Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Batuk merupakan simptom umum bagi penyakit respiratori dan non-
respiratori. Batuk bisa menyebabkan morbiditas yang tinggi dan simptom
seperti letargi, imsomnia, suara serak, nyeri muskuloskeletal, berkeringat, dan
inkotinensia urin. Batuk akut merupakan salah satu simptom yang utama
yang dikeluhkan penderita di praktik dokter. Mayoritas dari kasus batuk akut
ini disebabkan oleh infeksi virus saluran pernafasan atas yang merupakan
satu self-limiting disease.
Satu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat kira-
kira 26 juta kasus batuk akut rawat jalan pada tahun 2004. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak yang tidak mengetahui batuk akut
merupakan self-limiting symptom yang bisa ditangani tanpa berobat ke
dokter. Batuk kronis merupakan kondisi umum yang menyebabkan
morbiditas fisik dan psikologi yang tinggi. Batuk kronis yang terus-menerus
mempunyai efek pada kualitas hidup dan menyebabkan isolasi sosial serta
depresi klinis.
Obat batuk terdapat banyak jenisnya yaitu antitusif sebagai obat
menekan refleks batuk, ekspektoran untuk merangsang dahak dikeluarkan
dari saluran pernafasan, dan mukolitik untuk mengencerkan dahak. Antitusif
akan diberikan kepada penderita batuk yang tidak berdahak, sedangkan
ekspektoran dan mukolitik akan diberikan kepada penderita batuk yang
berdahak. Obat batuk banyak diiklankan dan bisa diperoleh tanpa resep
dokter atau dikenal sebagai obat bebas.
Jenis obat batuk bebas yang sering ada di pasaran adalah jenis
ekspektoran dan antitusif. Amerika Serikat, biaya pertahun untuk obat batuk
bebas kira-kira berjumlah milyaran dolar. Pada tahun 1994, di Amerika
Serikat penjualan obat bebas antitusif berharga US$19 milyar. Statistika dari

“MAKALAH BATUK” Page 1


Departemen Kesehatan Farmasi di Hong Kong menunjukkan pasien rawat
jalannya telah menggunakan sebanyak 370.000 liter antitusif yang berharga
HK$2 juta pada tahun 2000. Hal ini jelas menunjukkan beban ekonomi yang
berat.
Diketahui bahwa obat batuk tidak bisa disamaratakan untuk semua
jenis batuk. Oleh sebab itu, perlu dicapai pengetahuan yang benar mengenai
penggunaan jenis-jenis obat batuk terhadap jenis batuk yang diderita.
Masyarakat seharusnya mendapat edukasi tentang jenis obat batuk yang
diambil, supaya penanganan sendiri simptom batuk yang diderita dapat
diobati dengan baik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu batuk ?
2. Apa saja etiologi dari batuk tersebut ?
3. Bagaimana refleks dan mekanisme batuk tersebut ?
4. Apa saja yang gejala yang menyertai batuk ?
5. Apa saja klasifikasi dari batuk ?
6. Bagaimana pelaksanaan dari batuk itu sendiri ?

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Mahasiswa dapat memahami dari definisi batuk dan apa penyebab
timbulnya batuk.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana refleks dan mekanisme
terjadinya batuk.
3. Mahasiswa mengetahui apa saja gejala yang menyertai batuk.
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami klasifikasi batuk.
5. Mahasiswa mampu dan mengerti cara tata pelaksanaan batuk.

“MAKALAH BATUK” Page 2


BAB II

ISI

2.1 DEFINISI BATUK

Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif yang bermanfaat untuk


mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, debu, zat-zat
perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan unsur-unsur
infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali berkat mekanisme
pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi, yang berfungsi untuk
menggerakkan dahak keluar dari paru-paru menuju batang tenggorok. Cillia
ini membantu untuk menghindarkna masuknya zat-zat asing ke saluran nafas
(Tjay, 2007).
Batuk adalah proses eskpirasi yang eksplosif yang memberikan
mekanisme proteksi untuk membersihkan saluran pernafasan dari adanya
sekresi atau benda asing yang mengganggu. Batuk itu sendiri sebenarnya
bukan penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya gangguan pada
saluran pernafasan. Di sisi lain, batuk juga merupakan salah satu jalan
menyebabkan infeksi. Dibanyak negara, batuk yang berlebihan dan
mengganngu merupakan keluhan paling sering yang menyebabkan pasien
pergi kedokter untuk diperiksa. Alasannya antara lain meliputi
ketidaknyamanan karena batuk itu sendiri, gangguan terhadap kehidupan
normal, dan kekuatiran akan adanya penyebab batuk, terutama ketakutan akan
kanker atau AIDS. (Ikawati, 2008).

2.2 ETIOLOGI

Batuk dapat dipicu oleh bergbagai iritan yang memasuki cabang


trakeobronkial melalui inhlasi (asap, debu, asap rokok ) atau melalui aspirasi
(sekresi jalan nafas, benda asing, isi lambung ). Jika batuknya disebabkan
karena iritasi oleh adanya sekresi jalan nafas ( seperti postnasal drip ) atau isi
lambung, faktor pemicunya mungkin tidak dikenal dan batuknya bersifat

“MAKALAH BATUK” Page 3


persisten. Paparan terhadap iritan semacam itu yang berkepanjangan dapat
menimbulkan inflamasi jalan nafas, yang dapat juga memacu batuk dan
menyebabkab jalan nafas menjadi lebih sensitif.

Berbagai gangguan yang menyebabkan inflamasi, konstriksi, dan


kompresi jalan nafas dapat juga menyebabkan batuk. Inflamasi biasanya
disebabkan oleh infeksi pernafasan, baik karena virus maupun bakteri. Pada
bronkitis karena virus, inflamasi biasanya menyebabkan batuk yang lama,
bisa sampai berminggu-minggu. Infeksi pertussis, kanker paru, adanya
infiltrasi granulama di jalan nafas juga merupakan penyebab batuk persisten.
Penyakit paru parenkimal juga dapat memicu batuk, antara lain : penyakit
paru interstial, pneumonia, dan abses paru. Gangguan lain yang dapat
menyebabkan batuk adalah gagal jantung kongestif, diduga karena adanya
edema di daerah peribronkial dan interstisial.Penggunaan obat golongan
inhibitor ACE sering dihubungkan dengan kejadian batuk nonproduktif dan
terjadi pada 5-20% pasie yang menggunakan obat ini. Onsetnya biasanya
terjadi pada waktu 1 minggu sejak dimulainya pengobatan, namun bisa juga
tertunda sampai 6 bulan setelah pengobatan. Meskipun mekanismenya tidak
diketahui secara pasti, diduga ada kaitannya dengan akumulasi bradikinin
atau substance P yang juga didegradasi oleh enzim ACE.

Penyebab batuk ini dapat diperkirakan berdasarkan durasi batuknya,


seperti yang akan dijelaskan pada klasifikasi batuk. (Ikawati, 2008).

Riwayat kesehatan yang rinci dapat memberikan petunjuj yang sangat


berharga mengenai etiologi batuk. Beberapa pertanyaan yang penting antara
lain:

1. Apakah batuknya akut atau kronis ?


2. Pada saat terjadinya batuk, adakah gejala-gejala yang mengarah pada
infeksi pernafasan ?
3. Apakah batuknya musiman atau terkait dengan bersin- bersin ?

“MAKALAH BATUK” Page 4


4. Apakah batuknya terkait dengan gejala-gejala yang mengarah pada
postnasal drip, seperti hidung berair, berulangkali membersihkan
kerongkongan, atau gejala refluks gastroesofagal ?
5. Apakah batuknya disertai demam atau sputum ? jika ada sputum,
bagaimana karakteristik sputumnya ?
6. Apakah pasie punya penyakit lain atau faktor resiko untuk penyakit seperti
merokok, faktor riisiko infeksi HIV, atau paparan lingkungan ?
7. Apakah pasien sedang menggunakan obat golongan ACE inhibitor ?
(Ikawati, 2008).

2.3 REFLEKS DAN MEKANISME BATUK

Anatomi Refleks Batuk

Pada epitelium nafas (bronkus dari trakea) terdapat lapisan tipis mukus
yang melapisi dan ia dibersihkan oleh gerakan sentripetal suatu eskalator
mukosisliar. Batuk bertindak membersihkan jalan nafas ketika terdapat terlalu
banyak benda-benda asing yang terhirup. Jika terdapat lendir dalam jumlah
berlebihan akibat sekresi yang berlebihan atau pembersihan lendir terganggu,
dan jika ada sejumlah besar substansi abnormal dijalan nafas seperti cairan
edema atau nanah. Refleks batuk dimulai dengan adanya stumulasi pada
reseptor. Apa reseptornya ? reseptor batuk termasuk golongan reseptor yang
secara cepat beradaptasi terhadap adanya iritan. Studi histologi pada saluran
pernafasan baik pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa ada ujung saraf
yang berlokasi didalam epitelium dihampir sepanjang saluran nafas. Ujung
saraf itu paling banyak dijumpai pada dinding posterior trakea, pada karina,
dan pada daerah percabangan saluran nafas utama; lebih sedikit pada saluran
nafas bagian bawah, dan tidak ada sama sekali pada bronkiolus. Diluar saluran
nafas bawah, reseptor batuk juga dijumpai pada faring. Reseptor batuk ini
dapat dipicu oleh adanya stimulus kimia maupun mekanis.

“MAKALAH BATUK” Page 5


Reseptor mekanis sensitif terhadap sentuhan dan perubahan. Mereka
terkonsentrasi dilaring, trakea, dan karina. Sedangkan reseptor kimia sensitif
terutama pada adanya gas atau bau-bauan yang berbahaya. Reseptor ini
terkonsentrasi dilaring dan bronkus, dan lebih sedikit trakea. Meskipun kedua
reseptor ini, mekanik maupun kimia, bisa menjadi kurang sensitif jika
dipaparkan pada stimulasi yang berlanjut, reseptor mekanis beradaptasi lebih
cepat. Sebagai contoh, pasien yang mendapatkan intubasi trakea dalam jangka
waktu lama, lama-lama akan menjadi lebih toleran dan tidak sensitif lagi,
sehingga tidak timbul refleks batuk ketika tanpa anestesi. (Ikawati, 2008).

Refleks Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini
berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di
luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di
laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang
pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat
di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga
ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan
diafragma.

Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang


mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga
rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus
trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus
glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus
menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak
di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini
oleh serabut-serabut efferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis
dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain
menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus,

“MAKALAH BATUK” Page 6


diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme
batuk kemudian terjadi. (Anonim, 2009).

Mekanisme Batuk

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor


batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak
akan sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya
rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk
yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor batuk
terdapat pada farings, larings, trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal),
telinga, lambung, dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot
farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi
didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra
toraks lalu glotis terbuka, dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan
benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk
mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan
tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase
ini terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga
selain tekanan intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah
tekanan intratorakal dan intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka
yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga
terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-
lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat
berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila
diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk
persiapan batuk.

Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

 Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus

“MAKALAH BATUK” Page 7


besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan
faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
 Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam
paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks,
perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru
dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat
fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga
udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang
potensial.
 Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini
tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang
efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis
terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot
ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap
terbuka.
 Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda
asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan
cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara
batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas
atau getaran pita suara. (Anonim, 2009).

“MAKALAH BATUK” Page 8


2.4 GEJALA YANG MENYERTAI BATUK

Gejala yang menyertai batuk pada umumnya disebabkan oleh


influenza. Gejala tersebut antara lain demam yang tinggi disertai otot tubuh
yang kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan. Namun
batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-paru. (Anonim,
2009).

2.5 KLASIFIKASI BATUK

Mengklasifikasikan batuk berdasarkan durasinya dapat membantu


mengarahkan diagnosis, sedangkan lamanya batuk dapat membantu
menentukan spektrum penyebabnya. (Ikawati, 2008).

Menurut Irwin dan Madison, batuk digolongkan menjadi 3 kategori :


(Ikawati, 2008).

1. Akut, batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu


2. Sub akut, batuk yang tterjadi selama 3-8 minggu
3. Kronis, batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu

 Batuk akut

Batuk akut adalah batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3
minggu. Meskipun belum ada studi spektrum dan frekuensi penyebab
batuk akut, pengalaman klinik menunjukkan bahwa penyebab utama batuk
akut adalah infeksi saluran nafas atas, seperti selesma, sinusitis bakteri
akut, pertusis, eksaserbasi akut PPOK, rinitis alergi, atau rinitis karena
iritan. Infeksi virus saluran nafas atas merupakan penyebab utamam batuk
akut.

“MAKALAH BATUK” Page 9


 Batuk subakut

Batuk yang terjadi selama 3–8 minggu dikelompokkan pada batuk


sub akut. Untuk mendiagnosis terjadinya batuk jenis ini,
direkomendasikan adanya pendekatan klinik berdasarkan terapi empirik
dan uji lab terbatas. Jika batuk tidak terkait dengan infeksi pernafasan,
passien harus dievaluasi dengan cara yang sama seperti pada batuk kronis.
Untuk batuk yang dimulai bersamaan dengan adanya infeksi pernafasan
dan berakhir 3-8 minggu, penyebabnya yang paling umum adalah batuk
pasca infeksi (postinfectious cough), dimulai bersamaan dengan ISPA
yang tidak bberkomplikasi dengan pneumonia ( dengan rontgen dada
normal) dan umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan. Jika batuk pasien
disertai suara0suara pernafasan seperti mengi, maka perlu pemeriksaan
lenih lanjut untuk dugaan asma.

 Batuk kronis

Batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu dapat disebabkan oleh


banyak penyakit yang berbeda, tetapi pada banyak kasus biasanya
mengarah pada satu atau hanya sedikit diagnosis. Karena itu perlu ada
evaluasi secara sistematik, untuk mempelajari penyebab utama dengan
cara percobaab terapi empirik, percobaan menghindari iritan dan obat yang
diduga menyebabkan batuk, denngan dibantuk dengan data-data
laboratorium seperti rontgen dada atau uji metakolin atay ujia lain yang
sesuai. Diagnosis yang pasti untuk batuk kronis didasarkan pada observasi
terhadap terpai spesifik yang bisa mengurangi batuk.

Atau uji lain yang sesui. Diagnoosis yang pasti untuk batuk kronis
didasarkan pada observasi terhadap terapi spesifik yang bisa mengurangi
batuk.

“MAKALAH BATUK” Page 10


Algoritma diagnosis dan penatalaksanaan batuk kronis dapat
dilihat pada gambar.

Gambar . Algoritma tatalaksana diagnosis dan terapi batuk kronis. Pada


batuk kronis sangat penting untuk menentukan penyebabnya, sehingga
bisa diterapi sesuai dengan penyebabnya . GERD = gastroesophagel reflux
disease

Peneitian menunjukkan bahwa pada 95% pasien yang mengalami


batuk kronis penyebabnya adalah antara lain post nasal drip, sinusitis,
asma, penyakit reflux gastroesophagel (GERD), bronkitis kronis karena

“MAKALAH BATUK” Page 11


merokok, bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan inhibitor ACE.
Lima persen sisanya disebabkan oleh penyakit yang lebih jarang yaitu
kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan dan aspirasi karena
disfungsi faring. Jika tidak ada penyebab fisik lain, batuk kronis juga dapat
disebabkan oleh faktor psikologis .

Selain dari durasi batuk, berdasarkan ada tidaknya dahak, batuk


juga dibedakan menjadi dua : batuk kering dan batuk produktif atau
berdahak. Perlu untuk memastikan jenis batuk ini, karena
penatalaksanaanya berbeda. Pada batuk kering yang tidak dimaksudkan
untuk mengeluarkan sekret atau gangguan lain dari saluranpernafasan,
batuk sebaiknya ditekan, apalagi bila sangat menggangu. Sebaliknya,
batuk berdahak sebaliknya tidak ditekan karena penekanan dapat
menyebabkan retensi sputum yang justru membahayakan, misalnya
menyebabkanobstruksi saluran pernafasan atau penyebaran infeksi.
(Ikawati, 2008).

Berdasarkan sebabnya, batuk diklasifikasikan menjadi :


1. Batuk berdahak
Batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak,
sehingga menyumbat saluran pernafasan.
2. Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal,
sehingga merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu
kenyamanan, bila batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan
pembuluh darah pada mata.
3. Batuk yang khas
 Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa
menyebabkan pita suara radang dan suara parau.
 Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil,
timbul sekali-sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada TBC
batuk bisa disertai bercak darah segar.

“MAKALAH BATUK” Page 12


 Batuk karena asma, sehabis serangan asma lendir banyak
dihasilkan. Lendir inilah yang merangsang timbulnya batuk.
 Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di
paru-paru, menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah
pada paru-paru ini yang merangsang timbulnya batuk.
 Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh.
Batuknya tidak tentu. Bila kerusakan paru-paru semakin luas, batuk
semakin tambah.
 Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan
berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan
batuk. (Anonim, 2009).

2.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan


menghilangkan atau mengatasi penyebab batuk.

Terapi Non-Farmakologi

Untuk batuk akut dan subakut umumnya bisa sembuh dengan


sendirinya, terapi non farmakologi dilakukan dengan cara menghindari
pemicu/perangsang batuk yang dapat dikenali, seperti meroko, makan
makanan berminyak, dll. Minum air banyak-banyak cukup membantu agar
kerongkongan tidak kering yang dapat memicu batuk.

Untuk batuk kronis, jika penyebabnya diketahui dan dapat dihindarkan,


maka dilakukan penghindaran terhadap penyebabnya. Misalnya, batuk yang
disebabkan oleh penggunaan obat golongan inhibitor ACE, dapat diatasi
dengan penghentian atau penggantian obat tersebut. (Ikawati, 2008).

Terapi Farmakologi

Pada dasarnya penatalaksanaan batuk disesuaikan dengan dugaan


penyebabnya, disamping untuk mengurangi gejala itu sendiri. Pada batuk akut

“MAKALAH BATUK” Page 13


dan sub akut, biasanya digunakan obat-obat simptomatik untuk mengurangi
gejala-gejala batuk. Obat batuk digolongkan menjadi dua, yaitu antitusif dan
ekspektoran. Antitusif bekerja menekan refleks batuk, sedangkan ekspektoran
bekerja memudahkan ekspetorasi/batuk. Golongan obat lain yang digunakan
pada batuk adalah mukolitik, yang bekerja mengencerkan mukus/dahak
sehingga lebih mudah diekspetorasikan. (Ikawati, 2008).

a. Antitusif

Antitusif bekerja untuk menekan batuk. Contohnya adalah


dekstrometorfan, naskapin, etilmorfin, dan kodein. Obat-obat ini
merupakan derivat senyawa opioid, sehingga juga memiliki efek samping
seperti senyawa opiat, meliputi konstipasi, sedatif, dll. Perlu diketahui
bahwa antitusif sebaiknya tidak digunakan pada batuk berdahak, karena
batuk yang tertahan pada cabang trakea bronkial dapat mengganggu
ventilasi dan bisa saja meningkatkan kejadian infeksi, misalnya pada
penyakit bronkitis kronis dan bronkiektasis. (Ikawati, 2008).

Tabel .Dosis oral nbeberapa antitusif

Obat Dosis dan interval


Dewasa Anak-anak
Kodein 10-20 mg setiap 4-6 jam 6-12 th : 5-10 mg setiap
jika pelu ( tidak boleh 4-6 jam jika perlu ( tidk
lebih dari 120 mg/hari) boleh lebih dari 60
mg/hari)
Noskapin 25 mg atau 5 ml sirop 0-4 th : 1,25 ml
setiap 8 jam 4-10 th : 2,5 ml
10-15 th : 3,75 ml
Setiap 8 jam
dekstrometorfan 10-20 mg tiap 4 jam atau 1 mg/hari dalam 3-4
30 mg tiap 6-8 jam, maks dosis terbagi
120 mg/hari

“MAKALAH BATUK” Page 14


b. Ekspektoran

Ekspektoran (dari bahassa latin ex = keluar dan pectoris = dada)


ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan untuk
mengeluarkan dahak/ ekspektorasi. Obat bebas yang paling sering
digunakan adalah gilseril gualkolat atau guaifenesin. Namun dalaam
beberapa studi, efektivitas ekspektoran ini masih dipertanyakan (IONI,
2000: Schroeder dan Fehey, 2002). Bahkan sebuah studi menyarankan
menggunakaan air saja sebagai ekspektoran, karena air dapat membantu
mengencerkan dahak sehingga dahak dapat dibatukan dengan mudah.
(Ikawati, 2008).

c. Mukolitik

golongan mukolitik bekerja menurunkan viskositas mukus/dahak,


sehingga mndapatkan ekspektorasi. Biasanya digunakan pada kondisi
diaman dahak cukup kental dan banyak, seperti pada penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK), asma, bronsifektosis, dan sistik fibrosis.
Beberapa contoh mukolitik adalah : N-asetilsistein, karbosistein,
ambroksol, bromheksin, dan mesistein. (Ikawati, 2008).

Tabel. Dosis oral beberapa mukolitik (Ikawati, 2008).

OBAT Dosis dan Interval


Dewasa Anak-anak
Asetilsistein 200 mg, 3x sehari 100 mg, 3x sehari
Karbosistein Awal : 750 mg 3x sehari, 2-5 th : 65,5-125 4x
kemudian : 1,4 g sehari sehari
dosis terbagi 6-12 th: 250 mg 3x sehari
Ambroxol HCl 60 mg 2x sehari 6-12 th: 30 mg. 2-3x
sehari,
2-6 th : 15 mg 3x sehari

“MAKALAH BATUK” Page 15


Bromheksin 8 mg. 3-4x sehari >10 th: 8 mg 3x sehari
3-10 th : 4 mg 3x sehari

Studi mengenai efek mukolitik terhadap penurunan frekuensi batuk


menjukan hasil yang inkonsisten, dimana sebagian studi melaporkan
bahwa mukolik sperti bromheksin misalnya, tidak memiliki efek terhadap
batuk pada pasien bronkitis kronis. Efek terhadap batuk baru dapat
terdeteksi pada populasi penelitian yang lebih besar. Sementara pada studi
lain dilaporkan bahwa karbosistein dapat menurunkan viskosistas sputum
pada pasien bronkitis kronis, sehingga memudahkan ekspektorasi,
walaaupun tidak mempengaruhi secara signifikan frekuensi dan keparahan
btuknya. (Ikawati, 2008).

Terapi pada batuk kronis

Untuk batuk kronis, disamping obat-obat diatas, maka


penatalaksanaannya disesuaikan dengan penyebabnya. Pada tabel dibawah
ini, disajikan secara singkat terapi spesifik untuk penyebab umum batuk
kronis, yaitu terapi untuk batuk postnosal drip. Asma, GERD, dan
bronkitis kronis. (Ikawati, 2008).

Tabel. Terapi spesifik penyebab paling umum batuk kronis (Ikawati, 2008).

Penyebab batuk Terapi


Postnosal drip
Rhinitis alergi Penghindaran iritasi lingkungan
Sterois spray intranasal
Kombinasi antihistamin-dekongestan
Intranasal ipratropium bromida (Atrovent), untuk
rhinitis vasomotor
Sinusitis Antibiotik
Denkongestan nasal

“MAKALAH BATUK” Page 16


Kombinasi antihistamin-dekongestan
Asma Bronkodilator
Inhalasi kortikosteroid
Terapi asma lainnya
GERD Makanan tinggi protein, rendah lemak, makan 3x
sehari, tidak makan atau minum 2-3 jam sebelum
berbaring.
Antagonis reseptor H2: simetidin, ranitidin,famotidin
Inhibitar pompa proton : omeprazol,lansoprazol
Agen prokinetik : cisaprid
Bronkitis kronis Berhenti meroko, mengurangi/menghindari
iritan/polutan

Evaluasi Dan Pemantauan Terapi

Pasien dengan batuk kronis perlu dipantau secara hati-hati dan sistemik
terhadap beberapa indikator diagnostik spesifik, seperti radiografi dada atau uji
fungsi paru dengan spirometri. Jika batuknya produktif disertai dengan dahak
yang porulen, perlu dipertimbangkan adanya bronkiektasis. Pada pasien dengan
batuk nonspesifik dan memiliki faktor resiko asma, perlu dicoba penggunaan
obat jangka pendek ( short trial: 2-4 minggu) mialnya dengan beklometason
atau buudenosid. Jika batuk tidak sembuh pada waktu yang diharapkan,
pengobatan dihentikan dan perlu dipertimbangkan diagnosa lain.

Untuk tujuan penelitian klinis, efek pengobtan pada batuk dapat


dievaluasi dengan metode subtektif maupun obyektif. Beberapa contoh metode
subyektif antara lain adlah diary pasien, visual analog scoles, cough scoving
system dan symptom scole (BCSS= breathiesness, cough, and sputum scoles).
Selain itu, dapat pula dengan kuisioner untuk menilai kualitas hidup pasien.
Diantara metode subyektif ini, CQLQ telah diuji dan cukup valid dan reliable
untuk mengevaluasi batuk.

“MAKALAH BATUK” Page 17


Dalam penatalaksanaan batuk, terutama untuk batuk akut, farmasi dapat
turut berperan dalam pemilihan jenis obat batuk yang tepat dengan jenis
batuknya. Untuk batuk kronis, pasien perlu direkomendasikan untuk
pemeriksaan dokter lenih lanjut untuk memastikan etiologinya. (Ikawati,
2008).

Algoritma BATUK

 Batuk Berdahak

(MIMS, 2011).

“MAKALAH BATUK” Page 18


 Batuk Kering

“MAKALAH BATUK” Page 19


 TBC

(PDPI, 2006)

“MAKALAH BATUK” Page 20


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
- Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif yang bermanfaat untuk
mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, debu,
zat-zat perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan unsur-
unsur infeksi.
- Batuk dapat dipicu oleh bergbagai iritan yang memasuki cabang
trakeobronkial melalui inhlasi (asap, debu, asap rokok ) atau melalui
aspirasi (sekresi jalan nafas, benda asing, isi lambung ).
- Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : Fase iritasi,
Fase inspirasi, Fase kompresi, Fase ekspirasi/ ekspulsi.
- Gejala yang menyertai batuk pada umumnya disebabkan oleh influenza.
Gejala tersebut antara lain demam yang tinggi disertai otot tubuh yang
kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan.
- Batuk digolongkan menjadi 3 kategori :
Akut, batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu
Sub akut, batuk yang tterjadi selama 3-8 minggu
Kronis, batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu
- Tujuan pengobatan batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan
menghilangkan atau mengatasi penyebab batuk.

3.2 SARAN
Sebagai seorang apoteker kita harus dapat menentukan obat yang
digunakan oleh pasien sesuai dengan keadaan kliniknya, dosis yang
dibutuhkannya, dan jangka penggunaan yang sesuai, juga harga yang
terjangkau sehingga diperoleh pengobatan yang rasional untuk pasien.

“MAKALAH BATUK” Page 21


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Batuk Sebagai Reflek Fisiologis dan Gejala Patologis Pada
Sistem Pernafasan. Diakses di https://ml.scribd.com/doc/44638821/BATUK-IV.
(20 Oktober 2015).

Anonim. (2011). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 10. Jakarta : PT.
Info Master.

Ikawati, Zullies. 2009. Farmakologi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta ;


Pustaka Adiputra.

PDPI. 2006. Tuberculosis. Jakarta : PDPI.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi keenam. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

“MAKALAH BATUK” Page 22


Kasus

Ny CK (45 th) seorang pedagang buah diapasar Arengka, sudah 2 bulan


mengeluhkan batuk yang cukup mengganggu. Batuknya berdahak dengan dahak
yang purulen berwarna kehijauan. Kadang terlihat ada bercak darah. Sudah
diobati dengan berbagai obat batuk tapi belum sembuh juga. Berat badanya turun
drastis kadang disertai rasa menggigil dan berkeringat, 2 bulan yang lalu masih 45
kg sekarang menjadi 40 kg.

Penyelesaian denggan metoda SOAP

 Subjektif
- Nama : Ny CK
- Umur : 45 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Keluhan utama :batuk berdahak dengan dahak yang purulen
berwarna kehijauan, kadang terlihat bercak darah, berat badan turun
drastis disertai rasa menggigil dan berkeringat.
 Objektif
- Berat badan sekarang = 40 kg
 Asessment
- Ny CK didiagnosa menderita penyakit Tuberkulosis (TB) paru dengan
kategori 1 (kasus baru).
 Plan
 Terapi non-farmakologi
- Menghindari pemicu/perangsang batuk yang dapat dikenali, seperti
merokok, makan-makanan berminyak dll.
- Minum air putih sekurang-kurangnya 8-10 gelas setiap hari agar
membantu kerongkongan tidak kering yang dapat memicu batuk.
- Bedrest.
- Menjaga sanitasi atau kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

“MAKALAH BATUK” Page 23


- Menjaga sirkulasi udara didalam rumah agar selalu berganti dengan
udara baru.
- Berolahraga ringan seperti jalan santai dipagi hari.
- Mengkonsumsi makanan bergizi (buah, sayur dan ikan laut).

 Terapi farmakologi
- Paracetamol : 500 mg 3-4 kali/hari (untuk mengobati demam).
- OBH : 2 sdt 3-4 kali/hari (ekspektoran untuk batuk yang
disebabkan karena dahak yang berlebihan).
- Obat untuk TB paru kategori 1 untuk berat badan < 50 kg

Dua bulan pertama :


Isoniazid 300 mg/hari
Rifampisin 450 mg/hari
Pirazinamid 1000 mg/hari
Etambutol 750 mg/hari

Empat bulan selanjutnya :


Isoniazid 300 mg/hari
Rifampisin 450 mg/hari

Tepat indikasi

Nama obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan


Isoniazid Untuk terapi semua Menghambat Tepat Indikasi
tuberculosis aktif, sintesis asam
disebabkan kuman mikolat,
yang peka dan komponen
untuk profilaksis terpenting
orang beresiko dinding sel
tinggi mendapatkan bakteri
infeksi.

“MAKALAH BATUK” Page 24


Rifampisin Untuk obat anti Menghambat Tepat Indikasi
tuberculosis yang aktifitas
dikombinasikan polymerase RNA
dengan anti yang tergantung
tuberculosis lain DNA pada sel-sel
untuk terapi awal yang rentan.
ulang.

Pirazinamid Tuberculosis dalam Menjadi asam Tepat Indikasi


kombinasi dengan pirazinat oleh
obat lain. enzim
pirazinamidase
yang berasal dari
hasil TBC
Etambutol Tuberculosis dalam Menghambat Tepat Indikasi
kombinasi dengan sintesis minimal
obat lain. satu metabolit
yang
menhyebabkan
kerusakan pada
metabolism sel,
menghambat
mutiplikasi dan
kematian sel.
Paracetamol Analgetik dan Hambatan Tepat Indikasi
antipiretik. terhadap enzim
siklooksigenase
(COX) dan
menunjukkan
bahwa obat ini
lebih selektif
menghambat
COX-2.
OBH Ekspektoran Bekerja Tepat Indikasi
mengencerkan
dahak sehingga
dapat
dikeluarkan.

Tepat obat

Nama obat Alas an sebagai drug of Keterangan


choice
Isoniazid Derivate asam isnikotinat yang Tepat Obat
berkhasiat tuberkulostatis

“MAKALAH BATUK” Page 25


paling kuat terhadap
Mycobacterium tuberculosis
(dalam fase istirahat) dan
bersifat bakterisid terhadap
basil yang sedang tumbuh
pesat.
Rifampisin Untuk obat anti tuberculosis Tepat Obat
yang dikombinasikan dengan
anti tuberculosis lain untuk
terapi awal dan lanjutan. Maka
sangat penting untuk
membasmi semua basil guna
mencegah kambuhnya TBC.
Pirazinamid Bekerja sebagai bakterisida, Tepat Obat
spektrum kejanya sangat
sempit dan hanya meliputi
Mycobacterium tuberculosis
dan merupakan pengobatan
kombinasi dalam kategori dua
Etambutol Berkhasiat spesifik terhadap Tepat Obat
Mycobacterium tuberculosis
Paracetamol Berkhasiat dapat analgetik dan Tepat Obat
antipiretik.
OBH Berkhasiat sebagai ekspektoran Tepat Obat
karena batuk yang sudah cukup
parah.

Tepat dosis

Nama obat Dosis Standar Dosis yang Keterangan


diberikan
Isoniazid BB < 50 kg 300 BB < 50 kg 300 Tepat Dosis
mg/ hari. BB > 50 mg/ hari.
kg 400 mg/hari
Rifampisin BB < 50 kg 450 BB < 50 kg 450 Tepat dosis
mg/ hari. BB > 50 mg/ hari.
kg 600 mg/hari
Pirazinamid BB < 50 kg 1000 BB < 50 kg 1000 Tepat dosis
mg/ hari. BB > 50 mg/ hari.
kg 2000 mg/hari
Etambutol BB < 50 kg 750 BB < 50 kg 750 Tepat dosis
mg/ hari. BB > 50 mg/ hari.
kg 1000 mg/hari
Paracetamol Untuk dewasa 0,5- 0,5-1 gram 3-4 Tepat dosis
1 gram 3-4 kali/hari.

“MAKALAH BATUK” Page 26


kali/hari.
OBH Untuk dewasa 2 dewasa 2 sdt 3-4 Tepat dosis
sdt 3-4 kali/hari kali/hari

Tepat pasien.

Nama obat Kotra indikasi keteraangan


Isoniazid Penyakit hati yang aktif, Tepat pasien.
hipersensitivitas terhadap isoniazid
Rifampisin Hipersensitifitas, neuritis optik Tepat pasien
kerusakan hati, ikterus
Pirazinamid Gangguan fungsi hati berat, porfiria, Tepat pasien.
hipersensitivitas terhadap
pirazinamid.
Etambutol Anak dibawah 6 tahun, neuritis Tepat pasien
optik, gangguan visual.
Paracetamol Hipersensitivitas, gangguan fungsi Tepat pasien
hati.
OBH Penderita dengan gangguan fungsi Tepat pasien
hati dan ginjal.

Waspada efek samping

Nama obat efek samping obat


Isoniazid Kerusakan hati, neuritis perifer, gatal-gatal, ikterus, ganguan
penglihatan, letih, anoreksia.
rifampisin Ikterus, kerusakan hati, ganguan saluran cerna, mual, muntah,
sakit ulu hati, kejang perut, diare, ganguan SSP, dan reaksi
hipersensitivitas
Pirazinamid Hepatotoksik, demam anoreksia,ikterus, gagal hati, mual,
muntah, artralgia, anemia sidroblastik, urtikaria
Etambutol Neuritis optic, gout, gatal, nyeri sendi,
Paracetamol Hipersensitivitas, gangguan hematologi, pankreatitis akut.
Dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang menyababkan
ganggguan hati.
OBH Mengantuk

 Monitoring dan rencana tidak lanjut

No Monitoring Rencana tidak lanjut


1 Monitoring terhadap hasil  Bila pada akhir tahap intensif
pemeriksaan sputum atau pengobatan penderita baru dengan
pemeriksaan BTA. BTA positif, hasil pemeriksaan

“MAKALAH BATUK” Page 27


sputumnya masih menunjukan
BTA positif maka diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama
satu bulan
 Jika pemeriksaan BTA setelah
melaksanakan fase intensif
menunjukan hasil BTA negatif
maka pengobatan dilanjutkan
selama 5 bulan ( fase lanjutan).
2. Monitoring fungi hati  Melakukan pemeriksaan SGOT,
SGPT setiap 1 blan sekali.
3. Monitoring fungsi paru  Melakukan foto thoraks untuk
mengetahui apakah masih ada
infiltrat dan kavitas di lobus paru-
paru

 Konsultasi, informasi dan edukasi pasien (KIE)

- Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis,


aturan pakai dan cara penggunaan obat.
- Memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin
timbul selama pengobatan.
- Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus diminum setiap
hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minumobat jika
waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat
waktu minum obat sudah jauh dan dekat ke waktu berikutnya, maka
minum obat sesuaikan saja dengan waktu /dosisberikutnya.
- Hati hati dalam berkendara dan menyalakan mesin karena salah satu
obat yang diberikan memiliki efek samping mengantuk (OBH).

“MAKALAH BATUK” Page 28

Anda mungkin juga menyukai