Anda di halaman 1dari 11

CHANCROID

I. DEFINISI
Chancroid adalah penyakit menular seksual infeksius akut yang ditandai
dengan ulkus nyeri yang tumbuh di daerah inokulasi, biasanya di regio genitalia
eksterna, disertai limfadenitis inguinal.1,2,3 Nama lain dari chancroid adalah ulkus
molle, chancre lunak, atau chancre mou.1
Chancroid kebanyakan terjadi pada pria heteroseksual, dan kebanyakan
berasal dari kasus prostitusi yang sering merupakan carrier asimtomatis.
Chancroid merupakan kofaktor transmisi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Angka kejadian infeksi HIV yang tinggi terjadi pada pasien yang menderita
chancroid. Karena ulkus genital ini telah terbukti berperan dalam transmisi HIV,
diagnosis dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan; bukan hanya untuk
menurunkan tingkat kematian, tetapi juga untuk menurunkan transmisi HIV. 4,5

Gambar 1 – Chancroid Ulkus nyeri dengan eritema dan edema yang mengelilinginya1

1
Gambar 2 – Chancroid Lesi multipel yang nyeri, meninggi, dengan batas tergerogoti pada vulva yang
terjadi setelah autoinokulasi1

II. ETIOLOGI
Chancroid disebabkan oleh infeksi Haemophilus ducreyi, bakteri
streptobasilus gram negatif dan bersifat fakultatif anaerob, yang membentuk
rantai pendek. Bakteri ini merupakan patogen kuat bagi manusia tanpa reservoir
hewan atau lingkungan.1,3,6 Basil H.ducreyi berbentuk batang pendek, ramping,
dengan ujung membulat, tidak bergerak, dan tidak berspora. Basil ini pada lesi
terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder.7
Bakteri anaerob lebih banyak ditemukan pada ulkus genital pria yang tidak
disirkumsisi. Bakteri anaerob spesifik yang berhubungan dengan penyakit ulkus
genital dengan etiologi yang tidak diketahui memiliki kandungan sitotoksik yang
dapat mengeksaserbasi disrupsi epitel yang menyebabkan gambaran seperti
ulkus.8 Masa inkubasi Hemophilus ducreyi adalah 4-7 hari.1 H. ducreyi tidak
menyebabkan bakteremia. Secara in vitro, organisme tersebut mati pada suhu di
atas 35°C, dan sensitivitas temperatur ini diperkirakan menyebabkan tidak
terjadinya penyebaran melalui aliran darah.3

2
III. PATOGENESIS
Infeksi primer pada chancroid terjadi pada tempat inokulasi
(merusak/menembus epitel) pada saat terjadi hubungan seksual. Haemophilus
ducreyi menginfeksi mukosa epitel, epitel skuamosa berlapis berkeratin, dan regio
limfonodus. Oleh karena itu, kelainan ini ditandai pula dengan adanya
limfadenitis. Ulkus genital ini ditandai dengan infiltrat makrofag serta limfosit
CD4+ dan CD8+ interstitial dan perivaskular, sesuai dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat dan respon imun termediasi sel. Sel CD4+ dan
makrofag pada ulkus mungkin menjelaskan transmisi HIV pada ulkus genital.1,3
Limfadenitis yang terjadi pada infeksi H.ducreyi diikuti dengan respon
inflamasi sehingga terjadi supurasi. Kemungkinan terdapat sifat-sifat H.ducreyi
yang tidak diketahui dan unik yang menimbulkan bubo supuratif.7 Bagaimana
organisme tersebut mencapai limfonodus belum diketahui secara pasti.3

IV. DIAGNOSIS

1. Manifestasi Klinis
Secara klinis, chancroid dapat didiagnosis dengan kombinasi adanya ulkus
dan adenopati inguinal yang nyeri. Pada hampir seluruh kasus, adenopati inguinal
yang terjadi adalah adenopati inguinal unilateral.4,6
Lesi primer pada chancroid berupa papul lunak dengan halo eritematous
yang dapat berkembang menjadi pustul, erosi, hingga ulkus. Ulkus natural pada
chancroid digambarkan sebagai ulkus yang sangat nyeri. Ulkus memiliki batas
yang tegas, tidak keras, dan eruptif. Dasar lesi rapuh karena terjadi granulasi
jaringan dan ditutupi oleh eksudat abu-abu hingga kuning. Dapat pula terjadi
edema pada preputium. Lesi dapat berupa ulkus tunggal atau multipel, yang
bergabung menjadi ulkus besar (giant) yang berukuran lebih dari 2 cm dengan
bentuk serpiginosa. Ulkus pada chancroid seringkali berdarah jika tergores.

3
Distribusi lesi pada pria adalah area preputium, glans penis, frenulum, sulcus
coronalis, dan bulbus. Pada wanita, lesi terjadi pada fourchette, labium,
vestibulum, clitoris, serviks, perianal, dan dinding vagina pada ekstensi introitus.
Pada wanita, jarang terjadi kelainan asimtomatis. Tetapi, wanita yang terinfeksi
mungkin mengalami ulkus servikal dan vaginal yang tidak nyeri. Lesi perianal
terjadi pada wanita yang dilaporkan berhubungan anal. Lesi ekstragenital dapat
timbul pada regio torakal, jari-jari, mukosal oral, dan paha. Lesi ekstragenital
diperkirakan terjadi akibat autoinokulasi.
Keluhan umum yang dapat ditemukan berupa limfadenitis inguinal yang
umumnya timbul unilateral. Biasanya gejala ini timbul 7-21 hari setelah
timbulnya leesi primer. 10-40% penderita chancroid mengalami limfadenopati
inguinal supuratif atau bubo. .H. ducreyi dapat pulih dari bubo.1,3

Jenis-jenis bentuk klinis Chancroid


a. Ulkus mole folikularis
Timbul pada folikel rambut, pada permukaannya menyerupai folikulitis
yang disebabkan oleh kokus, tetapi cepat menjadi ulkus. Lesi seperti ini
dapat timbul pada vulva dan pada daerah berambut di sekitar genitalia dan
sangat superfisial.
b. Dwarf Chancroid
Lesi sangat kecil dan menyerupai erosi pada herpes genitalis, tetapi
dasarnya tidak teratur dan tepi berdarah.
c. Transient Chancroid (Chancre mou valant)
Lesi kecil, sembuh dalam beberapa hari, tetapi 2-3 minggu kemudian
diikuti timbulnya bubo yang meradang pada daerah inguinal.
d. Papular Chancroid
Dimulai dengan ulkus yang kemudian menimbul terutama pada tepinya.
e. Giant Chancroid

4
Mula-mula timbul ulkus kecil, tetapi meluas dengan cepat dan menutupi
satu daerah. Sering mengikuti abses inguinal yang pecah, dan dapat
meluas ke daerah suprapubis bahkan daerah paha dengan cara
autoinokulasi.
f. Phagedenic Chancroid
Lesi kecil menjadi besar dan destruktif dengan jaringan nekrotik yang
luas. Genitalia eksterna dapat hancur, pada beberapa kasus disertai infeksi
organisme Vincent.

g. Tipe serpiginosa
Lesi membesar karena peluasan atau autoinokulasi dari lesi pertama ke
daerah lipat paha atau paha. Ulkus jarang menyembuh, dapat menetap
berbulan-bulan atau bertahun-tahun.7

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pewarnaan Gram : sediaan diambil dari dasar ulkus atau pus bubo.
Pemeriksaan ini biasanya kurang membantu.1
b. Kultur : diagnosis yang akurat bergantung kepada kemampuan
membiakkan H.ducreyi. Sediaan kultur dapat diambil dari lesi atau pus
bubo.4,7
c. Imunofluoresensi : teknik untuk menemukan meningkatnya titer
antibodi.6,7
d. PCR (Polymerase Chain Reaction): mendeteksi sekuen DNA H.ducreyi.1
e. Biopsi : untuk menemukan gambaran histopatologi pada chancroid.
Gambaran histopatologi yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
 daerah superfisial pada dasar ulkus : neutrofil, fibrin, eritrosit, dan
jaringan nekrotik;

5
 daerah tengah : pembuluh-pembuluh darah kapiler baru dengan
proliferasi sel-sel endotel sehingga lumen tersumbat dan menimbulkan
trombosis. Terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh-
pembuluh darah;
 daerah dalam : infiltrat padat terdiri atas sel-sel plasma dan sel-sel
limfoid.7

Kombinasi antara terdapatnya ulkus yang nyeri dan limfadenopati inguinal


nyeri mengarahkan kepada kasus chancroid.1,4 Diagnosis definitif chancroid dapat
ditegakkan setelah dilakukan isolasi H.ducreyi pada medium khusus.1 Sedangkan
diagnosis perkiraan dibuat berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
 satu atau lebih ulkus genital nyeri;
 tidak ada bukti terinfeksi T.pallidum;
 manifestasi klinis, gambaran ulkus genital, dan jika ada, limfadenopati
regional yang tipikal dalam chancroid;
 hasil tes virus herpes simpleks negatif.4

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Herpes Genitalis
Kelainan pada herpes genitalis berupa vesikel berkelompok dan jika memecah
menjadi erosi, bukan ulkus seperti pada chancroid. Tanda-tanda radang akut
lebih tampak. Selain itu, pada chancroid (ulkus mole), pada sediaan apus
berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel raksasa
berinti banyak.7

6
Gambar - Infeksi primer HSV (Herpes Simplex Viirus) yang berat dengan vesikel yang luas, ulserasi, dan
edema penis 3

2. Sifilis stadium 1
Pada sifilis stadium 1 (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat indurasi,
dan tidak terdapat tanda-tanda radang akut. Jika terjadi pembesaran getah
bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang akut kecuali tumor,
tanpa disertai periadenitis dan perlunakan.7

Gambar - Sifilis primer pada penis 3

7
3. Limfogranuloma venerium (LGV)
Pada LGV, afek primer tidak spesifik dan cepat hilang. Terjadi pembesaran
kelenjar getah bening inguinal, perlunakan tidak serentak.
Titer tes ikatan komplemen untuk LGV kurang dari 1/16 dan pada tes ulangan
tidak meninggi.7

Gambar - Sindrom inguinal awal pada LGV; memperlihatkan erosi preputial superfisial primer,
limfangitis dorsal penile, dan bubo pada inguinal kanan 3

4. Granuloma inguinale / Donovanosis


Kelainan ini memiliki ciri khas ulkus dengan granuloma.7
Tanda awal dari kelainan ini adalah papul keras atau nodul subkutan yang
kemudian mengalami ulserasi. Limfadenitis adalah manifestasi yang jarang
ditemukan.3

8
Gambar - Lesi Donovanosis berupa ulkus granulomatous tipe subpreputial 3

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi kepada pasien
Sistemik
1. Azithromycin 1gr per oral dosis tunggal, atau
2. Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal, atau
3. Ciprofloxacin 500 mg per oral 2 kali sehari selama 3 hari, atau
4. Erythromycin base 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari 1,2,4,6
Ciprofloxacin tidak dapat diberikan kepada wanita hamil dan laktasi., atau kepada
anak di bawah umur 17 tahun.2
Lokal
Jangan diberikan antiseptik karena akan mengganggu pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap untuk kemungkinan diagnosis sifilis stadium I. lesi dini yang kecil
dapat sembuh detelah diberi NaCl fisiologik.7

Terapi kepada pasangan seksual pasien


Karrier H.ducreyi asimtomatis pada pria dan wanita telah jelas; oleh karena itu,
terapi yang agresif bagi partner seks, asimtomatis maupun simtomatis, esensial
untuk mengontrol.4

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff, Klaus, Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology.6th edition.USA: The McGraw-Hill Companies:2009.931-
33
2. James, William D., Berger, Timothy G., Elston, Dirk M. Andrews’ Diseases of
The Skin: Clinical Dermatology.10th edition.Canada: Saunders Elsevier:2006.
274-75
3. Holmes, King K., Sparling, P. Frederick, et al. Sexually Transmitted Diseases.4th
edition. USA: The McGraw-Hill Companies:2008.388,595-98,661-63,689-
96,701-5
4. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology: A Color Guideline to Diagnosis and
Therapy.4th edition.USA: Mosby:2004.327-29
5. Wang, Qian-Qiu, Mabey, David, et al. Validation of syndromic algorithm for the
management of genital ulcer diseases in China.International Journal of STD &
AIDS.2002;13 : 469-474
6. Burn, Tony.et al.Rook’s Textbook of Dermatology Vol.1-4. 7th edition.Blackwell
Publishing.2004.27 47-48
7. Djuanda, Prof.Dr.dr. Adhi, et al.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi 6.Jakarta:
FKUI: 2011.417-21
8. Mehta, Supriya D. Green, Stefan J. et al. Microbial Diversity of Genital Ulcer
Disease in Men Enrolled in a Randomized Trial of Male Circumcision in Kisumu,
Kenya.Plus One. Vol 7.2012

10
LAMPIRAN

11

Anda mungkin juga menyukai