Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan Cairan


1.1 Definisi Kebutuhan Cairan
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat
tertentu. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Kebutuhan
cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yangtetap dalam merespon terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan,
ketidakseimbangan yang terdiri sendiri jarang terjadi dalam kelebihan dan
kekurangan.
1.2 Fisiologi sistem
Cairan dan Elektrolit masuk melalui makanan, minuman dan cairan
intravena(IV) dan di distribusikan ke seluruh tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya. Jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh di bagi
menjadi dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di
luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstitial dan cairan transeluler. cairan intravaskuler (plasma) adalah
cairan di dalam sistem vaskuler. Cairan interstitial adalah cairan yang terletak
di antara sel. Sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti
cairan intraokuler dan sekresi saluran cerna. Intravaskuler 5% berat badan,
interstitial 15% berat badan dan transseluler 40% berat badan. Cairan
intravaskuler dan interstitrial bersama-sama disebut extrasel (ECF) . ECF
adalah cairan tubuh dengan laju tinggi dikeluarkan melalui urine kg/hari serta
keringat dan uap panas (700/m²/hari). (Tarwanto dan wartonah ,2003)
1. Pengatur Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
a. Ginjal
Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi
ginjal yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dan
darah, pengatur keseimbangan cairan asam basa darah, dan pengatur
ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam. Proses pengaturan
kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal
seperti glomerulus sebagai penyaing cairan. Rata-rata setiap 1 liter
darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus,
10 % disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrar glomerulus),
kemudian mengalir melalui tubuh renalis yang sel-selnya menyerap
semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal
dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1
ml/kg/bb/jam.
b. Kulit
Merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang
terkait dalam proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat
pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan
mengendalikan arteriolakutan dengan cara vasodilatasi dan
vasokontriksi. Banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh
darah dalam kulit mempengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan.
Proses pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan cara
penguapan. Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat
dibawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini
suhu dapat diturunkan dengan melepaskan air yang jumlahnya kurang
lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat
diperoleh dari aktivitas otot, suhu lingkungan, dan melalui kondisi
tubuh yang panas. Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui
cara pemancaran, yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya.
Cara tersebut berupa cara konduksi dan konveksi. Cara konduksi
adalah pengalihan panas ke benda benda yang disentuh, sedangkan
cara konveksi yaitu mengalirkan udara yang telah panas ke permukaan
yang lebih dingin.
c. Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan
menghasilkan insensible water loss ±400 ml/hari. Proses pengeluaran
cairan terkait dengan respons akibat perubahan-perubahan frekuensi
dan kedalaman pernafasan (kemampuan bernafas), misalnya orang
yang olahraga berat.
d. Gastrointestinal
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-
200 ml/hari.
Selain itu, pengaturan keseimbangann cairan dapat melalui mekanisme
rasa haus yang dikontrol melalui sistem endokrin (hormonal) yaitu anti
diuretik hormon (ADH), sistem aldosteron, prostaglandin, dan
glukokortikoid.
e. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorbsi air
sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon
ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang
mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairan ekstrasel.
f. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal dan
berfungsi pada absorbsi natrium. Proses pengeluaran aldosteron diatur
oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem
angiotensin renin.
g. Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorbsi natrium dan air
yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi
natrium.
( Hidayat, AAA dan Uliyah. 2011)

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


1. Usia
Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh dan aktivitas organ.
Sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Temperatur
Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui
keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehiangan cairan.
3. Diet
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan
makanan yang tersimpan dalam tubuh, sehingga terjadi pergerakan cairan
dari interstisial ke interseluler yang dapat berpengaruh pada jumlah
pemenuhan kebutuhan cairan.
4. Stres
Stres dapat berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit, melalui proses peningkatan produksi ADH karena pada proses
ini dapat meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya
glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi natrium dan air.
5. Sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk
memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan
yang cukup.Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam
tubuh seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu
keseimbangan kebutuhan cairan. ( Hidayat, AAA dan Uliyah. 2011)

1.4 Gangguan atau Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Gangguan Cairan
a. Hipovolemi : Terjadi karena kekurangan pemasukan air atau
pengeluaran berlebihan.
Penyebab:
1) Muntah, diare berlebihan
2) Perdarahan
3) Demam
b. Hipervolemi : Terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam
proporsi isotonik sindrom ruang ke tiga berefek kekurangan vulume
cairan ekstrasel. Disebabkan karena infeksi trauma.
c. Dehidrasi : Terjadi jika ada kehilangan cairan tanpa di sertai
kehilangan elektrolit yang proporsional faktor resiko terjadinya
dehidrasi.
d. Edema :Akumulasi cairan abnormal di jaringan infertital atau rongga
tubuh.
Penyebab :
1) Peningkatan tekanan hidostatik.
2) Penurunan tekanan asmotik plasma.
3) Sumbatan imfalik.
4) Refensi urine.
5) Kerusakan pembuluh darah kapiler.

2. Gangguan Elektrolit
a. Hiponatremia : Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium
dalam plasma darah yang di tandai dengan mual,muntah dan diare.
b. Hipernatremia : Merupakan suatu keadaan di mana kadar natrium
dalam plasma tinggi yang di tandai dengan mukosa kering.
Oliguria/anuria, turgor kulir buruk dan permukaan kulit membengkak,
kulit kemerahan,lidah kering dan kemerahan ,suhu badan naik.
c. Hipokalemia : Suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah.
Di tandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah,
tidak nafsu makan, muntah-muntah,perutnya kembung, denyut
jantungnya tidak beraturan.
d. Hiperkalemia : Merupakan suatu keadaan di mana kadar kalium
dalam darah tinggi . di tandai dengan adanya mual,hiperaktivitas
sistem pencernaan, aritmia kelemahan, jumlah urine sedikit sekali,
diare, adanya kecemasan dan iritabilitas.
e. Hipokalsemia : Merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma
darah ditandai dengan adanya kram otot, kram perut, kejang, bingung,
kesemutan pada jaridan sekitar mulut.
f. Hiperkalsemia : Merupakan suatu keadaan kelebihab kadar kalsium
dalam darah di tandai dengan adanya nyeri pada tulang,relaksasi otot,
batu ginjal,mual-mual, koma, dan kadar kalsium dalam plasma lebih
dari 4,3mEq/L.
g. Hipomagnesia : Merupakan kekurangan kadar magnesium dalam
darah ditandai dengan adanya iritabilitas,tremor,kram pada kaki dan
tangan, lakikardi, hipertensi,kadar magnesium dalam darah kurang
dari 1,3 mEq/L.
h. Hipermagnesia : Merupakan kondisi kelebihan kadar magnesium
dalam darah ditandai dengan adanya koma,gangguan pernafasan,dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/L. ( Hidayat, AAA dan Uliyah.
2011)
II. Rencana Asuhan Keperawatan dengan gangguan kebutuhan Cairan dan Elektrolit
2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau
resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :
1. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang
beresiko mengalami gangguan keseiombangan cairan dan elektrolit.
Pengkajian tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan.
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu
status cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
f. Faktor psikologis (prilaku emosional).
Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi
dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat
badan, serta pengukuran asupan, dan haluran cairan.
a. Berat badan. Pengukuran berat badan dilakuakan disaat yang sam
dengan menggunakan pakaian yang beratnya sama. Peningkatan atau
penurunan 1 kg berat badan serta dengan penamabahan atau
pengeluaran satu liter cairan.
b. Tanda-tanda vital. Perubahan tanda-tanda vita (suhu, nadi, pernapasan,
dan tekanan darah serta tingkat kesadaran) bisa mendakan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolitt.
c. Asupan cairan. Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral),
cairan pariental (obat-obat intravena), makanan yang mengandung air,
irigasi kateter. Kaji manifestasi pengukuran klinik melalui cairan
hipertonik adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya
melebihi cairan tubuh, contohnya larutan dekstrosa 5% dan NaCl
normal, dekstrosa 5% dalam RL, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%.
Cairan hipotonik adalah cairan yang konsentrasi zat
terlarut/ kepekatannya kurang.
d. Haluaran cairan/kaji input output. Haluaran cairan meliputi urine
(volume, kepekatan), fases (jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
e. Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang
berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.
f. Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (misalnya deabetes melitus,
kanker, luka bakar, hematemesis, dan lain-lain).
g. Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (misalnya steroid, diuretik,
dialisis).

2. Pemeriksaan fisik
a. Integumen: turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensai
rasa.
b. Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi
jantung.
c. Mata: cekung, air mata kering.
d. Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal: mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
3. Pemeriksaan labolatorium
a. Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel
darah merah, hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
1) Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
2) Ht turun: adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
3) Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
4) Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
b. Pemeriksaan elektrolit serum. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
c. pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
d. Analisis gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2,HCO3-
,PCO2 dan saturasi O2. Nilai PCO2 normal 35-40 mmHg, PO2 normal
80-100 mmHg, HCO3-normal 25-29 mEq/l. Sementara saturasi
O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan
vena (60%-85%).
2.2 Diagnosa
1. Kekurangan Volume cairan
Berisiko mengalami dehidrasi vaskular, selular, atau intraselular.
a. Batasan karakteristik
1) Mayor
a) Ketidakcukupan asupan cairan per oral
b) Balans negatif antara asupan dan haluaran
c) Penurunan berat beban
d) Kulit/membran mukosa kering (turgor menurun)
2) Minor
a) Peningkaatan natrium serum
b) Penurunan haluaran urine atau haluaran urine berlebih
c) Urine pekat atau sering berkemih
d) Penurunan turgor kulit
e) Haus, mual/anoreksida

b. Faktor yang berhubungan


1) Kehilangan volume cairan aktif
2) Kurang pengetahuan
3) Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan
4) Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan
5) Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
6) Kehilangan bertebihan melalui rute normal (mis, diare)
7) Usia lanjut
8) Berat badan ekstrem
9) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (mis, status
hipermetabolik)
10) Kegagalan fungsi regulator
11) Kehilangan cairan melalul rute abnormal (mis, slang menetap)
12) Agens farmasutikal (mis., diuretik)
c. Tujuan
Menyeimbangkan volume cairan sesuai dg. Kebutuhan tubuh.
d. Kriteria Hasil
1) Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila
ada kontraindikasi).
2) Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal.
3) Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
e. Intervensi
1) Mandiri
a) Kaji faktor penyebab (misalnya ketidak mampuan untuk
minum sendiri, gangguan menelan, sakit tenggorokan,
asupan cairan yang kurang sebelum berolahrahga, kurang
pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman yang
tersedia).
b) Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan
hidrasi yang adekuat serta metode untuk memenuhi asupan
cairan.
c) Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai klien dan
rencanakan pemberian asupan secara bertahap (misal 1.000
ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di malam
hari).
d) Bila klien mengalami sakit tenggorokan, tawarkan minuman
yang hangat atau dingin, pertimbangkan pemberian es.
e) Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk
istirahat sebelum makan dan berikancairan dalam jumlah
sedeikit tetapi sering.
f) Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan
cairan, haluaran urine, dan berat badan harian.
g) Pantau asupan cairan klien (minimal 2.000 ml cairan oral per
hari).
h) Pantau haluran urine klien (minimal 1.000-1.500 ml per
hari).
i) Timbang badan setiap hari di waktu yang sama dan dengan
pakaian yang sama. Penurunan berat badan 2-4% (dehidrasi
ringan), 5-9% (dehidrasi sedang).
j) Pantau BUN, osmolaritas, dan elektrolit serum dan urine,
kadar kreatyinin, hematokrit, dan hemoglobin.
k) Jelaskan bahwa kopi, teh, dan jus merupakan diuretik yang
bisa menyebabkan kehilangan cairan.
l) Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa
menyebabkan kehilangan cairan berlebihan (misal
pemberian diuretik, muntah, diare, demam).
m) Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
n) Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang
adekuat sebelum dan selama berolahraga.
2) Kolabrasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intravena.

f. Rasional
1) Kondiasi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus.
Akibatnya, haluaran urine tidak dapat membersihkan limbah secara
adekuat sehingga kadar BUN dan elektroit meningkat.
2) Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan
cairan.
3) Untuk memmantau berat badan secara efektif, penimbangan harus
dilakukan disaat yang sama dengan mengenakan pakaian yang
beratnya hampir sama.
4) Konsumsi gula, alkohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat
meningkatakan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi

2. Kelebihan Volume Cairan


Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan
beban cairan intraseluler atau interstisial.
a. Batasan Karakteristik
1) Mayor
a) Edema
b) Kulit tegang, mengilap
2) Minor
a) Asupan melebihi haluaran
b) Sesak nafas
c) Kenaikan berat badan
b. Faktor yang berhubungan
1) Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan,
sekunder akibat gagal jantung
2) Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas,
dan penurunan curah jantung, sekunder akibat infark miokard, gagal
jantung, penyakit katup jantung
3) Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid
plasma yang rendah, retnsi natrium, sekunder akibat penyakit hepar,
sirosis hepatis, asites dan kanker
4) Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena sekunder akibat
varises vena, trombus, imobilitas, flebitis kronis
5) Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat
penggunaan kortikosteroid
6) Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan
7) Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak,
malnutrisi
8) Berhubungan dengan venostatis/bendungan vena, sekunder akibat
imobilitas, bidai atau balutan yang kuat, serta berdiri atau duduk
dalam waktu lama
9) Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus saat hamil
10) Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder
akibat masektomi
c. Kriteria Hasil
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2) Bunyi nafas bersih, tidak ada dvspneu/ortopneu
3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
4) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output
jantung dan vital sign dalam batas normal
5) Terbebas dan kelelahan, kecemasan atau kebingungan
6) Menjelaskan indikator kelebihan cairan
d. Intervensi dan Rasional
1) Identifikasi faktor penyebab (kelebihan asupan natrium, asupan
protein yang tidak adekuat, stasis vena, imobilitas, kurang
pengetahuan, dan lain-lain).
2) Catat asupan makanan dan cairan setiap hari dan setiap minggu, kaji
keadekuatan asupan protein dan natrium.
3) Buat menu mingguan yang memenuhi kebutuhan protein dengan
biaya yang terjangkau oleh klien.
4) Kurangi asupan garam, pertimbangkan penggunaan garam
pengganti.
5) Kaji adanya stasis vena atau bendungan vena.
6) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas horizontal (meninggikan
kaki) dan ktivitas vertikal (berdiri) secra bergantian, hindari
menyilangkan kaki.
7) Letakan ekstremitas yang edema lebih tinggi dari jantung (kecuali
ada kontraindikasi)
8) Lakukan prosedur keperawatan (misal mengukur tekanan darah,
memberikan cairan IV) pada ekstremitas yang tidak mengalami
edema.
9) Kurangi konstriksi pembuluh darah, hindari
mrnggunakan stocking setinggi lutut, pertimbangkan
pengguanan stocking antiembolisme.
10) Periksa ektremitas secara sering untuk melihat keadekuatan sirkulasi
dan adanya tanda-tanda area konstriksi.
11) Pada klien imobilisasi, rencanakan latihan ROM aktif atau pasif
untuk semua ektremitas setiap empat jam, termasuk dorsofleksi kaki
guna memasase vena.
12) Ubah posisi individu sedikitnya setiap dua jam dengan empat posisi
(miring kanan, miring kiri, terlentang, terlungkup), jika tidak ada
kontraindikasi.
13) Berikan penjelasan verbal dan tertulis tentang obat-obat yang
digunakan, terutama obat-obat yang memengaruhi keseimbangan
cairan (misal diuretik, steroid)
14) Pada klien yang mengalami edema berat, timbang berat badan setiap
pagi dan malam hari, dan buat catatannya.
15) Ingatkan klien untuk segera menghubungi dokter jika terjadi
edema/penambahan berat badan yang berlebihan (> 1 kg/hari),
karena hal ini bisa mengindikasikan masalah jantung dini.

III. Daftar Pustaka


NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi
Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
Praptiani. Jakarta; EGC
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Tarwoto dan Wartonah (2006), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai