Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

Konsep dan Tema Perancangan

4.1 Konsep Hybrid

Setelah dipaparkan secara singkat diatas mengenai penggabungan dua unsur

antara tradisional dan modern, pada bagian ini akan dibahas lebih dalam lagi tentang

penggabungan anatara dua unsur tersebut yang nantinya akan menjadi konsep utama

dalam perancangan proyek ini. Unsur modern yang dominan pada site ini menjadi

latar belakang dari konsep ini. Bangunan yang ada pada sekitar site ini merupakan

bangunan – bangunan yang menjadi citra kota Bandung, bangunan yang paling kuat

citra Bandungnya adalah Gedung Sate, dan tidak jauh dari proyek perancangan

gedung kesenian yang akan dirancang.

Pengertian Hybrid sendiri adalah penggabungan dua unsur yang berlawanan

tetapi tetap mempertahankan karakter unsur - unsur tersebut. Konsep hybrid sendiri

baru mulai dikenal oleh masyarakat umum sejak diterapkannya pada konsep mobil

hybrid. Konsep mobil ini adalah konsep yang menggabungkan dua sistem bahan

bakar, yaitu listrik dan bahan bakar minyak. Konsep hybrid ini tidak hanya bisa

diterapkan pada mobil saja, namun bisa juga diterapkan dalam arsitektur, interior,

dan lain – lain.

Gambar 50. Mobil hybrid


(Sumber : http://blog.thoughtpick.com) 96
Konsep hybrid sendiri telah diterapkan di berbagai Negara – Negara maju di

berbagai belahan dunia ini. Namun perkembangan hybrid di Indonesia sendiri masih

belum diterapkan dalam berbagai hal.

Berikut ini adalah gambar – gambar yang merupakan perwujudan dari konsep

hybrid itu sendiri.

Gambar 51. arsitektur hybrid


(Sumber : http://blog.thoughtpick.com)

Gambar diatas merupakan contoh dari penerapan konsep hybrid, bila

diperhatikan karakter bangunan dan karakter liquidnya tetap berkesinambungan dan

seimbang.

Gambar 52. interior hybrid


(Sumber : http://blog.thoughtpick.com)

97
Gambar diatas ini merupakan penerapan konsep hybrid dalam interior,

penggunaan material – material yang karakternya berbeda dipadukan menjadi satu

kesatuan.

Sedangkan pada proyek perancangan gedung kesenian ini unsur yang

berlawanan disini adalah unsur dari modern dan tradisional. Bisa kita lihat pada

bagan di bawah ini bahwa bangunan kolonial Belanda secara exterior yang mewakili

sisi modern, dan budaya Sunda secara interior mewakili sisi tradisional. Dan

penggabunngan keduanya itu melahirkan konsep hybrid.

Bagan 1. modern vs tradisional


(Sumber : dokumentasi pribadi)

98
Gambar 46. Modern vs tradisional
(Sumber dokumentasi pribadi)

Gambar diatas ini merupakan gambar yang mewakili modern secara exterior,

dan tradisional secara interior. Bila kita lihat pada gambar di atas, penggabungan

antara modern dan tradisional memang sulit untuk dilakukan, tetapi dalam proyek ini

penggabungan modern dan tradisional sendiri nantinya bisa mewakili kota Bandung

sebagai kota budaya yang kental dengan budaya modern dan tradisionalnya. Dan

secara fungsi bangunan ini juga nantinya akan mendukung untuk menjadikan kota

Bandung sebagai kota budaya.

4.2 Tema Harmonisasi Modern Tradisional

Gambar 53. Denah berbentuk simetris museum geologi


Bandung
(Sumber : dokumentasi pribadi) 99
Secara fisik bangunan, interior bangunan ini memiliki ciri – ciri bangunan

kolonial yang sangat kental. Bisa kita lihat pada denahnya yang berbentuk simetris,

ini merupakan ciri utama dari bangunan kolonial.

Begitu juga dengan keadaan kolom dan bukaan pada bangunan ini yang

secara fisik juga masih mencitrakan bangunan kolonial. Maka dari itu perlu

diperhatikan lagi penggabungan antara modern dan tradisionalnya sendiri. Salah

satunya adalah dengan menggabungkan kolom yang ada dengan bambu yang

merupakan material utama dari budaya Sunda itu sendiri.

Gambar 54. Penggabungan kolom modern dengan


material bambu
(Sumber : dokumentasi pribadi)

100
Gambar 55. Aplikasi bambu pada interior modern
(Sumber : http://hitdecors.com/decors/bamboo-
interior-popular-choice/)

4.3 Konsep lantai

Tabel 2. Konsep lantai

101
Konsep bentuk lantai pada perencanaan proyek sekolah ini menggunakan

pola – pola alam. Ada percampuran antara bentuk geometris dan organik.

Konsep pola pada perencanaan lantai ini menggunakan pola – pola geometrik

linear, dan mengadopsi dari bentuk – bentuk alami yang ada pada alam.

Konsep tekstur pada perencanaan lantai ini menggunakan tekstur yang sedikit

timbul dengan memanfaatkan pola – pola yang ada pada bagan.

Konsep warna disini menggunakan warna – warna yang alami, mulai dari

kuning, hijau, coklat.

Konsep cahaya yang digunakan adalah dengan menggunakan cahaya alami

sebagai sumber penerangan pada saat siang hari. Hal ini bisa juga membuat efek

lantai lebih terlihat hidup karena terkena sinar matahari. Dan pada malam hari akan

memanfaatkan hidden lamp, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai wayfinding.

Konsep material yang akan digunakan adalah material – material yang sesuai

dengan filosofi kehidupan Sunda itu sendiri. Material utama adalah bambu,

sedangkan material pendukung berupa stainless steel yang akan digunakan sebagai

detail.

4.4 Konsep dinding

Konsep bentuk dinding akan menggunakan bentuk – bentuk linear. Garis


horizontal dan vertical akan dimanfaatkan disini. Bentuk ini pun nantinya akan
mendukung terhadap peaplikasian alat musik Sunda sebagai elemen interior.

Konsep pola pada dinding ini akan memakai pola yang linear juga. Pola
linear pun didapatkan dari penggunaan material.

102
Tabel 3. Konsep dinding

Konsep tekstur akan menggunakan material yang sedikit kasar, sehingga

mencegah orang untuk bersender ke dinding. Selain untuk melindungi alat musik

sebagai display dinding, dan juga untuk mencegah user supaya tidak berkumpul dan

merusak sirkulasi ruang.

Konsep warna disini akan menggunakan warna yang tidak terlalu berbeda

dengan lantai sehingga warna yang dihasilkan akan seimbang.

Konsep cahaya yang akan digunakan pun masih sama, alami dan buatan.

Tetapi pencahayaan pada dinding akan menggunakan spot light sebagai pencahayaan

yang digunakan untuk alat musik yang diaplikasikan ke dinding.

103
Konsep material disini akan menggunakan bambu juga, dan tetap

menggunakan stainless steel sebagai detailnya.

4.5 Konsep ceiling

Tabel 4. Konsep ceiling

konsep bentuk yang akan digunakan pada ceiling adalah bentuk – bentuk
yang linear tetapi diberi unsur organik seperti gambar disamping ini.

Konsep pola ceilingnya pun masih sama dengan pola dinding dan lantai.

Konsep tekstur akan menggunakan tekstur yang halus dan shiny sehingga
akan membuat kesan bersih.

104
Konsep warna pun tetap akan lebih dominan ke warna coklat, tapi tetap ada
warna hijau dan kuning sebagai detailnya.

Konsep cahaya akan menggunakan cahaya alami, dengan bukaan – bukaan


yang besar dari atas. Serta memanfaatkan pemakaian material bambu untuk menbuat
efek seperti gambar disamping ini.

Konsep material akan didominasi oleh bambu yang berwarna kecoklatan.

4.6 Klasifikasi Pengelompokkan Alat Musik dan Tari Tradisional


Sunda

Klasifikasi Pengelompokkan Alat Musik Tradisional Sunda


Kelompok Jenis Nama Alat Musik Dimensi (cm)

P L T d

1 Petik Kacapi Indung 150 30 40 -


Kacapi Gelung 150 30 40 -
Kacapi Parahu 150 30 40 -
Kacapi Pantun 150 30 40 -

2 Petik Kacapi Tembang 150 30 40 -


Kacapi Rincik 100 30 40 -
Kacapi Siter 120 30 40 -
Kacapi Kawih 120 30 40 -

3 Gesek Tarawangsa - 25 90 -
Rebab - 35 80 -

4 Tiup Suling 70 - - 2
Toleat 40 - - 2
Suling Kumbang 40 - - 2

5 Tiup Bangsing 60 - - 2
Tarompet 52,5 - - 10

105
Karinding 10 2 - -

6 Pukul Celempung 90 - - 35
Angklung 60 35 - -

7 Pukul Calung Rantay 120 40 - -


Calung Gambang 21 - - 90
Calung Jinjing 70 - 70 -

8 Pukul Gambang 120 40 45 -


Kendang 45 - - 5,5

9 Pukul Dogdog 30 - - 7
Tarebang/Rebana - - - 35
Saron 45 20 23 -

10 Pukul Bonang 120 50 40 -


Goong - - 120 105

Main Gamelan Degung


Display
Gamelan Salendro
Pelog

Klasifikasi Pengelompokkan Tari Tradisional Sunda


Kelompok Nama Tarian

Main Display Tari Merak

1 Tari Kupu-kupu

2 Tari Sulintang

3 Tari Ratu Graeni

4 Tari Tenun

5 Tari Tayub

6 Tari Pencak Silat

7 Tari Topeng Cirebon Panji

106
Tari Topeng Cirebon Pamindo

8 Tari Topeng Cirebon Patuh


Tari Topeng Cirebon Jingga Anom

9 Tari Topeng Cirebon Kelana


Tari Topeng Cirebon Samba

10 Tari Jaipong

4.7 Perancangan Layout

Lokasi site yang strategis, mendukung fungsi utama dari proyek perancangan

ini sendiri yang dimana fungsinya lebih ke arah pendidikan melalui budaya

tradisional. Bangunan pada lokasi ini keberadaannya sangat mendukung dari proyek

perancangan yang dirancang.

Gambar 56. Site plan


Sumber : pribadi

107
Bentuk layout yang simetris memudahkan untuk mengaplikasikan sense

Sunda itu sendiri. Setiap lantai pada proyek ini dirancang untuk merangkul

masyarakat luas baik lokal maupun mancanegara. Pada denah lantai 1, fungsi yang

disediakan lebih ke arah melayani publik, mulai dari concert hall, perpustakaan,

lounge, dan sanggar musik serta tari. Sebagian besar untuk proyek ini menggunakan

bambu sebagai material utama yang mengacu kepada konsep hybrid. Perpaduan

modern dan tradisional yang mempunyai karakter masing – masing yang kuat. Bisa

diperhatikan, pembagian ruangnya lebih ke arah simetris, ini mengacu juga kepada

budaya tradisional Sunda yang teratur. Dengan penggunaan bambu pada interior

akan lebih mendukung suasana Sunda yang memang sedari dulu sudah memakai

bambu sebagai material utama untuk melangsungkan kehidupannya. Bentuknya yang

berbeda – beda dan terkadang tidak simetris, tetapi bila bisa diolah dengan baik akan

menghasilkan interior yang sifatnya lebih dinamis walaupun bentuknya simetris

secara layout.

Gambar 57. Denah lantai dasar


Sumber : pribadi

108
Pada lantai 2, ruangannya difungsikan sebagai museum alat musik dan tari

tradisional Sunda. Pada ruangan ini pembagian ruangan dibagi berdasarkan

bendanya, dibagi menjadi 2 yaitu museum alat musik tradisional dan museum tari

tradisional. Kedua – duanya mempunyai unsur yang erat kaitannya dan saling

membutuhkan satu sama lain. Bentuk layout yang simetris membuat ruangan ini

mempunyai sirkulasi yang linear.

Gambar 58. Denah lantai 2


Sumber : pribadi

109
Keadaan interior pada ruangan ini juga didukung dengan material utama

yaitu bambu. Hampir seluruh ruangan ini didominasi oleh bambu. Mood yang

dimunculkan disini adalah mood yang santai, menyenangkan dan bisa

diterima dengan baik oleh para usernya sendiri.

Gambar 59. Potongan General


Sumber : pribadi

Pada potongan general pun tampak bahwa ritme yang ada pada

perancangan ini tetap dipertahankan. Dengan mengadopsi salah satu bentuk

rumah Sunda yang bernama julang ngampak. Dari bentuk rumah tersebut,

diambil salah satu ciri khasnya yang sangat mencolok, yaitu pada bagian

atapnya ada bambu atau kayu yang berbentuk huruf “X”. Dan dari ciri khas

tersebut maka munculah ide untuk mengaplikasikannya ke dalam interior.

Bentuk bambu yang kaku tidak membuat perancangan interior ini terasa

kaku. Bisa dilihat pada ruangan concert hall bahwa pengaplikasian bentuk

“X” tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang dinamis.

110
Gambar 60. Concert hall
Sumber : pribadi

Ruangan diatas merupaka ruangan dari concert hall , yang dimana

tempat ini merupakan tempat pertunjukan dari musik dan tari tradisional

Sunda. Dengan adanya suatu tempat yang mengutamakan budaya sebagai

fungsi utamanya maka diharapkan juga tempat ini bisa membangkitkan

gairah budaya yang semakin terkikis keberadaannya. Ruangan ini juga

dilengkapi dengan fasilitas kursi yang terbuat dari material bambu dan besi,

yang dimana dari kedua material ini merupakan karakter modern dan karakter

tradisional itu sendiri.

111
Gambar 61. Concert hall floor plan
Sumber : pribadi

Penggunaan bambu juga mendukung untuk akustik ruang, resonansinya yang

baik bisa meredam suara, dan didukung juga dengan memakai acoustic board yang

diletakan dibelakang bambu. Selain itu dipakai juga material parquete yang berwarna

coklat yang mendukung untuk akustik ruang maupun kenyamanan pada saat

berjalan. yang Ligthing pada ruangan inin juga didominasi oleh lampu yang

berwarna kuning agar muncul kesan nyaman.

Gambar 64. Concert hall section


Sumber : pribadi

112
Gambar 62. Concert hall ceiling plan
Sumber : pribadi

Bila kita lihat pada gambar diatas, bentuk dinamis itu dihasilkan oleh bentuk

– bentuk kaku dari bambu dan dengan mengadopsi bentuk dari atap rumah Sunda

yang telah dibahas sebelumnya, yaitu julang ngampak. Sebelum masuk ke ruangan

ini terdapat suatu ruangan lounge sebagai ruang antara dari concert hall terhadap

ruangan yang lainnya. Di lounge ini pun material bambu tetap menjadi pilihan

utama, di lounge ini terdapat saung yang mengadopsi juga dari bentuk julang

ngampak.

Gambar 65. Perspektif


Sumber : pribadi
113
Pada bagian Museum, terdapat lorong – lorong yang merupakan akses
sekaligus untuk display alat musik dan tarian Sunda sendiri. Dan pada bagian display
pun dirancang agar bagian display menyatu dengan elemen interior yang terdapat
pada ruangan museum ini.

Gambar 66. Perspektif museum


Sumber : pribadi

114

Anda mungkin juga menyukai