LAPORAN KASUS
Disusun Oleh :
Fajri Tri Baskoro
Ivandy Fam
Dea Bastiangga
Rifqi Aziz Fauzian
Mengetahui,
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Patofisiologi
7
2.1.4 Antropometri
Pengukuran antropometri dilakukan dengan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi/panjang badan. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik
dengan tiga indikator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB, BB/PB
atau BB/TB).
telah ditera secara berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda
spesifik khususnya defisiensi mikronutrien harus dilakukan. Penentuan status, gizi
dilakukan berdasarkan BB/TB atau BB/PB. Grafik pertumbuhan yang digunakan
sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik
CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.
Tabel Penentuan status gizi menurut kriteria waterlow, WHO 2006 dan CDC 2000
Status Gizi BB/TB WHO 2006 BB/TB IMT CDC 2000
(% median)
Obesitas > +3 SD > 120 > P95
Overweight > +2 hingga +3 SD > 110 P85-P99
Normal +2 SD hingga -2 SD > 90
Gizi Kurang < -2 hingga -3 SD 70 – 90
Gizi Buruk < -3 SD < 70
5. Mengobati infeksi
Pada anak dengan gizi buruk biasanya tanda-tanda infeksi, seperti demam,
tidak muncul. Oleh karena itu, anak perlu diberikan antibiotik spektrum
luas.
Suplemen multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (berikan 5 mg pada hari pertama)
- Zinc 2 mg/kg/hari
- Copper 0.3 mg/kg/hari
- Zat besi 3 mg/kg/hari (zat besi diberikan setelah memasuki fase
rehabilitasi)
frekuensi terus dikurangi hingga pada hari keenam dan ketujuh (fase
transisi), frekuensi makan menjadi setiap 4 jam sekali.
kolagen tipe 1. Spektrum klinis OI sangat luas, mulai dari bentuk letal pada masa
perinatal hingga bentuk ringan yang membuat diagnosis penyakit ini pada dewasa
menjadi kurang jelas (Indrawan et al, 2013).
2.2.1 Epidemiologi
Angka kejadian dan prevalensi secara akurat belum tersedia. Telah
dilaporkan bahwa angka kejadian OI yang bisa dideteksi pada bayi adalah 1 dalam
20.000 hingga 50.000 (Indrawan et al, 2013). Tidak ada perbedaan menurut ras
dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul, terutama gejala mudah
patahnya tulang, sangat bervariasi. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak
mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat
patah tulang dapat dialami sejak dalam uterus/ prenatal (Plotkin & Pattehar,
1998).
2.2.2 Etiologi
Kolagen merupakan glikoprotein fibrous utama yang terdapat dalam
matriks ekstraseluler dan pada jaringan ikat sepeti tulang rawan, matriks organik
tulang, tendon, dan mereka mempertahankan kekuatan jaringan ini. Kolagen
terbagi menjadi kolagen tipe I, II ,III, V, dan XI. Kolagen tipe I merupakan
protein yang paling penting pada tubuh manusia. Gen COL1A1 yang terletak pada
kromosom 17 dan gen COL1A2 yang terletak pada kromosom 73 merupakan gen
yang mengkode 2 rantai kolagen tipe I yaitu α1 dan α2 (Solovyov et al, 2009;
Yalovac et al, 2007; Ottani et al, 2002)
Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan autosomal dominan yang
disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I, COL1A1 dan COL1A2 yang
bertanggung jawab dalam sintesis dari protein terbanyak tulang, kulit, ligamen,
tendon dan hampir seluruh jaringan konektif. Mutasi ini memicu formasi kuantitas
patologik (osteogenesis imperfekta tipe I) dari kolagen atau perubahan kualitas
produksi kolagen (osteogenesis imperfekta tipe II, III, atau IV). Hasilnya ialah
campuran dari kolagen yang normal dan tidak normal (Di Lullo et al, 2002; Ivo et
al, 2007; Beck et al, 2000).
18
2.2.3 Patogenesis
Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks
tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera,
tendon, selaput otak dan dermis. Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari
prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple
helix, terdiri dari 2 rantai pro α1(I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17)
dan 1 rantai pro α2 (I) (disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7). Masing-
masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y
yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau
hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino
terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros
dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan
produksi helix (Marini, 2004; Plotkin & Pattehar, 1998; Root, 2002; Nussbaum et
al, 2004).
Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal
sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan.
Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang. Hal ini
menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan terjadi
kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur). Lebih dari 200
mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur prokolagen tipe I
ditemukan pada penderita osteogenesis imperfekta. Jika mutasi tersebut
menurunkan produksi/ sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi osteogenesis
imperfekta fenotip ringan (osteogenesis imperfecta tipe I), namun jika mutasi
menyebabkan gangguan struktur prokolagen tipe I maka akan terjadi osteogenesis
imperfekta fenotip yang lebih berat (tipe II, III, dan IV). Kelainan struktur itu
pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu 85% karena point mutation
akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan sisanya karena kelainan single
exon splicing. Masing-masing rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen,
disekresikan ke ruang ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal
dipecah di ruang ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai, di
19
tulang akan mengalami mineralisasi (Marini, 2004; Root, 2002; Nussbaum et al,
2004).
Gambar Pasien dengan OI, memiliki dahi lebar, tulang yang rapuh dan postur
tubuh yang pendek
Kerapuhan tulang pada penyakit ini disebabkan karena berkurangnya
massa tulang, degenerasi organisasi jaringan tulang dan kecacatan geometri tulang
pada bentuk dan ukuran. Kehilangan pende-ngaran adalah salah satu tanda pasti
dari osteogenesis imperfekta, dengan kehadirannya yang bervariasi, antara 26%
dan 60%. Sklera yang berwarna biru disebabkan oleh pigmentasi pada lapisan
koroid yang ditunjukan melalui sklera yang tipis (Aizenbud et al, 2008; Heimert
et al, 2002).
Gambar Ciri kraniofasial pada pasien OI, yaitu wajah berbentuk segitiga dan dahi
lebar
2.2.5 Klasifikasi
Osteogenesis imperfekta diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu:
1. Osteogenesis Imperfekta tipe 1
(tipe paling sering dan paling ringan).
- Fraktur tulang, dengan terjadi fraktur tulang paling banyak
sebelum pubertas. Pasien dengan osteogenesis imperfekta tipe 1
mengalami fraktur sekitar 20-40 sebelum pubertas.
- Tinggi badannya normal atau mendekati normal
- Persendian longgar dan tonus otot lemah
- Skleranya berwarna biru, ungu, atau abu-abu.
- Bentuk wajah triangular
- Kecenderungan ke arah skoliosis
- Deformitas tulang tidak ada atau minimal
- Dentinogenesis imperfekta mungkin terjadi, menyebabkan gigi
rapuh.
2. Osteogenesis Imperfekta tipe II
- Bentuk paling parah dari osteogenesis imperfekta (bentuk lethal)
- Lethal setelah lahir, karena gangguan respiratori
24
2.2.8 Penatalaksanaan
Penyembuhan osteogenesis imperfekta sampai saat ini belum ditemukan.
Oleh sebab itu, pananganan penyakit ini difokuskan pada simptom, mencegah
komplikasi, dan menjaga massa tulang serta kekuatan otot. Terapi non-bedah
termasuk terapi fisik dan rehabilitasi. Terapi bedah dan obat-obatan yang
digunakan untuk meningkatkan densitas tulang merupakan pilihan terapi yang
lainnya. Terapi dengan menggunakan bisphosphonates telah menjadi sebuah
terapi simptomatik yang penting. Terapi ini dapat meningkatkan prognosis pada
bentuk osteogenesis imperfekta yang parah dan meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan cara mengurangi resorbsi tulang dan mengontrol rasa nyeri. Potent
inhibitor dari obat resporpsi tulang dan hormon pertumbuhan juga telah
digunakan pada tahun terakhir (Schwartz et al, 2008; Malmgren et al, 2008;
Elmrini et al, 2008; Forin, 2007; Tau, 2007).
Bisphosphonate (pamidronate), merupakan bisphosphonate yang
mengandung nitrogen, diberikan untuk menambah massa tulang dan menurunkan
kejadian patah tulang. Bisphosphonate mengandung nitrogen yang paling sering
digunakan adalah pamidronate, olpadronate, ibandronate, alendronate,
risedronate, dan zoledronate. Literatur medis saat ini dipenuhi laporan kasus yang
memuji kesuksesan terapi osteogenesis imperfekta dengan bisphosphonate.
Sebagai dampak, bisphosphonate saat ini secara luas digunakan untuk terapi
osteogenesis imperfekta pada anak, remaja dan orang dewasa. Hampir semua
28
2.2.9 Prognosis
Prognosis penderita osteogenesis imperfekta bervariasi tergantung klinis
dan keparahan yang dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal napas
(Indrawan et al, 2013). Osteogenesis imperfekta merupakan suatu kondisi kronis
yang membatasi harapan hidup dan fungsi penderitanya. Osteogenesis imperfekta
tipe II merupakan bentuk yang paling berat dan menyebabkan kematian pada
masa perinatal. Pasien yang menderita osteogenesis imperfekta tipe II
menunjukkan fraktur multipel pada iga maupun tulang panjang, deformitas tulang
29
yang berat, dan pada akhirnya menyebabkan kegagalan fungsi respirasi. Bayi
dengan osteogenesis imperfekta tipe II meninggal dalam usia bulanan – 1 tahun
kehidupan. Penderita osteogenesis imperfekta tipe III biasanya meninggal karena
penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja. Sedangkan penderita
osteogenesis imperfekta tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang
(Indrawan et al, 2013; Marini, 2004).
30
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : An. AN
Umur : 4 tahun
Tanggal lahir : 22/10/13
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Batumirah, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal
Agama : Islam
Identitas Orangtua Pasien
Nama Ayah : Tn. S
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Tidak Sekolah
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
mengukurnya, mual (-), muntah (-). Pasien masih dapat makan minum
dengan baik. BAK dalam batas normal.
selain yang diberikan bidan atau dokter (-), jamu-jamuan (-). Sebelum
hamil ibu sudah mendapatkan vaksin TT (+).
b. Riwayat Natal
Lahir bayi perempuan cukup bulan (38 minggu) dari ibu G2P1A0
usia 33 tahun, secara spontan dengan BBL 2400 g, di Puskesmas. Bayi
lahir langsung menangis kencang (+), kebiruan (-), kuning (-) dan
dirawat bersama dengan ibu.
c. Riwayat postnatal
Anak rutin dibawa ke puskesmas untuk dilakukan imunisasi, tidak
ada ikterik, maupun alergi.
B. Riwayat Kontrasepsi
Pasca melahirkan anak pertama, ibu tidak menggunakan KB.
C. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : 4x (0,2,4,6 bulan)
Polio : 4x (0,2,4,6 bulan)
DTP : 3x (2,4,6 bulan)
HiB : 3x (2,4,6 bulan)
BCG : 1x (1 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)
Boster : (+)
Kesan : Imunisasi dasar program pemerintah lengkap,
booster (+)
D. Riwayat Makan
a. Kualitatif
- ASI eksklusif, dari lahir sampai usia 6 bulan.
- ASI + nasi tim, dari usia 6 bulan sampai 12 bulan.
- ASI + Makanan keluarga, mulai usia 1 tahun (Makanan
keluarga berupa nasi, ayam, daging, telur, ikan, sayur, buah).
33
E. Riwayat Pertumbuhan
Berat Badan lahir = 2.4 kg
Berat Badan sekarang = 7.8 kg
Tinggi Badan = 84 cm
Lingkar Lengan Atas = 14 cm
Lingkar Kepala = 47 cm
Berdasarkan status anthropometri dengan WHO Anthro:
WAZ = -5.45 SD
HAZ = -5.17 SD
WHZ = -4.14 SD
MUAC-for-age = -1.96 SD
HC-for-age = -1.98 SD
Kesan : Gizi Buruk dan Perawakan Sangat Pendek dengan Lingkar
Lengan Atas dan Lingkar Kepala normal.
34
F. Riwayat Perkembangan
Saat pasien berumur 2 bulan pasien mampu mengangkat kepala, usia 6
bulan dapat duduk tanpa berpegangan, namun belum dapat berjalan
sendiri, usia 12 bulan pasien mampu masukan balok ke dalam wadah
namun belum bisa berdiri. Saat ini pasien berumur 4 tahun, pasien dapat
berinteraksi dengan baik dengan teman maupun orang di sekitar
rumahnya, namun masih belum dapat berjalan.
Kesan : Perkembangan normal sesuai usia anak, namun dengan gangguan
berjalan.
3.4 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : tampak rewel
Tanda-tanda vital :
TD : tidak dilakukan pengukuran
RR : 23 x/menit
HR : 109 x/menit
T : 38,5°C
Nadi regular, isi, dan tegangan cukup.
Kepala : Mesosefal, rambut hitam
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-),sklera ikterik (-/-),
mata cowong (-/-), edema palpebral (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-/-), epistaksis(-/-), discharge (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa kering(-), perdarahan gusi(-),
gigi (-) riwayat patah gigi
Tenggorokan : Tonsil T1-1, hiperemis (-), kripte tidak melebar (-),
Detritus (-), faring hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), discharge(-/-)
Leher : Perbesaran nnll (-/-), bull neck (-)
Thoraks
35
3.6 Diagnosis
Diagnosis Klinis
- Diare akut tanpa dehidrasi ec suspek viral dd/ bakterial
- Kelainan tulang, suspek osteogenesis imperfecta dd/osteoporosis
juvenile idiophatic, achondroplasia
Diagnosis Gizi
Gizi buruk dan perawakan sangat pendek
Diagnosis Kerja
Gizi buruk dan perawakan sangat pendek dengan disertai kelainan tulang,
suspek osteogenesis imperfecta dan diare akut tanpa tanda dehidrasi ec.
suspek viral
Kebutuhan Nutrisi
Cairan : (10 x 100 cc) = 1000 cc + (6 x 50) = 300 1300 cc
Kalori : 100 x 16 = 1600 kkal
Protein : 1,23 x 16 = 19,68 g
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Cairan (cc) Kalori (kkal) Protein (g)
Nasi Putih 300 1709 64
(3 porsi)
Susu 300 225 2,7
(3 gelas)
Biskuit MT Balita 3 135 1
(3 buah)
Air putih 700 - -
TOTAL 1303 2069 67,7
AKG 100,2 % 129% 344%
Jalur : Peroral
Pemantauan : Akseptabilitas diet, evaluasi BB,TB
BAB IV
PEMBAHASAN
pasien lengkap dan boster (+). Riwayat makan dan minum pasien kesan ASI
eksklusif, Riwayat pertumbuhan pasien didapatkan BB dan TB sangat rendah
untuk usianya (WAZ Score -5.45 SD dan HAZ Score -5.17 SD), namun dengan
Lingkar Lengan Atas dan Lingkar Kepala normal untuk usianya (MUAC-for-age -
1.96 SD dan HC-for-age -1.98 SD). Riwayat perkembangan pasien diketahui
sesuai usia namun dengan gangguan berjalan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis dan keadaan
umum tampak rewel. Tanda vital pasien didapatkan HR 109x/menit, isi dan
tegangan nadi cukup serta reguler, RR 23x/menit dan suhu 38,5°C. Selain itu
ditemukan pula gigi (-), riwayat gigi patah pada pemeriksaan mulut serta
deformitas dinding dada (+) pectus carinatus dan suara dasar vesikuler (+/+) /
(+/+), menurun pada paru kanan bawah saat dilakukan pemeriksaan thoraks. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan bising usus (+) meningkat serta pada
ekstremitas didapatkan kesan kecil dan kurus.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas, maka dapat ditarik diagnosis
gizi buruk dengan disertai kelainan tulang, suspek osteogensis imperfecta dan
diare akut tanpa tanda dehidrasi ec. suspek viral.
Diagnosis gizi buruk pada pasien ini didapatkan dari status
antropometrinya. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan
pasien maka didapatkan nilai WAZ Score -5.45 SD, HAZ Score -5.17 SD dan
WHZ Score -4.14 SD. Sesuai dengan kriteria status gizi yang dikeluarkan oleh
WHO tahun 2006, maka pasien masuk ke dalam kateri gizi buruk karena ketiga
penilaian tersebut sudah kurang dari -3.00 SD. Selain itu bila kita merujuk pada
kriteria diagnosis gizi buruk yang dikeluarkan oleh Kemeterian Kesehatan pada
tahun 2011, pasien ini juga telah memenuhi kriteria gizi buruk karena memiliki
nilai BB/TB < -3.00 SD dan terlihat sangat kurus. Selanjutnya guna memberikan
penatalaksanaan yang adekuat, maka diperlukan penghitungan kebutuhan nutrisi
sesuai dengan kondisi pasien saat ini. Berdasarkan penghitungan kebutuhan
nutrisi pasien dan rencana pemenuhan kebutuhan pasien, maka didapatkan Angka
Kecukupan Gizi yang sudah melebihi 100%, baik pada kebutuhan jumlah cairan,
kalori dan juga protein.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Program TFC memiliki peranan cukup penting sebagai upaya dalam
pengelolaan kasus gizi buruk, mulai dari pelacakan kasus, pengelolaan secara dini
dan komperhensif, hingga pemantauan perkembangan hasil tatalaksana yang
berkelanjutan.
5.2 Saran
- Mengoptimalkan peran tenaga kesehatan dalam upaya penanganan gizi
buruk, sehingga dapat memberikan penanganan yang komperhensif
dan terintegrasi.
- Mengoptimalkan peran lintas sektoral dalam penanganan kasus gizi
buruk.
- Mengoptimalkan edukasi masyarakat mengenai gizi buruk sebagai
upaya untuk meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat dalam
penanggulangan kasus gizi buruk.
- Perlunya tatalaksana dan pemantauan yang berkelanjutan untuk kasus
gizi buruk yang sudah ditemukan dan dikelola.
43
DAFTAR PUSTAKA
Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson text book of pediatrics. Philadelphia: Saundres, 2004.
h. 2338-8.
Marks R. Dental care for persons with OI. 2002. Available at: www.osteo.org.
Accessed January 22, 2015.
Morris CD, Einhorn TA. Current concepts review biphosponate in orthopaedic
surgery [cited 2015 Jan 22]. Diunduh dari: URL: www.ejbjs.org.
Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical basis of
genetic disease. Dalam: Thompson and thompson genetic in medicine, edisi
ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004, 229-346.
Ottani V, Martini D, Franchi M, Ruggeri A, Raspanti M. Hierarchial structures in
fibrillar collagens. Micron 2002; 33(7-8): 587-96.
Patria, S.Y. 2012. Lecture : Congenital Musculoskeletal Disorders. Pediatrics
Dept. Fac. Medicine, Gadjah Mada Univ, Yogyakarta.