Anda di halaman 1dari 7

JARING PERLINDUNGAN SOSIAL BIDANG KESEHATANSEBAGAI SALAH SATU

UPAYA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

JUANITA, SE, M.Kes.


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Jurusan Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Masyarakat Indonesia sejak awal tahun 1998 kembali dilanda maslah kesehatan
masyarakat klasik seperti terjadi di awal tahun 1970. Masalah ini muncul
kepermukaan dalam bentuk krisis kesehatan sebagai dampak krisis perekonomian
nasional yang berkepanjangan. Kemampuan pusat-pusat pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta dalam menyediakan jasa pelayanan kesehatan dan obat
yang bermutu serta terjangkau oleh masyarakat umum semakin jauh dari harapan
masyarakat.
Menurunnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang diperberat oleh
meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan sangat mengancam status kesehatan
dan gizi masyarakat, khususnya penduduk miskin yang jumlahnya mencapai sekitar
80 juta orang saat ini dari sebelumnya yang hanya 22 juta jiwa. Di sisi lain
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan
dengan meningkatnya kesadaran mereka akan arti hidup sehat, tetapi kemampuan
mereka untuk memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan semakin menurun.
Krisis ekonomi nasional juga berpengaruh pada persediaan pangan dan pola
konsumsi masyarakat. Krisis pangan ini akan di awali dengan munculnya masalah
kekurangan gizi yang untuk jangka panjang akan berlanjut menjadi masalah
kekurangan mikronutrien. Masalah kekurangan gizi yang akan melanda ibu hamil
dan anak balita dari kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah
anemia ibu hamil, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kwarsihorkor atau
marasmus.
Untuk jangka panjang masalah kekurangan mikronutrien pada kelompok anak-anak
akan berakibat pada penurunan tingkat intelektualitas masyarakat. Mereka ini
merupakan generasi hilang (lost generation) di masa depan.
Dampak lain dari krisis ekonomi ini juga terlihat pada semakin tingginya angka
kematian ibu (AKI) yaitu dari 390 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT 1994) dan
diperkirakan menjadi 421 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (Harian
Republika, 24 Mei 1999)
Berbagai program pemerintah disesuaikan dengan karakteristik masalah yang
muncul, telah diintrodusir untuk mengatasi problem akibat krisis ekonomi ini.
Mengingat keterbatasan dana, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor
92 tahun 1996 yang bertujuan menghimbau para pengusaha untuk menyisihkan
dana 2 % dari keuntungan yang diperolehnya. Kini, ditengah krisis ekonomi yang
berkepanjangan, pemerintah menggulirkan sebuah program yang dinamakan Jaring
Pengaman Sosial (Social Safety Net) atau biasa disebut JPS. Program ini dirumuskan
sebagai strategi dasar untuk mencegah proses pemiskinan dan pengangguran
penduduk serta mengadakan pemulihan kembali roda perekonomian nasional
(Kompas, 25 Februari 1999).
Pada dasarnya program JPS ini merupakan short program yang lebih jauh
diharapkan menjadi model untuk mengantisipasi, manahan dan menteraapi
masyarakat yang mengalami shock akibat krisis ekonomi, misalnya banyak pegawai
/karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

2002 digitized by USU digital library 1


perusahaan, hal ini tentu saja akan menimbulkan dampak yang besar bagi
kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Secara umum program JPS bertujuan untuk membantu memberdayakan masyarakat
miskin agar mampu memenuhi, mempertahankan, melangsungkan dan
meningkatkan taraf hidupnya (meliputi pangan, sandang, pendidikan, kesehatan dan
peningkatan pendapatan).
Melalui short program JPS ini telah diluncurkan empat prioritas program kegiatan
yaitu :
1. Ketahanan pangan
2. Penciptaan Lapangan Kerja Produktif
3. Perlindungan Sosial
4. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah

Dari keempat prioritas kegiatan JPS tersebut, satu diantaranya adalah kegiatan
Perlindungan Sosial dengan kegiatan meliputi Jaring Pengaman Sisoal Bidang
Kesehatan (JPSBK) yang dicanangkan pemerintah sejak bulan Oktober 1998.
Aspek spesifik yang hendak diantisipasi melalui program ini adalah : (a) mengurangi
dampak krisis yang terkait dengan penurunan status dan kesehatan gizi masyarakat,
terutama ibu hamil, bayi dan balita; (b) peningkatan aksesibilitas dan fasilitasi
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan rumah sakit; (c)
peningkatan pelayanan kebidanan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas. Secara
keseluruhan tujuan penting yang ingin dicapai melalui introduksi program JPS-BK ini
adalah antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya lost generation sebagai akibat
menurunnya jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin akibat krisis
ekonomi yang berkepanjangan.
Dilihat dari sudut pelaksanaan program JPS-BK selain ditujukan utamanya bagi
keluarga miskin yang menjadi kelompok sasaran (Pra KS dan KS I, yang miskin
secara ekonomi, sesuai ketetapan Tim Koordinasi Kabupaten/Kodya) untuk
membantu biaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi keluarga miskin
dengan prioritas ibu hamil, ibu bersalin dan nifas serta anak-anak di bawah usia 2
tahun. JPS-BK berupa pemberian makanan tambahan yang mencakup 2,7 juta bayi
usia 6-24 bulan dan anak di bawah 2 tahun senilai Rp.750 per hari selama 6 bulan,
sedangkan ibu hamil dan nifas yang berjumlah 526.788 jiwa diberikan Rp.1000 per
hari, program ini juga diorientasikan untuk kepentingan startegis yang berkaitan
dengan sistem pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin secara desentralistik.

Kosep JPS-BK
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah
meninggalkan berbagai dampak di segenap lapisan masyarakat. Dampak yang paling
dirasakan adalah menurunnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
bagi kelangsungan hidupnya secara menyeluruh, seperti jaminan untuk
pemeliharaan, pemenuhan kebutuhan pangan serta jaminan sosial lain.
JPS-BK merupakan suatu program untuk mengatasi dampak krisis moneter terhadap
kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan rujukan secara gratis
kepada keluarga miskin dimanapun tanpa harus melalui prosedur yang sulit.
JPS-BK tidak dimaksudkan sebagai intervensi pemerintah terhadap pasar dalam
rangka pemerataan (equity) pelayanan kesehatan. Program ini semata-mata
dimaksudkan agar mereka yang rentan akibat risiko sosial, kesehatan (khususnya
penyakit menular) dan gizi, tidak terhempas oleh krisis, sehingga membutuhkan
intervensi yang jauh lebih mahal untuk menyelamatkan mereka.

2002 digitized by USU digital library 2


Prosedur Pelaksanaan JPS-BK
Adapun yang berhak mendapat pelayanan kesehatan secara gratis adalah seluruh
keluarga miskin (Pra-KS dan KS-I) karena alasan ekonomi serta keluarga lain yang
ditetapkan oleh Tim Desa (Sie Kes LKMD, PLBK, Bidan Desa serta bidan lain yang
ditunjuk).
Penetapan kategori keluarga miskin ini ditetapkan oleh Tim Koordinasi Kabupaten
(TKK). Keluarga miskin yang ditetapkan sebagai sasaran TKK ini akan diberi kartu
sehat (KS) oleh puskesmas sebagai identitas untuk memperoleh pelayanan
kesehatan secara gratis. Kartu sehat ini ditandatangani oleh kepala puskesmas dan
kepala desa/lurah. Masa kartu sehat ini berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang
satu tahun lagi bila pemilik kartu sehat masih sebagai sasaran JPSBK.
Adapun pasien atau anggota keluarga miskin yang tidak mampu, oleh puskesmas
pembantu, bidan di desa dirujuk ke puskesmas, sedangkan yang tidak mampu
ditolong oleh puskesmas dirujuk ke puskesmas lain yang lebih mampu atau rumah
sakit kabupaten/kota. Penderita keluarga miskin yang datang ke sarana kesehatan
yang lebih mampu karena dirujuk, harus membawa kartu sehat ini dan surat rujukan
dari sarana yang mengirim. Kecuali dalam keadaan darurat, penderita dapat
langsung datang ke puskesmas rujukan atau ke rumah sakit. Surat rujukan dapat
menyusul dalam waktu dekat sesuai ketentuan daerah masing-masing.
Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan adalah :
1. Pelayanan kesehatan dasar (pertolongan gawat darurat, pemeriksaan dan
pemberian obat, pelayanan KB, imunisasi, penyuluhan kesehatan dan kesehatan
gigi)
2. Pelayanan kebidanan dan rujukan: ibu hamil dan ibu bersalin dan ibu nifas
(dengan bayi baru lahir)
3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) : ibu hamil, ibu nifas yang menderita
Kurang Energi Kronis (KEK), seluruh bayi (6-11 bulan) dan anak (12-23 bulan)
4. Penyelenggaraan JPKM dilaksanakan seluruh Dati II untuk seluruh warga
masyarakat, untuk keluarga miskin didukung dana pemerintah.

Kepada seluruh keluarga miskin ini diberikan kartu sehat yang dapat digunakan
untuk memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis dan setiap kali berobat atau
mencari pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya, kartu sehat harus
dibawa (Departemen Kesehatan, Program JPSBK, 1998).

Permasalahan dalam Program JPSBK


Dalam kenyataannya, pelaksanaan JPSBK ini dirasakan kurang merata di seluruh
wilayah Indonesia. Menurut dr. Mardiati, pemerataan dalam bidang kesehatan
memang mengandung unsur subjektif. Hal ini dapat diukur antara lain dengan
pemerataan status kesehatan. Hasil penelitian beliau menunjukkan bahwa
pemerataan status kesehatan di 13 propinsi yang menjadi sampel penelitian
menunjukkan adanya disparitas atau masih terdapat ketidakmerataan horizontal
(horizontal in-equity). Misalnya Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Kalimantan
Selatan, memiliki angka kematian bayi tertinggi, dan tingkat sosial ekonomi relatif
rendah dibandingkan dengan propinsi lain (Kompas 12 April 1999).
Di samping itu terdapat beberapa kendala yang dihadapi para aparatur pemerintah
dalam melaksanakan program JPSBK kepada masyarakat miskin yaitu :
a.Keterlambatan pengiriman dana bantuan JPSBK dari pemerintah ke tangan para
kepala puskesmas dan para bidan di desa. Hal ini selain disebabkan karena kendala
geografis yaitu kondisi desa yang sulit dijangkau oleh transportasi perhubungan
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke desa tersebut, juga
disebabkan karena penyaluan dana JPSBK yang menempuh proses birokrasi yang
rumit dan dan berbelit-belit mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan.

2002 digitized by USU digital library 3


b. Kendala administratif yaitu adanya persyaratan formal yang harus dipenuhi oleh
para keluarga miskin yang akan mendapatkan pelayanan program JPSBK seperti
tanda pengenal (KTP). Padahal masyarakat miskin sebagian besar tidak memiliki KTP
karena menurut mereka untuk mengurus KTP membutuhkan biaya yang cukup besar
dan mereka sulit untuk memperoleh biaya tersebut, justru mereka ini yang sangat
membutuhkan pelayanan bantuan JPSBK, sedangkan warga yang memiliki KTP
belum tentu masuk dalam kategori keluarga miskin. Tetapi hal ini telah diselesaikan
pemerintah dengan suatu statemen yang menyatakan bahwa persyaratan prosedur
administratif penggunaan KTP tidak lagi digunakan dalam menyalurkan dana
bantuan JPS kepada keluarga miskin.
c. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat miskin terhadap program JPSBK. Hal ini
disebabkan karena kelompok sasaran program ini adalah keluarga miskin yang
sebagian besar dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah, sehingga sulit
memahami maksud dan tujuan program JPSBK, akibatnya mereka kurang responsif
terhadap program ini.

Kenyataan di atas mengakibatkan perlunya desain ulang perencanaan JPSBK agar


program ini dapat terlaksana dengan efektif, tepat sasaran sehingga masyarakat
miskin yang benar-benar membutuhkan pelayanan kesehatan dapat memperolehnya
secara mudah, murah bahkan gratis.

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :


1. Identifikasi Masyarakat Miskin
Sebagaimana diketahui bahwa sasaran dari program JPSBK ini adalah meringankan
beban hidup masyarakat miskin terutama dari segi kesehatannya, maka langkah
awal yang dapat dilakukan oleh aparat perencanaan kesehatan di daerah adalah
mendata secara cermat dan objektif masyarakat miskin di kantung-kantung
kemiskinan di daerah tersebut.
Kemiskinan pada hakekatnya adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan
karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan antara lain ditandai oleh sikap dan tingkah
laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah, yang tercermin
di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia,
lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal
yang dimiliki, rendahnya pendapatan dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi
dalam embangunan (Michael P.Todaro, 1997)
Pendapat lain mengatakan bahwa kemiskinan adalah deprivasi terhadap sumber-
sumber pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan
dan pendidikan. Sedangkan orang miskin adalah mereka yang tingkat
pendapatannya (diukur dari pengeluaran yang terjadi) berada di bawah garis
kemiskinan, yang dalam SUSENAS ditentukan sebesar Rp.20.614 per kapita per
bulan (daerah perkotaan) dan Rp.13.292 per kapita per bulan (daerah pedesaan)
untuk tahun 1990 (Setya Dewantara, 1995).
Sementara itu dalam JPSBK yang digolongkan keluarga miskin adalah keluarga
dengan kriteria Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Keluarga Pra Sejahtera
adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, seperti kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. Sedangkan
keluarga Sejahtera I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memnuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memnuhi kebutuhan sosial
psikologisnya antara lingkungan tempat tinggal dan transportasi (BKKBN, 1997).
Data aktual yang telah terkumpul tentang jumlah dan keadaan masyarakat miskin
di suatu daerah harus segera dilaporkan kepada pemerintah pusat agar alokasi
danan bantuan JPSBK ke daerah itu sesuai dengan kebutuhan di daerah yang

2002 digitized by USU digital library 4


bersangkutan. Kemudian bagi keluarga yang telah ditetapkan sebagai kelompok
miskin maka diberikan kartu sehat untuk memperoleh pelayanan secara gratis.
2. Jenis Kegiatan JPSBK
Adapun rencana kegiatan yang diperuntukkan bagi program ini adalah sebagai
berikut :
a. Pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin melalui puskesmas dan rujukan ke
puskesmas rumah sakit kabupaten/kodya yang terdiri dari :
- Segala bentuk pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh puskesmas, baik di
puskesmas dan jaringannya maupun di keluarga sasaran, termasuk pelayanan
keluarga berencana (sejak semula memang gratis untuk orang miskin) dan
pelayanan rawat inap di puskesmas perawatan.
- Transportasi rujukan ke puskesmas/rumah sakit kabupaten/kodya termasuk
bantuan biaya transportasi seorang pendamping dan penanganan kasus rujukan
yang diterima.
- Apabila dirawat di rumah sakit kabupaten/kodya, biaya rawat inap dibebankan ke
Proyek Operasi Pemeliharaan Rumah Sakit.
b. Pelayanan kebidanan dan rujukannya :ibu hamil dan ibu bersalin dan ibu nifas
(dengan bayi baru lahir) dari keluarga miskin. Pelayanan ini dilakukan oleh bidan
di desa.
c. Perbaikan gizi, misalnya berupa pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil,
ibu nifas yang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), seluruh bayi (6-11 bulan)
dan anak (12-23 bulan). Pelaksanaannya adalah petugas yang ditunjuk
puskesmas setempat.
d. Penyelenggaraan JPKM dilaksanakan seluruh Dati II, dimana sasaran
implementasi program adalah keluarga miskin dengan kriteria Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera I serta keluarga miskin lainnya yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan Tim Tingkat Desa. Sasaran ini berlaku untuk setiap kegiatan baik
yang menyangkut pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dan rujukan,
pemberian makanan tambahan maupun perbaikan gizi (Departemen Kesehatan,
Program JPSBK, 1998).

3. Pendistribusian Dana
Dana JPSBK disalurkan kepada puskesmas dan bidan di desa (BDD) melalui PT.Pos
Indonesia. Pengunaan jasa PT.Pos Indonesia dalam penyaluranan dana JPSBK ini
karena lembaga ini dapat menjangkau seluruh tempat di wilayah nusantara bahkan
sampai ke pelosok-pelosok desa terpencil sekalipun. Dengan menggunakan jasa
PT.Pos Indonesia juga ditujukan untuk menghindarkan proses birokrasi yang
berbelit-belit didalam menyalurkan menyalurkan dana JPSBK sehingga dana tersebut
dapat cepat sampai ke tangan yang berhak menerimanya dan dapat segera
dipergunakan untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin terutama di
bidang kesehatan.
Setiap pencairan dana program harus diterima langsung dan secara utuh oleh kepala
puskesmas dan bidan di desa. Selanjutnya dana tersebut akan digunakan untuk
memberikan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dan perbaikan gizi
bagi keluarga miskin.
Adapun alokasi dana JPSBK ini ditetapkan sebagai berikut :
a. Alokasi jumlah dana di PT.Pos Indonesia ditentukan oleh pusat untuk setiap
kabupaten/kodya berdasarkan jumlah sasaran dikalikan biaya satuan
kabupaten/kodya setempat (biaya satuan ditetapkan oleh pusat). Alokasi
tersebut sifatnya maksimal dan tetap.
b. Penetapan alokasi dana ini di tingkat kabupaten/kodya ke bawah (kecamatan dan
desa/BDD) dilakukan oleh Tim Kordinasi Kabupaten (yang terdiri dari

2002 digitized by USU digital library 5


Bupati/Walikota/Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kodya yang terlibat di dalam
pengentasan kemiskinan)
c. Dasar penentuan alokasi dana di tingkat kabupaten/kodya ke bawah
menggunakan jumlah kelompok sasaran (masyarakat miskin setempat) dikalikan
perkiraan biaya satuan yang berlaku setempat (di tingkat desa dan kecamatan)
biaya satuan ini ditetapkan oleh TKK.
d. Tim Koordinasi Kabupaten menetapkan alokasi dana puskesmas dan BDD
menerbitkan Surat Keputusan yang dilampiri daftar puskesmas, nama penerima
dana yang dikuasakan dan nama BDD di kantor pos bayar di kecamatan/desa
yang ditentukan. TKK menyampaikan SK tersebut ke Kantor Pos Pemeriksa
dengan tembusannya disampaikan kepada yang bersangkutan (puskesmas dan
BDD) dan sekretariat eksekutif pusat.

Sementara itu pencairan dana JPSBK dapat dilakukan sebagai berikut :


a. Setelah menerima penyaluran dana dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Anggaran, PT.Pos Indonesia menyalurkan dana tersebut kepada kantor
pemeriksa segera setiap diterima dana dari Direktur Jenderal Anggaran, sesuai
dengan alokasi yang ditentukan untuk tiap daerah tingkat II.
b. Selanjutnya Kantor Pos Pemeriksa akan mentransfer dana yang diterimanya
kepada Kantor Pos Bayar yang terdekat dengan lokasi puskesmas dan BDD
sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh Tim Koordinasi Kabupaten.
c. Kantor Pos Bayar akan membayarkan dana kepada penerima dana (Kepala
puskesmas dan BDD) berdasarkan SK yang diterima dari TKKK dengan
persyaratan sebagai berikut
1. Penerima dana harus memperlihatkan/menunjukkan SK dari TKK yang dimiliki
kepala puskesmas dan BDD dan kartu bukti diri kepada petugas kantor bayar.
2. Mengisi tanda terima yang disediakan kantor pos dan menandatangani tanda
terima tersebut dihadapan petugas kantor bayar. Untuk memperkuat
legitimasi tanda terima tersebut maka bagi puskesmas harus membubuhkan
cap dinas pada tanda terima.
d. Pencairan dana dapat dilakukan Kantor Pos Bayar setiap bulan atau tiga bulan
untuk daerah terpencil dan agak sulit terjangkau oleh kantor pos, tetapi dalam
tiga bulan harus segera digunakan untuk kegiatan pelayanan bagi kelompok
sasaran.
e. Pencairan berikutnya dilakukan sesuai kebutuhan dan sepanjang dana JPSBK
tersebut masih tersedia.

Dana yang dicairkan oleh Kepala Puskesmas elanjutnya akan dipergunakan untuk
membiayai kegiatan :
a. Pelayanan kesehatanbagi keluarga miskin di puskesmas dan jaringannya atau
oleh puskesmas di keluarga sasaran.
b. Rujukan ibu hamil/bersalin/nifas dari puskesmas ke rumah sakit daerah tingkat II
c. Pertolongan persalinan normal di desa dan puskesmas
d. Program makanan tambahan pemulihan untuk ibu hamil dan nifas kurang energi
kronis

Sedangkan dana yang telah dicairkan oleh BDD dapat dipergunakan untuk
membiayai kegiatan :
a. Pelayanan antenatal
b. Pelayanan ibu nifas dengan bayi neonatalnya
c. Transportasi rujukan ibu hamil/nifas ke puskesmas/rumah sakit daerah tingkat II
dengan seorang pendampingnya.

2002 digitized by USU digital library 6


Disamping itu dana JPSBK yang disediakan oleh pemerintah dipergunakan untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan yang mendukung pekerjaan/pelayanan (seperti
yodium, kapas, perban, alkohol, obat-obatan dan lain kecuali honorarium) dan
transportasi petugas ke kulaarga sasaran serta transportasi rujukan untuk pasien
maupun seorang pengantarnya.
Untuk mempertanggungjawabkan pemakaian dana JPSBJ ini maka kepala puskesmas
dan BDD harus memiliki dan menggunakan Buku Kas Umum yang
menunjukkan/berisi penerimaan dan pengeluaran uang, meliputi :
- waktu
- jenis penerimaan
- jenis pengeluaran
- jumlah biaya

Kepala puskesmas dan BDD mencatat semua jenis pengeluaran dan menyimpan
bukti pengeluaran yang setiap saat dapat diperiksa oleh pemeriksa internal
(pemerintah), maupun eksternal termasuk Tim Asean Development Bank (ADB) atau
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ditugasi untuk itu.

3. Pengawasan Kegiatan JPSBK


Pengawasan terhadap jalannya kegiatan JPSBK dapat dilakukan oleh masyarakat
yang bersangkutan itu sendiri dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi, LSM,
media cetak maupun media elektronik yang ada di setiap kabupaten/kodya/propinsi.
Dengan demikian pelaksanaan program ini benar-benar diketahui oleh masyarakat
baik dari manfaat maupun keterbukaannya.

Penutup
JPSBK merupakan suatu program untuk mengatasi dampak krisis moneter terhadap
kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan rujukan secara gratis
kepada keluarga miskin dimanapun tanpa harus melalui prosedur yang sulit. Untuk
itu diperlukan adanya kerjasama dan koordinasi yang erat dengan berbagai sektor
terkait terutama dalam perencanaan, penggerakan, pelaksanaan dan
pemantauan/pengawasan.

2002 digitized by USU digital library 7

Anda mungkin juga menyukai