda-tanda infeksi seperti demam, kedinginan, ruam dan ulkus
kulit.
c. Nasehati pasien dengan kadar imunoglobulin yang tinggi
abnormal dan gejala gamopati untuk melaporkan nyeri tulang
dan nyeri tekan. Pasien demikian memiliki sel plasma yang
menghasilkan antibodi dalam sumsum tulang yang menghambat
38

pembentukan komponen darah lainnya. Awasi tanda-tanda


hiperkalsemia, gagal ginjal, dan fraktur patologik spontan.
d. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti.
e. Kirimkan sampel ke laboratorium segera untuk mencegah
kerusakan imunoglobulin
2.6.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa

Bila menggunakan nefelometri, kadar imunoglobulin serum untuk


dewasa berkisar sebagai berikut:

IgG : 800-1800 mg/dl (SI, 8-18 g/L)

IgA : 100-400 mg/dl (SI, 1-4 g/L)

IgM : 55-150 mg/dl (SI, 0,55-1,5 g/L)

2.6.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan


a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini mengukur kadar
antibodi.
2. Bila perlu, beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini
mengevaluasi keefektifan pengobatan.
3. Perintahkan kepada pasien untuk membatasi makanan dan
cairan, kecuali untuk air selama 12 sampai 14 jam sebelum
uji.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini memerlukan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan
melakukan pungsi vena.
5. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa sedikir tidak
nyaman akibat tusukan jarum dan turniket.
6. Periksa riwayat pasien apakah ia minum obat obatang yang
dapat mempengaruhi hasil uji
7. Perhatikan bahwa penyalahgunaan alkohol dan narkotik
dapat mempengaruhi hasil uji.
39

b. Sesudah Pemeriksaan
1. Bila timbul hematompada tempat pungsi vena, berikan
kompres hangat.
2. Beri tahukan kepada pasien ia dapat melakukan kembali diet
normalnya dan minum obat-obatan yang dihentikan sebelum
uji sebagaimana diminta.
2.6.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Terapi radiasi atau kemoterapi (dapat menurunkan karena efek
supresif pada sumsum tulang).
b. Aminofenazon, antikonvulsan, asparaginase, hidralazin, derivat
hidantoin, kontrasepsi oral, dan fenilbutazon (meningkatkan)
c. Metotreksat dan hipersensitivitas berat terhadap vaksin BCG
(menurunkan)
d. Dekstran dan metilprednisolon (penurunan kadar IgM)
e. Dekstran dan metilprednisolon dosis tinggi serta fenitoin
(penurunan kadar IgG dan IgA).
f. Metadon (peningkatan kadar IgA)
2.6.2. Pemeriksaan Assay Limfosit-T dan Limfosit-B (serum)
2.6.2.1. Pengertian
Limfosit merupakan sel utama dalam sistem imun yang
memiliki kapasitas mengenali antigen melakui reseptor khusunya
yang ditemukan pada permukaan.

Pemisahan sel digunakan untuk memisahkan limfosit dari


elemen sel darah lainnya. Prosedur ini menemukan kira-kira 80%
limfosit, tetapi tidak membedakan antara sel-T dan sel-B. Persentase
sel-T dan sel-B ditentukan dengan menempelkan label atau penanda
serta menggunakan teknik identifikasi yang berbeda.

Sel null memiliki reseptor Fc tetapi tanpa penanda


permukaan lain yang dapat dideteksi serta tidak memiliki kemaknaan
diagnostik. Jumlah sel null biasanya ditentukan dengan mengurangi
limfosit total dengan jumlah sel-T dan sel-B.
40

Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu diagnosis


penyakit imunodefisiensi primer dan sekunder, untuk membedakan
penyakit proliferitif limfositik jinak dan ganas, untuk memantau
respons terhadap terapi.

2.6.2.2. Prosedur Pemeriksaan


a. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan sampel dalam tabung
berheparin 7 ml.
b. Isi penuh tabung darah, dan balikkan perlahan beberapa kali agar
sampel dan antikoagulan bercampur dengan benar.
c. Karena banyak pasien dengan perubahan sel-T dan sel-B
menderita gangguan sistem imun, jaga agara tempat pungsi vena
bersih dan kering. Nilai tempat yang berubah dan laporkan
segera.
d. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti.
e. Kirimkan sampel ke laboratorium segera agar limfosit tetap
hidup.
f. Bila dicurigai antibodi antilimfosit, seperti pada penyakit
autoimun, beritahu laboratorium
2.6.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Assay sel-T dan sel-B sedang dibekukan, dan nilainya dapat
berbeda antar laboratorium, bergantung pada teknik uji.
b. Persentase limfosit total:
1. Sel-T : 68%-75%
2. Sel-B : 10%-20%
3. Sel null : 5%-20%
c. Jumlah Limfosit total : 1500-3000/µl
d. Jumlah sel-T : 1400-2700/µl
e. Jumlah sel-B : 270-640/µl
2.6.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini mengukur sel darah
putih tertentu.
41

2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan


sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan
melakukan pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa sedikit tidak
nyaman akibat tusukan jarum dan turniket.
b. Sesudah pemeriksaan
Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres
hangat
2.6.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Sampel terkena suhu ekstrem, atau tidak menggunakan tabung
pengumpul yang benar, tidak mencampur sampel dengan benar
atau tidak mengirimkan sampel ke laboratortium
b. Perubahan status kesehatan, dari efek stres, pembedahan,
kemoterapi, steroid atau terapi imunosupresif, atau radigrafi
(menyebabkan perubahan cepat jumlah sel-T dan sel-B)
c. Imunoglobulin seperti antibodi antilimfosit autolog yang kadang
–kadang terjadi pada penyakit autoimun (menyebabkan
perubahan hasil)
Jumlah sel-T dan sel-B yang abnormal menunjukkan tetapi
tidak memastikan penyakit-penyakit spesifik. Jumlah sel-B
meningkat pada leukemia limfositik kronis, mieloma multipel,
makroglobulinemia waldendstrom, dan sindrom DiGeorge.
Sel-B menurun pada leukemia limfositik akut dan pada
penyakit defesiensi imunoglobulin tertentu yang didapat maupun
kongenital. Pada penyakit defisiensi imunoglobulin lain,
terutama bila hanya satu golongan imunoglobulin yang kurang,
jumlah sel-B tetap normal.
Jumlah sel-T kadang-kadang meningkat pada
mononukleosis infeksiosa; sel-T lebih sering meningkat pada
mieloma multipel dan leukemia limfositik akut. Jumlah sel-T
menurun pada penyakit defisiensi sel-T kongenital, seperti
sindrom DiGeorge, Nezelof, dan Wiskott-Aldrich, serta pada
42

kelainan proliferatif sel-B tertentu, seperti leukemia limfositik


kronis, makroglobulinemia Waldenstrom, dan AIDS.
2.6.3. Pemeriksaan Tranformasi Limfosit (serum)
2.6.3.1. Pengertian
Uji transformasi mengevaluasi kompetensi limfosit tanpa
penyuntikan antigen ke dalam kulit pasien. Uji in vitro ini
menyingkirkan resiko efek samping, tetapi tetap dapat menilai secara
akurat kemampuan limfosit untuk berproliferasi dan mengenali serta
berespons terhadap antigen
Assay mitogen mengevaluasi respons mitotik limfosit T dan
limfosit B terhadap antigen asing. Assay antigen menggunakan
bahan khusus seperti derivat protein terpurifikasi (purifed protein
derivative), candida, parotitis, toksoid tetanus, dan streptokinase,
untuk merangsang transformasi limfosit. Assay biakan limfosit
campuran berguna untuk mencocokkan resipien dan donor transplan
serta untuk menguji kompetensi imun.
Kemampuan neutrofil untuk menelan dan menghancurkan
bakteri serta partikel asing juga dapat ditentukan.
Pemeriksaan ini dilakuakan untuk menilai dan memantau status
genetik dan defisiensi imun yang didapat, untuk menentukan
histokompatibilitas jaringan resipien dan donor transplan, untuk
mendeteksi apakah pasien telah terpajan dengan berbagai patogen
seperti penyebab malaria, hepatitis, dan mikoplasma pnemonia.
2.6.3.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena, bila pasien seorang dewasa, kumpulkan
sapel darah dalam tabung berheparin 7 ml; untuk anak-anak,
gunakan tabung berheparin 5 ml.
b. Isi penuh tabung pengumpul, dan balikkan perlahan beberapa
kali untuk mencampur sampel dengan antikoagulan
c. Karena banyak dari pasien-pasien ini menderita gangguan sistem
imun, jaga benar-benar agar tempat pungsi vena bersih dan
kering.
43

d. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti.


e. Kirimkan sampel ke laboratorium segera
f. Jangan mendinginkan atau membekukan spesimen
2.6.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Hasil bergantung pada mitogen yang digunakan. Kisaran nilai
rujukan disertakan pada hasil uji. Secara umum, uji positif berarti
normal; uji negatif menunjukkan defisiensi
2.6.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini mengevaluasi fungsi
limfosit, yang sangat penting pada sistem imun.
2. Beri tahukan kepada [pasien bahwa uji ini membantu
respondnya terhadap terpai bila perlu.
3. Untuk penentuan histokompatibilitas, jelaskan bahwa uji ini
membantu menentukan calon yang terbaik untuk transpalan
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini memerlukan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan
melakukan pungsi vena.
5. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dpat merasa sedikit tidak
nyaman akibat tusukan jarum dan turniket.
6. Bila dijadwalkan untuk scan radioisotop, pastikan sampel
serum untu uji ini yang diambil terlebih dulu.
b. Sesudah Pemeriksaan
Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres
hangat.
2.6.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral, tertekannya
respons limfosit terhadap fitohemaglutinin (indeks perangsangan
rendah)
b. Kemoterapi (kecuali ada nilai dasar sebelum terapi untuk
perbandingan).
c. Scan radioisotop dalam 1 minggu sebelum uji.
44

d. Tidak mengirimkan sampel ke laboratorium segera.


Pada uji mitogen dan antigen, indeks perangsangan yang
rendah atau tidak responsif menunjukkan sistem imun yang tertekan
atau rusak, uji seral dapat dilakukan utuk memantau keefektifan
terapi pada pasien dengan penyakit defisiensi imun.
Pada uji MLC, indeks perangsangan merupakan ukuran
kecocokan. Indeks yang tinggi menunjukkan kurang cocok.
Sebaliknya, indeks perangsangan yang rendah menunjukkan
kecocokannya tinggi.
Indeks perangsangan yang tinggi, sebagai respons terhadap
patogen yang sesuai, juga dapat menunjukkan pajanan malaria,
hepatitis, pneumonia mikoplasma, penyakit periodontal, dan infeksi
virus tertentu pada pasien yang tidak lagi memiliki antibodi serum
yang terdeteksi.
2.7. PEMERIKSAAN DIABETES MELLITUS (GULA DARAH)
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis ditandai dengan
hiperglikemia, disertai kelainan metabolik sebagai akibat defek sekresi insulin
(sel beta pankreas rusak= insulitis), atau kerusakan faal insulin, atau kedua-
duanya.
Hiperglikemia kronis menyebabkan rentetan kerusakan dan disfungsi
berbagai jaringan dan berbagai organ: mata (retina), ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Gejala hiperglikemia berat menyebabkan poliuri, polidipsi,
polifagi, dan berat badan menurun. Konsekuensi berat adalah ketoasidosis
dan sindrom nonketotik hiperosmolar. Terdapat berbagai cara menguji kadar
glukosa darah untuk mengetahui gejala hiperglikemia seperti Pemeriksaan
Insulin (serum), Pemeriksaan Toleransi Glukosa-Oral (OGTT) dan Toleransi
Glukosa-IV (IV-GTT), Pemeriksaan Glukosa Posprandial (darah), dan lain-
lain.
2.7.1. Pemeriksaan Insulin (serum)
2.7.1.1. Pengertian
Uji insulin, suatu radioimmmunoassay, adalah analisis
kuantitatif kadar insulin serum. Insulin biasanya diukur bersamaan
45

dengan kadar glukosa kaena glukosa merupakan stimulus primer


untuk pelepasan insulin.
Insulin mengatur metabolisme dan transport atau
metabolisasi karbohidrat, asam amino, protein, dan lipid. Insulin
dirangsang oleh peninggian kadar glukosa dalam plasm. Sekresi
insulin mencapai kadar puncak setelah makan saat metabolisme dan
cadngan makana paling besar.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosa
hiperinsulinemia dan hipoglikemia akibat tumor atau hiperplasia sel
pulau pankreas, defisiensi glukokortikoid, atau penyakit hati berat,
untuk membantu diagnosa diabetes melitus dan keadaan
resisteninsulin.
2.7.1.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan satu sampel untuk kadar
insulin dalam tabung 7 ml dengan EDTA.
b. Kumpulkan sampel untuk kadar glukosa dalam tabung dengan
natrium fluorida dan kalium oksalat.
c. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti
d. Kemas sampel insulin dalam es, dan kirim bersama dengan sampel
glukosa, segera bawa ke laboratorium
e. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis
2.7.1.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
Kadar insulin serum biasanya berkisar dari 0 sampai 35µU/ml (SI,
144-243 pmol/L).
2.7.1.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien Sebelum Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu menentukan
apakah pankreasnya berfungsi normal.
2. Perintahkan pasien untuk berpuasa selama 10-12 jam sebelum
uji.
46

3. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji ini membutuhkan


sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.
4. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapata merasa sedikit tidak
nyaman akibat tusukan jarum dan turniket.
5. Jelaskan bahwa bila hasilnya meragukan dapat dilakukan uji
ulangan atau uji toleransi glukosa simultan, dan untuk ini
pasien harus minum larutan glukosa.
6. Hentikan kortikotropin,kortikosteroid (termasuk kontrasepsi
oral), suplemen tiroid, epinefrin, dan obat-obatan lain yang
dapat mengganggu hasil uji, sebagaimana diminta. Bila obat-
obatan ini harus diteruskan, catat pada lembar formulir
laboratorium
7. Pastiken pasien rileks dan berbaring selam 30 menit sebelm uji.
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan
kompres hangat.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia dapat melakukan
kembali diet seperti biasa dan minum obat-obatan yang
dihentikan sebelum uji, sebagaimana diminta.
2.7.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Tidak untuk mematuhi larangan sebelum uji
b. Kegelisahan dan stres
c. Hemolisis akibat penanganan sampel yang kasar.
d. Tidak mengemas sampel insulin dalam es dan mengirimkannya ke
laboratorium segera
f. Kortikotropin, kortikosterid (termasuk kontrasepsi oral), hormon
tiroid, dan epinefrin (meningkatkan)
g. Penggunaan insulin oleh pasien yang tidak tergantung insulin
(meningkatkan)
h. Tingginya kadar antibodi insulin pada pasien dengan diabetes
melitus tergantung insulin.
47

Kadar insulin ditafsirkan dengan melihat kadar glukosa yang ada.


Kadar insulin normal bisa salah untuk hasil gluksanya. Kadar
insulin yang tinggi dan glukosa yang rendah setelah berpuasa
meunjukkan adanya insulinoma.mungkin perlu berpuasa yang
lama dan uji stimulasi untuk memastikan diagnosis. Pada diabetes
melitus resisten-insulin, kadar insulin meningkat. Sedangkan, pada
diabetes yang tidak resiste n-insulin, kadar insulin rendah.
2.7.2. Pemeriksaan Toleransi Glukosa-Oral (OGTT) dan Toleransi Glukosa-IV
(IV-GTT)
2.7.2.1. Pengertian
Uji toleransi glukoas (glucose tolerance test, GTT) dilakukan
untuk mendiagnosis diabetes melitus pada seorang yang memiliki
kadar gula darah dalam batas normal-tinggi ata sedikit meningkat. Uji
ini dapat diindikasikan jika terdpat riwayat diabetes dalam keluarga,
pada ibu yang memiliki bayi yang berat badan 5 kg atau lebih, pada
orang yang menjalani pembedahan atau cedera mayor, dan pada orang
yang memilki masalah kegemukan. Uji tidak boleh dilakukan jika
kadar gula darah puasa >200 mg/dl. Setelah usia 60 tahun, kadar gula
darah biasanya berkisar 10 sampai 30 mg/dl lebih tinggi dari pada
rentang normal.
Kadar glukosa puncak untuk GTT (Oral GTT), yakni saat ½
sampai 1 jam setelah konsumsi 100 glukosa, dan kadar gula darah
harus kembali ke rentang normal waktu 3 jam. Sampel darah akan
diambil padawaktu yang sudah ditentukan.
Uji Toleransi glukosa intravena (intravenous-GTT, IV GTT)
dianggap oleh banyak orang sebagai uji yang lebih sesitif
dibandingkan GTT oral karena tidak memerlukan absorpsi melalui
saluran gastrointestinal. Uji IV GTT biasanya dilakukan jika klien
tidak dapat makan atau bertoleransi terhadap glukosa oral. Glukosa
darah kembali ke rentang normal dalam 2 jam. Namun demikian, nilai
untuk OGTT dan IV-GTT sedikit berbeda karena glukosa IV diserap
leih cepat.
48

Hiperinsulinisme dapat dideteksi dengan OGTT. Setelah 1 jam,


kadarglukosa darah biasanya lebih rendah daripada uji FBS. Klien
dapat mengalami reaksi hipoglikemik yang berat-terdapat lebih
banyak insulin yang disekresikan sebagai respons terhadap glukosa
darah.
Pemeriksaan ini dilakuka untuk mengonfirmasikan diagnosis
diabetes melitus
2.7.2.2. Prosedur Pemeriksaan
a. OGTT
1. Kumpulkan 5 ml darah vena dalam tabung merah atau abu-abu
untuk uji FBS.
2. Ambil spesimen urin puasa
3. Berikan 100 g glukosa, baik yang berasa lemon maupun
glukola. Beberapa dokter akan memberikan glukosa sesuai
dengan berat badan (1,75 g/kg), seperti halnya pada anak-anak
4. Ambil spesimen darah dan urin pada saat ½, 1, 2, dan 3 jam
setelah glukos diberikan.
b. IV-GTT
1. Berikan infus glukosa 50% selama 3 sampai 4 menit.
2. Ambil spesimen darah saat puasa, lalu setelah 5 menit (hanya
spesimen darah), ½, 1, dan 2 jam berikutnya.
2.7.2.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Dewasa
1. GTT Oral
Waktu Serum (mg/dl) Darah (mg/dl)
Puasa 70-100 60-100
½ jam <160 <150
1 jam <170 <160
2 jam <125 <115
3 jam Kadar Puasa Kadar Puasa
Urine: Negatif
49

2. IV-GTT
Waktu Serum (mg/dl)
Puasa 70-110
5 menit <250
½ jam <155
1 jam <125
2 jam Kadar Puasa
Urine: Negatif pada saat puasa dan pada ½, 1 dan 2 jam
b. Anak
Normalnya, bayi memiliki kadar gula darah yang rendah. Anak
yang berusia 6 tahun atau lebih tua dapat memiliki temuan kadar
gula darah yang sama sengan orang dewasa
2.7.2.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. GTT Oral
a. Jelaskan pada klien tentang prosedur ini
b. Beri tahu kepada pasien untuk diet karbohidrat yang
adekuat harus dikonsumsi selama 2 sampai 3 hari sebelum
uji dilakukan.
c. Beri tahu klien untul tetap berpuasa selama 12 jam
sebelum uji, kecuali minum
d. Beri tahu kepada pasien untuk tidak diperkenankan
mengonsumsi kopi, teh, atau rokok selama uji. Tidak boleh
mengonsumsi makanan apapun.
e. Jelaskan pada klien bahwa dia dapat berkeringat atau
merasa lemah dan pusing selama 2 sampai 3 jam selama uji
dilakukan. Gejala ini sering bersifat sementara.
f. Beri tahu klien untuk meminimalkan altivitas selama uji
dilakukan peningkatan aktivitas dapat memengaruhi
temuan glukosa
g. Beri tahu petugas laboratorium tentang waktu yang tepat
klien untuk meminum larutan glukosa. Petugas
50

alaboratorium akan mengambil sampel yang sudah


ditentukan.
2. IV-GTT
a. Beri tahu pasien untuk puasa selama 12 jam sebelum uji
dilkukan. Kecuali minum
b. Jelaskan pada klien bahwa dia dapat berkeringat atau
merasa lemah dan pusing selama 2 sampai 3 jam selama uji
dilakukan. Gejala ini sering bersifat sementara.
c. Beri tahu klien untuk meminimalkan altivitas selama uji
dilakukan peningkatan aktivitas dapat memengaruhi
temuan glukosa.
d. Beri tahu petugas laboratorium tentang waktu yang tepat
klien untuk meminum larutan glukosa. Petugas
alaboratorium akan mengambil sampel yang sudah
ditentukan.
b. Sesudah Pemeriksaan
Jelaskan kepada pasien agar menghindari infeksi dengan cara
melakukan tindakan preventif misal, tidak berada di dekat orang
yang menderita flu, istirahat yang cukup, makan dengan diet
seimbang, serta mempertahankan asupan cairan yang adekuat.
2.7.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Pengaruh obat seperti kortikosteroid, kontrasepsi oral, estrogen
deuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat.
b. Usia orang dewasa yang lebih tua memiliki kadar gula darah yang
lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.
c. Stres emosional, demam, infeksi, trauma, tirah baring, dan
obesitas dapat meningkatkan kadar gula darah.
d. Aktivitas berlebihan dan muntah dpat menurunkan kadar gula
darah. Obat hipoglikemik akan menurunkan kadar gula darah.
51

2.7.3. Pemeriksaan Glukosa Posprandial (darah)


2.7.3.1. Pengertian
Uji guka darah 2 jam pascaprandial biasanya dilakukan untuk
mengukur respons klien terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam
setelah makan (sarapan pagi atau mkan siang). Uji ini dilakukan untuk
pemindaian terhadap diabetes, normalanya dianjurkan jika kadara gula
darah puasa normal tinggi atau sedikit meningkat. Glukosa serum
>140mg/dl atau kadar glukosa darah lebih besar dari 120 mg/dl
merupakan kadar yang abnormal, bila dimikian, diperlukan uji lebih
lanjut.
2.7.3.2. Prosedur Pemeriksaan
a. Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup abu-
abu atau merah, 2 jam setelah klien slesai sarapan pagi atau makan
siang.
b. Jka pengambilan darah bukan dilakukan oleh perawat, petugas
laboratorium perlu diberi tahu apakah klien sudah selesai sarapan
pagi atau makan siang.
2.7.3.3. Nilai Normal Untuk Anak dan Dewasa
a. Dewasa
Serum atau plasma : <140 mg/dl/ 2 jam. Darah : <120 mg/dl/2
jam.
b. Lansia
Serum : <160 mg/dl/ 2jam. Darah : <140 mg/dl/ 2 jam.
c. Anak
Serum dan Darah : < 120 mg/dl/ 2 jam
2.7.3.4. Persiapan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
a. Persiapan Sebelum Pemeriksaan
1. Pesankan hidangan makanan tinggi karbohidrat untuk sarapan
atau makan siang.
2. Jika klien tidak sedang dihospitalisasi, anjurkan klien untuk
berda di laboratorium ½ sampai 2 jam setelah makan pagi atau
makan siang.
52

3. Beri tahukan kepada petugas dan dokter mengenai obat-obatan


yang pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-obtan
tersebut mungkin bisa dibatasi. .
b. Sesudah Pemeriksaan
1. Jelaskan pada pasien bahwa infeksi dapat meningkatkan kadar
gula darah sehingga konsultasi medis diperlkan.
2. Amati untuk menumukan tanda dan gejala hiperglikemia
seperti rasa haus yang berlebih, dan penurunan berat badan.
3. Jika gula darah >500 mg/dl, dapat timbul pernapasan
Kussmaul yaitu napascepat, dalam, dan kuat yang terjadi
akibat asidosis.
2.7.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Normal
a. Merokok dapat meningkatkan kadar glukosa serum
b. Obat kortison, tiazid, dan deuretik dapat menyebabkan
peningkatan kadar gula darah.
c. Trauma stres dapat menyebabkan peningkatan kadar gula drah
d. Clinitest untuk mengukur kadar glukosa urine mungkin akan
memberikan temuan positif palsu jika klien mengonsumsi aspirin,
vitamin C, dan jenis antibiotik tertentu secara berlebihan
BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Penanganan yang tepat dan pengiriman spesimen ke laboratorium
sesuai prosedur merupakan hal yang sangat penting. Spesimen yang masih
segar memberikan hasil uji yang akurat. Apabila spesimen darah tidak
mendapatkan perlakuan sesuai, hemolisis mungkin akan terjadi sehingga
menyebabkan hasil uji yang jauh dari akurat; jika sampel urine diberikan
mengendap lebih dari 30 menit, pH urine akan menjadi basa akibat
pertumbuhan bakteri.
3.2. SARAN
Sebagai perawat harus mengetahui penanganan dan pengiriman
spesimen ke laboratorium dengan tepat sehingga tidak terjadi malpraktik
dan menghasilkan pemeriksaan yang akurat.

53
DAFTAR PUSTAKA

Chairlan dan Estu Lestari. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan. Edisi 2. Jakarta : EGC

Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.


Edisi 6. Jakarta : EGC

Kosasih, E N dan A S Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Klinik. Edisi 2. Tangerang : Karisma

Kowalak, Jennifer P. 2009. Buku Pegangan Uji Diagnostik. Edisi 3. Jakarta :


EGC

Sutedjo, AY. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: EGC

Tarwoto dan Wartonah. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Hematologi. Jakarta : Trans Info Media

Widmann, Frances K. 1989. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Edisi 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai