A. Latar Belakang
Setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Hak untuk
menentukan nasib sendiri itu mencakup kebebasan mengatur pemerintahan. Hak untuk menentukan nasib sendiri,
dalam pengertiannya adalah kebebasan untuk menentrukan status dan kebijakan politik, mengembangkan
perekonomian, sosiologi dan budaya. Hak untuk menentukan nasib sendiri bagi negara tersebut berarti bahwa pihak
asing tidak diperkenankan campur tangan. Pihak asing yang dimaksud adalah negara lain.
Hak bagi negara untuk menentukan nasib sendiri, merupakan hak yang mutlak. Apabila ada negara yang
mencampuri urusan dalam negeri suatu negara, apalagi tindakan tersebut berupa ancaman terhadap kedaulatan suatu
negara, maka dianggap melanggar hukum internasional. Karena tindakan tersebut melangggar kedaulatan suatu
negara dan dapat menimbulkan gangguan terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban dunia. Seperti halnya
tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang mengancam kedaulatan negara Irak.
Invasi Amerika Serikat terhadap Irak yang dimulai pada bulan Maret 2003. Dimana sebelumnya
Pemerintahan Presiden Bush menghadapi tekanan yang kian meningkat, untuk mengadakan penyidikan independen
dan menyeluruh atas laporan intelijen tentang Weapon Mass Destruction (selanjutnya disebut WMD) atau senjata
pemusnah masal Irak yang berupa senjata-senjata kimia. Laporan intelijen itulah yang dipakai sebagai dalih oleh
pemerintahan Presiden George W Bush untuk melancarkan invasi ke Irak pada Maret 2003, guna menyingkirkan
(mantan gubernur Vermont) diperkirakan akan menuntut diadakannya investigasi. Senator (Republik)
John McCain juga memecah barisan untuk bersikeras menuntut penyidikan menyeluruh.
Keputusan Senator John McCain (Republik) dari Arizona untuk bergabung menyerukan suatu
penyidikan, menambah tekanan terhadap pemerintahan Presiden Bush. Namun, kenyataan bahwa tidak
ada WMD setelah Saddam digulingkan, dipandang sebagai isu terpisah. Padahal, WMD-lah dalih Bush
Bush seakan ingin cuci tangan soal WMD. Dia mengulangi pandangannya, Saddam adalah orang
yang berbahaya. "Kita telah mengatasi bahaya tersebut. Hasilnya, dunia menjadi tempat lebih baik dan
The Washington Post melaporkan, penyidikan oleh Kongres Amerika Serikat (Selanjutnya disebut
AS) danCentral Intelegency Agency (selanjutnya disebut CIA) tidak menemukan bukti bahwa pendapat
para analis intelijen - yang menyebutkan Saddam punya MWD - dipengaruhi oleh tekanan politik.
Richard Kerr, mantan wakil direktur CIA yang memimpin pengkajian atas laporan intelijen
sebelum invasi, mengatakan bahwa kerja para analis dijamin konsisten selama bertahun-tahun. Di
Inggris, tekanan juga meningkat terhadap PM Tony Blair untuk mengadakan penyidikan mengenai
laporan intelijen negara itu prainvasi, yang belakangan juga diragukan kebasahannya.
Rabu 19 Maret 2003 adalah hari dimulainya Operation Iraqi Freedom atau Operasi Pembebasan
Irak oleh AS. Sebanyak 250.000 tentara AS didukung hampir 45.000 tentara Inggris, 2000 tentara
Australia dan 200 tentara Polandia menggempur dan memasuki Irak lewat Kuwait. Semula rencana
penyerbuan tersebut dilakukan melalui jalur negara Turki dibatalkan karena Turki menolak wilayahnya
digunakan untuk tujuan tersebut. Pasukan gabungan pimpinan AS juga mendaoat dukungan dari
Perang dimulai setelah batas waktu 48 jam yang dijatuhkan Presiden George W Bush berakhir.
Bush memberikan 48 jam kepada Presiden Irak Saddam Husein dan kedua anaknya, Uday dan Qusay,
agar meninggalkan Irak. Ultimatum Bush tersebut tidak ditanggapi oleh Saddam. Suara-suara yang
Berbagai alasan dikemukakan AS untuk mencari pembenaran atas invasi yang dilakukannya ke
Irak. Menurut menteri pertahanan AS Donald Rumsfeld, tujuan invasi militer itu untuk mengakhiri
pemerintahan Saddam Husein dan membantu Irak transisi menjadi negara demokratis; menemukan dan
menghancurkan senjata pemusnah massal, program senjata dan teroris, mengumpulkan data intelijen
mengenai jaringan senjata pemusnah massal dan teroris, mengakhiri sanksi dan memberikan bantuan
kemanusiaan, menjamin keamanan ladang minyak dan sumber minyak Irak, dan masih banyak alasan
Akan tetapi apapun alasannya, akibat dari invasi tersebut sungguh sangat fatal. Ribuan
bangunan hancur, kacaunya sistem pemerintahan dan banyaknya korban yang berjatuhan. Hingga akhir
2004 tercatat sudah sekitar 1265 tentara gabungan yang dikoordinasi oleh AS tewas dengan rincian
1.123 tentara AS, 70 tentara Inggris, 7 tentara Bulgaria, 1 tentara Denmark, 2 tentara Belanda, 2 tentara
Estonia, 1 tentara Hongaria, 19 tentara Italia, 1 tentara Latvia, 13 tentara Polandia, 1 tentara Elsalvador,
3 tentara Slovakia, 11 tentara Spanyol, 2 tentara Thailand dan 9 tentara Ukraina. Sementara jumlah
penduduk sipil yang menjadi korban perang, menurut tercatat 16.352 orang, dan jumlah korban tersebut