Anda di halaman 1dari 10

Pengelolaan Mioma Uteri

Referat Stase Ginekologi 2*


Oleh: Firrar Artmi Rahaju
Pembimbing dan Moderator: dr. Ova Emilia, M.Med.Ed, SpOG
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta

Abstrak

Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang paling banyak dijumpai pada wanita.
Pengelolaan mioma uteri dapat secara konservatif dan operatif. Secara konservatif dilakukan observasi
mioma secara berkala, atau diberikan terapi medik dengan preparat progestasional atau GnRH agonis.
Terapi operatif standar mioma uteri adalah miomektomi atau histerektomi.
Sebelum melakukan terapi operatif sebaiknya dilakukan beberapa persiapan. Pemeriksaan secara
detil dilakukan baik untuk penegakan diagnosis maupun persiapan tindakan operatif. Selain pemeriksaan
klinis dilakukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi, histerografi, histeroskopi atau laparoskopi.
Pap smear sebaiknya dilakukan untuk setiap tindakan operatif ginekologik. Kuretase perlu dilakukan untuk
mioma dengan gejala perdarahan abnormal untuk menyingkirkan penyakit endometrial. Pemberian
preparat progestasional atau GnRH agonis sebaiknya dipertimbangkan karena akan memperbaiki keadaan
anemia. Pertimbangan miomektomi atau histerektomi berdasarkan beberapa hal. Miomektomi dilakukan
bila ingin mempertahankan fertilitas dan ingin mempertahankan uterus, pada mioma subserosa bertangkai
dan mioma submukosa. Histerektomi menjadi pilihan bila sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi,
pada mioma yang cepat membesar (dicurigai keganasan), mioma multipel atau difus.

Kata kunci: Mioma – miomektomi – histerektomi

Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang paling sering dijumpai pada wanita.
Tumor ini terdapat pada hampir 20% wanita berusia di atas 35 tahun. Selain oleh sebab
kehamilan, mioma merupakan penyebab pembesaran uterus paling sering. Tumor ini
berasal dari sel-sel otot polos uterus. Mioma uteri dapat bersifat tunggal atau multipel.
Konsistensinya keras, berbatas tegas, dan sering mempunyai pseudokapsul sehingga
dapat dienukleasi.1
Kebanyakan mioma uteri tidak bergejala, tetapi pada beberapa wanita
menimbulkan gejala bermakna sehingga memerlukan terapi. Gejala-gejala yang
berhubungan dengan mioma adalah perdarahan uterus abnormal, tekanan pada pelvis dan
nyeri, serta disfungsi reproduksi.2

• Dipresentasikan pada pertemuan ilmiah bagian Obstetri dan Ginekologi


FK UGM / RS Dr. Sardjito

1
Pengelolaan mioma uteri, baik dalam penegakan diagnosis dan pemilihan terapi,
sudah banyak dibahas dalam kepustakaan baik di jurnal ilmiah maupun di buku-buku
teks. Penerapannya tergantung pada tiap rumah sakit (pelayanan kesehatan). Tulisan ini
membahas pengelolaan mioma uteri berdasarkan kepustakaan dan juga perbedaan dalam
penerapannya yang dilakukan di institusi kita.

Penegakan Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detil penting untuk mengevaluasi gejala-
gejala pada pasien dan mengetahui ukuran uterus sehingga dapat menegakkan diagnosis.
Gejala-gejala yang paling sering dirasakan pada mioma uteri adalah adanya benjolan
(massa), perdarahan, tekanan, nyeri, dan disfungsi reproduksi.2
Adanya benjolan atau massa tumor di perut bawah, biasanya merupakan keluhan
utama penderita. Mioma biasanya dicurigai dari pemeriksaan fisik dengan palpasi dan
pemeriksaan bimanual teraba uterus berubah menjadi massa tumor.1
Pola perdarahan adalah khas pada mioma yaitu menoragia atau hipermenorea,
menstruasi yang lama dan banyak. Perdarahan di luar siklus menstruasi (metroragia)
bukan kharakteristik mioma, dan hal ini harus diteliti untuk menyingkirkan penyakit
endometrial. Perdarahan banyak menimbulkan masalah medik, terutama anemia
defisiensi besi. Hal ini juga merupakan sumber utama masalah sosial dan hilangnya
produktivitas wanita, karena sering mengganti pembalut.2
Tekanan pada pelvis meningkat dengan meningkatnya ukuran mioma. Ukuran
mioma dideskripsikan dengan ukuran uterus sesuai umur kehamilan. Ukuran mioma
sesuai umur kehamilan 20 minggu adalah tidak umum. Tidak seperti uterus wanita
hamil, mioma uteri bentuknya tidak teratur, dan berbagai gejala spesifik timbul sesuai
lokasinya. Sebagai contoh, kesulitan buang air kecil pada mioma yang terletak di
anterior dan konstipasi pada mioma yang terletak di posterior. Bisa timbul nyeri akut,
tetapi jarang, bila terjadi degenerasi mioma atau bila terjadi torsi pada mioma bertangkai.
Jika timbul nyeri akut, bisa menjadi satu-satunya indikasi terapi sehingga proses
penyakit lain disingkirkan.2

2
Nyeri sering dikeluhkan yaitu dispareunia dan nyeri pelvik non siklik, tetapi bukan
dismenorea. Timbulnya nyeri disebabkan oleh gangguan peredaran darah disertai
nekrosis setempat, terjadinya torsi pada mioma bertangkai, adanya perlekatan dengan
omentum atau usus, perubahan degenerasi, infeksi sekunder, adanya mioma geburt.4
Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Mioma Uteri
Untuk diagnosis mioma submukosa standar baku adalah histeroskopi, oleh karena
memberikan visualisasi langsung lesi-lesi yang belum jelas dan sangat berguna untuk
menentukan terapi medis maupun merencanakan prosedur spesifik (misalnya antara
terapi polip serviks dengan mioma submukosa). Dalam keadaan tertentu seperti obesitas,
kehamilan, adenomiosis, adanya mioma besar multipel atau mioma kecil bertangkai,
diagnosis dengan ultrasonografi tidak adekuat. Penggunaan MRI pada keadaan-keadaan
tersebut lebih baik daripada ultrasonografi. Walaupun MRI efektif tetapi mahal dan tidak
selalu tersedia.2,3
Ultrasonografi tidak membantu untuk membedakan antara adenomiosis dan mioma
uteri jika keduanya ada. Ultrasonografi bisa dilakukan secara abdominal atau vaginal,
dan memang relatif tidak mahal dan disukai untuk tujuan diagnosis pada berbagai
keadaan. Walaupun dibanding histeroskopi, ultrasonografi transvaginal lebih rendah
sensitivitasnya, tetapi histeroskopi jauh lebih mahal. Ultrasonografi vaginal disertai
dengan injeksi salin ke kavum uteri sebelumnya akan memperjelas abnormalitas kavum
uteri. Ternyata histerografi secara bermakna lebih tidak nyeri dibanding histeroskopi.
Histerografi merupakan cara diagnosis untuk mengetahui adanya defek dinding uterus,
serta akan mendapatkan informasi patensi tuba.3

Pemilihan Terapi
Penentuan terapi tergantung pada keinginan mempertahankan fertilitas,
mempertahankan uterus, dan beratnya gejala, serta mempertimbangkan usia penderita.
Mioma merupakan indikasi utama dilakukan histerektomi di Amerika Serikat, tetapi
masih terdapat kontroversi dan ketidakpastian antara klinisi dan pasien mengenai cara
terbaik untuk manajemen mioma. Oleh karena dampak mioma terhadap kesehatan
wanita dan adanya substansi ketidakjelasan strategi manajemen optimal perlu dilakukan
suatu kajian untuk mengevaluasi dan meringkas bukti keterkaitan dengan keuntungan,

3
risiko, biaya berbagai cara terapi mioma, untuk membantu pasien dan klinisi membuat
keputusan pilihan terapi.5
Manajemen terapi untuk mioma adalah terapi konservatif yaitu tanpa intervensi
(hanya observasi), terapi medik menggunakan obat-obatan seperti preparat progestasional
dan GnRH agonis, atau terapi invasif (miomektomi, histerektomi, emboli arteri uterina,
koagulasi). Luaran klinis yang diharapkan adalah gejala-gejala membaik atau lebih
ringan, tidak ada komplikasi atau efek samping terapi, gejala tidak kambuh lagi, dan
kualitas hidup lebih baik.5
Terapi Konservatif
Mioma uteri bisa dikelola secara konservatif dengan observasi secara berkala.
Pemeriksaan berkala bertujuan untuk menentukan ukuran dan konsistensi uterus. Pada
awalnya dengan interval 1 – 2 bulan, untuk mengetahui apakah mioma bertambah besar.
Jika ukuran tetap pemeriksaan berkala selanjutnya dengan jarak 3 – 4 bulan.6
Terapi Hormonal
Terapi medik secara hormonal dengan preparat progestasional (norethindrone,
medrogestone, dan medroksiprogesteron asetat) untuk mencapai efek hipoestrogen
sehingga terjadi penurunan ukuran tumor. Hal ini bisa digunakan sebagai terapi
konservatif atau terapi pre operatif miomektomi. Efek terapi bersifat sementara, dan
dalam beberapa siklus setelah terapi dihentikan mioma akan kembali ke ukuran sebelum
terapi. Terapi tambahan dalam 3 – 4 bulan dengan GnRH agonis dapat mereduksi ukuran
mioma sehingga terapi operatif lebih mudah dan perdarahan lebih sedikit. Terapi
hormonal jangka panjang pada pasien usia muda tidak dianjurkan sebab kemungkinan
terjadi penurunan densitas tulang. Selain untuk menurunkan ukuran mioma dengan terapi
hormonal akan menyebabkan keadaan amenorea pre operatif sehingga kadar hemoglobin
bisa kembali normal pada penderita hipermenorea anemik. Karena penggunaan jangka
pendek lebih dianjurkan, bisa digunakan pada wanita perimenopause sehingga terjadi
reduksi volume mioma dan segera setelah itu ia menopause.3,6
Terapi Operatif
Terapi operatif standar adalah miomektomi dan histerektomi. Kapan diputuskan
miomektomi dan kapan histerektomi, tergantung beberapa hal. Miomektomi
dipertimbangkan jika ingin mempertahankan uterus oleh karena ingin mempertahankan

4
fungsi reproduksi. Juga merupakan prosedur pilihan mioma bertangkai tunggal. Indikasi
miomektomi adalah mioma subserosa bertangkai, mioma submukosa, bila penderita
masih ingin mempertahankan fertilitas dan masih ingin mempertahankan uterus.1,3,6
Histerektomi menjadi pilihan untuk terapi mioma uteri bila sudah tidak
menginginkan fungsi reproduksi lagi. Juga merupakan prosedur pilihan untuk suatu
mioma yang tampaknya terdapat keganasan (misalnya pembesaran yang cepat). Jika
miomektomi tampaknya secara teknik tidak memungkinkan (misalnya pada mioma
multipel atau difus di seluruh uterus), maka dilakukan histerektomi. Keuntungan dan
kerugian antara miomektomi dengan indikasi mempertahankan uterus harus
dipertimbangkan karena histerektomi biasanya lebih mudah daripada miomektomi
multipel.7 Indikasi histerektomi yang lain adalah bila mioma berhubungan dengan rasa
tidak nyaman, sering kencing atau obstruksi, menorhagi, atau metrorhagi. Jika uterus
tidak terlalu besar, pendekatan konservatif dengan kuretase lebih baik daripada
histerektomi harus dilakukan dulu. Jika ada mioma submukosa diketahui dari
histerografi, histeroskopi atau kuretase, pendekatan konservatif dikerjakan dulu untuk
mengurangi perdarahan. Tergantung kondisi, mioma submukosa bisa diangkat dengan
reseksi histeroskopi, miomektomi atau histerektomi.3,7
Persiapan Pre Operatif
Persiapan pre operatif harus dilakukan dengan baik. Dalam literatur, pemeriksaan
pap smear dianjurkan dikerjakan untuk setiap tindakan bedah ginekologik. Pemeriksaan
ultrasonografi dikerjakan untuk mengetahui ukuran dan lokasi mioma, tetapi pemeriksaan
ini hanya bersifat penunjang bukan yang esensial. Karena ultrasonografi saja tidak
mampu menampakkan topografi uterus miomatosus.6 Jika ada dugaan keganasan di
adneksa dikonfirmasi dengan CT atau MRI untuk memastikan jaringan ovarium normal
atau patologi. Pada kasus hipermenorea dan berbagai bentuk perdarahan abnormal lain,
pemeriksaan endometrium penting sebelum operasi definitif. Pada wanita usia muda
tanpa risiko kanker endometrium dapat dilakukan biopsi aspirasi. Pada pasien berusia di
atas 35 tahun kuretase sangat dianjurkan. Bahkan pada penderita dengan mioma dan
perdarahan abnormal yang direncanakan miomektomi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
histeroskopik untuk menentukan ukuran, bentuk dan lokasi mioma submukosa sehingga
diketahui reseksi histeroskopik bisa dikerjakan atau tidak. Saat dikerjakan histeroskopi

5
dilakukan pengambilan sampel endometrium. Terapi bedah definitif sebaiknya ditunda
sampai 4 – 6 minggu setelah histeroskopi dan kuretase, untuk meminimalkan penyebaran
infeksi melalui kontaminasi endometrium.6
Histerografi sangat membantu sebelum miomektomi, karena dapat mengetahui
ukuran dan gambaran kavum endometrium. Prosedur ini juga dapat mengevaluasi
patensi tuba dan kedekatan mioma submukosa dengan bagian interstisial tuba atau ostium
tuba. Pemeriksaan laparoskopi diindikasikan jika massa pelvik tidak jelas atau ada
dugaan kuat keganasan adneksa. Jika massa lebih besar dari umur kehamilan 10 minggu,
teknik laparoskopi sulit. Jika mioma meluas ke ligamentum latum, perlu eksplorasi
urografi untuk mengetahui lokasi ureter dan adanya obstruksi aliran ginjal.
Status hematologi terutama bila ada riwayat perdarahan lama dan banyak harus
diketahui baik. Pasien dengan kadar hemoglobin normal sebaiknya punya 2 unit darah
dari dirinya sendiri 2 minggu sebelum operasi dan disimpan, lalu ia mendapat terapi
suplemen besi. Jika pasien anemia, diberikan terapi GnRH agonis atau preparat
progestasional sehingga menyebabkan keadaan amenorea. Kondisi amenorea akan
memperbaiki anemia karena besi tubuh bisa disimpan. Kadar hemoglobin diharapkan
kembali normal dalam 4 – 6 bulan amenorea, dan persiapan flebotomi dan darah
disimpan untuk autotranfusi.6
Nyeri pelvik, kram, dan rasa tertekan oleh karena massa mioma menyebabkan
penggunaan analgetik. Jika memakai salisilat harus dihentikan paling sedikit 2 minggu
sebelum minimal pre operasi.6
Pembesaran cepat mioma uteri merupakan indikasi perubahan sarkomatous. Pada
wanita usia muda adanya pembesaran uterus yang cepat kemungkinan berhubungan
dengan kehamilan, hal ini harus disingkirkan terlebih dahulu. Pada keadaan tersebut
harus dilakukan tes kehamilan.7
Mioma uteri yang tidak terlalu besar, bisa tanpa gejala. Saat mencapai ukuran
sesuai umur kehamilan 12 – 14 minggu dianjurkan pengangkatan, hanya atas indikasi
ukurannya. Jika pada keadaan tersebut akan dilakukan tindakan konservatif, maka harus
dipastikan bahwa semua massa pelvik adalah bagian dari mioma uteri, karena ada
kemungkinan salah satu komponen pembesaran uterus adalah neoplasma ovarium, maka
tidak boleh ditunda lagi pengangkatannya.7

6
Mioma submukosa bertangkai keluar melalui serviks berisiko terinfeksi dan
pengangkatan melalui miomektomi vaginal untuk mencegah kontaminasi bakteri ke
dalam kavum abdomen jika pengangkatan melalui abdominal. Beberapa minggu
kemudian, jika ada pembesaran bermakna uterus atau gejala menetap, histerektomi
vaginal atau abdominal direkomendasi setelah risiko peritonitis terlewati.
Pasien dengan gejala menoragia (perdarahan banyak), lama (metroragia), sering
(polimenorea), terjadi perdarahan kronis – anemia defisiensi besi. Jika perdarahan berat,
kuretase dan terapi hormonal siklik diindikasikan untuk mengontrol perdarahan dan
mengesampingkan keganasan dan tenggang waktu sebelum histerektomi untuk
memperbaiki anemia dengan preparat besi sulfat oral. Tranfusi PRC pre operatif jarang
dikerjakan, hanya untuk pasien dengan anemia berat dan gejala hipovolemia, atau bentuk
anemia yang aregeneratif. Kebanyakan penderita dengan anemia defisiensi besi bisa
dimanajemen konservatif dengan terapi besi oral tanpa tranfusi. Anemia bisa dikoreksi
beberapa minggu, dan histerektomi bisa dikerjakan tanpa tranfusi. Bahkan walaupun
pasien dengan menorhagia tanpa anemia defisiensi besi preparat besi sulfat pre operatif
diberikan sehingga hematokrit pre operatif bisa setinggi mungkin sebelum operasi.
Perhatian terhadap hal ini untuk mencegah tranfusi intra operatif dan post operatif.7
Pilihan Histerektomi Total atau Subtotal
Histerektomi total adalah prosedur pilihan untuk keganasan uterus. Di Amerika
Serikat lebih sering dikerjakan total daripada subtotal histerektomi. Keuntungan
mengangkat serviks mengurangi kemungkinan ada discharge atau perdarahan, juga
kemungkinan kanker serviks. Insidensi kanker tunggul serviks berkurang dengan
tindakan rutin total histerektomi dibanding subtotal histerektomi. Karsinoma terdiagnosis
pada kanker tunggul serviks merupakan problem terapi. Anatominya sudah berubah,
hubungan antara kandung kemih dengan bagian atas tunggul serviks sudah abnormal.
Dan terdapat perlekatan kuat antara serviks dengan usus. Terapi bedah atau radiasi sering
tidak sukses dan berkaitan dengan banyak komplikasi. Insiden kanker serviks dengan
pemeriksaan sitologi serviks berulang negatif sangat rendah.7
Rasionalisasi pengangkatan serviks saat histerektomi abdominal untuk penyakit
jinak harus berdasarkan proses penyakit dan keperluannya histerektomi serta risiko
komplikasi yang merupakan akibat dari usaha mengangkat serviks dari lokasi

7
anatominya. Histerektomi subtotal dikerjakan pada penyakit radang pelvik berat,
endometriosis pelvik lanjut, penyebaran kanker ovarium sampai melibatkan cul-de-sac,
dan kondisi lain yang berhubungan dengan seviks yang secara anatomi tidak terdefinisi,
atau pada keadaan bila dilakukan pengangkatan serviks tidak penting untuk pemecahan
penyakit pasien. Operasi subtotal lebih meringankan gejala polakiuria, nocturia, sensasi
residu urin, dan inkontinensia. Tidak ada perbedaan libido antara histerektomi subtotal
dan total.7
Pengelolaan Post Operatif
Evaluasi post operatif harus berdasarkan indikasi spesifik operasi. Pada
miomektomi diharapkan penderita dapat hamil, hipermenorea berkurang, kehamilan
mencapai cukup bulan, tidak terjadi kekambuhan massa tumor. Berkurangnya ukuran
uterus tidak tampak segera setelah operasi karena selama post operasi terjadi edema dan
absorbsi darah dari ruang interseluler, kecuali ukuran uterus semula lebih dari umur
kehamilan 12 minggu, pengurangan ukuran uterus setelah operasi lebih nyata. Evaluasi
ulang post miomektomi dengan histerografi bisa dilakukan setelah 4 – 6 bulan operasi.
Komplikasi jangka panjang yang mungkin timbul setelah miomektomi adalah adanya
ileus obstruksi, mioma tumbuh lagi, infertilitas sekunder karena prosedur operasi, luka
uterus terbuka saat kehamilan, meningkatnya persalinan secara seksio sesarea.6
Setelah histerektomi penderita kontrol ulang 4 – 6 minggu kemudian. Pada
histerektomi vaginal kebanyakan kasus kegagalan teknik operasi sehingga peritoneum
tidak tertutup dengan baik menyebabkan infeksi atau hematom, pasien mengeluh
perdarahan vaginal yang banyak dan terus-menerus, kadang flek terus-menerus, perut
bawah terasa tidak enak, dan kadang dispareunia. Pernah dilaporkan ruptur jahitan
tunggul vagina post histerektomi setelah penderita koitus, karena itu penderita harus
dinasihati tidak koitus sebelum pemeriksaan post histerektomi menunjukkan
penyembuhan luka pada tunggul vagina. Perlu diperhatikan dampak psikologi
histerektomi terhadap pasien, mungkin terjadi depresi, karena itu konseling harus
dilakukan secara baik.7
Tindak lanjut post operasi juga perlu diperhatikan. Bila dilakukan histerektomi
subtotal dilakukan pemeriksaan pap smear rutin. Setelah tindakan miomektomi dapat

8
diberikan terapi hormonal, untuk mencegah rekurensi. Keadaan amenorea sendiri juga
memperbaiki keadaan umum penderita post operasi.
Pengelolaan Mioma Uteri di RS Dr. Sardjito
Pasien dengan mioma uteri biasanya datang ke poliklinik kebidangan & penyakit
kandungan dan ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis,
kemudian mondok dengan perencanaan pemeriksaan penunjang dengan ultrasonografi.
Jarang dilakukan pemeriksaan penunjang lain, misalnya histerografi, histeroskopi atau
laparoskopi. Histeroskopi atau laparoskopi mungkin masih sulit untuk dikerjakan
sebagai prosedur rutin diagnosis karena relatif mahal, tetapi histerografi sebenarnya
memungkinkan dan bermanfaat mengetahui ukuran dan gambaran kavum endometrium.
Terapi operatif masih menjadi pilihan, yaitu miomektomi atau histerektomi.
Alternatif terapi hormonal sebenarnya bisa ditawarkan kepada pasien dengan kondisi
tertentu, misalnya dengan ukuran tumor tidak melebihi umur kehamilan 12 minggu, atau
pasien dengan usia perimenopause, atau bahkan untuk terapi pre operatif pada keadaan
anemia dan ukuran tumor yang besar. Pemeriksaan pap smear sebelum operasi yang
merupakan pemeriksaan yang selalu dilakukan untuk tindakan bedah ginekologik seperti
dalam literatur hampir tidak pernah dikerjakan. Kondisi anemia selalu diterapi dengan
tindakan tranfusi darah. Tranfusi darah di luar negeri berdasar kepustakaan sangat
dipertimbangkan betul-betul risiko tranfusi terutama penyebaran penyakit, selain itu
sistim skrining untuk darah yang akan ditranfusi juga jauh lebih bagus. Perbaikan anemia
dapat dengan memberikan terapi hormonal, sehingga terjadi amenorea bahkan darah
untuk persiapan operasi bisa berasal dari penderita sendiri.

Ringkasan
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat suatu alur pengelolaan mioma uteri yang
mungkin dapat diterapkan di RS Dr. Sardjito, mulai dari pemeriksaan berdasar gejala
klinis utama sampai pemilihan terapi. Gejala klinis utama dibedakan dalam dua
kelompok besar yaitu perdarahan abnormal dan adanya benjolan/massa. Bila terjadi
perdarahan abnormal dengan anemia diterapi dahulu, bila tidak ada anemia dilakukan
kuretase diagnostik dan terapi, dan dilakukan observasi dahulu. Jika hasil kuretase
menunjukkan keganasan pengelolaan selanjutnya di bagian onkologi. Jika perdarahan

9
abnormal berulang dilakukan terapi operatif. Bila mioma uteri hanya disertai gejala
adanya benjolan/masa tanpa gejala obstruksi (gangguan buang air kecil atau buang air
besar) dan ukuran lebih kecil dari umur kehamilan 12 minggu dilakukan terapi
konservatif. Bila ada gejala obstruksi dilakukan terapi operatif. Mioma dengan ukuran
lebih dari umur kehamilan 12 minggu tanpa gejala obstruksi dapat diberikan terapi
hormonal dahulu. Adanya pertumbuhan cepat selama observasi dipertimbangkan terapi
operatif. Setiap terapi operatif harus dilakukan pemeriksaan pap smear terlebih dahulu
bila hasilnya ganas, pengelolaan oleh bagian onkologi.

Daftar Pustaka
1. Hillard PA. Benign disease of the female reproductive tract: Symptoms and signs,
dalam Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 12th ed. Maryland:
Williams and Wilkins, 1996:pp.331-97.
2. Stewart EA. Uterine fibroids. Lancet 2001:357;293-98.
3. Aubuchon M. Treatment of uterine fibroids. Prim Care Update Ob/Gyns
2002;9:231-237.
4. Lippman SA, Warner M, Samuels S, Olive D, Vercelline P, Eskenazi B. Uterine
fibroids and gynecologic pain symptoms in a population-based study. Fertil Steril
2003;80:1488-94.
5. Myers ER, Barber MD, Gustilo-Ashby T, Couchman G, Matchbar DB, McCrory
DC. Management of uterine leiomyomata: What do we really know? Obstet
Gynecol 2002;100:8-17.
6. Wallach EE. Myomectomy, dalam Thompson JD, Rock JA. Te Linde’s Operative
Gynecology. USA,1992: J.B. Lippincott Company:pp.647-62.
7. Thompson JD. Hysterectomy, dalam Thompson JD, Rock JA. Te Linde’s
Operative Gynecology. USA,1992: J.B. Lippincott Company:pp.663-738.

10

Anda mungkin juga menyukai