Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran

nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam

maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah

penyempitan saluran nafas secara menyeluruh.

Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang tersebar diseluruh

belahan dunia dan sejak 20 tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat

pada anak-anak baik di negara maju maupun negara sedang berkembang.

Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan

peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor.

Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia, prevalensi

asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada

usia sekolah menengah pertama.

Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang

tinggal di daerah perkotaan dan industri. Dampak dari penyakit tersebut

ketidakmampuan pada anak cukup luas. Anak mengalami gangguan aktivitas

dan gangguan perkembangan. Serangan asma menyebabkan anak berisiko

mengalami masalah perilaku, emosional, dan dapat menimbulkan masalah

bagi anggota keluarga lainnya.

1
Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang

didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu meninggal karena penyakit

asma pada tahun 2005.

B. Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang tatalaksana asma pada anak.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai kajian keilmuan

dalam hal tatalaksana asma pada anak. Untuk mengetahui definisi,

epidemiologi, etiologi, factor pencetus, patofisiologi, diagnosis dan

penatalaksanaan asma pada anak.

D. Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Asma
GINA (Global Initiative for Asthma) mendefinisikan asma sebagai

gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan,

khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan

inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa

dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala

tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas

namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara

spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan

dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.


Selain definisi diatas, untuk mempermudah batasan operasional asma

untuk kepentingan klinis yang lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak

(PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu mengi berulang

dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara

episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya

faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara

spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi

lain pada pasien/keluarganya

B. Epidemiologi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa

dan 10% pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10

3
kali di negara berkembang dibanding negara maju. Prevalensi tersebut sangat

bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar

3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National

Center for Health Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak

usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada

dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum

masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali lebih banyak dibanding

perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama dan pada dewasa

laki-laki lebih banyak menderita asma dibanding wanita. Secara global,

morbiditas dan mortalitas asma meningkat pada 2 dekade terakhir.

Peningkatan ini dapat dihubungkan dengan peningkatan urbanisasi. WHO

memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Berdasarkan

laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu.

Sedangkan, laporan dari CDC menyatakan terdapat 187 pasien asma yang

meninggal pada usia 0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak. Namun

secara umum kematian pada anak akibat asma jarang.

C. Etiologi
Penyebab asma belum jelas, tetapi dapat disebabkan oleh reaksi

berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus) karena adanya

hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan

meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan

mudah terjadinya spasme bronkus. Serangan akut umumnya timbul akibat

4
pajanan terhadap faktor pencetus seperti infeksi virus atau alergen. Selain itu

asma dapat pula dicetuskan oleh cuaca dingin dan gastroesofageal refluks.

D. Faktor Pencetus

Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya


manifestasi asma adalah:

1. Faktor Genetik
2. Allergen
 Allergen Hirup ( inhalan )
- Debu rumah, tungau debu rumah
- Bulu binatang
- Kapuk dan wol
• Allergen makanan (ingestan)

- <3 tahun penyebab asma bronchial (susu dan telur)


- >3 tahun (buah, coklat, kacang, ikan laut)
3. Bahan Iritan
 Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
 Polusi udara
 Udara dingin
 Air dingin
4. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma, tetapi
mekanisme dari efek ini belum dapat diketahui.

5. Infeksi
 Infeksi virus
 Infeksi jamur
 Infeksi bakteri
 Infeksi parasit

5
6. Latihan Jasmani
Lari dan naik sepeda
7. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas parasimpatis, baik
perifer maupun sentral, sehingga terjadi peningkatan aktifitas kolinergik
yang mengakibatkan eksaserbasi asma. Faktor emosi dapat bersumber dari
masalah antara kedua orangtua dengan anak atau masalah dengan teman
atau guru disekolah.

8. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada
anak dan orang dewasa.

9. Rinitis allergi, Sinusitis, dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas

E. Patofisiologi

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas
secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus,
edema mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus.
Sumbatan yang terjadi tidak seragam / merata di seluruh paru. Atelektasis
segmentasi atau subsegmentalis dapat terjadi. Sumbatan jalan napas
menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan
distensi paru berlebihan. Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di
seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi
dengan perfusi.

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga


terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat
makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan

6
intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah
jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan


peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada
awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi
sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik.
Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot
napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan
asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung
naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai
tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu dapat terjadi pula
asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot
napas.

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi


pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan
vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan
berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.

Mediator kimia

Bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi berlebihan

Penyumbatan jalan nafas

Ventilasi tidak seragam Hiperinflasi


7
Atelektasis Ketidakseimbangan ventilasi Kelenturan
Dan perfusi berkurang

Surfaktan Hipoventilasi Kerja pernapasan


Berkurang Asidosis alveolar bertambah

↑ PCO2
Vasokonstriksi
pulmonal
↓ PO2

Gambar 2.1. Alur Patofisilogi Asma

F. Klasifikasi
Klasifikasi asma berdasarkan derajat keparahannya :
1. Intermiten
Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
2. Persisten Ringan
Episode gejala ama >1x/bulan, <1x/minggu
3. Persisten Sedang
Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
4. Persisten Berat
Episode gejala asma terjadi hamper tiap hari

G. Diagnosis
PNAA 2015 membagi kriteria diagnosis asma 2 bagian, yaitu:
1. Kriteria Diagnosis anak 5 tahun ke atas
a. Anamnesis
Gejala utama meliputi sesak napas, batuk, wheezing, dada tertekan,

dan produksi sputum meningkat. Dan perlu diperhatikan juga apabila

timbul kronik dan berulang, gejala berfluktuasi intensitasnya seiring

waktu, gejala memberat pada malam atau dini hari, dan timbul bila ada

pencetus.

8
b. Pemeriksaan Fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma,

pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar

serangan. Pada Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, batuk

paroksismal, suara wheezing, ekspirium memanjang, retraksi

supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik

terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok kedepan, sela iga melebar,

diameter anteroposterior bartambah.

Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak


jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi nafas kasar
atau mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas melemah atau
hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah, waktu
serangan fase ekspirasi memanjang terdengar ronkhi kering dan ronkhi
basah.

c. Pemeriksaan Penunjang
Anak yang sudah besar (>5 tahun) pemeriksaan faal paru

sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow

meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus

dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin

atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan

ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu

didapatkannya :
1. Variabilitas pada PEFR atau FEVI > 13 % Variablitas harian adalah

perbedaan nilai (peningkatan / penurunan) hasil PEFR dalam satu hari.

Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang

pemeriksaan berlangsung > 2 minggu.

9
2. Reversibilitas pada PEFR atau FEVI > 12% Reversibilitas adalah

perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEVI setelah pemberian inhalasi

bronkodilator.
3. Penurunan > 20 % pada FEVI setelah provokasi bronkus dengan

metakolin atau histamin.


Penggunaan peak flow meter merupakan hal yang penting dan

perlu diupayakan, karena selain untuk mendukung diagnosis juga untuk

mengetahui keberhasilan tatalaksana asma. Berhubung alat tersebut tidak

selalu ada, maka Lembar Catatan Harian dapat digunakan sebagai

alternatif karena mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru. Lembar

Catatan Harian dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PEFR.

Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons

terhadap pemberian obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu

pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma

tidak baik, sebelum memikirkan diagnosis lain, maka perlu dinilai dahulu

beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran

terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara

dan waktu pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila

semua aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar. Maka perlu

dipikirkan kemungkinan diagnosis bukan asma. Pada pasien dengan

batuk produktif, infeksi respiratorik berulang, gejala respiratorik sejak

masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh, atau kelainan fokal

paru, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu

dilakukan adalah foto Rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji provokasi.

10
Selain itu mungkin juga perlu diperiksa foto Rontgen sinus paranasalis,

uji keringat, uji imunologis, uji defisiensi imun, pemeriksaan refluks, uji

mukosilier, bahkan tindakan bronkoskopi.


2. Kriteria Diagnosis balita atau anak dibawah 5 tahun
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil

khususnya dibawah 5 tahun, maka terdapat 3 pembagian kemungkinan, yaitu:


a. Mungkin bukan asma
- batuk, wheezing, sulit bernapas
- gejala kurang dari 10 hari, selama IRA 2-3 episode/tahun
b. Mungkin asma
- batuk, wheezing, sulit bernapas
- gejala lebih dari 10 dari, selama IRA lebih dari 3 episode/tahun atau

perburukan pada malam hari.


c. Sangat mungkin asma
- memiliki gejala yang sama
- lebih dari 3 episode atau episode/tahun berat atau perburukan malam

hari
- diantara episode ank batuk, wheezing atau sulit bernapas saat bermain

dan tertawa
- adanya riwayat alergi pada keluarga

H. Diagnosis Banding

Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai
macam keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :

1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.


2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau
fibrostik kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan
terbanyak dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak
herediter, bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial

11
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama
malam hari dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis

bronkus.

I. Penatalaksanaan

1. Tatalaksana anak diatas 5 tahun

Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai


derajat serangannya. Adapun kategori serangan asma meliputi:

a. Serangan Asma Ringan Sedang


- Bicara dalam kalimat

- Lebih senang duduk daripada berbaring

- Tidak gelisah

- Frekuensi napas dan nadi meningkat

- Retraksi minimal

- SpO2 (udara kamar); 90-95%

- PEF >50% prediksi terbaik

b. Serangan Asma Berat

- Bicara dalam kata

- Duduk bertopang lengan

- Gelisah

- Frekuensi napas dan nadi meningkat

- Retraksi jelas

12
- SpO2 (udara kamar) <90%

- PEF ≤50% prediksi terbaik

c. Serangan Asma Ancaman Henti Napas

- Mengantuk/letargi

- Suara napas tak terdengar

Tatalaksana awal adalah pemberian β2-agonis secara nebulisasi


atau secara MDI dan spacer (4-10 semprot). Nebulisasi dapat diulang 3
kali dengan selang 20 menit dihitung dari awal terapi dalam 1 jam. Pada
pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana
awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan
derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat
dilakukan dengan cepat dan jelas.

Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan

berat yang jelas, langsung berikan nebulisasi β2-agonis dikombinasikan

dengan antikolinergik. Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi

dan asodosis metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang

kurang terhadap nebulisasi β2-agonis. Penderita seperti ini cukup sekali

dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena

selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.


Apabila terdapat ancaman henti napas maka lakukan penilaian

awal ABC (Airway, Breathing, Circulation), kemudian siapkan perawatan

ICU seperti inhalasi β2-agonis kerja cepat, Oksigen, Siapkan intubasi jika

perlu.

2. Tatalaksana balita dibawah 5 tahun

13
a. Ringan / sedang

- sesak napas, agitasi

- laju nadi ≤200 x/menit (0-3 tahun) atau ≤180 x/menit (4-5 tahun)

- SpO2 ≥ 92%

Mulai terapi, salbutamol 100ug 2 puff (pMDI + spacer) atau 2,5


mg (nebulasi), ulang setiap 20 menit dalam 1 jam pertama jika perlu,
control oksigen (jika perlu), target saturasi 94-96%

Pantauan ketat (1-2 jam), transfer ke ruang high care, jika


respons terhadap salbutamol tidak baik selama 1-2 jam, tanda
eksaserbasi akut, laju napas meningkat, saturasi oksigen menurun.

Melanjutkan terapi jika perlu, apabila gejala muncul lagi dalam


3-4 jam, berikan salbutamol 2-3 semprot ekstra perjam, berikan
prednisolone 2 mg/kgBB/hari (maksimal 20 mg untuk < 2 tahun, 30
mg untuk 2-5 tahun) peroral.

b. Berat / mengancam nyawa


- tidak dapat bicara/minum

- sianosis sentral

- mengantuk/penurunan kesadaran

- retraksi subcostal

- auskultasi silent chest

- laju nadi ≤200x/menit (0-3 tahun) atau ≤180x/menit (4-5 tahun)

Segera transfer high level care (PICU), sambal menunggu


berikan salbutamol 100ug, 6 semprot (pMDI + spacer) atau 2,5 mg
(nebulisasi), ulang setiap 20 menit. Oksigen (untuk menjaga saturasi .

14
94%), prednisone 2mg/kgBB/hari (maksimal 20 mg , 2 tahun, 30 mg
untuk 2-5 tahun), pertimbangkan 160 mg ipratropium bromida setiap
20 menit.

Pencegahan Serangan asma pada anak:

1. penghindaran faktor –faktor pencetus


macam-macam faktor pencetus asma antara lain:

- alergen; pada bayi dan anak kecil sering karena debu, tungau, serpih bulu
binatang, spora jamur, dll
- infeksi: biasanya infeksi virus, paling umum disebabkan oleh respirartory
syncitial virus (RSV)
- iritan: Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau tajam, dll
- cuaca : perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban.
- Kegiatan jasmani: lari, naik sepeda.
- Psikik: tidak ada perhatian, tidak mau mengakui persoalan

2. Obat-obatan dan terapi imunologik


Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar :

- Obat pereda (relievers) digunakan untuk meredakan serangan atau gejala


asma jika sedang timbul, membuka jalan nafas secepatnya(mendilatasi
bronkus) dikenal dengan bronkodilator.

-
Obat pengendali ( controller) atau obat profilaksis untuk mengatasi masalah
asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Yang biasa dipakai
glutikokortikosteroid seperti budesonide, beclometason dan fluticasone.

Penanggulangan bronkospasme :

1. Beta-2 agonis
- Beta-2 agonis selektif : yang sering dipakai:
Salbutamol , terbutalin, fenoterol

15
- Beta-2 agonis subkutan atau IV
Salbutamol , terbutalin, fenoterol.

2. Teofolin

3. Anti kolinergik

Penanggulangan edem mukosa :

1. Obat anti inflamasi inhalasi


2. Obat anti inflamasi peroral

Penanggulangan sumbatan lendir :

1. Memberikan banyak minum


2. Mukolitik
3. Fisioterapi

Tujuan tatalaksana serangan asma:

- meredakan penyempitan saluran secepat mungkin


- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya.
- Re-evaluasi tatalaksana jangka panjang, cegah kekambuhan.

Tatalaksana di rumah

16
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan β2-
agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi
karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat
golongan β2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau
tanpa spacer atau nebulizer.

Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan


atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.

Cara Pemberion Obat

Cara Pemberian Obat Cara pemberian obat asma harus disesuaikan


dengan umur anak karena perbedaan kemampuan menggunanakan alat
inhalasi. Dmeikian juga kemauan anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari
50% anak asma tidak dapat memakai alat inhaler biasa (Metered Dose
Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Tabel
berikut memperhatikan anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan
usianya.

Umur Alat Inhalasi


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
2 - 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler

MDI dengan alat peregang (spacer)


5 - 8 tahun Nebuliser, MDI dengan spacer Alat hirupan bubuk
(Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

> 8 tahun Nebuliser, MDI Alat hirupan bubuk (DPI) Autohaler

Tabel 2.1. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for asthma. WHO Report 2002

J. Komplikasi

17
 Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi
emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk
kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulcus Harrison.
 Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung
lama terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia.
 Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.

K. Prognosis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa


prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang
penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari
26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan
umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

BAB III

PENUTUP

18
A. KESIMPULAN

Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-


kanak. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dirumah sakit
anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah. Sebanyak 10-15% pada anak
laki-laki dan 7-10% pada anak perempuan. Sebelum pubertas anak laki-laki 2
kali lebih banyak menderita asma daripada anak wanita. Setelah masa
pubertas insiden menurut jenis kelamin sama.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang
penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari
26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe Noenoeng, Kartasasmita CB, Supriyanto B, Setyanto DB. 2015.

Pedoman Nasional Asma Anak. Ed. 2, Jakarta: UKK respirologi PP Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI).


2. Global Initiative for Asthma (GINA). Pocket guide management and

prevention asthma in children. 2005


3. Nababan BP. 2015. Referat Tentang Diagnosis dan Tatalaksana terkini pada

anak. Jakarta: FKUKI.

19
4. Agustina EER. 2010. Referat Pulmonologi Asma pada Anak. Jakarta: FKUIN

RSU Pusat Fatmawati.


5. Yunita E. 2011. Referat Tatalaksana Asma pada anak. Pontianak: FKUTP RSU

Dokter Soedarso.

20

Anda mungkin juga menyukai