Anda di halaman 1dari 12

I Pendahuluan

Setiap hemisfer terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus frntal, lobus parietal, lobus
oksipital, dan lobus temporal. Insula kadang-kadang dianggap sebagai lobus kelima. Di Antara
sulkus lain yang relative tidak bervariasi, sulkus sentralis (fisura Rolandi) menentukan batas antara
lobus frontal dan lobus parietal. Girus presentral, yang terletak di depan sulkus sentralis dan
demikian terletak di lobus frontal, mengandung korteks motoric primer; girus post sentralis yang
terletak di belakangnya dan dengan demikian terletak di lobus parietal, mengandung korteks
somatosensorik primer.

Pada permukaan medial hemisfer, sulkus parietooksipitalis membentuk batas Antara lobu
parietalis dan oksipital. Bagian ujung inferior sulkus ini bergabung dengan ujung anterior sulkus
kalkarina, yang terletak seluruhnya di lobus oksipital dan berjalan mundur belakang menuju kutub
oksipital. Mayoritas korteks visual primer terletak di dalam sulkus ini, dan sisanya terdapat pada
gyrus di kedua sisinya.

Batas-batas lobus oksipital sebagian ditandai oleh sulkus parieto-oksipital dan insisura
preoksipital. Bagian permukaan lateral lobus frontal yang terletak di anterior girus presentral
terbagi menjadi girus frontal superior, medial, dan inferior.
II Pembahasan

2.1 Lobus oksipital

A) Area Korteks cerebri (utama) menurut Broadmann

- Area 17: Korteks visual primer

- Area 18,19: Korteks asosiasi visual

B) Korteks visual primer

Korteks visual primer adalah area 17 lobus oksipitalis. Area ini terletak di dalam sulkus
kalkarina dan di girus tepat di atas dan di bawah sulkus ini pada permukaan medial hemisfer, dan
hanya membentang sedikit di belakang polus oksipital. Korteks visual menerima input melalui
radiation optic dari korpus genikulatum lateral. Korteks visual pada satu sisi menerima informasi
visual dari setengah bagian temporal retina ipsilateral dan setengah bagian nasal retina
kontralateral. Jadi korteks visual kanan mempersarafi setengah lapang pandang kiri, dan begitu
pula sebaliknya. Informasi visual dari macula lutea dihantarkan ke bagian posterior area 17, yaitu
area di sekitar polus oksipital. Lesi unilateral pada area 17 menimbulkan hemianopsia
kontralateral; lesi parsial menyebabkan kuadrantanopsia di bagian lapang pandang yang sesuai
dengan lokasi lesi.

C) Gangguan fungsi lobus occipital


1. Lesi Kortikal
Lesi kortikal memberikan gejala homonim dengan / tanpa kelainan macula. Bila
hanya kutub occipital terkena maka kelainan macula dengan penglihatan perifer normal.
Buta kortikal disebabkan karena lesi kortikal yang luas, reflek pupil normal & persepsi
cahaya (- ).
2. Anton's sindroma
Kerusakan striata dan para striata menyebabkan kelainan interpretasi visual. Pasien
tidak sadar buta dan menyangkal. Karena kelainan arteri cerebri posterior, juga dapat
mengikuti hipoksia & hipertensi ensefalopati.
3. Halusinasi visual.
Halusinasi karena lesi occipital biasanya sederhana, tampak sebagai pola (zigzag,
kilatan) dan mengisi lapangan hemianopsi, sedang halusinasi karena lobus temporal berupa
bentuk komplek yang mengisi seluruh lapang pandang.
4. Ilusi visual : distoris bentuk, hilangnya warna, makropsia / mikrosia, sering pada lesi non
- dominan.

2.2 Lobus Temporal

A) Area Korteks cerebri (utama) menurut Broadmann

- Area 41: korteks auditorik primer

- Area 42 korteks auditorik sekunder (asosiasi)

- Area 22: area bahasa perseptif (Wernicke)

- Area 28: area olfaktorius

B) Korteks Auditorik Primer

Korteks auditorik primer terletak di girus transversus Heschl (area 41), yang membentuk
permukaan atas girus temporal superior. Struktur ini menerima input aferen dari corpus
genikulatum medial, yang selanjutnya menerima impuls auditorik dari kedua organ korti melalui
lemniskus lateralis. Dengan demikian, korteks auditorik primer masing-masing sisi mengolah
impuls yang berasal dari kedua telinga (proyeksi bilateral) sehingga bila terdapat lesi unilateral
korteks auditorik primer maka hanya menyebabkan gangguan pendengan ringan. Gangguan
terutama mengenai pendengaran yang terarah dan kemampuan untuk membedakan suara
sederhana dan kompleks pada frekuensi dan intensitas yang sama.

C) Fungsi lobus temporal


1. Kortek auditori terletak pada permukaan gyrus temporal superior (Gyrus Heschl).
Hemisfer dominan penting untuk pendengaran bahasa, sedangkan hemisfer non -
dominan untuk mendengar nada, ritme dan musik.
2. Gyrus temporalis media & inferior berperan dalam fungsi belajar & memori.
3. Lobus Limbic : terletak pada bagian inferior medial lobus temporal, termasuk
hipokampus & gyrus parahipokampus. Sensasi olfaktoris melalui jaras ini, juga emosi
/sifat efektif. Serabut olfaktori berakhir di uncus.
4. Jaras visual melalui bagian dalarn lobus temporal sekitar cornu posterior ventrikel
lateral.
D) Gangguan lobus Temporal
1. Kortek auditori : tuli kortikal. Lobus dominan ketulian untuk mendengar pembicaraan
atau amusia pada lobus non - dominan
2. Gyrus temporal media & infrior : gangguan memori / belajar
3. Kerusakan lobus limbik : halusinasi olfaktori seperti pada bangkitan parsia komplek.
Agresif / kelakuan antisosisal, tidak mampu untuk menjaga memori baru.
4. Kerusakan radiasio optika : hemianopsi homonim kuadranopia bagian atas.

2.3 Lobus frontal

Lobus frontal dapat dibagi menjadi 3 komponen utama yaitu korteks motoric primer (area
4), korteks premotorik (area 6), dan region prefrontal, suatu area korteks yang luas yang terdiri
atas area asosiasi multimodal.
Korteks motoric primer dan korteks premotorik membentuk system fungsional untuk
merencanakan dan mengontrol gerakan. Korteks prefrontal terutama berperan untuk aktivitas
kognitif dan pengendalian perilaku
A) Area korteks cerebri (utama) menurut Broadmann
- Area 4: korteks motorik primer
- Area 6: area premotorik (extrapyramidal)
- Area 8: atur gerak mata & pupil
- Area 44,45: area bahasa motorik (Broca)
B) Korteks premotorik
Korteks premotorik (area 6) merupakan pusat yang lebih tinggi untuk perencanaan dan
seleksi program motoric, yang kemudian dilaksanakan oleh korteks motoric primer. Seperti halnya
area asosiasi unimodal yang berdekatan dengan korteks somatosensorik, visual, dan auditorik
primer yang diduga menyimpan informasi sensorik yang telah dipelajari. Korteks premotorik juga
diduga menyimpan proses motoric yang sudah pernah dipelajari sebelumnya, bekerjasama dengan
serebelum dan ganglia basalis. Fungsi penting premotorik lainnya adalah merencanakan dan
mengawali gerakan mata pada area mata frontal (area 8). Stimulasi unilateral pada area 8
menyebabkan gerakan konjugat kedua mata ke sisi kontralateral. Lesi pada area 8 yang
menurunkan aktivitas menyebabkan deviasi tatapan konjugat ke sisi lesi melalui aktivitas area 8
kontralateral yang lebih kuat. Pada pasien stroke, pasien melihat ke sisi lesi.

2.4 Lobus Parietal

A) Area korteks cerebri (utama) menurut Broadmann


- Area 1,2&3: area somatosensorik (korteks sensorik primer)
B) Area kortikal somatosensorik dan motorik primer
Korteks somatosensorik primer (area 3, 2, 1) secara kasar berkaitan dengan girus
postsentralis lobus parietal dan sebagian kecil girus presentralis. Area ini meluas kea rah atas
menuju ke permukaan medial hemisfer, dan menempati bagian posterior lobules parasentralis.
Area somatosensorik primer berfungsi untuk persepsi nyeri dan suhu serta sensasi somatic dan
propioseptif secara sadar, terutama dari separuh bagian tubuh dan wajah kontralateral.
C) Fungsi lobus parietal
1. Gyrus postcentral :
Merupakan kortek sensoris yang menerima jaras afferent dari posisi, raba dan
gerakan pasif.
2. Gyrus angularis dan supramarginal :
Hemisfer dominan merupakan bagian area bahwa Wernic’s, dimana masukkan
auditori dan visual di integrasikan. Lobus non dominan penting untuk konsep "body
image", dan sadar akan lingkungan luar. Kemampuan untuk kontruksi bentuk,
menghasilkan visual atau ketrampilan proprioseptik. Lobus dominan berperan pada
kemampuan menghitung atau kalkulasi. Jaras visual radiatio optika melalui bagian dalam
lobus parietal.
D) Gangguan lobus parietal
1. Gangguan korteks sensoris dominan / non-dominan menyebabkan kelainan sensori kortikal
berupa gangguan : sensasi postural, gerakan pasif, lokalisasi akurat raba halus, " two points
discrimination", astereognosia," sensory inattention"
2. Gyrus angularis dan supramarginal : aphasia Wernicke's
3. Lobus non - dominan : anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal agnosia,
konstruksional apraksia.
4. Lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi, finger agnosia, akalkuli
dan agrafia.
5. Gangguan radiasio optika : homonim kuadrananopsi bawah.

2.5 Sindrom Lobus Frontalis

A) Sejarah
Walaupun kini sindrom perubahan watak-tabiat dinamakan “Frontal lobe syndrome”,
dahulu gambaran penyakitnya diperkenalkan sebagai “The American crowbar case syndrome”.
Seorang petani yang bernama Phineas P. Page mendapatkan kecelakaan sewaktu ia bekerja.
Sebatang linggis masuk ke dalam otaknya melalui orbita dan merusak bagian prefrontal, sehingga
terdapat pemotongan yang hamper muutlak dari lobus frontalis. Setelah ia sembuh dari luka berat
itu, 12 tahun lamanya ia digunakan sebagai bahan demonstrasi kepada mahasiswa kedokteran di
Amerika Serikat. Sindrom perubahan watak-tabiat dengan demikian dikuliahkan secara luas di
semua fakultas kedokteran Amerika Serikat sekitar tahun 1840. Petani Page yang dahulunya tekun
bekerja, alim, rendah hati, dan sangat sertia serta bertanggungjawab terhadap isteri dan anaknya,
setelah mengalami kecelakaan itu berubah menjadi seorang yang sombong, pembicaraannya
sangat “porno”, suka bicara yang bukan-bukan, tidak suka bekerja, mau “keluyuran” saja, kasar
dalam perilakuannya dan tidak dapat dipercaya. Sekarang secara sistematik telah dikenal korelasi
Antara lesi dengan gangguan watak-tabiat, gangguan kognitif dan psikomotorik.
B) Manifestasi Sindroma Lobus Frontalis
1.1 Gangguan psikomotorik
Ialah gerakan volunteer yang merupakan manifestasi eksternal dari apa yang terkandung
dalam pikiran. Gerakan isyarat sewaktu berpidato, bahkan gerak jalanpun merupakan manifestasi
kaitan yang erat antara psikis dan motorik. Seorang pria dengan watak wanita misalnya gerak-
geriknya memperlihatkan kehalusan yang lazim bagi wanita. Gangguan psikomotor pada penderita
dengan kerusakan di lobus frontalis memperlihatkan kedunguan atau kesembronoan. Dalam hal
ini, tampaknya gangguan inisiatiflah yang mendasari perubahan tabiat itu, Ia tidak lagi
dapatbangun pagi, kemudian mandi, makan, dan pergi bekerja. Ia segan untuk mandi, ganti
pakaian, dll.
1.2 Gangguan Kognisi
Kognisi adalah yang pertama terganggu pada sindrom lobus frontalis. Pederita tidak
langsung mengerti apa yang ditanyakan dan seringkali dikira tuli oleh karena selalu menanya
“Apa, apa?” Sebagian dari gangguan ini disebabkan oleh terganggunya daya ingat. Karena itu kata-
kata yang digunakan untuk menyusun kalimat atau mengerti kalimat yang didengarnya tidak beres.
Kemunduran dalam daya ingat itu terutama mengenai ingatan akan sesuatu dalam jangka pendek.
Jika ia ditest untuk menyebut angka-angka atau benda-benda yang dikatakan si pemeriksa,
misalnya menyebut angka-angka atau benda-benda yang dikatakan si pemeriksa, misalnya untuk
menyebut 52371 atau mangkuk, piring, cangkir, ia tidak akan mampu untuk mengulangi angka-
angka dan kata-kata tersebut menurut urutan. Apalagi kalau si penderita disuruh untuk
menceritakan kembali suatu cerita pendek. Ia akan menceritakannya dengan banyak kesalahan
bahkan ditambah dengan apa-apa yang sama sekali tidak ada dalam cerita itu. Perbuatan itu
merupakan suatu mekanisme kompensasi bagi ingatannya yang berkurang. Itulah yang dinamakan
konfabulasi.
1.3 Gangguan emosi
Gangguan emosi dijumpai juga pada sindrom lobus frontalis. Euforia, koprolalia, cepat
marah-marah, impulsive-agresif, kehidupan seksual yang menyimpang. Karena hal-hal tersebut
penderita sering dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan paksaan.
2.6 Sindrom lobus temporalis

A) Definisi
Sindrom lobus temporal adalah berbagai kelainan psikopatologik yang diakibatkan oleh
adanya gangguan kerusakan (lesi) pada bagian-bagian di lobus temporal. Penyebab epilepsi
parsial sering berasal dari lobus temporal. Sekitar 50% dari pasien dengan epilepsi parsial
dikonfirmasi berasal dari lobus temporal.

B) Etiologi
Penyebab paling umum dari lesi lobus temporal adalah cerebro vascular event (CVE).
Kemudian akibat tumor primer, jinak (seperti meningioma) atau ganas yang mungkin merupakan
tumor sekunder atau metastasis karsinoma, paling sering dari kanker paru-paru atau kanker
payudara. Trauma dari cedera kepala mungkin terlibat atau kersakan bedah ketika pengangkatan
tumor dari wilayah lbus temporal.
C) Epilepsi lobus temporal
Seperenam sampai seperempat dari penderita-penderita epilepsy mempunyai berbagai
keluhan psikiatrik dan 10% dari mereka pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Gejala-gejala
psikiatrik yang diperlihatkan bisa berupa serangan epileptiknya sendiri (fenomen iktal) atau
sebagai gejala psikiatrik yang menyusul kejang motoric epilepsy fokal atau umum (fenomen post
iktal) atau yang mendahului kejang motoric epileptic (fenomen pre-iktal). Pada fenomena pre-iktal
sering terlihat keadaan yang dinamakan “dreamy state”. Dalam keadaan tersebut, penderita
mengalami dejavu, sudah pernah mendengar (deja entendu) atau sudah pernah mengalami (deja
vecu).
Fenomena iktal dapat berupa serangan automatisme, pada mana penderita melakukan
gerakan yang tampaknya bertujuan, tetapi dilakukannya dalam keadaan tak sadar. Seperti
mulutnya komat-kamit, lidah mengecap-ngecap, nafas memburu, jari meraba-raba baju atau kain
sprei, tangan bertepuk-tepuk, dll
Fenomena post-iktal bisa berupa automatisme atau perangai seolah olah penderita
menyanyi, bertandak, bicara sendiri, atau seolah-olah membaca buku atau bengong dan berusaha
untuk memulihkan daya orientasinya.
Sindrom lobus temporalis memperlihatkan juga perubahan sifat, seperti hiposeksualitas
primer, seksualitas yang menyimpang, dll. Tidak semua penderita epilepsy lobus temporalis
memperlihatkan peruahan sifat tersebut di atas, tetapi perubahan-perubahan itu disinggung dalam
rangka gangguan kualitas kesadaran yang bisa melengkapkan sindrom lobus temporalis.

2.7 Sindroma Lobus Oksipital


A) Definisi
Sindroma lobus oksipital ialah kumpulan dari gejala-gejala yang disebabkan oleh
kerusakan dari lobus oksipital yang memiliki gejala utama berupa gangguan penglihatan.
B) Etiologi
"Ditinjau dari etiologinya, sindroma lobus oksipital dapat disebabkan oleh berbagaihal,
diantaranya adalah :
1) Trauma kepala
Trauma kepala yang mengenai lobus oksipital dapat menyebabkan gejala defek
lapang pandang atau kebutaan kortikal seperti pada kasus yang dialami oleh kolonel inggris saat
berperang di Afrita Utara. Ia tertembak pada bagian belakang kepalanya dan tidak menyebabkan
kematian, namun penglihatannya terganggu. Ia tidak dapat melihat lapang pandang sebelah kanan
secara komplit, namun ia dapat melihat secara "normal" pada lapang pandang sebelah kiri hanya
dengan jarak sejauh panjang lengannya dengan diameter sebesar kepalan tangan
2) Intoksikasi bahan kimia
3) Neoplasma otak
4) Stroke otak
5) Penyakit degeneratif
C) Gejala klinis
1) Defek lapang pandang (kelainan jalur visual)
2) Agnosia visual
Agnosia visual adalah deficit visual dimana tajam penglihatan dan persepsi relatif
normal, tetapi pengenalan atau recognition dari persepsi tidak bisa/absent. Defek ini berhubungan
dengan lesi occipitoparietal
3) Assosiative agnosia
Pada agnosia asosiasi, pasien mampu mengopi sebuah gambar secara akurat
tetapi tidak mampu mengidentifikasi gambaran tersebut. Agnosia asosiasi berhubungan dengan
level kognisi yang lebih tinggi lagi yang berhubungan dengan informasi yang disimpan yaitu
memori. Efek dari jenis agnosia ini adalah, kegagalan dalam mengenali objek merupakan
defek memori yang mempengaruhi tidak hanya pengetahuan pada masa lalu mengenai suatu
objek tetapi juga mengenai ilmu baru.
4) Agnosia warna
Agnosia warna ialah defek dalam mengenali warna dimana memiliki berbagai
bentuk, secara primer pasien tidak mampu mengenali atau membedakan warna. Biasanya agnosia
warna diikuti dengan kelainan alexia dan afasia. Agnosia warna ini terjadi karena adanya lesi pada
lobus oksipital kiri atau lesi occipitotemporal.
5) Agnosia visuospasial
6) Halusinasi dan distorsi visual
Halusinasi visual yaitu munculnya bayangan visual tanpa adanya stimulus dari luar
atau eksternal. Dapat terjadi karena adanya lesi pada daerah oksipital. Sedangkan distorsi visual
atau juga sering disebut ilusi visual yaitu bentuk dari suatu objek dapat terlihat lebih besar atau
lebih kecil dari yang sebenarnya, objek juga biasanya memiliki warna yang tidak normal.
7) Anton's syndrome
Ialah suatu kondisi dimana pasien tidak sadar dia mengalami kebutaan dan
menyangkal masalah tersebut meskipun dia sudah dikatakan mengalami kebutaan.Pasien dengan
anton's syndrome biasanya memiliki lapang pandang yang kecil atau sempit dengan gambaran
objek yang berfluktuasi tidak jelas.
2.8 Sindrom lobus parietal

A) Definisi
Sindroma lobus parietal ialah kumpulan dari gejala-gejala yang disebabkan oleh kerusakan
dari lobus parietal.
B) Gejala
1. Gangguan korteks sensoris dominan / non-dominan menyebabkan kelainan sensori kortikal
berupa gangguan : sensasi postural, gerakan pasif, lokalisasi akurat raba halus, " two points
discrimination", astereognosia," sensory inattention"
2. Gyrus angularis dan supramarginal : aphasia Wernicke's
3. Lobus non - dominan : anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal agnosia,
konstruksional apraksia.
4. Lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi, finger agnosia, akalkuli
dan agrafia.
5. Gangguan radiasio optika : homonim kuadrananopsi bawah.

Kesimpulan
III DAFTAR PUSTAKA

1. Linsday W Kenneth et al. Neurology and Neurosurgery Ilustrated. 3rd Ed. Churchill
Livingstone, New York, 1997 ; 105 -120.
2. Netter H Frank. The CIBA Collection of Medical Illustrations. Vol I Nervous System, 1986
: 147.
3. Bird P Thomas, memory loss and Dementia. In Harissons's. Principles of Internal
Medicene. 14th Ed, McGraw-Hill, New York, 1998 ; 142 -149.
4. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta, EGC, 2016
: 281-311
5. Kotchabhakdi, Naiphinich. The Occipital Lobes. Institute of Molecular Bioscience,
Mahidol University Salaya Campus, Thailand. 2011.

Anda mungkin juga menyukai